MAKALAH HUKUM PERDATA KEPEMILIKAN DAN SE

MAKALAH HUKUM PERDATA
KEPEMILIKAN DAN SEBAB-SEBAB

DI SUSU OLEH :
NAMA

: HENDRA SETIAWAN

NIM

: 61211A0079

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Ekonomi Islam yang merupakan rahmatan lil alamin, kembali bangkit


menorehkan Blue Print-nya. Keberadaannya sangat penting untuk memenuhi
tuntutan masyarakat akan kegagalan ekonomi konvensional. Bahkan, Ekonomi
islam memiliki prinsip dan karakteristik yang berbeda dengan sistem sekuler yang
menguasai dunia saat ini.
Sebenenarnya, Ekonomi islam adalah bagian dari sistem islam yang
bersifat umum yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan
yang adil (tawadzun).

Islam, menyeimbangkan kehidupan antara dunia dan

akhirat, antara individu dan masyarakat.

Keseimbangan antara jasmani dan

rohani, antara akal dan hati dan antara realita dan fakta merupakan keseimbangan
yang ada dalam individu.

Sedangkan dalam bidang ekonomi, islam


menyeimbangkan antara modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi, dan
sebagainya.
Adapun nilai pertengahan dan keseimbangan yang terpenting, yang
merupakan karya Islam dalam bidang ekonomi selain masalah harta adalah Hak
Kepemilikan (Ownership Rights). Dalam memandang hak milik ini islam sangat
moderat.

Dan sangat bertolak belakang dengan sistem kapitalis yang

menyewakan hak milik pribadi, sistem sosialis yang tidak mengakui hak milik
individu.
Meskipun demikian, Masalah hak milik merupakan sebuah kata yang amat
peka, dan bukan sesuatu yang amat khusus bagi seorang manusia. Oleh karena itu,
Islam sangat mengakui adanya kepemilkan pribadi disamping kepemilikan umum.
Dan menjadikan hak milik pribadi sebagai dasar bangunan ekonomi. Dan Itu pun
akan terwujud apabila ia berjalan sesuai dengan aturan ALLAH swt, misalnya
adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal.

Islam melarang keras


kepemilikan atas harta yang digunakan untuk membuat kezaliman atau kerusakan
di muka bumi.

Karena begitu pentingnya aspek kepemilikan dalam bidang ekonomi,
maka dalam makalah ini saya mencoba membahas dan memaparkan tentang
“Kepemilikan dan sebab-sebabnya” sesuai dengan urgensinya.
B.

C.

RUMUSAN MASALAH
1.

Bagaimana Konsep Hak Milik

2.

Pengertian Hak Milik

3.


Jenis-Jenis Hak Milik Dalam Islam

TUJUAN PENULISAN
1.

Agar dapat mengetahui tantang konsep Hak milik

2.

Agar dapat Mengetahui Tentang Pengertian Hak Milik

3.

Agar Mengetahui Jenis-Jenis Hak Milik Dalam Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A.


KONSEP ISLAM TENTANG HAK MILIK
Semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah SWT
Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya
dan mutlak atas alam semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan
rezeki yang tak terhitung jumlahnya.
Manusia dengan kepemilikannya adalah pemegang amanah dan khalifah
Semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia
memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian
dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai
pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia
mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa
menjamin kesejahteraan bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya
dihadapan Allah SWT.
Ikhtiyar dalam bentuk bekerja, bisnis dan usaha lain yang halal adalah
merupakan sarana untuk mencapai kepemilikan pribadi
Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah
Hak. Setiap Individu, masyarakat dan negara memiliki kewajiban tertentu. Dan
sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban tersebut, setiap orang akan memperoleh
hak-hak tertentu. Islam sangat peduli dalam masalah hak dan kewajiban ini. Kita
diharuskan untuk mencari harta kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan

yang halal dan tidak menzalimi orang lain. Selain itu, Kita juga tidak dibiarkan
bekerja keras membanting tulang untuk memberikan manfaat kepada masyarakat
tanpa balasan yang setimpal.
Dalam kepemilkan Pribadi ada hak-hak umum yang harus dipenuhi
Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama
harta itu diperoleh dengan jalan yang halal. Islam melarang setiap orang

menzalimi dan merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih
lagi kalau pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak yatim dan
wanita. (Qs : Adzariyaat : 19, dan Qs. Al-Israa : 26).
B.

