SAMPEL ACAK VARIABEL ACAK DATA DAN PENYA

A. SAMPEL ACAK
Teknik sampling ini diberi nama demikian karena dalam pengambilan sampelnya,
peneliti ”mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap
sama. dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk
memperoleh kesempatan (change) dipilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subjek
sama, maka peneliti terlepas dari perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek
untuk dijadikan sampel.
Setiap subjek yang terdaftar sebagai populasi, diberi nomor urut mulai dari 1 sampai
dengan banyaknya subjek. Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah
menentukan terlebih dahulu besarnya jumlah sampel yang paling baik. Jawaban terhadap
pertanyaan ini tidaklah begitu sederhana. Di dalam statistik kadang-kadang terdapat rumus
untuk menentukan perkiraan besarnya sampel.
Untuk menentukan besarnya sampel, peneliti harus melakukannya dengan berbagai
pertimbangan, antara lain keberagaman karakteristik, misalnya jenis kelamin, tingkat
pendidikan, asal daerah, suku, agama atau kepercayaan, usia, dan lain-lain yang sekiranya
terkait dengan variabel yang diteliti. Sebagai contoh, kalau peneliti ingin mengetahui
perbedaan kemampuan siswa dalam sebuah sekolah di suatu daerah, maka perbedaan suku
tidak harus dipertimbangkan. Tetapi jika peneliti ingin mengetahui kemampuan berbahasa
tertentu, dalam hal ini suku berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa tertentu tersebut,
maka perbedaan suku merupakan hal yang perlu dipertimbangkan.
Mengenai berapa banyaknya subjek yang diambil, atau dengan kata lain berapa besar

sampel, maka peneliti perlu mempertimbangkan hal-hal berikut.
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut
banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya
besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.
Kebanyakan peneliti berangggapan bahwa semakin banyak sampel, atau semakin
besar persentase sampel dari populasi, hasil penelitian akan semakin baik. Anggapan ini
benar, tetapi tidak selalu demikian. Hal ini tergantung dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang
dikandung oleh subjek penelitian dalam populasi. Selanjutnya sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut
bertalian erat dengan homogenitas subjek dalam populasi.
Untuk memperjelas uraian ini, kita contohnya pada air the. Air teh dalam poci dapat
dikatakan homogen karena apabila sudah diaduk, tetes air teh di semua sudut poci akan sama
keadaannya. Air teh tersebut andai kata manis hanya mengandung dua ciri, yakni ciri yang
berhubungan dengan kekentalan teh dan kemanisannya. Dalam keadaan yang demikian,
sampel yang diperlukan tidak usah terlalu banyak. Boleh mengambil satu ujung sendok teh
menjadi satu sendok penuh maupun satu gelas, tidak akan memperjelas kesimpulan
penelitian.
Lain halnya apabila kita akan menyelidiki tingkat kesiplinan siswa di suatu sekolah.
Sifat atau ciri yang berhubungan dengan atau banyak mempengaruhi tingkat kedisiplinan

siswa ada bermacam-macam, antara lain tingkat kelas, jenis kelamin, suasan pendidikan
keluarga. Andai kata kita berfikir unsur pendidikan keluarga ini dari jenis pekerjaannya ayah,

pendidikan orang tua dan hubungan antara anggota keluarga sebagai pendukung kedisplinan,
maka sekurang-kurangnya kita harus mengambil waktu dari berbagai unsur ini. Misalnya,
tingkat kelas ada 3 (kelas I, II, dan III) jenis kelamin ada 2 (pria dan wanita), pekerjaan ayah
dikelompokan menjadi 4 (pegawai negeri, pegawai swasta, petani, dan anggota ABRI),
pendidikan orang tua dibedakan menjadi 4 (SD ke bawah, SMP, SMA, dan perguruan tinggi),
hubungan antar anggota keluarga yang dikelompokan atas 3 (ketat, cukup, dan longgar),
maka akan diperlukan wakil dari setiap jenis gabungan sifat-sifat ini. Secara teliti akan
terdapat kemungkinan gabungan sebanyak perkalian unsur yang ada yakni 3 x 2 x 4 x 4 x 3 =
288! Dengan demikian jika diinginkan sampel yang betul mewakili populasi atas dasar
pertimbangan ini dan masing-masing kategori diambil satu orang saja sudah diperlukan
sebanyak 288 orang. Pengambilan sampel kurang dari banyak jumlah tersebut tentu kurang
refresentatif.
Penentuan besarnya sampel dengan persentase seperti yang dahulu banyak digunkan
tampaknya kini sudah harus ditinggalkan. Agar diperoleh hasil yang lebih baik, diperlukan
sampel yang baik pula, yakni betul-betul mencerminkan populasi. Supaya perolehan sampel
lebih akurat, diperlukan rumus-rumus penentuan besarnya sampel.
a. Dengan rumus Jacob Cohen:

N=

+u+1

Dengan keterangan:
N = Ukuran Sampel
f2 = Effect size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi power dari u, diperoleh dari tabel, t.s 1%.
Power (p) = 0,95 dan effect size (f2) = 0,1
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0,95 dan u = 5 adalah 19,76.
Maka dengan rumus tersebut didapat:
N=

+ 5 + 1 = 203,6 dibulatkan 204.

b. Dengan rumus berdasarkan proporsi, ada dua rumus.
1. Dikemukakan oleh Issac & Michael

Dimana:

S = ukuran sampel
N = ukuran populasi
P = proporsi dalam populasi
d = ketelitian (error)
x2 = harga tabel chi-kuadrat untuk o tertentu
2. Dikemukakan oleh Paul Leedy:

