citra merek terhadap keputusan pembelian

PENGARUH CITRA MEREK TERHADAP INTENSI MEMBELI SKRIPSI

Guna memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh: RIMA ZHUHRIAH AUDA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN GENAP, 2008/2009

Pengaruh citra merek terhadap intensi membeli

Rima Zhuhriah Auda dan Ferry Novliadi, M.Si.

ABSTRAK

Ketika membeli suatu produk, konsumen tidak hanya membeli produk sebagai suatu komoditas saja, tapi juga nilai simbolik yang terkandung di dalam produk tersebut. Nilai simbolik ini berisi identitas ataupun kepribadian yang dimasukkan produsen ke dalam suatu produk atau merek. Selanjutnya nilai simbolik yang terkandung di dalam merek inilah yang akan dipersepsikan oleh konsumen sebagai citra merek. Sehingga ketika membangun citra merek, produsen harus membangun citra merek yang positif. Sebab semakin positif sikap seorang konsumen terhadap suatu toko atau merek, semakin tinggi pula intensi membeli konsumen terjadi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh citra merek terhadap intensi membeli.

Penelitian ini dilaksanakan terhadap 100 orang subjek penelitian. Subjek penelitian ini adalah segmen pasar produk bermerek Billabong. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala citra merek yang disusun peneliti berdasarkan aspek citra merek yang dikemukakan oleh Roger Griffin (2006), dan skala intensi membeli yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek intensi membeli yang dikemukakan oleh Icek Ajzen (2006). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan analisis regresi.

Hasil analisis data diperoleh nilai r 2 =0,157 dengan nilai F = 19,404 dan p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa citra merek memberikan sumbangan efektif

sebesar 15,7% terhadap intensi membeli. hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensi membeli yang signifikan jika ditinjau dari usia. Namun, tidak ada perbedaan intensi membeli yang signifikan jika ditinjau dari jenis kelamin dan status pendidikan.

Kata kunci: citra merek, intensi membeli

The effect of brand image to purchasing intention

Rima Zhuhriah Auda and Ferry Novliadi, M.Si.

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how far brand image effect the purcahsing intention. When a consumer purchasing something, they not just purchase it as a comodity, but for simbolic value in it too. This simbolic value consist of identity or personality of the product or the brand. Then the consumer will perceive it as brand image. Thats why when a producer built a brand image, they have to built a positive image. Becouse more positive a consumer seeing an image of a store or a brand, more high the purchasing intention happen.

This research using 100 peoples as research subject and the subject is Billabong marketing segment. This research used Incidental sampling as sampling technique. Brand image scale which made by the researcher according to Roger Griffin (2006) brand image aspect and purchasing intention scale which made by the researcher according to Icek Ajzen (2006) purchasing intention aspect was use as measurement tools. The data of this research analized with regression analysisi.

From the analized data, we have r 2 =0,157 with F = 19,404 and p<0,05. this result showed that brand image 15,7% effective effect to the purchasing

intention. An extra result of the research showing that there is a significant difference of purchasing intention viewed from age. But, there are no significant difference of purchasing intention viewed from gender and education degree.

Kata kunci: citra merek, intensi membeli

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT saya panjatkan atas segala petunjuk, kemudahan, dan ridha-Nya selama saya menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Citra Merek terhadap Intensi membeli.”

Skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan peranan kedua orang tua saya yang senantiasa mendo’akan, memberikan dukungan, perhatian yang mendorong semangat untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga untuk adik – adikku, Najmi dan Reihan buat dukungannya selama saya melakukan penelitian.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari peranan berbagai pihak yang turut membantu saya dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang setulus – tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A (k) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ferry Novliadi, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas semua bimbingan, saran, arahan, kepercayaan, dan waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, serta dukungan yang diberikan sejak mengerjakan seminar hingga skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran Bapak dalam membimbing saya.

3. Seluruh staf pengajar dan pengawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4. Atok dan Nenek, serta keluarga besar, terima kasih buat do’anya, dukungan semangat, dan segala perhatiannya.

5. Sepupu – sepupuku tercinta, makasih buat dukungannya selama saya melakukan penelitian. Makasih untuk selalu membuatku tertawa.

6. Mimi, Nike, Nella, Gracy, Vivi, Nina, Achi, Anita Pratiwi, Ajie, Gerry, Feby,

Indra, Zube, Kak Grace, Bang Matheus, Kak Lisa makasih buat kebersamaannya slama ini. Makasih karena selalu ada dalam suka dan duka. Mengenal kalian adalah anugrah. I love u guys!

7. Teman – temanku seperjuangan di angkatan 2003 : Mira, Arum, Nita, Alya,

Kiki, Ema, Yulia, Ahmad, Joni, Ayu, dan semua teman – teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu – persatu. Kebersamaan kita sangat indah. Mengenal kalian adalah hal paling berkesan selama jadi mahasiswa.

8. Adik – adikku di Psikologi USU: Nani, Feby, Geo, Rida, Lia, Monika, Mia n the geng. Terima kasih atas bantuannya selama saya melakukan penelitian.

9. Kakak dan Abang di Psikologi USU: Bang Heri, Bang Ishaq, Bang Prananta,

Kak Ririn, Kak Farida. Terima kasih atas saran – sarannya, do’a, dan dukungannya.

