RELIGI DAN BUDAYA SUKU DANI DI PAPUA
RELIGI DAN BUDAYA SUKU DANI DI PAPUA
Purnomo*
Abstract
Suku Dani adalah sebuah suku yang terdapat di pedalaman
pegunungan Jayawijaya, Wamena. Sebagai masyarakat Suku, Dani
memiliki keunikannya sendiri, yaitu menempatkan babi sebagai
sesuatu yang sangat sakral dalam setiap kegiatan sehari-hari mereka
seperti, dalam proses inisiasi, perkawinan, perkabungan,dan perang.
Babi juga digunakan sebagai kurban sesembahan untuk matahari
yang dianggap sebagai ibu asal dan juga dipersembahkan untuk para
leluhur. Budaya dan religi suku dani cukup kompleks, dan memenuhi
standar lima komponen yang ditawarkan oleh Koentjaraningrat,
yaitu: emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara,
peralatan ritus dan upacara, serta umat agama.
Keywords: Religi, Budaya, Suku Dani
A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, budaya dan agama. Dari
33 Provinsi yang ada di Indonesia terdapat lebih dari ratusan suku dengan budaya
dan ciri khasnya masing- masing yang terdapat di setiap provinsi. Sehingga bukan
hal yang mengejutkan jika Indonesia di sebut sebagai Negara Multikultural.
Diantara suku- suku yang menghuni negara Indonesia adalah suku Dani. Yaitu
suatu suku yang terletak di pedalaman Irian Jaya, yaitu disekitar pedalaman
1
Pegunungan Jayawijaya bagian tengah. Secara administratif daerah pemukiman
masyarakat Dani yang terletak di lembah Baliem termasuk kedalam wilayah
Kabupaten Jayawijaya, dengan ibukota Wamena. Adapun desa- desa yang penting
di kawasan Sungai Baliem ini adalah Kwiyawangi, Tiom, Pit, Makki, dan
Pyramid. Kediaman orang Dani ini dapat ditemukan pada ketinggian 800-3.000
kaki.1
Pemukiman mereka berada disekitar hulu sungai-sungai besar seperti
Sungai Memberamo yang mempunyai dua anak cabang yaitu sungai Hublifoeri
yang dihuni oleh beberapa desa dari suku Dani seperti Bokondini dan Kalila
dengan jumlah sekitar 15.000 jiwa, dan sungai Rauffaer yang juga memiliki tiga
anak cabang yaitu Sungai Toli yang dihuni oleh beberapa desa seperti Karubanga,
Mamit, Kanggime dll dengan jumlah penduduk sekitar 40.000 jiwa. Sungai Ilaga
yang disekitarnya hidup sekitar 4.000 jiwa, dan cabang yang ketiga adalah Sungai
Nogolo yang di huni oleh sekitar 25.000 jiwa dari beberapa desa seperti Ilu, Mulia
dan Sinak.2
Layaknya sebuah suku, Dani juga memiliki kekhasannya sendiri sebagai
sebuah suku, masyarakat Dani memiliki sistem budaya dan religi yang masih
alami berdasarkan pemahaman mereka terhadap alam sekitar mereka. Diantara
Religi dan Budaya suku Dani yang unik adalah ritual Inisiasi, Pernikahan,
pemakaman, perang dan persepsi mereka tentang Tuhan dan alam. Pembahasan
dalam artikel ini akan sedikit menyajikan tetang makna religi dan budaya orang
Dani. Pisau analisis yang digunakan dalam mengungkap gejala religi orang Dani
tersebut adalah komponen- komponen terpisah tapi saling berkaitan yang
1 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta:LP3ES, 1997), 77.
2 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 77.
2
ditawarkan Koentjaranigrat yaitu, emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem
ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara serta umat agama.3
B. Sejarah Suku Dani
Untuk mencari asal usul suku Dani sangatlah sulit, meskipun ada
beberapa asumsi yang mengatakan bahwa suku Dani adalah manusia yang
berpindah dari daratan Asia pada ribuan tahun yang lalu sebagai masyarakat
preagriculture, akan tetapi saat ini suku dani telah menerapkan sistem bercocok
tanam di ladang dengan ubi jalar sebagai tanaman utamanya.4 Sedangkan jika
ditelusur dari linguistik, Suku Dani tergolong Non- Austronesia, dan lebih dekat
kerumpun bahasa Melanesia dan Pasifik Barat. Bahasa Dani ini juga terbagi
dalam dua dialek yaitu dialek Dani Barat yang dikenal dengan Laany atau Lani
dengan penuturnya sekitar 134.000 jiwa, yang kedua adalah dialek Dani Lembah
Besar atau Dani Baliem dengan penuturnya sekitar 50.000 jiwa.5
Suku Dani menganut eksogamisme, dimana Suku Dani terbagi akan dua
kelompok besar yang mereka yakini sebagai nenek moyang mereka yang telah
melahirkan suku Dani yaitu Waya dan Wita, kemudian dari waya dan wita inilah
lahir beberapa klen, dan tiap klen terbagi lagi dalam keturunan- keturunan yang
kemudian menjadi rumah tangga- rumah tangga. Dalam budaya orang Dani lakilaki tinggal bersama saudara laki-laki atau anak laki- laki dengan ayah mereka
beserta kerabat laki- laki mereka yang lainnya dalam satu tempat tempat yang
disebut rumah kaum pria, didalamnya terdapat dapur besar dengan kandang babi,
dan biasanya disetiap belakang rumah kaum pria ini terdapat lemari kecil yang di
3 Koentjaraningrat, Asas-Asas Ritus, Upacara dan Religi, dalam ..... , 43.
4 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 77.
5 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa ,77-78.
3
kunci berisi benda- benda sakral kelompok tersebut berupa batu-batu, kayu
pemukul, jala- jala gendong (kaneke). sedangkan untuk istri- istri mereka
disediakan pondok- pondok rumah tangga yang berpisah dari rumah kaum pria.6
Dalam memelihara rumah tangga, orang Dani biasanya dalam satu klen
memiliki sebidang tanah yang kepemilikan tanah tersebut dipimpin oleh seorang
tetua yang disebut Kain¸ setelah tanah tersebut dibagi oleh Kain , mulailah kaum
pria secara bersama-sama memagari tanah tersebut dengan membuat selokanselokan agar tanaman mereka terhindar dari babi, sedangkan istri-istri dan saudara
saudara perempuan mereka bertugas meninggikan pematang-pematang, menanam
benih, dan memetik hasil dari apa yang mereka tanam.7
Kehidupan suku Dani tidak jauh berbeda dari kehidupan suku pada
umumnya, yaitu masih tertinggal dari modernitas atau sengaja menghindari
modernitas, berkelompok dan mengasingkan diri dari dunia luar, meski beberapa
suku di Indonesia saat ini telah berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan
ada dari segelintir mereka yang telah meninggalkan kebiasaan kesukuannya. Akan
tetapi biasanya masyarakat suku masih sangat kental dengan adat istiadat, budaya
leluhur dan semacamnya, seperti ritual inisiasi, pernikahan, pemakaman dan
perang. Inilah yang kemudian menjadi ciri umum bagi masyarakat suku.