N = ( )2 (P) (1-P)
Dimana:
N = ukuran sampel
Z = standard score untuk o yang dipilih
e = sampling error
p = proporsi harus dalam populasi
Pembicaraan mengenai sampel ini akan lebih terpahami setelah pembaca mempelajari
berjenis-jenis sampel dari populasi yang tidak homogen. Untuk mempermudah dalam
mengikuti uraian, maka akan diambil missal, kita populasi sebanyak 1000 orang dan
sampelnya kita tentukan 200 orang. Setelah seluruh subjek diberi nomor, yaitu nomor 1
sampai dengan 1000, maka sampel random kita lakukan dengan salah satu cara demikian:
a. Undian (untung-untungan)
Pada kertas kecil-kecil kita tuliskannomor subjek, satu nomor untuk setiap kertas,

kemudian kertas itu kita gulung. Dengan tanpa prasangka kita mengambil 200
gulungan kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang
terambil itulah yang merupakan nomor subjek sampel penelitian kita.
b. Ordinal (tingkatan sama)
Setelah 1000 orang subjek kita beri nomor, kita membuat 5 gulungan kertas dengan
nomor 1, 2, 3, 4, 5. Kita ambil satu, misalnya setelah dibuka tertera angka 3. Oleh
karena sampel kita 200 padahal populasinya 1000 maka besarnya sampel seperlima
dari populasi. Demikianlah maka kita ambil nomor dengan melompat setiap subjek,
mulai dari nomor 3, lalu 8, 13, 18, 23, dan seterusnya, dan kalau sudah sampai pada
nomor terbawah padahal belum diperoleh 200 subjek, kita kembali ke atas lagi.
c. Menggunakan tabel bilangan random
Di bagian buku-buku statistik bagian belakang, biasanya terdapat halaman yang
memuat angka-angka yang disusun secara acak. Angka-angka tersebut dapat dicari
letaknya menurut baris dan kolom. Agar pengambilan sampel terlepas dari perasaan
subjektif, maka sebaiknya peneliti menuliskan langkah-langkah yang diambil,
misalnya:
1. Menjatuhkan ujung pensil, menemukan nomor baris;
2. Menjatuhkan ujung pensil kedua, menemukan nomor kolom.
Pertemuan antara baris dan kolom inilah nomor subjek ke-1;
3. Bergerak dari nomor tersebut 2 langkah ke kanan, menemukan nomor

subjek ke-2;
4. Bergerak ke bawah 5 langkah menemukan nomor subjek, ke-3;
5. Bergerak ke kiri 2 langkah menemukan nomor subjek ke-4.
Dan seterusnya sampai diperoleh jumlah subjek yang dikehendaki.
Perlu ditambahkan disini bahwa apabila jumlah subjeknya tidak terlalu
banyak, maka semua langkah dapat ditulis. Tetapi jika jumlah subjeknya banyak,
kita dapat mengulang langkah yang sudah kita lalui.
a. Apabila suatu ketika kita menemukan angka nomor subjek yang sudah
terambil, maka kita melewati langkah tersebut dan meneruskan ke
langkah berikutnya.

b. Pengambilan nomor tentu saja tidak selalu harus satu angka.
Untuk memperoleh subjek dengan nomor lebih besar dari 9, kita gunakan 2 atau 3
angka, ke kanan, ke kiri, ke bawah, ke atas. Pengambilan sampel dengan cara
random ini hanya dapat dilakukan jika keadaan populasi memang homogen. Bagi
populasi yang tidak homogen, peneliti perlu mempertimbangkan ciri-ciri yang ada,
dan cara pengambilan sampelnya diterangkan pada nomor-nomor berikut ini.
Stratified random sampling
Stratified random sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan
membagi populasi menjadi beberapa strata dimana setiap strata adalah homogen. Sistem

pengambilan sampel yang dibagi menurut lapisan-lapisan tertentu dan masing-masing lapisan
memiliki jumlah sampel yang sama. Kelebihan dari pengambilan acak berdasar lapisan ini
adalah lebih tepat dalam menduga populasi karena variasi pada populasi dapat terwakili oleh
sampel. Sedangkan, kekurangannya adalah harus memiliki informasi dandata yang cukup
tentang variasi populasi penelitian. Selain itu, kadang-kadang ada perbedaan jumlah
yang besar antar masing-masing strata.
Contoh: Seorang direktur rumah sakit ingin mengetahui prestasi kerja tenaga
kesehatan dan diukur berdasarkan kepatuhan dalam menggunakan prosedur tetap dalam
memberikan pelayanan kepada penderita. Untuk itu, 36 orang tenaga kesehatan sebagai
populasi dibagi menjadi 4 kelompok berdasrakan prestasi kerja tahun yang lalu. Masingmasing kelompok terdiri dari 9 orang dengan prestasi kerja yang hampir sama dan terdapat
perbedaan antar kelompok kemudian pada setiap kelompok diambil 8 orang sebagai sampel
hingga diperoleh sampel sebanyak 32 orang.
Multstage random sampling
Pengambilan sampel yang membagi populasi menjadi beberapa fraksi kemudian
diambil sampelnya. Cara ini merupakan salah satu model pengambilan sampel secara acak
yang pelaksanaannya dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa fraksi kemudian
sampelnya Contoh: Akan diadakan penelitian tentang pola pemanfaatan sarana pelayanan
kesehatan oleh penduduk sebuah kota. Kota tersebut merupakan populasi studi dengan RT
sebagai unit sampel dan kelurahan sebagai PSU. Dari jumlah PSU tersebut diambil sampel
dengan cara acak sederhana kemudian sam[pel kelurahan dibagi menjadi RW dan diambil

sampelnya. Selanjutnya, dari sampel RW diambil sambil RT dan semua penduduk dewasa
dalam RT tersebut merupakan sasaran penelitian.
Sistematik random sampling
Pengambilan sampel acak sistematik dilakukan bila pengambilan sampel acak
dilakukan secara berurutan dengan interal tertentu. Besarnya interval (i) dapat ditentukan
dengan membagi populasi (N) dengan jumlah sampel yang diinginkan (n) atau i=N/n. Sistem
pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan selang interval tertentu secara
berurutan. Misalnya, jika ingin mengambil 1000 sampel dari 5000 populasi secara acak,
maka kemungkinan terpilihnya 1/5. Diambil satu angka dari interval pertama antara angka 15, dan dilanjutkan dengan pemilihan angka berikutnya dari interval selanjutnya.Kesalahan
pengutipan: Tag tidak sah; referensi tanpa isi harus memiliki nama.

