PENINGKATAN RADIASI ALAM AKIBAT PEMANFAA
INFORMASI IPTEK
PENINGKATAN RADIASI ALAM AKIBAT
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
YANG BERASAL DARI DALAM BUMI
Sutarman
Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir – BATAN
•
Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta – 12440
•
PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070
PENDAHULUAN
Pemanfaatan sumber daya alam dari dalam
tanah akan memberikan dampak positif bagi
kehidupan manusia, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Di samping dampak positif
karena memberikan peningkatan kesejahteraan
hidup manusia, di sisi lain dapat pula
memberikan dampak negatif karena dapat
mengakibatkan perubahan ekosistem yang
cenderung mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Masalah lingkungan menjadi serius karena
beberapa kegiatan industri kurang memperhatikan
pembuangan limbah ke lingkungan, sehingga
mengakibatkan terjadinya cemaran lingkungan
dalam bentuk padat, cair dan gas. Beberapa
kegiatan
industri
di
Indonesia
yang
memanfaatkan sumber daya alam kini semakin
berkembang. yang mungkin dapat menimbulkan
dampak radiasi alam, sehingga harus ditangani
secara serius. Hal tersebut tidak lepas dari
pembangunan yang berwawasan lingkungan,
yang mengutamakan prinsip kesehatan dan
keselamatan lingkungan.
Berkaitan dengan radiasi yang mungkin
ditimbulkan oleh kegiatan industri, maka
perhatian yang paling utama ditujukan kepada
keselamatan manusia. Hal ini merupakan prinsip
keselamatan radiasi secara umum dalam bidang
proteksi radiasi. Pengertian radiasi dalam hal ini
adalah radiasi pengion, yaitu suatu radiasi dalam
bentuk gelombang elektromagnetik dan partikel
bermuatan yang karena energinya, apabila
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
menembus bahan atau jaringan biologi (tubuh
manusia) dapat menyebabkan terjadinya proses
ionisasi pada bahan atau jaringan tersebut. Ini
mencakup sinar-X dan sinar-γ, partikel elektron
berenergi tinggi (β- dan β+), partikel α, neutron,
dan ion berat lain termasuk sinar kosmik. Oleh
karena itu setiap kegiatan yang berkaitan dengan
radiasi perlu diketahui tempat di mana seseorang
itu menerima radiasi atau kegiatan apa saja yang
memungkinkan seseorang menerima radiasi.
Dengan demikian seseorang dapat menghindari/
mengurangi
radiasi
yang
diterimanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, besar-kecilnya
radiasi yang diterima seseorang bergantung pada
jarak dari datangnya radiasi, lamanya waktu di
mana kegiatan dilaksanakan, dan besarnya
sumber radiasi.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memberikan informasi mengenai proses
dan data tingkat radioaktvitas/radiasi lingkungan
dari beberapa negara sebagai akibat kegiatan
manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Data tersebut dapat dipakai untuk studi banding
cemaran radiasi lingkungan pemanfaatan sumber
daya alam di Indonesia, baik yang sudah
beroperasi maupun yang sedang dalam
perencanaan.
PRODUKSI ENERGI NON-NUKLIR
Produksi energi dengan menggunakan
bahan bakar non-nuklir yang banyak digunakan
79
INFORMASI IPTEK
antara lain pembangkit energi panas bumi
(geothermal), gas alam, minyak bumi, batubara
dan peat. Semua bahan bakar tersebut dapat
memberikan emisi gas ke atmosfer yang berarti,
karena hasil pembakaran berupa limbah yang
terlepas ke lingkungan. Hasil samping yang
dihasilkan tersebut dapat berbentuk gas, cair dan
padat yang mengandung radionuklida alam
seperti gas radon (222Rn), radium (226Ra), thorium
(228Th), dan uranium (238U), seperti diperlihatkan
pada Tabel 1.
udara di Italia dan Amerika Serikat dapat dilihat
pada Tabel 2.
Dari hasil pengukuran kadar gas radon di
sekitar PLTP di Italia dan Amerika Serikat
tersebut diperkirakan bahwa lepasan rata-rata gas
radon per unit energi pembangkit 150 TBq/GW
tahun akan setara dengan dosis efektif kolektif
2 man Sv/GW tahun, sehingga diperkirakan
produksi tahuan energi listrik oleh panas bumi
sekitar 1,5 GW tahun, sedangkan dosis efektif
Tabel 1 Kadar radionuklida yang terlepas ke lingkungan akibat kegiatan
produksi energi non-nuklir [1].