10. Semua sampel yang telah bersedia mengisi kuesioner penelitian ini. Terima kasih atas kesediaannya.

11. Semua teman – teman yang tidak sempat dituliskan namanya. Kebaikan kalian

akan selalu saya ingat. Terima kasih atas segala bantuannya.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu saya mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Maret 2009

Rima Z. Auda

4. Hasil tambahan penelitian...............................................................46

B. Pembahasan...........................................................................................53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan......................................................................................55

B. Saran ...............................................................................................56 Daftar Pustaka ……….……………………………………………………..58

Tabel 22. Gambaran intensi membeli berdasarkan status pendidikan..................52 Grafik 1. Kurva normal untuk variabel citra merek............................................44 Grafik 2. Kurva normal untuk variabel intensi membeli....................................44 Grafik 3. Scatter Plot Hubungan Citra Merek Dengan Intensi Membeli............45 Gambar 1.Bagan alur berpikir...............................................................................36

DAFTAR LAMPIRAN

A. Skala Citra Merek...........................................................................................73

B. Skala Intensi Membeli.....................................................................................74

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Banyak sekali fenomena mengenai perilaku konsumen yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari, salah satu dari fenomena perilaku konsumen yang sering kita lihat adalah perilaku membeli. Seperti yang dikatakan oleh Schiffman dan Kanuk (1983) bahwa perilaku konsumen dapat didefenisikan sebagai sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari sesuatu, membeli, menggunakan, mengevaluasi, membuang produk, jasa, dan pemikiran dimana mereka berharap kebutuhan mereka akan terpuaskan.

Masuk ke dalam dunia pemasaran, pembahasan mengenai perilaku konsumen ini tidak hanya terbatas pada bagaimana konsumen berperilaku, tapi juga mengapa mereka berperilaku demikian. Memahami perilaku konsumen ini penting untuk menentukan strategi pemasaran, seperti yang dikatakan oleh Schiffman dan Kanuk (1983) bahwa pemasar menggunakan pemahaman mengenai perilaku konsumen untuk mengantisipasi perilaku di masa depan berdasarkan implementasi dari strategi pemasaran yang spesifik. Selain itu memonitor perilaku konsumen di pasar dengan hati – hati akan membantu pemasar mengukur sukses atau tidaknya suatu spesifikasi strategi pemasaran. Pandangan ini didukung oleh pernyataan Kotler (1997) yang mengatakan bahwa pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang – barang, jasa dan gagasan Masuk ke dalam dunia pemasaran, pembahasan mengenai perilaku konsumen ini tidak hanya terbatas pada bagaimana konsumen berperilaku, tapi juga mengapa mereka berperilaku demikian. Memahami perilaku konsumen ini penting untuk menentukan strategi pemasaran, seperti yang dikatakan oleh Schiffman dan Kanuk (1983) bahwa pemasar menggunakan pemahaman mengenai perilaku konsumen untuk mengantisipasi perilaku di masa depan berdasarkan implementasi dari strategi pemasaran yang spesifik. Selain itu memonitor perilaku konsumen di pasar dengan hati – hati akan membantu pemasar mengukur sukses atau tidaknya suatu spesifikasi strategi pemasaran. Pandangan ini didukung oleh pernyataan Kotler (1997) yang mengatakan bahwa pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang – barang, jasa dan gagasan

Selanjutnya jika melihat dari perspektif pengalaman dalam pembelian, konsumen selalu melakukan pembelian dengan proses pengambilan keputusan yang tidak rasional. Namun mereka membeli produk dan jasa tertentu untuk memperoleh kesenangan, menciptakan fantasi, atau perasaan emosi saja (Holbrook & Hirschman dalam Mowen & Minor, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa banyak konsumen yang membeli suatu produk bukan hanya karena manfaat dari produk itu sendiri, melainkan adanya kepuasan lain yang diterima oleh konsumen sebagai sebuah kompensasi setelah membeli sebuah produk. Sebagaimana dikatakan oleh Mowen dan Minor (2002) bahwa orang sering membeli produk bukan untuk manfaat fungsional, tetapi lebih untuk nilai simboliknya. Hal ini terjadi pada salah satu merek barang fashion Billabong yang lagi tren dikalangan para remaja dan dewasa muda sekarang ini. Billabong mengangkat tema peselancar yang identik dengan gaya hidup peselancar yang independen, dinamis, dan gaul (Billabong Corporate, 2007). Kemampuan merek ini mengkomunikasikan diri konsumen kepada orang lainlah yang dipandang sebagai simbol oleh para konsumen. Selain itu, penjelasan Mowen dan Minor diatas didukung oleh penjelasan Veblen (dalam Horton, 1984) yang mengatakan:

“…that much consumption is motivated by desire to impress others with one’s position and importance throught the extravagant consumption of clothes, jewelry, houses, and similar goods. These goods are conspicuous consumption in the sense that other people can easily observetheir use of consumption and vary widely in price, thereby providing the potential for great extravagance.”

Jadi, jelaslah bahwa orang mengkonsumsi suatu barang, salah satunya merek Billabong, bukan hanya karena kegunaannya semata. Melainkan dimotivasi oleh hasrat untuk menekan orang lain dengan cara memperlihatkan barang yang digunakannya. Dan untuk memenuhi hasrat tersebut, barang yang digunakan haruslah sesuatu yang wujudnya dapat dilihat oleh orang lain. Selanjutnya Grubb dan Grathwohl (dalam Mowen & Minor, 2002) menjelaskan bahwa langkah pertama yang dilakukan kosumen dalam mengkonsumsi sesuatu adalah membeli sebuah produk yang mengkomunikasikan konsep dirinya kepada observer, kemudian konsumen berharap bahwa observer akan memiliki persepsi yang diinginkan dari sifat alami produk secara simbolik, dan akhirnya konsumen berharap bahwa observer akan memandang dirinya seperti memiliki sifat simbolik yang hampir sama dengan produk tersebut.