Cluster Random sampling
Pengambilan sampel acak kelompok dilakukan bila kita akan mengadakan suatu
penelitian dengan mengambil kelompok unit dasar sebagai sampel. Sistem pengambilan
sampel yang dibagi berdasarkan areanya. Setiap area memiliki jatah terambil yang sama.
Kelebihan dari pengambilan acak berdasar area ini adalah lebih tepat menduga populasi
karena variasi dalam populasi dapat terwakili dalam sampel. Sedangkan, kekurangannya
adalah memerlukan waktu yang lama karena harus membaginya dalam area-area tertentu.
Pada penggunaan teknik sampling kluster, biasanya digunakan dua tahapan, yaitu
tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap kedua menentukan orang/orang atau

objek yang dijadikan penelitian pada daerah yang terpilih yang dilakukan secara random.
Keuntungan menggunakan teknik ini ialah: (1) dapat mengambil populasi besar yang
tersebar diberbagai daerah, dan (2) pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan
teknik lainnya. Sedangkan kelemahannya ialah (1) jumlah individu dalam setiap pilihan tidak
sama, karena itu teknik ini tidaklah sebaik teknik lainnya; (2) ada kemungkinan penduduk
satu daerah berpindah kedaerah lain tanpa sepengetahuan peneliti, sehingga penduduk
tersebut mungkin menjadi anggota rangkap sampel penelitian.
Probability Proporsionate to Size
Pengambilan sampel dengan cara PPS ini merupakan variasi dari pengambilan sampel
bertingkat dengan PSU besar yang dilakukan secara proporsional. Berdasarkan pembahasan
diatas penulis menyimpulkan Pengambilan (Simple Random Sampling) sampel acak
sederhana adl suatu cara pengambilan sampel dimana tiap unsur yg membentuk populasi
diberi kesempatan yg sama utk terpilih menjadi sampel. Cara ini sangat mudah apabila telah
terdapat daptar lengkap unsur-unsur populasi.
Penarikan sampel secara random berdasarkan banyaknya langkah yang harus
ditempuh dapat dibagi atas 2 kategori, yaitu : simple random sampling dan multistage random
sampling. Simple random sampling adalah teknik sampling yang hanya memerlukan cukup 1
tahapan dalam penarikan sampel. Sedangkan multistage random sampling adalah teknik
sampling yang memerlukan minimal 2 tahapan penarikan sampel. Teknik sampling yang
termasuk kategori simple random adalah simple random dan systematic random sampling.

Sedangkan yang termasuk kategori multistage random adalah stratified random sampling,
cluster random sampling dan kombinasi antara keduanya.
B. VARIABEL ACAK
Variabel Acak adalah suatu fungsi yang nilainya berupa bilangan nyata yang
ditentukan oleh setiap unsur dalam ruang contoh disebut perubahan acak. Variabel acak
diskrit adalah suatu variabel acak yang memiliki nilai dicacah, sementara variabel acak
kontinu memiliki nilai yang tak terhingga banyaknya sepanjang interval yang tidak terputus
variabel acak kontinu diperoleh hasil pengukuran. Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif
dan kualitatif. Contoh variabel kuantitif misalnya luas kota, umur, banyaknya jam sehari
dalam sehari, dan sebagainya. Contoh variabel kualitatif misalnya kemakmuran kepandaian.

Lebih jauh variabel kuantitatif diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu variabel
diskrit dan variabel kontinu (discrete and continuous).
1. Variabel dikrit disebut juga variabel nominal atau variabel kategorik karena hanya
dapat dikategorikan atas 2 kutub yang berlawanan yakni ”ya” dan ”tidak”. Misalnya
ya wanita, atau dengan kata lain ”wanita – pria”, ”hadir – tidak hadir”, ”atas –
bawah”. Angka-angka digunakan dalam variabel diskrit ini untuk menghitung, yaitu
banyaknya pria, banyaknya yang hadir dan sebagainya. Maka angka dinyatakan
sebagai frekuensi.
2. Variabel kontinu dipisahkan menjadi 3 variabel kecil yaitu:

a. Variabel ordinal, yaitu variabel yang menunjukan tingkatan-tingkatan
misalnya panjang, kurang panjang, dan pendek. Untuk sebutan lain adalah
variabel ”lebih kurang” karena yang satu mempunyai kelebihan
dibandingkan yang lain. Contoh: Ani terpandai, Siti pandai, Nono tidak
pandai.
b. Variabel interval, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibandingkan
dengan variabel lain, sedang jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti.
Misalnya: suhu udara di luar rumah 31o C. Suhu tubuh kita 37o C. Maka
selisih suhu adalah 6oC. Contoh lain: Jarak Semarang – Magelang 70km,
sedangkan Magelang – Yogyakarta 101km. Maka selisih jarak Magelang –
Yogyakarta, yaitu 31km.
Dibandingkan dengan variabel ordinal, jarak dalam variabel ordinal tidak
jelas. Jarak kepandaian antara Ani dan Siti tidak dapat diukur.
c. Variabel ratio, yaitu variabel perbandingan. Variabel ini dalam hubungan
antar anta – sesamanya merupakan ”sekian kali”. Contoh: Berat Pak Karto
70kg, sedangkan anaknya 35kg. Maka Pak Karto beratnya dua kali berat
anaknya.
Kembali kepada variabel diskrit, variabel diskrit bukan hanya hasil hitungan, tetapi
juga penomoran. Nomor telepon misalnya, dapat digolongkan dalam variabel diskrit.
Tinjauannya adalah karena nomor telepon tidak menunjukan ”lebih kurang”, ”jarak”, atau
”sekian kali”. Jika nomor telepon Pak Sosro 8000 dan nomor telepon Pak Noto 400, tidak
dapat diartikan.
1. Nomor telepon Pak Sosro lebih banyak daripada nomor telepon Pak Noto.
2. Nomor telepon Pak Sosro berjarak 4000 dari nomor telepon Pak Noto.
3. Nomor telepon Pak Sosro dua kali nomor telepon Pak Noto.
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk mudahnya mengingat-ingat:
a. Variabel diskrit diberi simbil laki-laki perempuan dan gambar telepon.
b. Variabel ordinal diberi symbol gambar 3 orang yang berbeda tingginya.
c. Variabel interval diberi gambar thermometer.
d. Variabel ration diberi simbol kayu penggaris.
Jika kita menghendaki, variabel kontinum dapat diubah menjadi variabel diskrit
dengan cara mengklasifikasikannya menjadi ”ya” dan ”tidak”.
Caranya:
A. Menentukan batas misalnya nilai rata-rata, maka angka di atas rata-rata
diberi ”ya”, rata-rata ke bawah diberi ”tidak”.
B. Mengambil satu nilai diberi ”ya”, dan selain nilai itu diberi ”tidak”.

