KONFLIK SOSIAL BERNUANSA AGAMA Oleh Anni

KONFLIK SOSIAL BERNUANSA AGAMA
Oleh:
Annisa Wildani NIM. 1154040006
Pengembangan Masyarakat Islam Semester 4 Kelas A
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Email: annisa.wildani12@gmail.com

ABSTRAK
Dari zaman dulu sampai sekarang konflik memang tak asing lagi ditelinga kita dan menjadi
topik pembicaraan masyarakat. Secara alamiah, memang masyarakat memiliki dua wajah, yaitu
konflik dan konsensus. Banyak para ahli yang mengemukakan teori tentang konflik, khususnya
dalam sejarah sosiologi kontemporer, namun yang kita pehatikan bukan hanya tentang teori-teori
para ahli, tetapi harus dengan landasan Al-Quran sebagai pedoman untuk segala penyelesaian
masalah. Berbagai macam jenis konflik yang kita temukan di masyarakat, umumnya konflik
sosial, yang berupa konflik organisasi, ras, budaya bahkan konflik agama. Konflik agama baik
berupa konflik antar agama yang berbeda, konflik antara satu umat agama dengan kelompok
yang dicap sebagai sesat, dan konflik antara satu umat beragama yang sama, namun memiliki
pemahaman berbeda.

PEMBAHASAN

Seperti yang kita ketahui bahwa konflik tidak terlepas dari adanya dalang atau
provokatornya yang tidak pernah tuntas. Konflik kerap kali memberikan kontribusi atas
perubahan yang terjadi di masyarakat, selain itu juga memberikan sumbangan atas terjadinya
disentegrasi (Agus Ahmad Safei: 2017). Dalam referensi lain, konflik atau pertikaian adalah
bentuk persaingan yang berkembang secara negatif, artinya di satu pihak bermaksud untuk
mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya (Abdulsyani:
2012). Para ahli sosiologi berusaha menjawab suatu pertanyaan besar, yaitu bagaimana
masyarakat manusia di dunia ini dapat bertahan dan terus berkembang dari generasi dan tidak

musnah pada suatu titik waktu di masa silam? Untuk menjawab pertanyaan itu biasanya para
sosiolog menawarkan dua teori atau penjelasan besar.
Pertama, dikatakan bahwa masyarakat manusia tetap bertahan karena para anggotanya

bersepakat mengenai berbagai macam hal, termasuk berbagai macam nilai. Masyarakat manusia
bersepakat untuk tidak saling membunuh misalnya, dan bagi pelanggarnya harus diberikan
sanksi tertentu. Masyarakat juga bersepakat untuk memegangi dan menjungjung nilai-nilai
tertentu seperti kejujuran, dll. Teori ini disebut teori konsensus.
Kedua, dikatakan bahwa masyarakat manusia ini dapat tetap bertahan karena para

anggotanya selalu terlibat dalam konflik satu sama lain sebagai inti eksistensi dari setiap satuan

masyarakat. Akibat konflik-konflik itu maka muncullah bentuk-bentuk hubungan baru sebagai
sintesa. Mungkin muncul pertanyaan, apakah ini berarti bahwa masyarakat manusia tidak akan
pernah rukun? Jawaban teori ini ialah bahwa masyarakat manusia memang bisa rukun, tetapi hal
itu terjadi bukan karena adanya konsesus di antara para anggotanya melainkan karena adanya
unsur “coercion” (pemaksaan) di dalamnya, sehingga kelompok yang lebih kuat memaksa
kelompok yang lebih lemah.
Kedua teori ini mengandung kebenaran, tetapi tidak mampu menjelasakan kenyataan sosial
secara menyeluruh, karena nyatanya masyarakat itu sesekali terlibat konflik tetapi juga terlibat
kesepakatan-kesepakatan. Karena itu memang penting dipahami kapan terjadi konflik dan terjadi
konsesus (Moh. Soleh Isre: 2003). Dalam buku Soisologi Islam (Agus Ahmad Safei: 2017), teori
konflik bukan hanya dilihat dari segi sosiologis, namun dari Al-Quran yaitu kata konflik
mempunyai pengertian atau disebut dengan kata „aduw (permusuhan, pertentangan, konflik).
Dalam Al-Quran kata „aduw disebut sebanyak 34 kali. Substansinya menyangkut proses konflik
antar manusia, antar manusia dan Allah, serta antara manusia dan setan. Penjelasan konflik
dengan manusia menempati jumlah terbanyak, yakni 19 kali. Misalnya, hal itu dapat dijumpai
dalam QS. Yunus: 90 (konflik antara Fir’aun dengan Bani Israil); QS. Al-Baqarah: 36 (konflik
abadi antarcucu Adam).
Konflik agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri,
maupun antar agama satu dengan agama lainnya. Konflik agama atau konflik sosial atas dasar
agama juga banyak terjadi pada zaman dahulu, tegasnya pada zaman pra-modern. Konflik agama