Simbol yang terkandung didalam suatu produk yang diharapkan konsumen dapat mengkomunikasikan dirinya kepada orang lain ini dapat ditunjukkan lewat merek dari produk tersebut. Selain itu, merek juga dapat menimbulkan berbagai asosiasi yang yang diharapkan konsumen dapat mengkomunikasikan dirinya. Durianto, dkk (2004) menyebut berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut sebagai citra merek. Pada dasarnya citra menunjukkan cara konsumen memikirkan sebuah merek dan perasaan yang dibangun merek ketika konsumen memikirkannya (Maja Hribar, 2007). Hal inilah yang mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu produk, sebab konsumen tidak hanya membeli produk sebagai komoditas, tetapi juga citra yang diasosiasikan produk, seperti bebas, dinamis, dan gaul yang ditawarkan oleh

Billabong. Namun hal yang paling penting adalah identifikasi dan asosiasi pengguna lain dari merek tersebut (http://www.asiamarketresearch.

com/glossary/brand-image.htm ) . Jadi target pasar merek Billabong adalah konsumen yang mengasosiasikan kepribadian dan nilai mereka dengan citra yang

dihadirkan oleh merek Billabong. Penciptaan suatu citra merek merupakan salah satu strategi pemasaran yang penting dan perlu ditangani dengan serius. Sebab citra merek dapat menciptakan sebuah hubungan sentimen antara konsumen dengan merek yang berupa kepercayaan maupun rasa suka (Nicolino, 2004). Oleh karena itu citra merek yang dibangun haruslah citra yang positif sesuai dengan harapan konsumen. Sebab citra yang positif cenderung lebih diterima oleh konsumen. Selain itu Seock (2003) mengatakan bahwa semakin positif sikap seseorang terhadap suatu toko atau merek, maka semakin tinggi pula intensi membeli konsumen.

Berdasarkan penjalasan diatas, dapat kita lihat bahwa pada dasarnya strategi pemasaran adalah suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan organisasi (Setiadi, 2005). Sehingga biasanya stretegi pemasaran diarahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen. Pembentukan citra merek sebagai salah satu bagian dari strategi pemasaran tentu saja mempertimbangkan perilaku konsumen dalam membuat keputusan strategi pemasaran (Setiadi, 2005). Intensi membeli sebagai bagian dari perilaku kosumen adalah salah satu hal yang menjadi sasaran dari strategi pemasaran. Sebagaimana penjelasan Howard dan Sheth (dalam

Mangkunegara, 2002) yang mengatakan bahwa intensi membeli adalah prediksi yang meliputi kapan, dimana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek. Dimana hasil akhir dari intensi membeli ini adalah merencanakan membeli merek tersebut atau tidak. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ajzen (2006) yang mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku.

Penting bagi produsen untuk mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk karena sikap berpengaruh kepada intensi membeli, dan intensi membeli ini berhubungan dengan keputusan membeli. Hal ini sejalan dengan tiga hirarki dalam intensi yang diungkapakan oleh Mowen dan Minor (2002), yaitu: membentuk kepercayaan terhadap sebuah produk, kemudian konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu produk, dan pada akhirnya membeli produk tersebut. Sukses tidaknya tiga hirarki ini tergantung pada ketepatan strategi pemasaran, dan salah satu strategi pemasaran tersebut adalah pembentukan citra merek.

Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh citra merek terhadap intensi membeli.

B. PERUMUSAN PERMASALAHAN

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : “adakah pengaruh citra merek terhadap intensi membeli?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh citra merek terhadap intensi membeli.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat teoritis maupu n praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi industri organisasi. Dan memberikan masukan secara empiris mengenai pengaruh citra merek terhadap intensi membeli, serta membuka jalan bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan penting untuk pengembangan strategi manajemen merek bagi industri atau pun perusahaan, khususnya dalam hal pembangunan citra merek. Sehingga dapat meningkatkan penjualan terhadap merek yang dipasarkan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I. Pendahuluan

Memuat latar belakang permasalahan yang hendak dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori

Bab ini berisikan penjelasan kritis secara teoritis yang menjadi acuan dalam membahas dan menjelaskan mengenai citra merek, intensi membeli, dan hubungan citra merek dengan intensi membeli.

Bab III . Metode Penelitian

Memuat mengenai metode-metode dasar penelitian yang digunakan, subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, lokasi penelitian, dan teknik pengolahan data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis hasil Penelitian

Berisi uraian mengenai gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian, hasil diskusi, dan saran untuk penelitian selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI

A. INTENSI MEMBELI

1. Pengertian Intensi

Intensi ini layaknya sebuah rencana yang disusun sebelum kita melakukan sesuatu. Sebagaimana penjelasan Ajzen (2006) yang mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku. Hal ini diperjelas oleh Warshaw dan Davis (dalam landry, 2003) yang menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukkan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian Warshaw dan Davis (dalan Landry, 2003) juga menambahkan bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen perilaku untuk menunjukkan suatu tindakan atau tidak, dimana ada harapan yang diperkirakan seseorang dalam menunjukkan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu : kecendrungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. Dari pemikiran – pemikiran ini dapat dilihat bahwa antara intensi dan perilaku memiliki hubungan.

Berdasarkan pernyataan para ahli diatas dapat kita lihat bahwa pengukuran terhadap intensi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memprediksi perilaku. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Engel, dkk (1995) yang mencatat bahwa sikap, sejalan dengan intensi, merupakan prediktor perilaku di masa akan Berdasarkan pernyataan para ahli diatas dapat kita lihat bahwa pengukuran terhadap intensi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memprediksi perilaku. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Engel, dkk (1995) yang mencatat bahwa sikap, sejalan dengan intensi, merupakan prediktor perilaku di masa akan

2. Proses Terbentuknya Intensi

Teori perilaku berencana dan tindakan beralasan merupakan suatu pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi. Teori ini mengatakan bahwa sikap adalah salah satu dari determinan langsung dari intensi untuk menunjukkan sebuah perilaku (Ajen & Fishbein, dalam Seock 2003). Selanjutnnya mengacu pada teori perilaku beralasan, Peter dan Olson (2002) menjelaskan bahwa memprediksi perilaku membeli konsumen sebenarnya diukur dari intensi mereka untuk membeli sebelum mereka melakukan pembelian. Pengukuran intensi sebagai alat untuk memprediksi perilaku memiliki 3 hirarki, yaitu (Mowen, 2002): membentuk kepercayaan terhadap sebuah produk, kemudian mengembangkan sikap terhadapnya , dan selanjutnya membeli produk atau merek tersebuat. Dari tiga hirarki ini dapat kita lihat bahwa sebelum seorang konsumen sampai pada pembelian, ada beberapa proses yang dilaluinya.