Ciri- ciri tersebut juga dapat ditemukan pada orang Dani, yang paling
mencolok adalah minimnya orang dani mengenal pakaian, laki-laki hanya
mengenakan
koteka
(sejenis
penutup
kemaluan
dari
labu),
sedangkan
perempuannya hanya mengenakan serat tumbuhan, rumah mereka juga tergolong
6 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa depan, (Jakarta: Gramedia, 1986), 108
7 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 109
4
sederhana sekali, bentuknya melingkar dengan diameter 4-5 meter, ditutup dengan
atap kerucut dari rumput-rumput kering, dindingnya dari kulit kayu dan hanya
diikat menggunakan rotan, sedangkan lantainya hanya berupa galian yang ditutupi
rumput kering yang tebal serta ditengahnya ditaruh tungku api sebagai penghangat
ruangan. Dan yang paling penting dari setiap rumah adalah pagar untuk
menampung babi ternak mereka. Mata pencarian orang Dani selain berburu adalah
bertani ubi jalar. Ada 43 jenis ubi jalar yang ditanam orang dani selain keladi,
ketimun, labu-labuan, tebu, kacang-kacangan, pisang dan tembakau. Sementara
sumber garam mereka diambil dari pegunungan dan di proses secara tradisional.
alat penting yang selalu dibawa orang dani adalah tombak, panah, dan kayu
penggali.8
C. Religi dan Budaya Suku Dani
Bagi suku Dani, babi memiliki tempat penting dalam kehidupan mereka,
selain itu jumlah babi yang dimiliki seseorang dijadikan sebagai alat untuk
mengukur kedudukan seseorang tersebut dalam suku Dani. Babi- babi ini tidak
disebelih untuk memenuhi kebutuhan makan saja, melainkan hanya untuk acara
pesta atau hari- hari khusus seperti hari pernikahan, hari perkabungan dan
sebelum perang. Ritual penyembelihan babi ini juga tidak sembarangan, ada
beberapa prosedur yang harus dikerjakan secara khitmat seperti larangan dari para
tetua untuk menyembelih babi sepuluh hari sebelum dimulainya pesta, kemudian
babi diarak dengan mulia kearah para dewan untuk memutuskan babi yang layak
disembelih.
8 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa.., 78.
5
Sehari sebelum pesta dimulai, babi- babi yang sudah dipilih dewan
dipanah dan dibaringkan didepan rumah kaum pria yang didalamnya terdapat
benda-benda sakral, secara khusus seekor babi akan dipersembahkan di depan
benda- benda sakral tersebut beserta ubi-ubi yang besar dari hasil tanaman
mereka.9 Setelah itu barulah pesta dapat dimulai, diantara pesta tersebut adalah:
Inisasi
Proses inisiasi dalam suku Dani berlangsung selama sembilan hari,
dimana pada hari pertama anak- anak yang akan di inisiasi akan ditekankan pada
mereka moncong anak babi pada perut mereka, dan dipantang untuk makanan
serta di haruskan untuk mandi supaya dibebaskan dari dunia ibu- ibu mereka.
Setelah itu mereka mendapat koteka pertama mereka dan seuntai tali yang
menggantung dibelakang anus, perhiasan perhiasan yang lama diganti dengan
yang baru, koteka mereka dilemaki, dan mereka diberi makan babi, kemudian
semua yang hadir akan berteriak “Jadilah Besar”.
Pada hari kedua, dan ketiga mereka di beri serangan semu oleh kaum
pria, dan mereka akan dimenangkan berkat bantuan pendamping, kemengan
mereka akan dirayakan. Pada dua hari berikutnya mereka disuruh mengemis
daging kedesa-desa tetangga dengan bernyanyi, pada hari ketujuh mereka harus
memanjat pohon yang pada pangkalnya diasapi, setelah itu mereka disuruh
mencari kayu untuk ibu- ibu mereka, dan kemudian pada esok paginya para tetua
akan memberikan mereka kalung tali yang kecil dileher serta dihembusi oleh
9 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 111
6
orang-orang tua dengan harapan “semoga kamu hidup terus”, dengan ini
berakhirlah proses inisiasi suku Dani.10
Pernikahan
Perempuan- perempuan suku Dani menikah pada usia muda (antara 12-
18 tahun). Proses lamaran diterima oleh saudara dari gadis, kemudian satu bulan
sebelum pesta berlangsung keluarga pemuda akan mengirimkan babi-babi kepada
saudara si gadis dan dilanjutkan kepada saudara dari ibu gadis itu. sisanya akan
disembelih pada hari- hari pesta. Setelah mendapat doa dari para pemimpin, babibabi tersebut disembelih, telinga dan ekornya akan dihidangkan kepada para
pemimpin. Setelah empat hari, kembali babi- babi di sembelih, dimasak dan
dimakan bersama, ini adalah hari- hari penuh tawa bahagia dari semua klen.
Kemudian si gadis akan ditempatkan didepan rumah kaum peria, dan
dimulailah pemberian hadiah dari saudara ibu gadis tersebut, sementara para
pemimpin akan membacakan ratapan perpisahan. Sebelum malam hari, si gadis
akan dikenakan manik-manik yang ketat untuk menutupi auratnya serta di beri
penggali yang baru, mulai sekarang sigadis akan di panggil he/himi (wanita yang
sudah menikah). Setelah pagi gadis tersebut akan dibawa oleh ibunya kerumah
mempelai pria. Sebelum pengantar pulang, tetua akan meminta perhatian dan
menggali sebuah lubang dekat pagar dan menaruh sehelai daun didalamnya,
kemudian para perempuan-perempuan akan menaruh tunas-tunas ubi kedalam
lubang itu dengan maksud hendaknya bersatulah pria dan wanita seperti halnya
bersatu daun dengan tunas.11
10 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 118-119.
11 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 113. Meskipun saat ini agama islam sudah masuk ke
suku Dani, akan tetapi mahar babi ini masih dipergunakan oleh suku Dani yang beragama islam.