Jenis produksi
energi
Panas bumi
Gas alam
Minyak bumi
Batubara
(termasuk abu
terbang)
Radionuklida
222
Rn
Ra
238
U, 226Ra, dan
222
Rn
226
238
U, 226Ra, dan
228
Th
Kadar
1961-6031 Bq/l (gas)
7,6-286 Bq/l (efluen) dan 202-1.000 kBq/kg (padat)
238
U : 3,7-366 Bq/kg (padat) dan 0,3-42 Bq/l (efluen)
226
Ra : 30-54 Bq/kg (padat)
222
Rn : 17,1 Bq/l (gas)
238
U : 220 Bq/kg (padat)
226
Ra : 20-220 Bq/kg (padat)
228
Th : 8,1-110 Bq/kg(padat)
1. Panas bumi
Sumber energi panas bumi biasanya dipakai
untuk pembangkit energi listrik. Pengoperasian
pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) telah
banyak dibangun di beberapa negara, seperti di
Islandia, Italia, Rusia, Amerika Serikat, Jepang,
dan Selandia Baru. Indonesia mempunyai PLTP
di beberapa lokasi di P. Jawa (Kamojang, Darajat,
Gunung Salak, dan Dieng). Panas bumi sebagai
sumber panas dipakai untuk menguapkan tandon
air dalam tanah. Limbah yang dilepaskan ke
atmosfer berupa uap air mengandung campuran
gas yang bersifat racun dan radioaktif. Gas yang
bersifat radioaktif tersebut adalah gas radon.
Kadar gas radon yang terkandung dalam uap air
dapat mencapai beberapa puluh kBq/l.
Sejumlah besar gas radon terlepas dari
menara pendingin ke lingkungan dalam orde
ratusan GBq/hari, seperti dilaporkan oleh
UNSCEAR (1993). Besarnya kadar gas radon di
80
tahunan produksi energi panas bumi dunia
mendekati 3 man Sv dan dosis efektif tahunan per
orang sekitar 1 nSv.
Tabel 2. Hasil pemantauan aktivitas gas radon di
sekitar lokasi PLTP di Italia dan Amerika
Serikat[2].
Lokasi/
Negara
Larderello
(Italia)
Plancastagnalo
(Italia)
Bagnore
(Italia)
Geysers (A.S)
Daya
Aktivitas
Listrik
(TBq)
(MW)
Ket.
400
110
1 unit
15
7,0
1 unit
3
1,5
1 unit
502
21
11 unit
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
Kebocoran pada sistem pipa penyalur uap
kemungkinan dapat memberikan kontribusi gas
radon cukup tinggi ke lingkungan. Oleh karena
itu perlu dilakukan pemantauan gas radon secara
rutin di sekitar PLTP.
2. Gas alam
Gas alam yang berasal dari dalam bumi
berupa gas methan, LNG (liquefied natural gas),
dan LPG (liquefied petroleum gas), banyak
digunakan sebagai bahan bakar. Gas alam selain
digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik
untuk industri dan transportasi, juga banyak
dimanfaatkan untuk keperluan domestik (rumah
tangga), misalnya untuk memasak dan
penghangat ruangan. Produksi gas alam dunia per
tahun sekitar 1012 m3.
Gas alam mengandung gas radon dalam
jumlah yang besar dan kadarnya bervariasi
bergantung pada laju konsumsi yang dibutuhkan,
misalnya di Jerman berdasarkan gas alam yang
dikonsumsi per tahun dapat melepaskan gas
radon ke lingkungan sekitar 10 TBq. Sedangkan
di Amerika Serikat kadar gas radon rata-rata
dalam berbagai kondisi
dapat dilihat pada
Gambar 1.
10
9
8
Kadar 222Rn (Bq/l)
7
Pusat sumber
daerah distribusi
LPG
Dalam gas methan
6
5
4
3
2
1
0
Sumber
1 radiasi
Gambar 1. Kadar gas radon rata-rata dalam gas
alam di Amerika Serikat [1].