Untuk mengukur intensi ini kita dapat menggunakan model teori perilaku beralasan Ajzen (2006) yang mengatakan bahwa intensi memiliki 3 determinan, yaitu :

a. Kepercayaan berperilaku, yaitu: kemungkinan subjektif bahwa sebuah perilaku akan dihasilkan. Aspek ini menghubungkan ketertarikan berperilaku dengan hasil yang diharapkan. Ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, yaitu : tingkatan dari performa perilaku.

b. Kepercayaan normatif, mengacu pada perilaku yang diharapkan oleh sekitarnya tergantung pada populasi dan perilaku yang dipelajari. Hal ini ditentukan oleh norma subjektif.

c. Kontrol kepercayaan, berhubungan dengan kahadiran faktor yang dapat memfasilitasi atau yang dapat menghalangi munculnya perilaku dan ini ditentukan oleh kontrol perilaku yang diterima.

Interaksi dari ketiga komponen inilah yang akan menentukan suatu perilaku dilakukan atau tidak.

3. Pengertian Membeli

Membeli adalah bagian dari perilaku konsumen yang selalu kita lihat dalam kehidupan sehari – hari. Dan kegiatan ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Sebagaiman dikatakan oleh Schiffman dan Kanuk (1983) bahwa perilaku konsumen dapat didefenisikan sebagai sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari sesuatu, membeli, menggunakan, mengevaluasi, membuang produk, jasa, dan pemikiran dimana mereka berharap kebutuhan mereka akan terpuaskan.

Sebagai bagian dari pemasaran, di dalam kegiatan membeli terjadi proses pertukaran antara produsen dengan konsumen. Kegiatan inilah yang memprakarsai pertemuan produsen dengan konsumen. Seperti yang dikatakan Alderson (dalam Mowen, 2002) bahwa pemasaran adalah pertukaran yang terjadi antara kelompok yang mengkonsumsi dengan kelompok yang menyediakan. Dan melalui kegiatan ini pulalah tercapai tujuan produsen dan konsumen. Sebagaimana dikatatakan oleh Kotler (dalam Mowen, 2002) bahwa melalui proses Sebagai bagian dari pemasaran, di dalam kegiatan membeli terjadi proses pertukaran antara produsen dengan konsumen. Kegiatan inilah yang memprakarsai pertemuan produsen dengan konsumen. Seperti yang dikatakan Alderson (dalam Mowen, 2002) bahwa pemasaran adalah pertukaran yang terjadi antara kelompok yang mengkonsumsi dengan kelompok yang menyediakan. Dan melalui kegiatan ini pulalah tercapai tujuan produsen dan konsumen. Sebagaimana dikatatakan oleh Kotler (dalam Mowen, 2002) bahwa melalui proses

4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pembelian

Menurut Engel, dkk. (1995), pengambilan keputusan membeli pada konsumen dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor lingkungan (eksternal) yang terdiri atas :

1) Budaya Perilaku manusia pada dasarnya dipelajari melalui suatu proses sosialisasi yang didalamnya melibatkan keluarga dan lembaga – lembaga sosial lainnya. Melalui proses inilah seorang anak mendapatkan seperangkat nilai, kepercayaan, dan preferensi yang menentukan bagaimana ia akan berperilaku.

2) Kelas Sosial Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dan memiliki nilai, minat, dan perilaku yang reltif serupa yang ditentukan berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Menurut Kahl (dalam Engel,dkk., 1995) ada beberapa aspek yang menentukan kelas sosial seseorang, yaitu: pekerjaan, prestasi, interaksi, kepemilikan, orientasi nilai, dan kesadaran kelas.

3) Demografi Perilaku konsumen juga menekankan pada aspek menetap yang mengacu pada populasi suatu daerah yang bersifat kualitatif, seperti: usia, tempat tinggal, jumlah anak, dan status sosial ekonomi yang meliputi pekerjaan, pendapatan, dan kekayaan.

4) Pengaruh Kelompok Individu akan melakukan proses penyusaian diri ke dalam kelompok, baik secara sadar maupun tidak sadar individu akan menuruti harapan, ide, serta opini kelompok tersebut.

5) Keluarga Keluarga merupakan pusat pembelian yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh individu yang membentuk keluarga. Apakah individu akan membeli produk untuk dipakai sendiri atau untuk dipakai oleh anggota keluarga lainnya.

b. Faktor yang bersifat individual (internal) terdiri atas:

1) Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan.

2) Belajar dan ingatan Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang yang bersumber dari adanya pengalaman. Selain itu, melalui proses belajar inilah individu memperoleh sikap, nilai, makna – makna simbolis, serta kesukaan yang kemudian menyimpan informasi ini di dalam ingatan.

3) Gaya hidup Gaya hidup sering diasosiasikan dengan bagaimana kita menghabiskan waktu dan uang kita. Faktor ini berkaitan dengan cara kita melakukan suatu aktivitas dan mengekspresikan minat.

4) Sikap Secara sederhana sikap dapat diartikan sebagai apa yang dirasakan atau dipercaya seseorang mengenai sesuatu yang dapat direfleksikan oleh tindakan atau perilaku individu.

5) Motivasi dan kepribadian Motivasi merupakan dorongan atau kekuatan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah serta tujuan bagi perilaku seseorang. Sedangkan motif adalah suatu kekuatan dalam diri individu yang tidak dapat diamati yang merangsang respon perilaku dan memberikan arah yang spesifik terhadap respon tersebut. Jadi ketika motivasi mengakibatkan perilaku seseorang memiliki tujuan, maka kepribadian akan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.