Contoh: nilai Bahasa Indonesia berjarak antara 3 dan 9 (variabel interval),
variabel ini dapat dibuat diskrit dengan mengambil misalnya nilai 7 sebagai
”ya”, dan selain nilai itu (di atas atau bawahnya) diberi ”tidak”.
C. DATA STATISTIKA
1. Pengertian Data Statistika
Para ahli matematika mengembangkan statistika, di atas teori peluang, sebagai alat
untuk membantu manusia, secara matematis, memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi.
Oleh karena itu, statistika tidak dapat dipisahkan oleh teori peluang dan merupakan bagian
dari matematika.
Statistika yang telah dikembangkan secara matematis kemudian digunakan di
berbagai persoalan yang ditemukan pada masing-masing bidang. Keragaman permasalahan
yang ditemukan pada berbagai bidang juga telah mendorong para ahli matematika (statistika
matematik) untuk mengembangkan berbagai teknik statistika yang sesuai dengan kondisi
permasalahannya. Sungguh, suatu konsep statistika dapat muncul ke dalam sejumlah teknik
statistika karena perbedaan asumsi mengenai kondisi permasalahnnya yang hendak
dipecahkan.
Dalam memecahkan suatu masalah, karena alasan tertentu kita seringkali tidak
memiliki data dari seluruh anggota populasi yang hendak dipahami. Alih-alih, kita biasanya
hanya memiliki data dari sebagian anggota populasi yang disebut sampel. Oleh karena itu,
para ahli matematika juga mengembangkan rumusan-rumusan yang dapat membantu kita
dalam menarik sampel sehingga data yang ada di tangan dapat mewakili keadaan
populasinya. Dengan kata lain statistika juga membicarakan cara-cara pengumpulan data,
terutama mengenai penarikan sampel.
Data dari sampel yang diperoleh kemudian dianalisi dengan menggunkan teknik
tertentu sesuai dengan permasalahan dan jenis datanya. Ukuran-ukuran statistik hasil analisis
tersebut lalu digunakan untuk melakukan inferensi tentang persoalan yang akan dikaji pada
populasi darimana sampel itu diambil. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat memahami
bahwa statistika adalah bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan caracara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis, dan penafsiran data. Dengan kata lain,
istilah statistika di sini digunakan untuk menunjukan tubuh pengetahuan (body of knowledge)
tentang cara-cara penarikan sampel (pengumpulan data), serta analisis dan penafsiran data.
2. Jenis Data dan Skala Pengukuran
Data dapat digolongkan menjadi data diskrit dan data kontinu. Banyaknya anak di
suatu keluarga, jumlah rumah di suatu desa, banyaknya penduduk di suatu daerah, dan jumlah
mobil di kantor tertentu merupakan contoh data diskrit. Sedangkan tingkat kecerdasan,
prestasi belajar, berat badan, dan daya tahan mobil merupakan contoh data kontinu.
Sesuai dengan nama yang digunakan, data diskrit bersifat terkotak-kotak, yaitu tidak
dikonsepsikan adanya nilai-nilai di antara data (bilangan) yang satu dengan data (bilangan)
lain yang terdekat. Misalnya jika bilangan 2 dan 3 mununjukan jumlah anak di keluarga A
dan keluarga B, maka di antara kedua bilangan tersebut tidak ada bilangan-bilangan lain.
Tidak pernah kita mengatakan bahwa jumlah anak di suatu keluarga adalah 2,4 atau 2,9.

Berbeda dengan data deskrit, di antara dua data continue dikonsepsikan adanya
sejumlah nilai dengan jumlah yang tidak terhingga. Jika bilangan 2 dan 3 di atas menunjukan
berat suatu benda, maka di antara keduanya terdapat kemungkinan adanya sejumlah bilangan
lain yang tidak terhingga, seperti 2,0001, 2,0002, 2,0010, 2,0021, dan sebagainya. Dikatakan
tidak terhingga jumlahnya, karena kemungkinan nilai yang terjadi memang terlalu banyak
dan tidak dapat ditentukan. Jika kita mencatat data dalam 2 desimal di belakang koma, maka
di antara angka 2 dan 3 akan terdapat 99 nilai.
Dilihat dari skala pengukuran yang digunakan, data dibagi menjadi 4 jenis yang
bersifat hierarkis, yaitu data yang berskala nominal (data nomilal), data yang berskala ordinal
(data ordinal), data yang berskala interval (data interval), dan data yang berskala rasio(data
rasio). Skala nominal merupakan jenis skala yang paling rendah, diikuti oleh skala ordinal,
skala interval, dan kemudian skala rasio.
Data nominal memiliki skala yang bersifat kategorikal atau pengemlompokan. Jenis
kelamin, warna kulit, dan agama merupakan contoh data nominal yang sering dijumpai pada
buku-buku statistika. Pada contoh tersebut, kita memahami bahwa dengan data nominal kita
hanya dapat mengetahui bahwa subjek termasuk ke dalam kategori tertentu (pria atau wanita,
hitam atau putih ,sawong matang, Islam atau Kristen atau Hindu atau lainnya); sekali-kali
kita tidak mengatakan bahwa pria lebih rendah atau lebih tinggi dari wanita, kulit hitam
memiliki nilai lebih rendah daripada warna putih, dan sebagainya. Nama kelompok atau
kategori digunakan di sini hanya untuk mengenali indentitas subjek dilihat dari variabel
tertentu. Perbedaan subjek dalam data nominal bersifat kualitatif dan tidak mempunyai
makna kuantitaif.
Data ordinal memiliki skala yang menunjukan perbedaan tingkatan subjek secara
kuantitatif. Contoh yang paling gambling dari data ordinal adalah data yang dinyatakan
dalam bentuk peringkat atau rangking. Selain kita dapat menyatakan bahwa seorang subjek
termasuk kelompok tertentu (sifat data nominal), pada data ordinal, kita juga dapat
menyatakan bahwa subjek atau kelompok yang menduduki peringkat tertentu memiliki nilai
yang lebih tinggi dari subjek atau kelompok yang menduduki peringkat lain (di bawahnya).
Kita dapat mengatakan bahwa siswa yang menduduki peringkat kedua pada suatu variabel
memiliki kemampuan atau skor yang lebih tinggi pada variabel itu daripada siswa yang
menduduki peringkat ketiga. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa data ordinal, di samping
memiliki sifat yang dimiliki data nominal juga menunjukan kedudukan (tingkatan) subjek
dalam suatu kelompok pada suatu variabel.
Selain memiliki kedua ciri di atas (menunjukan klasifikasi dan kedudukan subjek
dalam kelompok), data interval juga memiliki sifat kesamaan jarak (equality of interval)
antara nilai yang satu dengan nilai yang lain. Skor mentah (raw score) yang dihasilkan dari
suatu tes hasil belajar atau kecerdasan sering disebut sebagai data yang berskala interval (data
interval). Pengakuan ini benar adanya selama kita memiliki dasar yang kuat untuk menyakini
bahwa jarak antara skor 20 dengan 25 sama dengan jarak antara skor 35 dengan 40 yang
dihasilkan dari tes yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, pengakuan bahwa skor-skor
yang dihasilkan oleh suatu instrument itu disebut data interval didasarkan pada suatu asumsi
kesamaan jarak antara skor-skor yang diperoleh. Jika karena berbagai hal, asumsi ini tidak
dapat dipertahankan maka skor yang dihasilkan oleh suatu instrument akan lebih merupakan
data ordinal.