DEFINISI HAK MILIK

Konsep Dasar kepemilikan dalam islam adalah firman Allah SWT
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki….”(Qs. Al-Baqarah : 284).
Para Fuqaha mendefinisikan kepemilikan sebagai :

”kewenangan atas sesuatu dan kewenangan untuk menggunakannya /
memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya, dan membuat orang lain tidak
berhak atas benda tersebut kecuali dengan alasan syariah”.
Ibn Taimiyah mendefinisikan sebagai :
“ sebuah kekuatan yang didasari atas syariat untuk menggunakan sebuah obyek,
tetapi kekuatan itu sangat bervariasi bentuk dan tingkatannya. “
Misalnya, sesekali kekuatan itu sangat lengkap, sehingga pemilik benda itu berhak
menjual atau memberikan, meminjam atau menghibahkan, mewariskan atau
menggunakannya untuk tujuan yang produktif. Tetapi, sekali tempo, kekuatan itu
tak lengkap karena hak dari sipemilik itu terbatas.

C.

JENIS-JENIS HAK MILIK dalam ISLAM
Hak Milik Pribadi

1.

Proses kepemilikan harus didapatkan melalui cara yang sah menurut agama
Islam.

Islam mengakui adanya hak milik pribadi, dan menghargai pemiliknya, selama
harta itu diperoleh dengan jalur yang sah menurut agama islam. Dan Islam tidak
melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan haram.

Sehingga Imam Al-Ghazali membagi menjadi 6 jenis harta yang dilindungi oleh
Islam (sah menurut agama islam) :
a. Diambil dari suatu sumber tanpa ada pemiliknya, misal : barang tambang,
menggarap lahan yang mati, berburu, mencari kayu bakar, mengambil air sungai,
dll.
b. Diambil dari pemiliknya secara paksa karena adanya unsur halal, misal : harta
rampasan.
c. Diambil secara paksa dari pemiliknya karena ia tidak melaksanakan kewajiban,
misal : zakat.
d. Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti, misal : jual beli dan ikatan
perjanjian dengan menjauhi syarat-syarat yang tidak sesuai syariat.
e. Diambil tanpa diminta, misal : harta warisan setelah dilunasi hutang-hutangnya.
2.

Penggunaan benda-benda milik pribadi tidak boleh berdampak negatif/ mudharat
pada orang lain, tapi memperhatikan masalah umat

Islam membenarkan hak milik pribadi, karena islam memelihara
keseimbangan antara pemuasan beragam watak manusia dan kebaikan umum
dimasyarakat. Dalam hubungan ini,

ada syarat yang harus dipenuhi untuk

mencapai kekuasaan individu dalam mengakui keberadaan hak milik pribadi yaitu
memperhatikan masalah umat.
menyerahkan

kelebihan

Islam mendorong pemilik harta untuk

kekayaannya

kepada

masyarakat/umat


setelah

mememnuhi kepuasan untuk diri sendiri dan keluarga (zakat). Tetapi, membatasi
hak untuk menggunakan harta itu menurut kesukaannya sendiri. Hal ini dilakukan
untuk perlindungan kebaikan umum dan agar hak milik pribadi tidak memberikan
dampak negatif pada orang lain.
mengakui hak pribadi.

Inilah paham islam yang moderat dalam

Ia mengambil sikap moderat antara mereka yang

mendewakan hak miik dan mereka yang secara mutlak menafikan hak milik.
3.

Dalam penggunaan hak milik pribadi untuk kepentingan pribadi dibatasi oleh
ketentuan syariat
Setiap individu memiiki kebebasan untuk menikmati hak miliknya,
menggunakannya secara produktif, memindahkannya, melindunginya dari penyia-


nyiaan harta. Tetapi, haknya itu dibatasi oleh sejumlah limitasi tertentu yang
sesuai syariat, tentunya. Ia tidak boleh menggunakannya semena-mena, juga tak
boleh menggunakannya untuk tujuan bermewah-mewahan. Dalam bertransaksi
pun tidak boleh melakukan cara-cara yang terlarang. Karena manusia hanya
sebagai pemegang amanah, maka sudah selayaknya ia harus sanggup menerima
batasan-batasan yang dibebankan oleh masyarakat terhadap penggunaan harta
benda tersebut. Batasan tersebut semata-mata untuk mencegah kecenderungan
sebagian pemilik harta benda yang bertindak sewenang-wenang (ekspolitasi)
dalam masyarakat. Pemilik harta yang baik adalah yang bertenggang rasa dalam
menikmati hak mereka denganbebas tanpa dibatasi dan dipengaruhi oleh
kecenderungan diatas sehingga dapat mencapai keadilan sosial di dalam
masyarakat.
Hak Milik Umum (Kolektif)
Tipe kedua dari hak milik adalah pemilikan secara umum (kolektif).
Konsep hak milik umum pada mulanya digunakan dalam islam dan tidak terdapat
pada masa sebelumnya. Hak milik dalam islam tentu saja memiliki makna yang
sangat berbeda dan tidak memiliki persamaan langsung dengan apa yang dimasud
oleh sistem kapitalis, sosialis dan komunis. Maksudnya, tipe ini memiliki bentuk
yang berbeda beda. Misalnya : semua harta milik masyarakat yang memberikan
pemilikan atau pemanfaatan atas berbagai macam benda yang berbeda-beda
kepada warganya. Sebagian dari benda yang memberikan manfaat besar pada
masyarakat berada di bawah pengawasan umum, sementara sebagian yang lain
diserahkan kepada individu.