5. Pengertian Intensi Membeli

Intensi, kepercayaan dalam mempertimbangkan sebuah merek, dan informasi baru yang dipikirkan dalam menentukan pembelian (Mowen, 2002). Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu : keinginan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. Jadi pada dasarnya intensi membeli dapat diartikan sebagai kecendrungan untuk membeli merek tertentu, dimana didalamnya terkait rancangan rencana untuk membeli. Hal ini diperjelas lagi oleh pernyataan Ajzen (2006) yang mengatakan bahwa bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku.

Intensi membeli didasari atas sikap konsumen yang mengarah pada pembelian merek spesifik (A act ) sebagaimana norma subjektif (NS) mempengaruhi harapan orang. A act didasari atas tujuan akhir yang terikat dengan kepercayaan mengenai konsekuensi dan nilai yang diasosiakan dengan perilaku membeli atau menggunakan merek. Sedangkan norma subjektif (NS) mengacu pada faktor sosial berupa keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (harapan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan norma (peter & Olson, 2002). Jadi didalam intensi membeli ini terkandung makna rencana individu atau kelompok untuk membeli, dimana rencana ini dipengaruhi oleh evaluasi individu atas perilakunya dan potensi untuk mewujudkan perilakunya. Oleh karena itu intensi membeli ini dapat digunakan sebagai prediktor dari perilaku membeli.

B. CITRA MEREK

1. Pengertian Citra

Citra merupakan suatu komponen pendukung bagi sebuah merek, dimana ia mewakili ”wajah” dan juga mutu sebuah produk. Jika merek ibarat mengenal manusia dari namanya, maka citra bagaikan kesan yang kita lihat dari manusianya. Seperti yang dikatakan Kotler (dalam Kotler & Susanto, 1994) bahwa citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Pendapat Kotler ini didukung oleh pernyataan Paul Temporal (2001) yang menyatakan bahwa citra merupakan apa yang dipikirkan atau bahkan dibayangkan orang – orang tentang sesuatu. Lebih jelas lagi Setiadi (2003) menjelaskan mengenai persepsi dan mengatakan bahwa persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Selain itu Horowitz (dalam Francoeur, 2004) menemukan bahwa citra adalah sekumpulan dari memory fragmens, rekonstruksi, reinterpretasi, dan simbol yang dikenakan objek, perasaan dan ide – ide. Jadi dapat kita lihat secara lebih mendalam bahwa citra merupakan serangkaian proses yang terangkum dalam persepsi individu.

Selanjutnya Temporal (2001) menjelaskan bahwa citra yang kita inginkan dari orang – orang mengenai merek kita merupakan identitas yang sedang kita coba proyeksikan. Jadi jelaslah bahwa persepsi konsumen mengenai sebuah merek berisi gambaran dari sekumpulan identitas ataupun ekspresi kepribadian yang dimasukkan ke dalam suatu produk atau merek. Untuk itu produsen perlu Selanjutnya Temporal (2001) menjelaskan bahwa citra yang kita inginkan dari orang – orang mengenai merek kita merupakan identitas yang sedang kita coba proyeksikan. Jadi jelaslah bahwa persepsi konsumen mengenai sebuah merek berisi gambaran dari sekumpulan identitas ataupun ekspresi kepribadian yang dimasukkan ke dalam suatu produk atau merek. Untuk itu produsen perlu

Membangun citra merupakan suatu hal yang penting bagi produsen. Sebab citra adalah salah satu kriteria yang digunakan konsumen dalam membuat keputusan membeli. Sebagaimana dikatakan oleh Beach (dalam Francoeur, 2004) yang mendefenisikan citra sebagai skemata atau cognitive pathways yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

2. Pengertian Merek

Seperti mengenal manusia lewat namanya, suatu produk dikenal lewat mereknya. Kotler (dalam Kotler & Susanto, 1994) mengatakan bahwa merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi produk tanpa merek, sama dengan manusia tanpa nama. Kita tidak bisa membedakannya dari manusia lainnya. Begitu pula dengan merek. Setiap produsen bisa saja menciptakan satu produk yang sama, tapi tanpa merek produk itu tidak akan punya nilai lebih dimata konsumen. Sebab konsumen biasanya tidak menjalin hubungan dengan barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik (Furnier; Furnier & Yao, dalam Tjiptono, 2005). Dengan kata lain, merek merupakan salah satu aset terpenting perusahan (Aaker; Davis; Seetharaman, dalam Tjiptono, 2005). Bahkan Whitwell (dalam Tjiptono, 2005) menegaskan bahwa merek merupakan barang berharga Seperti mengenal manusia lewat namanya, suatu produk dikenal lewat mereknya. Kotler (dalam Kotler & Susanto, 1994) mengatakan bahwa merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi produk tanpa merek, sama dengan manusia tanpa nama. Kita tidak bisa membedakannya dari manusia lainnya. Begitu pula dengan merek. Setiap produsen bisa saja menciptakan satu produk yang sama, tapi tanpa merek produk itu tidak akan punya nilai lebih dimata konsumen. Sebab konsumen biasanya tidak menjalin hubungan dengan barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik (Furnier; Furnier & Yao, dalam Tjiptono, 2005). Dengan kata lain, merek merupakan salah satu aset terpenting perusahan (Aaker; Davis; Seetharaman, dalam Tjiptono, 2005). Bahkan Whitwell (dalam Tjiptono, 2005) menegaskan bahwa merek merupakan barang berharga

Sebagai aset perusahaan yang tak ternilai harganya, pengelolaan merek merupakan suatu permasalahan yang serius bagi suatu produsen. Seni dalam membangun dan mengelola merk disebut brand management (Setiawan, 2006). Pengelolaan ini dilakukan sebaik mungkin sehinggga konsumen bisa mengindetifikasi sebuah produk, dan agar terjalin suatu hubungan antara konsumen dengan produk yang pasarkan. Namun satu hal yang membuat pengelolaan merek ini menjadi semakin penting bagi produsen adalah karena merk juga dapat meningkatkan penjualan dan membuat satu poduk lebih mudah bersaing (Setiawan, 2006). Dengan merk, maka harga bisa dinaikkan sehingga berimplikasi pada naiknya omset dan keuntungan penjualan.