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Menurut laporan UNSCEAR (1993),
pemakaian gas alam 2×109 m3 dibakar untuk
menghasilkan energi listrik sebesar 1 GW tahun
yang dapat menyebarkan gas radon ke lingkungan
sebesar 2 TBq yang setara dengan dosis efektif
kolektif 0,03 man Sv/GW tahun. Jika dianggap
15% dari produksi gas alam dunia, maka akan
memberikan dosis efektif kolektif per tahun
sekitar 3 man Sv [2].
Anak luruh gas radon (210Pb dan 210Po) juga
akan terendapkan pada pipa-pipa gas dan hal ini
merupakan kontaminasi permukaan yang
kadarnya dapat mencapai lebih dari 85 Bq/g.
Pemeriksaan kontaminasi permukaan pada
peralatan yang digunakan menunjukkan adanya
laju dosis radiasi gamma lebih dari 80 µSv/jam.
Kontaminasi radionuklida alam umumnya terjadi
di dalam pipa dan klep saluran uap yang menuju
turbin. Laju dosis radiasi gamma dapat mencapai
50 µSv/jam, dan terjadi terutama pada permukaan
tangki penyimpanan air [1].
3. Minyak bumi
Minyak bumi atau disebut petroleum atau
rock oil atau sering disebut minyak (oil), dalam
jumlah besar dapat dipakai sebagai bahan untuk
pembangkit listrik yang dapat dimanfaatkan
dalam industri. Di samping itu minyak juga
digunakan untuk bahan bakar transportasi dan
keperluan rumah tangga (masak, penghangat dan
penerangan ruangan). Hampir 3×1012 kg minyak
mentah (crude oil) per tahun dihasilkan di seluruh
dunia. Minyak yang dipakai untuk pembangkit
energi listrik sekitar 2×109 kg untuk
menghasilkan daya 1 GW. Menurut laporan
UNSCEAR (1988), sejumlah radionuklida alam
yang terlepas ke lingkungan dari pengoperasian
pusat listrik tenaga minyak sama seperti pada
pusat listrik tenaga batubara, diperkirakan
menghasilkan dosis efektif kolektif sekitar
0,5 man Sv/GW tahun ke lingkungan.
Jika dianggap bahwa 15% dari produksi
minyak mentah dunia di bakar untuk pembangkit
energi listrik, maka diperkirakan dosis efektif
81
INFORMASI IPTEK
kolektif per tahun adalah 50 man Sv yang setara
dengan dosis efektif per orang tahunan sebesar 10
nSv. Hal tersebut terjadi karena pembakaran
bahan bakar minyak untuk berbagai keperluan
baik untuk pembangkit energi listrik, industri dan
rumah tangga akan melepaskan radionuklida
alam seperti 238U beserta anak luruhnya ke
lingkungan (Tabel 1).
Batuan sedimen yang mengandung kerogen
biasa digunakan untuk menghasilkan oil shale
sintentis. Sejumlah bahan mentah dan partikel
shale oil akan terlepas ke atmosfer selama
penambangan dan pengolan dilaksanakan.
Kegiatan tersebut akan memberikan dampak
radiologi terhadap masyarakat sekitar lokasi
kegiatan, karena shale oil mengandung uranium
sekitar 2,5 kali lebih besar dari pada batubara.
Dampak radiologi terhadap manusia yang
kemungkinan terjadi dapat melalui pernafasan
dan penelanan. Proses pemurnian radionuklida
alam dari serpihan yang dikeluarkan (kadar 226Ra
≤ 42 Bq/l) yang berpotensi mengontaminasi air
tanah, dan gas radon yang terlepas ke lingkungan
≤ 18 Bq/l.
4. Batubara
Batubara adalah bahan bakar energi nonnuklir yang dapat memberi kontribusi terbesar
pencemaran lingkungan oleh radionuklida alam
sehingga akan memberikan dampak radiologi
pada manusia dan lingkungan cukup besar.
Batubara yang dibakar dalam tungku pemanas
pada suhu 1.700°C yang dipakai untuk
menguapkan air pada pembangkit listrik akan
melepaskan sejumlah radionuklida seperti 238U,
232
Th beserta anak luruhnya dan 40K dalam abu.