Data yang berskala rasio (data rasio) hampir sama dengan data interval, yakni
keduanya memiliki ketiga sifat di atas (menunjukan klasifikasi dan kedudukan subjek dalam
suatu kelompok, serta sifat persamaan jarak). Data rasio berbeda dari data interval karena
yang pertama (data rasio) memiliki nilai mutlak nol. Sebagai konsekuensi dari asumsi tentang
adanya nilai mutlak nol, kita dapat membuat perbandingan (rasio) antara skor-skor yang
berskala rasio. Sebagai contoh, 20kg adalah 2 kali 10kg, 15m = 3 x 5, dan sebagainya. Kita
dapat secara bermakna menyatakan bahwa orang yang berat badannya 80 kg adalah dua kali
berat orang yang berat badannya 40kg. Pernyataan semacam ini tidak dapat dibuat dengan
menggunkan data interval. Kita tidak dapat mengatakan bahwa tingkat kecerdasan orang
yang memiliki I.Q. sebesar 150 adalah satu setengah kali tingkat kecerdasan orang yang
memiliki I.Q. sebesar 100.

D. PENYAJIAN DATA
1. Pendahuluan

Data populasi atau data sampel yang sudah terkumpul, jika digunakan untuk
keperluan informasi, baik berupa laporan atau analisis lanjutan dalam penelitian hendaknya
diatur. Disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas dan komunikatif dengan penyajian data
yang lebih menarik publik. Secara umum ada beberapa cara penyajian data statistik yang
sering digunakan, yaitu: tabel, grafis, diagram, pengukuran tendensi sentral (gejala pusat) dan
ukuran penempatan (gejala letak), pengukuran penyimpangan. Penyajian data dapat
digambarkan.

1. Biasa
2. Kontigensi
3. Distribusi Frekuensi
a. Relatif
b. Kumulatif
c. Kumulatif Relatif

Tabel

Penyajian
Data

1. Histogram
2. Poligon frekuensi
3. Ogive

Grafik

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagram

Batang
Garis
Lambang
Lingkaran dan Pastel
Peta
Pencar
Campuran

2. TABEL
a. Tabel Biasa
Tabel biasa sering digunakan untuk berbagai macam keperluan baik bidang ekonomi,
sosial, budaya, dan lain-lain untuk menginformasikan data dari hasil penelitian atau
hasil penyelidikan. Contoh:
Judul Tabel

Judul Kolom

Judul
Baris

Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel

Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel

Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel
Sel-Sel

Keterangan tabel:
1. Judul tabel ditulis simetris di atas sumbu Y dengan huruf kapital tanpa penggalan kata
secara singkat dan jelas tentang apa, macam atau klarifikasi, dimana, kapan, dan
apabila ada cantumkan satuan atau unit data yang digunakan.
2. Judul kolom ditulis singkat, jelas, dan diupayakan jangan memutus (memenggal kata).
3. Sel-sel tempat penulisan angka-angka atau data.
4. Catatan ditulis dibagian kiri bawah berguna untuk mencatat hal-hal penting dan perlu
diberikan. Pada bagian tersebut juga terdapat kata sumber untuk menjelaskan
darimana data tersebut dikutip, kalau tidak ada berarti pelopor ikut di dalamnya.
5. Selain nomor 1-4 di atas, perlu diperhatikan yaitu nama sebaiknya disusun menurut
abjad; waktu secara berurutan (kronologis) urutan kepangkatan, urutan golongan
pegawai, dan sebagainya. Contohnya 2001, 2002, 2003; Jendral, Letjen, Mayjen,
Brigjen, Golongan I, II, III, IV, dan seterusnya; menempatkan data kategori disusun
secara sistematis contohnya mulai dari data terbesar sampai data terkecil, data
keuntungan dilanjutkan data kerugian dan sejenisnya.
b. Tabel Kontigensi
Tabel kontigensi digunakan khusus data yang terletak antara baris dan kolom berjenis
variabel kategori. Contoh:
Tabel Distribusi Mendali Kejuaraan Dunia Atletik 2001

Negara
AS
Rusia
Kenya
Kuba
Jerman
Inggris
Romania
Argentina
Belanda
Perancis
Belgia
Italia
Yunani
Japan
China
Laos
Ukraina
Jamaika