3. Kriteria Merek

Menilai baik – tidaknya suatu merek dapat dilihat dari kriteria – kriteria mengenai merek yang baik. Ada beberapa kriteria merk yang baik, yaitu: (Setiawan, 2006):

a. Terlindungi dengan baik

b. Mudah diucapkan

c. Mudah diingat

d. Mudah dikenali

e. Menarik e. Menarik

g. Menonjolkan citra perusahaan atau produk

h. Menonjolkan perbedaan produk dibanding pesaing

4. Strategi Pembangunan Merek

Selain harus memenuhi beberapa kriteria merek yang baik, dalam membangun sebuah merek produsen perlu melakukan beberapa strategi. Berikut ini adalah 8 strategi dalam membangun merek yang tangguh (Roger Griffin, 2006):

a. Mulai dengan fakta Tinjau sejarah merek dimasa lalu, kepercayaannya, nilainya, dan lain –

lain. Selanjutnya membuat pernyataan kesimpulan mengenai budaya merek tersebut di masa lalu.

b. Ciptakan visi merek /pernyataan misi Visi merek ini berisi identifikasi tujuan dari perusahaan, dan hal ini lebih

dari sekedar menciptakan keuntungan. Hal inilah yang menyatakan keluasan dan kedalaman perusahaan.

c. Tetapkan kepribadian merek Kepribadian akan menghidupkan merek. Hal ini akan membuat suatu

merek menjadi accessible dan touchable. Membantu membedakan suatu merek dengan merek yang lain. Dan memberikan kedalaman, serta dimensi kepada perusahaan.

d. Mendirikan karakter merek Karakter merek adalah segala sesuatu mengenai budaya dari merek

tersebut. Dimana karakter merek merupakan sistem nilai yang menjalankan setiap aspek perusahaan, prinsip – prinsip, sikap, dan karakteristik dari perusahaan. Hal ini juga merupakan komitmen yang dibuat untuk konsumen, asosiasi, dan penyalur.

e. Bangun hubungan antara merek dan konsumen Dalam menghubungkan merek dengan konsumen, hubungan peresepsi

konsumen mengenai merek dan kenyataan yang dihadirkan oleh merek haruslah sesuai. Sebab apa yang diharapkan konsumen ketika ia menggunakan suatu merek merupakan suatu hal yang penting.

f. Tetapkan citra merek Citra merek dapat dilihat melalui aspek bagaimana konsumen melihat dan

mempersepsikan suatu merek. Tantangannya adalah mengarahkan, membentuk, dan fokus pada bagaimana konsumen melihat merek yang bersangkutan. Kemudian, bagaimana konsumen melihat tidak hanya apa yang mata mereka lihat, tapi apa yang mereka rasakan. Mata dan otak menciptakan sebuah kaleidoskop kesan: dulu dan sekarang; real dan perceived; rational dan emosional. Citra merek adalah apa yang yang secara fisik ada dihadapan mata dan penginderaan konsumen, dan apa yang dilakukan otak dengan informasi tersebut.

g. Putuskan bagaimana merek akan diposisikan didalam benak konsumen Pemasar dapat mempengaruhi bagaimana sebuah merek diposisikan di

benak konsumen, meskipun sebenarnya konsumenlah yang memposisikan sebuah merek di benak mereka. Dimana positioning merek ini adalah semua hal mengenai gabungan komunikasi periklanan, word-of-mouth, publisitas, dan pengalaman in-enterprise.

h. Sampaikan semua yang telah dilakukan Konsisten 100% dalam menyampaikan brand experience adalah hal yang

kritis untuk meraik sukses jangka panjang. Setiap waktu akan ada perubahan yang terjadi, untuk itu setiap hari juga perlu membaur pesan untuk konsumen. Dan jika dalam setiap hari perubahan ini tidak disampaikan, maka akan membuktikan merek tersebut tidak dapat dipercaya.

5. Pengertian Citra Merek

Seperti yang telah diuraikaikan diatas, bahwa merek bagaikan mengenal orang lewat namanya dan citra itu bagaikan melihat orang dari kesannya. Maka citra merek dapat dianalogikan sebagai melihat suatu kesan dari sebuah nama. Seperti yang dikatakan oleh Susanto (2007) bahwa citra merek itu adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Dimana hal ini menyangkut bagaimana seorang konsumen menggambarkan apa yang mereka pikirkan mengenai sebuah merek dan apa yang mereka rasakan mengenai merek tersebut ketika mereka memikirkannya (Maja Hribar, 2007). Hal ini sejalan dengan penjelasan Setiadi (2003) mengenai persepsi yang mengatakan bahwa Seperti yang telah diuraikaikan diatas, bahwa merek bagaikan mengenal orang lewat namanya dan citra itu bagaikan melihat orang dari kesannya. Maka citra merek dapat dianalogikan sebagai melihat suatu kesan dari sebuah nama. Seperti yang dikatakan oleh Susanto (2007) bahwa citra merek itu adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Dimana hal ini menyangkut bagaimana seorang konsumen menggambarkan apa yang mereka pikirkan mengenai sebuah merek dan apa yang mereka rasakan mengenai merek tersebut ketika mereka memikirkannya (Maja Hribar, 2007). Hal ini sejalan dengan penjelasan Setiadi (2003) mengenai persepsi yang mengatakan bahwa

Selain itu, dalam konsep pemasaran, citra merek sering direferensikan sebagai aspek psikologis, yaitu: citra yang dibangun dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang diharapkan melalui produk atau jasa (Setiawan, 2006). Untuk itulah pembangunan sebuah citra merek, terutama citra yang positif menjadi salah satu hal yang penting. Sebab Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan mempertahankan yang sudah ada, dan pada saat yang sama meminta mereka membayar harga yang tinggi (Susanto, 2007).