7
Perkabungan
Jika salah seorang suku Dani meninggal dalam keadaan normal maka
mayatnya akan diletakkan dalam honai dan tamu disambut diluar, sedangkan jika
meninggalnya karena dibunuh maka jenazahnya akan diletakkan pada takhta di
luar honai. Setelah itu disebarkanlah berita keseluruh keluarga. Maka
berdatanganlah seluruh kerabat dekat maupun jauh dengan membawa berbagai
bawaan untuk meringankan keluarga yang berduka. Setelah itu diadakanlah acara
menangis bersama sambil mengucapkan berbagai kenangan baik si mayat semasa
hidupnya. Kemudian kaum laki-laki akan mencari kayu untuk mengkremasi
jenajah sampai menjadi abu. Biasanya acara perkabungan diadakan sampai
beberapa hari, disinilah sengketa keluarga yang belum selesai diselesaikan.12
Acara perkabungan ini akan ditutup dengan pesta “bakar batu” yaitu
sebuah pesta untuk menjamu tamu dan tetangga yang telah hadir sekaligus
memberi upah kepada orang yang telah menolong dalam proses kremasi jenazah
tersebut. Pada acara ini kembali pesta babi digelar, dimulai dengan berkumpulnya
orang- orang yang berkabung pada suatu tempat perkabungan dengan membawa
daging masing-masing, mereka menunggu di pintu masuk, pemimpin upacara
yang di dalam pagar mengumandangkan sebuah lagu perkabungan yang dijawab
serentak oleh mereka yang hadir. Kemudian daging- daging tersebut dikumpulkan
pada sebuah jala, sementara telinga dan ekornya diletakkan didepan benda-benda
sakral. Setelag itu, daging- daging tersebut dibagikan kepada mereka yang telah
(lihat Umar Yalepele dan Moh. Hefni, “Perkawinan adat muslim suku Dani di Papua”, Al-Hikam,
vol.7 (2012), 48.
12 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun Mengabdi Sebagai PNS di Papua, (Jakarta:
Aeroprint, 2014),15.
8
membantu dalam perkabungan, maupun kepada mereka yang turut berduka
dengan memotong telinga atau jari-jari mereka sebagai buktinya.13
Yang unik dari ungkapan rasa duka suku Dani adalah budaya potong jari
atau telinga yang dilakukan oleh kerabat yang ditinggalkan. Ini adalah sebuah
lambang kesedihan yang teramat dalam atas kehilangan suami, istri, ayah, ibu,
anak atau adiknya. Tradisi potong jari ini juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
mencegah “terulang kembali” malapetaka yang serupa.14
Peperangan
Ada ungkapan yang menarik bagi suku-suku yang ada di Papua, suku
Dani khususnya, yaitu “ digemukkan dengan persahabatan untuk disembelih”.
Ungkapan ini bermakna bahwa persahabatan yang baik adalah persahabatan yang
berakhir dengan pembunuhan/ penghianatan. Ungkapan ini diwariskan turun
temurun dengan berbagai cara, mulai dari dongeng sebelum tidur sampai didikan
yang mengharuskan mengambil dengan keras dan paksa sesuatu yang mereka
inginkan. Anak- anak mereka dididik untuk melakukan pembalasan setiap kali
disakiti atau di hina. Hasil didikan inilah yang kemudian melahirkan seorang
pemuda bernaluri perang yang sangat kuat.15
Waktu yang tepat untuk melaksanakan perang adalah saat menanti musim
panen tiba. Perang suku ini terbagi dalam dua bentuk yaitu serangan balas dendam
dan serangan yang berlangsung
di lapangan terbuka antara musuh-musuh
tradisional. Jika ketua klan mati terbunuh dalam perang, maka pasukan akan
13 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 115.
14 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun, 17.
15 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun, 10.
9
segera mundur dan memilih ketua yang baru sembari menyusun strategi baru
untuk melanjutkan perang pada esok harinya. Klan yang melarikan diri akan terus
dikejar sampai keperkampungan mereka, jika masih ada yang melawan akan
dibunuh, dan yang menang akan membawa istri dan anak-anak perempuan klan
yang kalah beserta hartanya untuk dimiliki secara pribadi.16
Pesta babi akan kembali digelar pada perang suku melawan musuh
tradisional, yaitu pada saat sebelum perang dimulai atau pada saat pemimpin
mereka mati terbunuh. Pesta babi sebelum perang dimulai dengan diadakannya
acara khusus untuk mengenang leluhur dirumah panglima perang yang
menyimpan benda-benda sakral. Setelah para prajurit dan para tamu datang
dengan membawa ubi-ubi dan babi-babi maka panglima perang akan
mengumandangkan lagu sendih yang ditunjukkan pada leluhur bahwa akhir-akhir
ini babi-babi tetap saja kecil dan ubi-ubi tidak banyak didapat. Kemudian babibabi tersebut dibaringkan diatas daun yang mengarah kemusuh dan dipanah
kemudian semua pria menyentuh babi tersebut sambil berteriak “jadilah gemuk”
dan dapat juga diartikan sebagai “semoga anggota keluarga mereka yang kami
bunuh sekarang juga akan kami bunuh”.17 Setiap orang akan mendapat daging
untuk dimakan, dan setiap pemuda akan diberi kalung dengan nasehat,” adik,
berhati-hatilah, musuh akan membubuh engkau”. Setelah itu para laki-laki akan
mengambil rumput dalam lobang pemasak sambil berdoa semoga roh-roh musuh
yang telah mereka bunuh tidak mencekik mereka pada malam hari. Keesokan
harinya mereka akan berburu tikus untuk meramalkan kemengan mereka. Benda-
16 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun,13.
17 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 116 .
10
benda pusaka musuh akan diarak kerumah kemenangan, dan pesta akan diadakan
selama dua hari berturut-turut dengan tari-tarian. 18
D. Religi Suku Dani
Religi dan upacara religi adalah unsur yang sangat umum dalam
kehidupan masyarakat kesukuan, sehingga tidak mengherankan jika banyak
penulis etnografi dan beberapa bidang ilmu yang lain rutin dan sangat sering
mengadakan kajian tentang asal mula religi sejak abad ke-19 sampai sekarang. 19
Religi atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan agama telah menjadi
kajian menarik para ilmuan, diantara para ilmuan yang berkutat pada ranah
agama-agama adalah R.R Marret yang sempat menawarkan penggantian istilah
homo sapiens menjadi homo religius, sebab menurutnya agama ada bersamaan
dengan adanya manusia. Senada dengan ini Joachim Wach juga menyatakan
bahwasannya religi atau agama adalah bawaan lahiriah manusia (kodrati).20
Pemahanam keagamaan suku dani ini dapat dipahami dari pandangan
mereka terhadap alam, bagi orang Dani dunia mereka seperti alam semesta yang
hidup sebagai ibu asal khususnya matahari, setiap hasil panen akan disisihkan
untuk dipersembahkan matahari sebagai bentuk penghormatan mereka. Di
perkampungan Watlaku terdapat “batu- batu matahari” sebagai tempat
persembahan anak babi yang secara berkala dipersembahkan oleh para tetua
kepada matahari. Bagi orang Dani matahari dipandang sebagai wanita, tetapi ia
juga menyandang peralatan perang laki-laki.21 Selain itu sistem religi orang Dani
18 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 118.