Emas
9
6
3
3
2
2
2
2
2
2
1
1
1
0
0
0
0
0

Perak
5
7
3
1
4
2
2
1
0
0
2
1
2
1
1
2
0
0

Perunggu
5
6
1
2
1
2
0
0
2
1
1
1
2
1
1
0
1
1

Total
19
19
7
6
7
6
4
3
4
3
4
3
5
2
2
2
1
1

c. Tabel Distribusi Frekuensi
1. Pengertian Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi adalah penyusunan suatu data mulai dari terkecil sampai
terbesar yang membagi banyaknya data kedalam beberapa kelas. Kegunaan data yang
masuk dalam distribusi frekuensi adalah untuk memudahkan data dalam penyajian,
mudah dipahami, dan mudah dibaca sebagai bahan informasi, pada gilirannya
digunakan untuk perhitungan membuat gambar statistik dalam berbagai bentuk
penyajian data.
Distribusi frekuensi terdiri dari dua yaitu distribusi frekuensi kategori dan
distribusi frekuensi numerik.
Distribusi frekuensi kategori adalah distribusi frekuensi yang pengelompokan
datanya disusun berbentuk kata-kata atau distribusi frekuensi yang penyatuan kelaskelasnya didasarkan pada data kategori (kualitatif). Sedangkan distibusi numerik
adalah distribusi frekuensi yang penyatuan kelas-kelasnya (disusun secara interval)
didasarkan pada angka-angka (kuantitatif).
1.1 Contoh Distribusi Frekuensi Kategorik
Distribusi frekuensi peserta diklat penjenjangan

Jenis
Diklat
Frekuensi
Adum
1.500
Adumia
1.200
Spama
750
Spamen
300
Spati
150
Lemhannas 50
Jumlah
3.850

2.1 Contoh Distribusi Frekuensi Numerik
Distribusi Frekuensi Nilai Pelayanan Masyarakat

Nilai
Interval
60 – 65
66 – 71
72 – 77
78 – 83
84 – 89

Frekuensi
4
5
16
12
6

90 – 95
jumlah

3
40

Sebelum membahas kepada pembahasan lanjutan, maka terlebih dahulu dikupas
mengenai beberapa istilah yang berhubungan dengan distribusi frekuensi numerik
(kelompok).
Interval kelas adalah sejumlah nilai variabel yang ada dalam batas kelas
tertentu. Misalnya tabel di atas yang berisikan enam interval kelas (60 – 65 disebut
interval kelas pertama dan 90 – 95 interval kelas keenam). Nilai interval kelas 60 – 65
yang bermakna bahwa di dalam interval kelas tersebut terdapat nilai antara 60 hingga
65 sebanyak 4 orang. Nilai interval kelas 66 – 71 artinya terdapat sejumlah nilai
antara 66 hingga 71 sebanyak 5 orang, dan seterusnya sampai pada nilai interval kelas
90 – 95 terdapat 3 orang.
Batas kelas adalah suatu nilai yang membatasi kelas pihak satu dengan pihak
kelas yang lain. Batas kelas ini kegunaanya waktu pembuatan histogram. Pada nilai
interval kelas pertama yaitu angka 60 sampai 65. Nilai 65 adalah ujung atas interval
kelas pertama yaitu angka 60 sampai 65. Nilai 65 adalah ujung atas interval kelas
pertama, sedangkan nilai 66 adalah ujung bawah interval kelas kedua. Apabila ujung
atas interval kelas pertama ditambah ujung bawah interval kedua dikalikan setengah,
maka hasil tersebut dinamakan batas kelas, atau ujung bawah interval kelas dikurangi
0,5; 0,05 bahkan 0,005 tergantung ketelitian data yang dibuat oleh peneliti dan ujung
kelas atas ditambah 0,5; 0,05, bahkan 0,005, maka nilai itu dinamakan batas kelas.
2. Teknik Pembuatan Distribusi Frekuensi
Langkah-langkah teknik pembuatan distribusi frekuensi dilakukan sebagai
berikut.
a. Urutkan data dari yang terkecil sampai yang terbesar.
b. Hitung jarak atau rentangan (R).
rumus: R = data tertinggi – data terendah
c. Hitung jumlah kelas (K) dengan Struges:
rumus: Jumlah Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
n = jumlah data
d. Hitung panjang kelas interval (P) Rumus =

e. Tentukan batas data terendah atau ujung data pertama, dilanjutkan menghitung
kelas interval, caranya menjumlahkan ujung bawah kelas sampai pada data
akhir.
f. Buat tabel sementara (tabulasi data) dengan cara dihitung satu demi satu yang
sesuai dengan urutan interval kelas.
Contoh Tabulasi Data

Interval

Rincian

Frekuensi (f)

Jumlah
g. Membuat tabel distribusi frekuensi dengan cara memindahkan semua angka
frekuensi (f).
Contoh: Distribusi Frekuensi
Diketahui nilai ujian akhir kuliah Statistika di Universitas CJWD Tahun 2001 yang
diikuti mahasiswa, diperoleh data:
70, 70, 71, 60, 63, 80, 81, 81, 74, 74, 66, 66, 67, 67, 67, 68, 67, 67,
77, 77, 77, 80, 80, 80, 80, 73, 73, 74, 74, 74, 71, 72, 72, 72, 72, 83,
84, 84, 84, 84, 75, 75, 75, 75, 75, 75, 75, 75, 78, 78, 78, 78, 78, 79,
79, 81, 82, 82, 83, 89, 85, 85, 87, 90, 93, 94, 94, 87, 87, 89.
a. Urutkan data dari terkecil sampai terbesar.
60, 63
66, 66, 67, 67, 67, 68
70, 70, 71, 71, 72, 72, 72, 72, 73, 73, 74, 74, 74, 74, 74
75, 75, 75, 75, 75, 75, 75, 75, 76, 76, 77, 77, 77, 78, 78, 78, 78, 78, 79, 79
80, 80, 80, 80, 80, 81, 81, 81, 82, 82, 83, 83, 84, 84, 84, 84
90, 93, 94, 94
b. Hitungalah jarak atau rentangan
R = data tertinggi – data terendah
R = 94 – 60 = 34
c. Hitung jumlah kelas (K) dengan Sturges:
K = 1 + 3,3 log 70
K = 1 + 3,3 1,845
K = 1 + 6,0885 = 7,0887 = 7
d. Hitung panjang kelas interval (P)
=