6. Membangun Citra Merek

Melihat betapa pentingnya sebuah citra merek dalam mendukung kesuksesan pemasaran suatu produk telah membuat para perancang citra merek berusaha memenuhi hasrat konsumen untuk menjadi bagian dari kelompok sosial yang lebih besar, dipandang terhormat oleh orang lain, atau untuk mendefenisikan diri menurut citra yang diinginkannya. Namun citra yang harus dibangun dalam jangka panjang tidak akan sempat terbentuk jika dalam waktu singkat produk itu rusak atau berkinerja rendah. Menurut Dewi (2005) citra merek dapat dibangun dengan tiga cara, yaitu:

a. Berbasis fitur, yaitu: menambahkan fitur produk dengan cara mencocokkan suatu produk dengan hal – hal yang dianggap paling a. Berbasis fitur, yaitu: menambahkan fitur produk dengan cara mencocokkan suatu produk dengan hal – hal yang dianggap paling

b. Gambaran dari pengguna, yaitu: digunakan jika sebuah merek menciptaka citra dengan memfokuskan pada siapa yang menggunakan merek tersebut.

c. Iklan, yaitu : bagaimana citra produk dan makna asosiatif merek tersebut dikomunikasikan oleh iklan dan media promosi lainnya, termasuk public relations dan event sponsorships.

Setelah tiga cara ini diterapkan, maka selanjutnya adalah bagaimana menilai baik tidaknya suatu citra merek. Untuk mengetahui hal tersebut, ada dua aspek dari citra merek yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu : bagaimana anda ingin dilihat, dan bagaimana anda terlihat (Roger Griffin, 2006). Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa citra dari sudut pandang konsumen merupakan persepsi mereka mengenai sesuatu, dalam hal ini merek. Sedangkan dari sudut pandang produsen, citra merupakan proyeksi dari sekumpulan identitas merek. Oleh karena itu yang menjadi tolak ukur baik tidaknya citra suatu merek dapat diukur melalui identitas merek yang bersangkutan.

C. HUBUNGAN CITRA MEREK DENGAN INTENSI MEMBELI

ketika membeli suatu produk, konsumen tidak hanya membeli produk sebagai suatu komoditas saja, tapi juga nilai simbolik yang terkandung di dalam produk tersebut. Seperti yang dikatakan Levy (dalam Mowen dan Minor, 2002) ketika membeli suatu produk, konsumen tidak hanya membeli produk sebagai suatu komoditas saja, tapi juga nilai simbolik yang terkandung di dalam produk tersebut. Seperti yang dikatakan Levy (dalam Mowen dan Minor, 2002)

Nilai simbolik ini berisi identitas ataupun kepribadian yang dimasukkan produsen ke dalam suatu produk atau merek. Selanjutnya nilai simbolik yang terkandung di dalam merek inilah yang akan dipersepsikan oleh konsumen sebagai citra merek. Sebagaimana dinyatakan oleh Paul Temporal (2001) bahwa citra merupakan apa yang dipikirkan atau bahkan dibayangkan orang – orang tentang sesuatu. Namun dilain pihak citra dibentuk melalui proyeksi beberapa identitas yang dimasukkan ke dalam suatu merek. Sebagaimana dikatakan oleh Temporal (2001) bahwa citra yang kita inginkan dari orang – orang mengenai merek kita merupakan identitas yang sedang kita coba proyeksikan. Melihat kondisi ini, pembangunan citra merek merupakan suatu hal yang penting bagi produsen. Untuk itu dibutuhkan suatu kreativitas dan usaha yang keras.

Ketika membangun citra merek, produsen harus membangun citra merek yang positif. Sebab semakin positif sikap seorang konsumen terhadap suatu toko atau merek, semakin tinggi pula intensi membeli konsumen terjadi (Seock, 2003). Jadi jelaslah bahwa salah satu cara yang dapat digunakan oleh produsen dalam meningkatkan intensi membeli merek yang mereka pasarkan adalah dengan membangun citra merek yang positif.

D. HIPOTESA

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

“Citra merek Billabong berpengaruh terhadap intensi membeli konsumen produk Billabong.”

KONSUMEN

Perilaku Membeli

Manfaat

Nilai

Identitas Fungsional

Simbolik

Citra

(+) (-)

PENGARUH

Sikap Sikap

konsumen (+)

konsumen (-)

Intensi membeli Intensi membeli

meningkat

menurun

Gambar 1. Bagan alur berpikir

BAB III METODE PENELITIAN

Menurut Suryabrata (2002), penelitian adalah suatu proses, yaitu: rangkaian langkah – langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan – pertanyaan tertentu. Dimana langkah – langkah yang dilakukan harus serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan itu memiliki bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan – kesimpulan yang tidak meragukan.

Adapun langkah – langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bab ini yang meliputi identifikasi variable penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, metode pengambilan data, dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Sesuai dengan metode di atas, maka variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung

: Intensi membeli

2. Variabel bebas

: Citra merek

3. Variabel kontrol : Jenis kelamin, usia, status pendidikan.

B. DEFENISI OPERASIONAL

Defenisi operasional digunakan untuk memberikan batasan arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2002). Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan defenisi untuk setiap variabel pada penelitian ini, maka defenisi operasional dari penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Intensi membeli

Intensi membeli adalah kecendrungan konsumen untuk membeli merek. Dimana untuk mengukurnya akan digunakan skala intensi membeli yang dibuat berdasarkan dimensi intensi membeli, yaitu:

a. Kepercayaan berperilaku yang pengukurannya ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, yaitu : tingkatan dari performa perilaku, apakah perilaku dinilai positif atau negatif. Seperti: seberapa kuat keyakinan subjek bahwa keinginannya akan terwujud.

b. Kepercayaan normatif yang pengukurannya ditentukan oleh norma subjektif, yaitu : seberapa besar subjek yakin bahwa lingkungan disekitarnya (misal: keluarga, rekan profesi, dll) mengharapkannya menunjukkan suatu perilaku tertentu.

c. Kontrol kepercayaan yang pengukurannya ditentukan oleh kontrol perilaku yang diterima, yaitu: seberapa besar keyakinan subjek akan kemampuannya memunculkan perilaku.