berskala terbesar dan berlangsung paling lama (lebih seabad) adalah perang Salib atau “the
crusade”. Tetapi itu tidak berarti bahwa dalam konflik-konflik itu tidak terdapat unsur-unsur

perebutan kekuasaan atau sumber-sumber daya yang bersifat sekuler. Konflik sosial bernuansa
agama pada zaman modern bukan hanya terjadi antara komunitas yang memeluk agama berbeda,
tetapi seringkali juga terjadi antara dua komunitas yang memeluk agama yang sama. Hal ini
biasanya terjadi dibawah payung pemurnian agama atau pembersihan agama dari upaya atau
ajaran sempalan (heresy). Konflik antara mayoritas umat Islam Pakistan dengan minoritas
penganut Ahmadiyah disana adalah salah satu contoh konflik antara dua komunitas yang
menganut agama yang sama.
Ketika agama menjadi sumber atau pembenar konflik, sesungguhnya agama itu sedang
berperan atau diperankan menganjurkan kekerasan. Agama tidak lagi dipahami sebagai sebuah
keimanan dan kepercayaan, tetapi juga dijadikan sebagai way of life dan kebutuhan asasi
manusia akan pentingnya makna religiusitas kehidupan manusia, sehingga hubungan antar
pemeluk agama berjalan damai, agama berfungsi sebagai penyelamat dan pembebas benar-benar
berjalan mantap dengan penuh kesadaran bagi pemeluknya Tetapi masalahnya semua orang juga
tahu bahwa agama, semua agama, mengajarkan perdamaian. Di sinilah dilemanya. Rupanya
apakah citra suatu agama itu sebagai penganjur kekerasan atau kedamaian, bukanlah terletak
pada isi ajaran agama itu saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kelembagaan dan
kepemimpinan pendukung agama tersebut.

Konflik agama pada dasarnya bersumber dari sikap mereka yang mengikuti hawa
nafsunya. Al-Quran dengan jelas bahwa Allah Swt memperingatkan keras umatnya dari segala
bentuk perselisihan, sekaligus mengingatkan mereka akan dampak buruk dari sikap mereka. AlQuran memberikan jalan keluar dengan menyentuh akar persoalannya, yakni bahwa perbedaan
status sosial yang dimiliki oleh masing-masing individu akan dipertanggungjawabkan
(liyabluwakum fi ma atakum), bukan untuk saling menindas, tetapi untuk saling memberi dan
melengkapi (QS. Al-Ashr: 1-3). Al-Quran menyadarkan bahwa manusia dalam status apa pun
dan bagaimana pun, tetap memiliki keterbatasan yang memerlukan orang lain. (Agus Ahmad
Safei: 2017) Sebenarnya agama merupakan faktor paling baik untuk menciptakan persatuan.
Karena agama lebih baik ketimbang etnis, bahasa, kebangsaan dan kepentingan agama. Bila
mereka mengamalkan agamanya, maka persatuan tidak akan pernah hilang dari diri mereka dan
persatuannya akan terus langgeng.

KESIMPULAN
Konflik adalah bentuk persaingan yang berkembang secara negatif, artinya di satu pihak
bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya.
Konflik di dalam Al-Quran disebut dengan kata „aduw (permusuhan, pertentangan, konflik).
Dalam Al-Quran kata „aduw disebut sebanyak 34 kali. Substansinya menyangkut proses konflik
antar manusia, antar manusia dan Allah, serta antara manusia dan setan. Konflik agama adalah
suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri, maupun antar agama satu
dengan agama lainnya. Ketika agama menjadi sumber atau pembenar konflik, sesungguhnya

agama itu sedang berperan atau diperankan menganjurkan kekerasan. Tetapi semua orang juga
tahu bahwa agama, semua agama, mengajarkan perdamaian. Sebenarnya agama merupakan
faktor paling baik untuk menciptakan persatuan. Karena agama lebih baik ketimbang etnis,
bahasa, kebangsaan dan kepentingan agama. Bila mereka mengamalkan agamanya, maka
persatuan tidak akan pernah hilang dari diri mereka dan persatuannya akan terus langgeng.

REFERENSI
1. Agus Ahmad Safei. 2017. Sosiologi Islam. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
2. Abdulsyani. 2012. Sosiologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
3. Moh. Soleh Isre. 2003. Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer. Jakarta: Departemen
Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Puslitbang Kehidupan Beragama
Bagian Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hiduo Umat Beragama.