Pembagian mengenai harta yang menjadi milik

masyarakat dengan milik individu secara keseluruhan berdasarkan kepentingan
umum.

Contoh lain, tentang pemilikan harta kekayaan secara kolektif adalah

wakaf.
Hak Milik Negara
Tipe ketiga dari kepemilikan adalah hak milik oleh negara.

Negara

membutuhkan hak milik untuk memperoleh pendapatan, sumber penghasilan dan
kekuasaan

untuk

melaksanakan

kewajiban-kewajibannya.

Misal,

untuk

menyelenggarakan pendidikan, memelihara keadilan, regenerasi moral dan
tatanan masyarakat yang terjamin kesejahteraannya.

Menurut Ibn taimiyah,

sumber utama kekayaan negara adalah zakat, barang rampasan perang
(ghanimah). Selain itu, negara juga meningkatkan sumber pengahsilan dengan
mengenakan pajak kepada warga negaranya, ketika dibutuhkan atau kebutuhannya
meningkat. Demikian pula, berlaku bagi kekayaan yang tak diketahui pemiliknya,
wakaf, hibah dan pungutan denda termasuk sumber kekayaan negara.
Kekayaan negara secara aktual merupakan kekayaan umum.

Kepala

negara hanya bertindak sebagai pemegang amanah. Dan merupakan kewajiban
negara untuk mengeluarkan nya guna kepentingan umum. Oleh karena itu, sangat
dilarang penggunaan kekayaan negara yang berlebih-lebihan. Adalah merupakan
kewajiban negara melindungi hak fakirmiskin, bekerja keras bagi kemajuan
ekonomi masyarakat, mengembangkan sistem keamanan sosial dan mengurangi
jurang pemisah dalam hal distribusi pendapatan.

BAB III
KESIMPULAN
Islam mengakui adanya hak milik pribadi (individu) dan memperbolehkan
usaha-usaha serta inisiatif individu di dalam menggunakan dan mengelola harta
pribadinya. Islam juga telah memberikan batasan-batasan tertentu yang sesuai
syariat sehingga seseorang dapat menggunakan harta pribadinya tanpa merugikan
kepentingan umum.
Sebenarnya kerangka sistem islam secara keseluruhan ini dibentuk
berdasarkan kebebasan individu di dalam mencari dan memiliki harta benda dan
campur tangan pemerintah (intervensi) yang sangat terbatas hanya terhadap harta
yang sangat diperlukan oleh masyarakat, selain itu tidak.
Namun, ada beberapa kepentingan umum yang tidak bisa di kelola dan
dimiliki secara perorangan (KA, pos, listrik, air, dsb), tapi semua itu menjadi
milik dan dikelola oleh negara untuk kepentingan umum.
Kemudian terdapat perbedaan sifat hak milik, baik itu pribadi maupun
umum, yang terdapat dalam Islam dengan kapitalis dan komunis.

Di dalam

kapitalis, hak milik individu adalah mutlak tak terbatas. Dalam komunis, hak
milik diabaikan sama sekali. Sedangkan di dalam islam, hak individu itu berada
dalam keadaan norma, bukan tak terbatas seperti yang terdapat dalam kapitalis,
ataupun ditekan sama sekali seperti yang terdapat dalam komunis. Inilah sisi
kemoderatan islam dalam memandang hak milik.

DAFTAR PUSTAKA
Afzalur Rahman, “Doktrin Ekonomi Islam I”, Dana Bakti Wakat, 1997, Yogyakarta.
Dr. A.A. Islahi, “Konsepsi Ekonomi Ibn Taimiyah”, PT. Bina Ilmu, 1997.
DR. Yusuf Qardhawi, “Norma dan Etika Ekonomi Islam”, GIP, 1997, JKT.
DR. Yusuf Qardhawi,”Peran, Nilai dan moral dalam Perekonomian Islam”, JKT.