19 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, Upacara dan Religi”, dalam ,11.
20 Djam’annuri (ed), Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-agama, (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 2002), cet.II, 1.
21 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu., 120.
11
juga mempercayai makhluk halus, baik yang berdiam dilangit maupun yang
dibumi dan dibawah tanah.22 Seperti yang mereka yakini bahwa pada dunia yang
asli, manusia dan makhluk-makhluk halus berada pada tempat yang sama,
kemudian makhluk halus tersebut keluar dan mendapat tempat diangkasa.
Dalam pandangan orang Dani, pada mulanya langit dan bumi itu bersatu
seperti dua telapak tangan, didalamnya hiduplah manusia pertama dengan para
binatang, sampai pada suatu hari Nakmaturi sebagai manusia pertama
menciptakan petir dan memisahkan langit dan bumi. Lalu keluarlah manusia dan
binatang tersebut dengan dibimbing oleh matahari menuju pegunungan dekat
Apulakma (atau Seinma), untuk beberapa lama mereka hidup secara damai,
hingga akhirnya terjadi perselisihan diantara manusia dan membuat binatang
berpisah dari mereka, akan tetapi orang Dani tetap memiliki hubungan dengan
burung- burung, sehingga setiap klan memiliki pantangan terhadap satu burung
tertentu, karena menurut kepercayaan mereka burung- burung tersebut merupakan
roh dari leluhur yang telah meninggal. 23 Dalam dunia akademis kepercayaan ini
juga disebut sebagai totemisme.
E. Analisis
Dari sistem religi diatas, menggunakan pendekatan lima komponen yang
ditawarkan Koentjaraningrat, maka komponen- kompenen tersebut adalah:
22 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 79.
23 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 120.
12
pertama, emosi keagamaan yaitu sikap serba religi, yang ini dapat ditemukan pada
pemahaman suku Dani terhadap alam semesta yang dianggap sebagai ibu asal
dengan matahari sebagai bentuk kongkritnya. Kedua, sistem keyakinan yaitu
pikiran dan gagasan manusia menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia
tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari kosmologi, kosmogoni, dan
esyatologi, roh-roh dan juga menyangkut tentang norma, ini dapat ditemukan pada
orang Dani dalam memahami proses penciptaan alam, manusia pertama, dan roh
nenek moyang, serta etika moral terhadap burung-burung yang disakralkan.24
Ketiga, sistem ritus dan upacara yaitu suatu aktivitas dan tindakan
manusia dalam melaksanakan kebaktian kepada Tuhan, dewa-dewa, atau para
leluhur dan dalam upaya membangun komunikasi dengan mereka, ritus dan
upacara religi ini berlangsung berulang-ulang, setiap hari, setiap musim, atau
kadang-kadang saja, dan ini dapat ditemukan dalam suku Dani pada pesta babi
dan persembahan babi untuk matahari dan benda-benda sakral. Keempat,
peralatan ritus dan upacara, pada Suku Dani peralatan ritus dan upacara dapat
berupa altar (batu-batu matahari) untuk menaruh babi yang dipersembahkan pada
matahari di perkampungan Watlaku, dan beberapa benda sakral seperti batu-batu,
tombak, dll. Kelima, umat agama atau kesatuan sosial yang menganut sistem
keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta upacara yang serupa, ini
dapat ditemukan dalam Suku Dani yang membentuk Klen-klen besar serta rumahtangga-rumah tangga.25
F. Penutup
24 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, 43.
25 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, 45.
13
Dari berbagai uraian diatas dapatlah dikenali bahwa Suku Dhani adalah salah satu
Suku yang terdapat dipedalaman Jayawijaya atau lebih tepatnya di lembah Baliem
yang beribukota Wamena. Asal-usul Suku Dani sendiri masih menjadi misteri,
akan tetapi dapat ditelusur sedikit dari linguistiknya yang berasal dari Pasifik
Barat. Orang Dani saat ini sudah banyak berinteraksi dengan dunia luar, terbukti
dengan adanya orang dani yang beragama Islam maupun Kristen, meski masih
sangat jauh dari pemahaman kedua agama tersebut. Penghasilan Suku Dani
berasal dari bercocok tanam dan berburu, sementara kebutuhan yang lain didapat
dari pertukaran dengan Suku tetangga. Sebagai sebuah suku, Orang Dani memiliki
sistem religi dan Budayanya sendiri yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh
mereka secara taat.
Diantara budaya yang masih mereka lestarikan adalah proses inisiasi,
perkawinan dengan mahar babi, perkabungan, dan perang. Selain itu, Orang Dani
juga menempatkan babi sebagai sesuatu yang sangat sakral, hampir semua
kegiatan resmi orang Dani berkaitan dengan babi, bahkan untuk mengukur
kedudukan seseorang dapat dilihat dari seberapa banyak jumlah babi yang
dimiliki seseorang tersebut. Orang Dani memiliki sistem religi yang cukup
kompleks dan memenihi standar lima kompenen gejala religi yang ditawarkan
Koentjaraningrat, yaitu emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan
upacara, peralatan ritus dan upacara, serta umat agama.
DAFTAR PUSTAKA
14
Boelaars, Jaan.
Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa depan. Jakarta:
Gramedia, 1986.
Djam’annuri (ed). Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-agama. Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta, 2002.
Hidayah, Zulyani (ed). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta:LP3ES,
1997.
Rumaseb, Alex Mosaik Kehidupan: 37 Tahun Mengabdi Sebagai PNS di Papua.
Jakarta: Aeroprint, 2014.
Yalepele, Umar dan Hefni, Moh. “Perkawinan adat muslim suku Dani di Papua”,
Al-Hikam, vol.7. 2012.
Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, Upacara dan Religi”, dalam
15
Purnomo*
Abstract
Suku Dani adalah sebuah suku yang terdapat di pedalaman
pegunungan Jayawijaya, Wamena. Sebagai masyarakat Suku, Dani
memiliki keunikannya sendiri, yaitu menempatkan babi sebagai
sesuatu yang sangat sakral dalam setiap kegiatan sehari-hari mereka
seperti, dalam proses inisiasi, perkawinan, perkabungan,dan perang.
Babi juga digunakan sebagai kurban sesembahan untuk matahari
yang dianggap sebagai ibu asal dan juga dipersembahkan untuk para
leluhur. Budaya dan religi suku dani cukup kompleks, dan memenuhi
standar lima komponen yang ditawarkan oleh Koentjaraningrat,
yaitu: emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara,
peralatan ritus dan upacara, serta umat agama.
Keywords: Religi, Budaya, Suku Dani
A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, budaya dan agama. Dari
33 Provinsi yang ada di Indonesia terdapat lebih dari ratusan suku dengan budaya
dan ciri khasnya masing- masing yang terdapat di setiap provinsi. Sehingga bukan
hal yang mengejutkan jika Indonesia di sebut sebagai Negara Multikultural.
Diantara suku- suku yang menghuni negara Indonesia adalah suku Dani. Yaitu
suatu suku yang terletak di pedalaman Irian Jaya, yaitu disekitar pedalaman
1
Pegunungan Jayawijaya bagian tengah. Secara administratif daerah pemukiman
masyarakat Dani yang terletak di lembah Baliem termasuk kedalam wilayah
Kabupaten Jayawijaya, dengan ibukota Wamena. Adapun desa- desa yang penting
di kawasan Sungai Baliem ini adalah Kwiyawangi, Tiom, Pit, Makki, dan
Pyramid. Kediaman orang Dani ini dapat ditemukan pada ketinggian 800-3.000
kaki.1
Pemukiman mereka berada disekitar hulu sungai-sungai besar seperti
Sungai Memberamo yang mempunyai dua anak cabang yaitu sungai Hublifoeri
yang dihuni oleh beberapa desa dari suku Dani seperti Bokondini dan Kalila
dengan jumlah sekitar 15.000 jiwa, dan sungai Rauffaer yang juga memiliki tiga
anak cabang yaitu Sungai Toli yang dihuni oleh beberapa desa seperti Karubanga,
Mamit, Kanggime dll dengan jumlah penduduk sekitar 40.000 jiwa. Sungai Ilaga
yang disekitarnya hidup sekitar 4.000 jiwa, dan cabang yang ketiga adalah Sungai
Nogolo yang di huni oleh sekitar 25.000 jiwa dari beberapa desa seperti Ilu, Mulia
dan Sinak.2
Layaknya sebuah suku, Dani juga memiliki kekhasannya sendiri sebagai
sebuah suku, masyarakat Dani memiliki sistem budaya dan religi yang masih
alami berdasarkan pemahaman mereka terhadap alam sekitar mereka. Diantara
Religi dan Budaya suku Dani yang unik adalah ritual Inisiasi, Pernikahan,
pemakaman, perang dan persepsi mereka tentang Tuhan dan alam. Pembahasan
dalam artikel ini akan sedikit menyajikan tetang makna religi dan budaya orang
Dani. Pisau analisis yang digunakan dalam mengungkap gejala religi orang Dani
tersebut adalah komponen- komponen terpisah tapi saling berkaitan yang
1 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta:LP3ES, 1997), 77.
2 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 77.
2
ditawarkan Koentjaranigrat yaitu, emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem
ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara serta umat agama.3
B. Sejarah Suku Dani
Untuk mencari asal usul suku Dani sangatlah sulit, meskipun ada
beberapa asumsi yang mengatakan bahwa suku Dani adalah manusia yang
berpindah dari daratan Asia pada ribuan tahun yang lalu sebagai masyarakat
preagriculture, akan tetapi saat ini suku dani telah menerapkan sistem bercocok
tanam di ladang dengan ubi jalar sebagai tanaman utamanya.4 Sedangkan jika
ditelusur dari linguistik, Suku Dani tergolong Non- Austronesia, dan lebih dekat
kerumpun bahasa Melanesia dan Pasifik Barat. Bahasa Dani ini juga terbagi
dalam dua dialek yaitu dialek Dani Barat yang dikenal dengan Laany atau Lani
dengan penuturnya sekitar 134.000 jiwa, yang kedua adalah dialek Dani Lembah
Besar atau Dani Baliem dengan penuturnya sekitar 50.000 jiwa.5
Suku Dani menganut eksogamisme, dimana Suku Dani terbagi akan dua
kelompok besar yang mereka yakini sebagai nenek moyang mereka yang telah
melahirkan suku Dani yaitu Waya dan Wita, kemudian dari waya dan wita inilah
lahir beberapa klen, dan tiap klen terbagi lagi dalam keturunan- keturunan yang
kemudian menjadi rumah tangga- rumah tangga. Dalam budaya orang Dani lakilaki tinggal bersama saudara laki-laki atau anak laki- laki dengan ayah mereka
beserta kerabat laki- laki mereka yang lainnya dalam satu tempat tempat yang
disebut rumah kaum pria, didalamnya terdapat dapur besar dengan kandang babi,
dan biasanya disetiap belakang rumah kaum pria ini terdapat lemari kecil yang di
3 Koentjaraningrat, Asas-Asas Ritus, Upacara dan Religi, dalam ..... , 43.
4 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 77.
5 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa ,77-78.
3
kunci berisi benda- benda sakral kelompok tersebut berupa batu-batu, kayu
pemukul, jala- jala gendong (kaneke). sedangkan untuk istri- istri mereka
disediakan pondok- pondok rumah tangga yang berpisah dari rumah kaum pria.6
Dalam memelihara rumah tangga, orang Dani biasanya dalam satu klen
memiliki sebidang tanah yang kepemilikan tanah tersebut dipimpin oleh seorang
tetua yang disebut Kain¸ setelah tanah tersebut dibagi oleh Kain , mulailah kaum
pria secara bersama-sama memagari tanah tersebut dengan membuat selokanselokan agar tanaman mereka terhindar dari babi, sedangkan istri-istri dan saudara
saudara perempuan mereka bertugas meninggikan pematang-pematang, menanam
benih, dan memetik hasil dari apa yang mereka tanam.7
Kehidupan suku Dani tidak jauh berbeda dari kehidupan suku pada
umumnya, yaitu masih tertinggal dari modernitas atau sengaja menghindari
modernitas, berkelompok dan mengasingkan diri dari dunia luar, meski beberapa
suku di Indonesia saat ini telah berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan
ada dari segelintir mereka yang telah meninggalkan kebiasaan kesukuannya. Akan
tetapi biasanya masyarakat suku masih sangat kental dengan adat istiadat, budaya
leluhur dan semacamnya, seperti ritual inisiasi, pernikahan, pemakaman dan
perang. Inilah yang kemudian menjadi ciri umum bagi masyarakat suku.