= 4,857 = 5

e. Tentukan batas kelas interval panjang kelas (P)
(60 + 5) = 65 – 1 = 64
(65 + 5) = 65 – 1 = 69
(70 + 5) = 65 – 1 = 74
(75 + 5) = 65 – 1 = 79
(80 + 5) = 65 – 1 = 84
(85 + 5) = 65 – 1 = 89
(90 + 5) = 65 – 1 = 94
f. Buat tabel sementara dengan cara dihitung satu demi satu yang sesuai dengan urutan
interval kelas.
Nilai Interval

Rincian

Frekuensi (f)

60 – 64
65 – 69
70 – 74
75 – 79
80 – 84
85 – 89
90 – 94

I
IIIII I
IIIII IIIII IIIII
IIIII IIIII IIIII IIIII
IIIII IIIII IIIII I
IIIII II
IIII
Jumlah

2
6
15
20
16
7
4
70

g. Membuat tabel distribusi frekuensi dengan cara memindahkan semua angka frekuensi
Telah dijelaskan di atas tentang distribusi frekuensi, tetapi ada beberapa bentuk
distibusi frekuensi, yaitu:
1. Distribusi frekuensi relatif
2. Distribusi frekuensi kumulatif
a. Distibusi frekuensi relatif (kurang dari), dan
b. Distribusi frekuensi kumulatif (atau lebih)
3. Distribusi frekuensi kumulatif relatif
a. Distribusi frekuensi kumulatif relatif (kurang dari), dan
b. Distribusi frekuensi kumulatif relatif (atau lebih) agar lebih jelas
diterangkan berikut.
1) Distribusi frekuensi relatif
Distribusi frekuensi relatif adalah distribusi frekuensi yang nilai frekuensinya tidak
dinyatakan dalam bentuk angka mutlak atau nilai mutlak, akan tetapi setiap kelasnya
dinyatakan dalam bentuk angka persentase (%) atau angka relatif. Teknik perhitungan
distribusi frekuensi relatif yaitu dengan cara membagi angka distribusi frekuensi mutlak
dengan jumlah keseluruhan distribusi frekuensi (n) dikalikan 100% atau dengan rumus:
Frelatifitas - i =

= 100%

Dari hasil perhitungan di atas, dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi relatif.
Jika mau digabungkan tabel distribusi frekuensi dengan tabel distribusi frekuensi relatif maka
hal ini dapat saja terjadi tergantung selera saja.
2) Distribusi frekuensi kumulatif
Distribusi frekuensi kumulatif (fkum) ialah distribusi frekuensi yang nilai frekuensinya
(f) diperoleh dengan cara menjumlahkan frekuensi demi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi
kumulatif (fkum) bisa dibuat berdasarkan tabel distribusi frekuensi mutlak. Distribusi frekuensi
kumulatif (fkum) dibagi menjadi dua yaitu: (1) distribusi frekuensi kumulatif (kurang dari) dan
(2) distribusi kumulatif (atau lebih).
3) Distribusi frekuensi relatif kumulatif

Distribusi frekuensi relatif kumulatif {fkum %} ialah distribusi frekuensi yang mana
nilai frekuensi kumulatif diubah menjadi nilai frekuensi relatif atau dalam bentuk persentase
(%) atau dengan rumus:
Fkum(%)kelas-i - i =

= 100%

Tabel distribusi frekuensi kumulatif relatif dibagi menjadi dua yaitu: (1) distribusi
frekuensi kumulatif relatif (kurang dari) dan (2) distribusi frekuensi kumulatif relative (atau
lebih).
3. GRAFIK
Grafik adalah ilkisan pasang surutnya suatu keadaan dengan garis atau gambar
(tentang turun naiknya hasil statistik). Apabila data yang disusun rapih berbentuk distribusi
frekuensi dapat digambarkan dengan cara membuat grafik, yaitu: histogram, poligon,
frekuensi, dan ogive.
a. Histogram
Histogram adalah grafik yang menggambarkan suatu distribusi frekuensi
dengan bentuk beberapa segi empat. Langkah-langkah membuat histogram.
1. Buatlah absis dan ordinat
Absis ialah sumbu mendatar (X) menyatakan nilai.
Ordinat ialah sumbu tegak (Y) menyatakan frekuensi.
2. Berilah nama pada masing-masing sumbu dengan cara, sumbu abisis diberi
nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi.
3. Buatlah skala absis dan ordinat.
4. Buatlah batas kelas dengan cara.
a) Ujung bawah interval kelas dikurangi 0,5.
b) Ujung atas interval kelas pertama ditambah ujung bawah interval kelas
kedua dan dikalikan setengah.
c) Ujung kelas atas ditambah 0,5. Perhitungan sebagai berikut.
60 – 0,5
= 59,5
(64 + 65) x ½ = 64,4
(69 + 70) x ½ = 69,5
(74 + 75) x ½ = 74,5
(79 + 80) x ½ = 79,5
(84 + 85) x ½ = 84,5
(89 + 90) x ½ = 89,5
(94 + 95) x ½ = 95,5
5. Membuat tabel distribusi frekuensi untuk membuat histogram sebagai berikut.
Nilai

Batas Kelas

Frekuensi (f)

60 – 64
65 – 69
70 – 74
75 – 79
80 – 84
85 – 89
90 – 94

59,5
64,4
69,5
74,5
79,5
84,5
89,5
95,5

2
6
15
20
16
7
4

Jumlah

70

6. Membuat grafik histogram, contoh sebagai berikut.

b. Poligon Frekuensi
Poligon frekuensi ialah grafik garis yang menghubungkan nilai tengah tiap sisi
atas yang berdekatan dengan nilai tengah jarak frekuensi mutlak masing-masing. Pada
dasarnya pembuatan grafik poligon sama dengan histogram, hanya cara membuat
batas-batasnya yang berbeda. Perbedaan antara histogram dan poligon adalah: (1)
Histogram menggunakan batas kelas sedangkan poligon menggunakan titik tengah
dan (2) Grafik histogram berwujud segi empat sedang grafik polygon berwujud garisgaris atau kurva yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka poligon frekuensi dapat dibuat dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Buatlah titik tengah kelas dengan cara: Nilai yang terdapat ditengah interval
kelas atau nilai ujung bawah kelas ditambah nilai ujung atau kelas dikaitkan
setengah, sebagai berikut.
(60 + 64) x ½ = 62
(65 + 69) x ½ = 67
(70 + 74) x ½ = 72
(75 + 79) x ½ = 77
(80 + 84) x ½ = 82
(85 + 84) x ½ = 87
(90 + 94) x ½ = 92
b. Buatlah tabel distribusi frekuensi untuk membuat histogram.
Nilai
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 - 79