Selain itu, melalui skor yang diperoleh diasumsikan semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula intensi membeli seseorang.

2. Citra merek

Citra merek adalah gambaran konsumen terhadap suatu merek. Dimana citra merek ini dibentuk berdasarkan beberapa identitas yang dikenakan kepada merek tersebut oleh produsen dan diterima sebagai persepsi oleh konsumen.

Skala citra merek akan dibuat berdasarkan aspek citra merek yang dibentuk berdasarkan identitas merek yang bersangkutan, yaitu:

a. Bebas Bebas dapat diartikan sebagai tidak terikat atau terbatas oleh aturan. Misal : bebas untuk berbicara, bebas untuk mengemukakan pendapat, bebas berekspresi, dan sebagainya.

b. Dinamis Dinamis dapat didefinisikan sebagai penuh semangat, seperti : cepat bergerak, mudah menyesuaikan diri, dan lain – lain.

c. Gaul Istilah gaul dapat diartikan sebagai hidup berteman atau senang bersosialisasi.

Selanjutnya skor yang diperoleh diasumsikan semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin positif sikap konsumen terhadap merek tersebut.

3. Defenisi Variabel kontrol

a. Jenis kelamin Jenis kelamin yang akan dikontrol dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu: jenis kelamin laki – laki dan perempuan.

b. Usia Usia merupakan jumlah lama waktu hidup seseorang sejak ia dilahirkan sampai ia dikenakan penelitian.

c. Tingkat pendidikan Tngkat pendidikan terakhir yang telah didapat oleh subjek penelitian sampai ia dikenakan penelitian.

C. SUBJEK PENELITIAN DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diteliti yang sedikitnya memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh target pasar merek Billabong. Dimana populasi dari penelitian ini adalah orang – orang yang mengenal merek Billabong.

Mengingat adanya keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya akan meneliti sebagian dari keseluruhan dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Dimana sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi (Azwar, 2000).

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode incidental sampling. Metode ini merupakan jenis non-probability sampling. Selain itu peneliti menggunakan subjek yang ada sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditetapkan. Penggunaan metode pengambilan sampel ini digunakan karena tidak adanya jumlah populasi yang pasti. Selain itu, penelitian ini akan menggunakan 100 (seratus) orang yang sesuai dengan kriteria untuk dijadikan subjek uji coba dan 100 (seratus) orang untuk uji sebenarnya.

D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian korelasional. Dalam penelitian ini juga digunakan metode statistika untuk mengolah data hasil penelitian ini sehingga diperoleh kesimpulan.

Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel – variabel penelitian sebagai berikut:

1. Citra merek.

Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala citra merek, dimana data-data dalam penelitian ini akan dikembangkan dengan menggunakan metode skala Likert yang berisikan mengenai kesesuaian identitas merek yang dihadirkan oleh produsen dengan citra merek yang ditangkap oleh konsumen. Pada skala ini subjek diminta untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang favorable dan Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala citra merek, dimana data-data dalam penelitian ini akan dikembangkan dengan menggunakan metode skala Likert yang berisikan mengenai kesesuaian identitas merek yang dihadirkan oleh produsen dengan citra merek yang ditangkap oleh konsumen. Pada skala ini subjek diminta untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang favorable dan

Skor dari pernyataan favorable akan bergerak dari 1 sampai 4. Dimana nilai 1 diberikan untuk respon sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk respon setuju, dan 4 untuk respon sangat setuju. Sedangkan skor dari pernyataan yang unfavorable akan bergerak dari 4 sampai 1 dengan bobot nilai sebagai berikut : 4 untuk respon sangat tidak setuju, 3 untuk respon tidak setuju, 2 untuk respon setuju, dan 1 untuk respon sangat setuju.

Tabel 1

Distribusi Aitem – Aitem Skala Citra Merek Sebelum Uji Coba

2. Intensi membeli.

Intensi membeli akan diukur dengan menggunakan skala intensi membeli yang akan dikembangkan dengan menggunakan metode skala Likert. Skala ini akan berisikan mengenai seberapa besar kecendrungan membeli konsumen Intensi membeli akan diukur dengan menggunakan skala intensi membeli yang akan dikembangkan dengan menggunakan metode skala Likert. Skala ini akan berisikan mengenai seberapa besar kecendrungan membeli konsumen

Skor dari pernyataan favorable akan bergerak dari 1 sampai 4. Dimana nilai 1 diberikan untuk respon sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk respon setuju, dan 4 untuk respon sangat setuju. Sedangkan skor dari pernyataan yang unfavorable akan bergerak dari 4 sampai 1 dengan bobot nilai sebagai berikut : 4 untuk respon sangat tidak setuju, 3 untuk respon tidak setuju, 2 untuk respon setuju, dan 1 untuk respon sangat setuju.

Tabel 2 Distribusi Aitem – Aitem Skala Intensi Membeli Sebelum Uji Coba

Dimensi

Favorable

Unfavorable Total

Kepercayaan berperilaku

Kepercayaan normatif

Kontrol kepercayaan

Total

E. UJI COBA ALAT UKUR

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2005). Hal – hal yang akan dilakukan untuk menguji alat ukur ini adalah:

1. Validitas