Ciri- ciri tersebut juga dapat ditemukan pada orang Dani, yang paling
mencolok adalah minimnya orang dani mengenal pakaian, laki-laki hanya
mengenakan
koteka
(sejenis
penutup
kemaluan
dari
labu),
sedangkan
perempuannya hanya mengenakan serat tumbuhan, rumah mereka juga tergolong
6 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa depan, (Jakarta: Gramedia, 1986), 108
7 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 109
4
sederhana sekali, bentuknya melingkar dengan diameter 4-5 meter, ditutup dengan
atap kerucut dari rumput-rumput kering, dindingnya dari kulit kayu dan hanya
diikat menggunakan rotan, sedangkan lantainya hanya berupa galian yang ditutupi
rumput kering yang tebal serta ditengahnya ditaruh tungku api sebagai penghangat
ruangan. Dan yang paling penting dari setiap rumah adalah pagar untuk
menampung babi ternak mereka. Mata pencarian orang Dani selain berburu adalah
bertani ubi jalar. Ada 43 jenis ubi jalar yang ditanam orang dani selain keladi,
ketimun, labu-labuan, tebu, kacang-kacangan, pisang dan tembakau. Sementara
sumber garam mereka diambil dari pegunungan dan di proses secara tradisional.
alat penting yang selalu dibawa orang dani adalah tombak, panah, dan kayu
penggali.8
C. Religi dan Budaya Suku Dani
Bagi suku Dani, babi memiliki tempat penting dalam kehidupan mereka,
selain itu jumlah babi yang dimiliki seseorang dijadikan sebagai alat untuk
mengukur kedudukan seseorang tersebut dalam suku Dani. Babi- babi ini tidak
disebelih untuk memenuhi kebutuhan makan saja, melainkan hanya untuk acara
pesta atau hari- hari khusus seperti hari pernikahan, hari perkabungan dan
sebelum perang. Ritual penyembelihan babi ini juga tidak sembarangan, ada
beberapa prosedur yang harus dikerjakan secara khitmat seperti larangan dari para
tetua untuk menyembelih babi sepuluh hari sebelum dimulainya pesta, kemudian
babi diarak dengan mulia kearah para dewan untuk memutuskan babi yang layak
disembelih.
8 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa.., 78.
5
Sehari sebelum pesta dimulai, babi- babi yang sudah dipilih dewan
dipanah dan dibaringkan didepan rumah kaum pria yang didalamnya terdapat
benda-benda sakral, secara khusus seekor babi akan dipersembahkan di depan
benda- benda sakral tersebut beserta ubi-ubi yang besar dari hasil tanaman
mereka.9 Setelah itu barulah pesta dapat dimulai, diantara pesta tersebut adalah:
Inisasi
Proses inisiasi dalam suku Dani berlangsung selama sembilan hari,
dimana pada hari pertama anak- anak yang akan di inisiasi akan ditekankan pada
mereka moncong anak babi pada perut mereka, dan dipantang untuk makanan
serta di haruskan untuk mandi supaya dibebaskan dari dunia ibu- ibu mereka.
Setelah itu mereka mendapat koteka pertama mereka dan seuntai tali yang
menggantung dibelakang anus, perhiasan perhiasan yang lama diganti dengan
yang baru, koteka mereka dilemaki, dan mereka diberi makan babi, kemudian
semua yang hadir akan berteriak “Jadilah Besar”.
Pada hari kedua, dan ketiga mereka di beri serangan semu oleh kaum
pria, dan mereka akan dimenangkan berkat bantuan pendamping, kemengan
mereka akan dirayakan. Pada dua hari berikutnya mereka disuruh mengemis
daging kedesa-desa tetangga dengan bernyanyi, pada hari ketujuh mereka harus
memanjat pohon yang pada pangkalnya diasapi, setelah itu mereka disuruh
mencari kayu untuk ibu- ibu mereka, dan kemudian pada esok paginya para tetua
akan memberikan mereka kalung tali yang kecil dileher serta dihembusi oleh
9 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 111
6
orang-orang tua dengan harapan “semoga kamu hidup terus”, dengan ini
berakhirlah proses inisiasi suku Dani.10
Pernikahan
Perempuan- perempuan suku Dani menikah pada usia muda (antara 12-
18 tahun). Proses lamaran diterima oleh saudara dari gadis, kemudian satu bulan
sebelum pesta berlangsung keluarga pemuda akan mengirimkan babi-babi kepada
saudara si gadis dan dilanjutkan kepada saudara dari ibu gadis itu. sisanya akan
disembelih pada hari- hari pesta. Setelah mendapat doa dari para pemimpin, babibabi tersebut disembelih, telinga dan ekornya akan dihidangkan kepada para
pemimpin. Setelah empat hari, kembali babi- babi di sembelih, dimasak dan
dimakan bersama, ini adalah hari- hari penuh tawa bahagia dari semua klen.
Kemudian si gadis akan ditempatkan didepan rumah kaum peria, dan
dimulailah pemberian hadiah dari saudara ibu gadis tersebut, sementara para
pemimpin akan membacakan ratapan perpisahan. Sebelum malam hari, si gadis
akan dikenakan manik-manik yang ketat untuk menutupi auratnya serta di beri
penggali yang baru, mulai sekarang sigadis akan di panggil he/himi (wanita yang
sudah menikah). Setelah pagi gadis tersebut akan dibawa oleh ibunya kerumah
mempelai pria. Sebelum pengantar pulang, tetua akan meminta perhatian dan
menggali sebuah lubang dekat pagar dan menaruh sehelai daun didalamnya,
kemudian para perempuan-perempuan akan menaruh tunas-tunas ubi kedalam
lubang itu dengan maksud hendaknya bersatulah pria dan wanita seperti halnya
bersatu daun dengan tunas.11
10 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 118-119.
11 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu..., 113. Meskipun saat ini agama islam sudah masuk ke
suku Dani, akan tetapi mahar babi ini masih dipergunakan oleh suku Dani yang beragama islam.