Titik Tengah Kelas
62
67
72
77

Frekuensi (f)
2
6
15
20

80 - 84
85 - 89
90 - 94

82
87
92
Jumlah

16
7
4
70

c. Buatlah grafik poligon frekuensi dan keterangan lengkap. Contoh grafik
poligon.

c. Ogive
Ogive adalah distribusi frekuensi kumulatif yang menggambarkan diagramnya
dalam sumbu tegak dan mendatar atau eksponensial.
Pada dasarnya pembuatan grafik ogive tidak jauh berbeda dengan pembuatan
grafik poligon. Perbedaannya (1) ogive menggunakan batas kelas (batas nyata)
sedangkan poligon menggunakan titik tengah, (2) pada grafik ogive menggambarkan
distribusi frekuensi kumulatif kurang dari dan distribusi frekuensi kumulatif atau
lebih, serta distribusi frekuensi kumulatif secara meningkat dengan menggunakan
batas kelas (batas nyata), sedangkan poligon mencantumkan nilai frekuensi tiap-tiap
variabel. Persamaanya antara ogive dan polygon terletak pada gambar grafik
berwujud garis-garis atau kurva yang saling menghubungkan satu titik dengan titik
yang lainnya.
Grafik ogive ini jarang dijumpai dalam suatu penelitian, walaupun demikian
grafik ogive berguna bagi: contoh sensus penduduk yang ingin mengetahui
perkembangan kelahiran dan kematian bayi.

4. DIAGRAM
Diagram ialah gambaran untuk memperlihatkan atau menerangkan sesuatu
data yang akan disajikan.
a. Diagram Batang
Penyajian data jika berbentuk gambar akan lebih menarik dan lebih
menjelaskan lagi segala permasalahan yang akan disajikan secara visual. Kegunaan

diagram batang adalah untuk menyajikan data yang bersifat kategori atau data
distribusi. Cara menggambar diagram batang yaitu diperlukan sumbu tegak (vertikal)
dan sumbu mendatar (horizontal) yang berpotongan tegak lurus. Sumbu tegak
maupun sumbu mendatar dibagi beberapa bagian dengan skala nilai yang sama,
walaupun demikian skala (ukuran) antara sumbu tegak dengan sumbu mendatar tidak
perlu dibuat sama disesuaikan dengan penampilan diagramnya. Apabila diagram
dibentuk berdiri (tegak lurus), maka sumbu mendatar digunakan untuk menyatakan
atribut atau waktu, sedangkan nilai data (kuantum) dituliskan pada sumbu tegak.
Adapun letak batang satu dengan lainnya harus terpisah dan serasi mengikuti tempat
diagram yang ada.
Penyajian data berbentuk diagram batang ini banyak modelnya antara lain:
diagram batang satu komponen atau lebih, diagram dua arah, diagram batang tiga
dimensi, dan lain-lain sesuai dengan variasinya atau tergantung kepada keahlian
pembuat diagram.

b. Diagram Garis
Diagram garis digunakan untuk menggambarkan keadaan yang erba terus
menerus. Misalnya pergerakan indeks bursa saham, bursa komoditas dunia, grafik
kurs valuta, dan lain-lain. Cara menggambarkan diagram garis ini pada intinya sama
dengan menggambarkan diagram batang.

c. Diagram Lambang
Diagram batang atau dikenal atau dikenal dengan diagram simbul ialah suatu
diagram yang menggambarkan simbul-simbul dari data sebagai alat visual untuk
orang awam. Misalnya data angkatan kerja digambarkan dengan orang, hutan
produksi digambarkan dengan pohon, kayu digambarkan dengan batangan, dan lain
sebagainya.

d. Diagram Lingkaran dan Diagram Pastel
Diagram lingkaran digunakan untuk penyajian data berbentuk kategori
dinyatakan dalam persentase. Langkah-langkah membuat diagram lingkaran:
1. Ubahlah setiap perubahan nilai data disesuaikan dengan nilai data tersebut ke
dalam derajat.
2. Buatlah lingkaran (360o) lalu bagilah lingkarang tersebut menjadi beberapa
bidang.
3. Setiap bidang menggambarkan kategori data.
Diagram pastel yaitu perubahan wujud dari model diagram lingkaran disajikan
dalam bentuk tiga dimensi. Misalnya luas lahan Tanaman Pangan Tahun 2000,
Tambang Emas di Indonesia, Jejak Pendapat Sidang Istimewa dan lain-lain.

e. Diagram Peta
Diagram peta (diagram kartogram) yaitu diagram yang melukiskan fenomena
atau keadaan dihubungkan dengan tempat kejadian itu berada. Teknik pembuatannya
digunakan peta geografis sebagai dasar untuk menerengkan data dan fakta yang
terjadi. Misalnya China Berangus Pejuang Xianjiang, Negara-negara Nuklir, dan lainlain.

f. Diagram Pencar
Diagram pencar atau disebut juga dengan diagram titik (diagram sebaran)
ialah diagram yang menunjukan gugusan titik-titik setelah garis koordinat sebagai
penghubung dihapus. Biasanya diagram ini digunakan untuk menggambarkan titik
data korelasi atau regresi yang terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Contoh
diagram ini menunjukan adanya hubungan variabel X dan Y.

g. Diagram Campuran
Diagram campuran ialah diagram yang disajikan dalam bentuk gabungan dari
beberapa dimensi dalam satu penyajian data, contoh:
1. diagram pastel dengan diagram lambang,
2. diagram pastel dengan diagram peta,
3. diagram pastel dengan diagram batang,
4. diagram batang dengan diagram garis,
5. diagram batang dengan diagram lambang,
6. diagram peta dengan tabel,
7. diagram lambang dengan tabel,
8. diagram batang dengan diagram simbol dan diagram pastel, dan sebagainya.
SUMBER:
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Furqon. 2011. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.
Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung. Alfabeta.