7
Perkabungan
Jika salah seorang suku Dani meninggal dalam keadaan normal maka
mayatnya akan diletakkan dalam honai dan tamu disambut diluar, sedangkan jika
meninggalnya karena dibunuh maka jenazahnya akan diletakkan pada takhta di
luar honai. Setelah itu disebarkanlah berita keseluruh keluarga. Maka
berdatanganlah seluruh kerabat dekat maupun jauh dengan membawa berbagai
bawaan untuk meringankan keluarga yang berduka. Setelah itu diadakanlah acara
menangis bersama sambil mengucapkan berbagai kenangan baik si mayat semasa
hidupnya. Kemudian kaum laki-laki akan mencari kayu untuk mengkremasi
jenajah sampai menjadi abu. Biasanya acara perkabungan diadakan sampai
beberapa hari, disinilah sengketa keluarga yang belum selesai diselesaikan.12
Acara perkabungan ini akan ditutup dengan pesta “bakar batu” yaitu
sebuah pesta untuk menjamu tamu dan tetangga yang telah hadir sekaligus
memberi upah kepada orang yang telah menolong dalam proses kremasi jenazah
tersebut. Pada acara ini kembali pesta babi digelar, dimulai dengan berkumpulnya
orang- orang yang berkabung pada suatu tempat perkabungan dengan membawa
daging masing-masing, mereka menunggu di pintu masuk, pemimpin upacara
yang di dalam pagar mengumandangkan sebuah lagu perkabungan yang dijawab
serentak oleh mereka yang hadir. Kemudian daging- daging tersebut dikumpulkan
pada sebuah jala, sementara telinga dan ekornya diletakkan didepan benda-benda
sakral. Setelag itu, daging- daging tersebut dibagikan kepada mereka yang telah
(lihat Umar Yalepele dan Moh. Hefni, “Perkawinan adat muslim suku Dani di Papua”, Al-Hikam,
vol.7 (2012), 48.
12 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun Mengabdi Sebagai PNS di Papua, (Jakarta:
Aeroprint, 2014),15.
8
membantu dalam perkabungan, maupun kepada mereka yang turut berduka
dengan memotong telinga atau jari-jari mereka sebagai buktinya.13
Yang unik dari ungkapan rasa duka suku Dani adalah budaya potong jari
atau telinga yang dilakukan oleh kerabat yang ditinggalkan. Ini adalah sebuah
lambang kesedihan yang teramat dalam atas kehilangan suami, istri, ayah, ibu,
anak atau adiknya. Tradisi potong jari ini juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
mencegah “terulang kembali” malapetaka yang serupa.14
Peperangan
Ada ungkapan yang menarik bagi suku-suku yang ada di Papua, suku
Dani khususnya, yaitu “ digemukkan dengan persahabatan untuk disembelih”.
Ungkapan ini bermakna bahwa persahabatan yang baik adalah persahabatan yang
berakhir dengan pembunuhan/ penghianatan. Ungkapan ini diwariskan turun
temurun dengan berbagai cara, mulai dari dongeng sebelum tidur sampai didikan
yang mengharuskan mengambil dengan keras dan paksa sesuatu yang mereka
inginkan. Anak- anak mereka dididik untuk melakukan pembalasan setiap kali
disakiti atau di hina. Hasil didikan inilah yang kemudian melahirkan seorang
pemuda bernaluri perang yang sangat kuat.15
Waktu yang tepat untuk melaksanakan perang adalah saat menanti musim
panen tiba. Perang suku ini terbagi dalam dua bentuk yaitu serangan balas dendam
dan serangan yang berlangsung
di lapangan terbuka antara musuh-musuh
tradisional. Jika ketua klan mati terbunuh dalam perang, maka pasukan akan
13 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 115.
14 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun, 17.
15 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun, 10.
9
segera mundur dan memilih ketua yang baru sembari menyusun strategi baru
untuk melanjutkan perang pada esok harinya. Klan yang melarikan diri akan terus
dikejar sampai keperkampungan mereka, jika masih ada yang melawan akan
dibunuh, dan yang menang akan membawa istri dan anak-anak perempuan klan
yang kalah beserta hartanya untuk dimiliki secara pribadi.16
Pesta babi akan kembali digelar pada perang suku melawan musuh
tradisional, yaitu pada saat sebelum perang dimulai atau pada saat pemimpin
mereka mati terbunuh. Pesta babi sebelum perang dimulai dengan diadakannya
acara khusus untuk mengenang leluhur dirumah panglima perang yang
menyimpan benda-benda sakral. Setelah para prajurit dan para tamu datang
dengan membawa ubi-ubi dan babi-babi maka panglima perang akan
mengumandangkan lagu sendih yang ditunjukkan pada leluhur bahwa akhir-akhir
ini babi-babi tetap saja kecil dan ubi-ubi tidak banyak didapat. Kemudian babibabi tersebut dibaringkan diatas daun yang mengarah kemusuh dan dipanah
kemudian semua pria menyentuh babi tersebut sambil berteriak “jadilah gemuk”
dan dapat juga diartikan sebagai “semoga anggota keluarga mereka yang kami
bunuh sekarang juga akan kami bunuh”.17 Setiap orang akan mendapat daging
untuk dimakan, dan setiap pemuda akan diberi kalung dengan nasehat,” adik,
berhati-hatilah, musuh akan membubuh engkau”. Setelah itu para laki-laki akan
mengambil rumput dalam lobang pemasak sambil berdoa semoga roh-roh musuh
yang telah mereka bunuh tidak mencekik mereka pada malam hari. Keesokan
harinya mereka akan berburu tikus untuk meramalkan kemengan mereka. Benda-
16 Alex Rumaseb, Mosaik Kehidupan: 37 Tahun,13.
17 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 116 .
10
benda pusaka musuh akan diarak kerumah kemenangan, dan pesta akan diadakan
selama dua hari berturut-turut dengan tari-tarian. 18
D. Religi Suku Dani
Religi dan upacara religi adalah unsur yang sangat umum dalam
kehidupan masyarakat kesukuan, sehingga tidak mengherankan jika banyak
penulis etnografi dan beberapa bidang ilmu yang lain rutin dan sangat sering
mengadakan kajian tentang asal mula religi sejak abad ke-19 sampai sekarang. 19
Religi atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan agama telah menjadi
kajian menarik para ilmuan, diantara para ilmuan yang berkutat pada ranah
agama-agama adalah R.R Marret yang sempat menawarkan penggantian istilah
homo sapiens menjadi homo religius, sebab menurutnya agama ada bersamaan
dengan adanya manusia. Senada dengan ini Joachim Wach juga menyatakan
bahwasannya religi atau agama adalah bawaan lahiriah manusia (kodrati).20
Pemahanam keagamaan suku dani ini dapat dipahami dari pandangan
mereka terhadap alam, bagi orang Dani dunia mereka seperti alam semesta yang
hidup sebagai ibu asal khususnya matahari, setiap hasil panen akan disisihkan
untuk dipersembahkan matahari sebagai bentuk penghormatan mereka. Di
perkampungan Watlaku terdapat “batu- batu matahari” sebagai tempat
persembahan anak babi yang secara berkala dipersembahkan oleh para tetua
kepada matahari. Bagi orang Dani matahari dipandang sebagai wanita, tetapi ia
juga menyandang peralatan perang laki-laki.21 Selain itu sistem religi orang Dani
18 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 118.
19 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, Upacara dan Religi”, dalam ,11.
20 Djam’annuri (ed), Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-agama, (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 2002), cet.II, 1.
21 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu., 120.
11
juga mempercayai makhluk halus, baik yang berdiam dilangit maupun yang
dibumi dan dibawah tanah.22 Seperti yang mereka yakini bahwa pada dunia yang
asli, manusia dan makhluk-makhluk halus berada pada tempat yang sama,
kemudian makhluk halus tersebut keluar dan mendapat tempat diangkasa.
Dalam pandangan orang Dani, pada mulanya langit dan bumi itu bersatu
seperti dua telapak tangan, didalamnya hiduplah manusia pertama dengan para
binatang, sampai pada suatu hari Nakmaturi sebagai manusia pertama
menciptakan petir dan memisahkan langit dan bumi. Lalu keluarlah manusia dan
binatang tersebut dengan dibimbing oleh matahari menuju pegunungan dekat
Apulakma (atau Seinma), untuk beberapa lama mereka hidup secara damai,
hingga akhirnya terjadi perselisihan diantara manusia dan membuat binatang
berpisah dari mereka, akan tetapi orang Dani tetap memiliki hubungan dengan
burung- burung, sehingga setiap klan memiliki pantangan terhadap satu burung
tertentu, karena menurut kepercayaan mereka burung- burung tersebut merupakan
roh dari leluhur yang telah meninggal. 23 Dalam dunia akademis kepercayaan ini
juga disebut sebagai totemisme.
E. Analisis
Dari sistem religi diatas, menggunakan pendekatan lima komponen yang
ditawarkan Koentjaraningrat, maka komponen- kompenen tersebut adalah:
22 Zulyani Hidayah (ed), Ensiklopedi Suku Bangsa, 79.
23 Jaan Boelaars, Manusia Irian: Dahulu, 120.
12
pertama, emosi keagamaan yaitu sikap serba religi, yang ini dapat ditemukan pada
pemahaman suku Dani terhadap alam semesta yang dianggap sebagai ibu asal
dengan matahari sebagai bentuk kongkritnya. Kedua, sistem keyakinan yaitu
pikiran dan gagasan manusia menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia
tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari kosmologi, kosmogoni, dan
esyatologi, roh-roh dan juga menyangkut tentang norma, ini dapat ditemukan pada
orang Dani dalam memahami proses penciptaan alam, manusia pertama, dan roh
nenek moyang, serta etika moral terhadap burung-burung yang disakralkan.24
Ketiga, sistem ritus dan upacara yaitu suatu aktivitas dan tindakan
manusia dalam melaksanakan kebaktian kepada Tuhan, dewa-dewa, atau para
leluhur dan dalam upaya membangun komunikasi dengan mereka, ritus dan
upacara religi ini berlangsung berulang-ulang, setiap hari, setiap musim, atau
kadang-kadang saja, dan ini dapat ditemukan dalam suku Dani pada pesta babi
dan persembahan babi untuk matahari dan benda-benda sakral. Keempat,
peralatan ritus dan upacara, pada Suku Dani peralatan ritus dan upacara dapat
berupa altar (batu-batu matahari) untuk menaruh babi yang dipersembahkan pada
matahari di perkampungan Watlaku, dan beberapa benda sakral seperti batu-batu,
tombak, dll. Kelima, umat agama atau kesatuan sosial yang menganut sistem
keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta upacara yang serupa, ini
dapat ditemukan dalam Suku Dani yang membentuk Klen-klen besar serta rumahtangga-rumah tangga.25
F. Penutup
24 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, 43.
25 Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, 45.
13
Dari berbagai uraian diatas dapatlah dikenali bahwa Suku Dhani adalah salah satu
Suku yang terdapat dipedalaman Jayawijaya atau lebih tepatnya di lembah Baliem
yang beribukota Wamena. Asal-usul Suku Dani sendiri masih menjadi misteri,
akan tetapi dapat ditelusur sedikit dari linguistiknya yang berasal dari Pasifik
Barat. Orang Dani saat ini sudah banyak berinteraksi dengan dunia luar, terbukti
dengan adanya orang dani yang beragama Islam maupun Kristen, meski masih
sangat jauh dari pemahaman kedua agama tersebut. Penghasilan Suku Dani
berasal dari bercocok tanam dan berburu, sementara kebutuhan yang lain didapat
dari pertukaran dengan Suku tetangga. Sebagai sebuah suku, Orang Dani memiliki
sistem religi dan Budayanya sendiri yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh
mereka secara taat.
Diantara budaya yang masih mereka lestarikan adalah proses inisiasi,
perkawinan dengan mahar babi, perkabungan, dan perang. Selain itu, Orang Dani
juga menempatkan babi sebagai sesuatu yang sangat sakral, hampir semua
kegiatan resmi orang Dani berkaitan dengan babi, bahkan untuk mengukur
kedudukan seseorang dapat dilihat dari seberapa banyak jumlah babi yang
dimiliki seseorang tersebut. Orang Dani memiliki sistem religi yang cukup
kompleks dan memenihi standar lima kompenen gejala religi yang ditawarkan
Koentjaraningrat, yaitu emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan
upacara, peralatan ritus dan upacara, serta umat agama.
DAFTAR PUSTAKA
14
Boelaars, Jaan.
Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa depan. Jakarta:
Gramedia, 1986.
Djam’annuri (ed). Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-agama. Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta, 2002.
Hidayah, Zulyani (ed). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta:LP3ES,
1997.
Rumaseb, Alex Mosaik Kehidupan: 37 Tahun Mengabdi Sebagai PNS di Papua.
Jakarta: Aeroprint, 2014.
Yalepele, Umar dan Hefni, Moh. “Perkawinan adat muslim suku Dani di Papua”,
Al-Hikam, vol.7. 2012.
Koentjaraningrat, “Asas- Asas Ritus, Upacara dan Religi”, dalam
15