Sebagai gambaran bahwa pada awal tahun
1980 stasiun pembangkit listrik tenaga uap
dengan bahan bakar batubara
(PLTUB) di
226
Jerman menghasilkan emisi Ra ke lingkungan,
dengan rentang aktivitas berkisar dari 200 sampai
2.400 MBq/GWe per tahun. Sekitar 99%
radioaktivitas yang dilepas dari PLTUB berupa
partikel dengan diameter sekitar 10 µm. Laju
82
emisi dari cerobong (stack) PLTUB bergantung
pada jenis batubara yang digunakan dan
karakteristik ketel uap yang menyebabkan faktor
pengayakan radionuklida dalam abu terbang
berbeda dengan perbandingan faktor pengayakan
jenis nuklida (ER) 30 (Gambar 2). ER
(comparation of nuclide specific enrichment
factor) adalah perbandingan antara kadar
radionuklida
dalam
abu
dengan
kadar
radionuklida dalam batubara.
35
210
Po
ER
30
Kadar radionuklida dalam abu terbang
ER = -----------------------------------------------Kadar radionuklida dalam batubara
25
20
15
210
10
238
5
U
226
Ra
Pb
230
Th
2 32
Th
238
U
226
Ra
210
Po
210
Pb
230
Th
232
Th
0
Karakteristik ketel uap 1
1
Karakteristik ketel uap 2
Gambar 2. Perbandingan faktor pengayakan
jenis nuklida (ER) untuk dua PLTUB dengan
beda karakteristik ketel uap[1].
Kadar radionuklida dalam abu terbang yang
dilepaskan dari PLTUB (kadar 226Ra ≤ 300
Bq/kg) diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar
radionuklida atmosferik (238U, 230Th, dan 232Th)
yang dihasilkan dari PLTUB dari daerah
kontinental industri ringan di Braunschweig
(Jerman) lebih tinggi dibandingkan dengan di
daerah pantai non-industri di Skibotn (Norwegia).
Batubara untuk keperluan bahan bakar
dalam industri, transportasi dan rumah tangga.
Dengan menganggap bahwa kadar radionuklida
alam dalam asap (hasil pembakaran batubara)
sama dengan dalam batubara dan 3,5 % batubara
dilepas ke lingkungan sebagai asap, maka
aktivitas lepasan tahunan seluruh dunia akibat
pembakaran batubara untuk keperluan rumah
tangga diperkirakan 0,7 TBq untuk 40K dan 0.3
TBq masing-masing untuk deret 238U dan 232Th
(kecuali gas radon dan thoron) [2]. Data ini 20
kali lebih besar daripada jika dianggap bahwa
kadar radionuklida dalam asap sama dengan abu
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
dan batubara yang dipakai mengandung sekitar
5% abu.
60
Daerah pantai non-industri
(Norwegia)
Kadar radionuklida (Bq/kg)
50
Daerah daratan industri
ringan (Jerman)
40
30
20
10
0
238
1U
230
2Th
232
3Th
Radionuklida
Gambar 3. Dampak lingkungan abu terbang di
atmosfer akibat pengoperasian PLTUB [1].
5. Peat
Peat berupa tanah gemuk yang dipakai
sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi
di beberapa negara Eropa seperti Finlandia,
Swedia dan Skandinavia. Radionuklida alam
dalam peat sama dengan radionuklida alam yang
terkandung dalam batubara, tetapi umumnya
kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan yang
terkandung dalam batubara.
Di Skandinavia peat digunakan sebagai
bahan bakar untuk pembangkit energi. Peat yang
kering mengandung 238U lebih dari 10.000 Bq/kg
dengan faktor pengkayakan uranium dalam abu
per bahan bakar sekitar 20. Laju dosis efektif
tahunan yang berasal dari sumber radiasi peat
umumnya relatif rendah dibandingkan dengan
sumber radiasi fosil lainnya. Menurut laporan
UNSCEAR (1988) diperkirakan dosis efektif
kolektif akibat lepasan radionuklida ke
lingkungan
dari
pengoperasian
sebuah
pembangkit energi listrik dengan bahan bakar
peat adalah 2 man Sv/GW tahun.
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
PABRIKASI
Radionuklida alam yang berasal dari
kegiatan
beberapa
industri
pabrikasi
(manufacturing) diidentifikasi dengan terjadinya
kontaminasi radionuklida dari deret uranium dan
thorium yang menghasilkan penyinaran radiasi
eksterna dan/atau interna (Tabel 3). Hasil
pabrikasi yang tersebar di seluruh dunia, antara
lain lensa foto optik, barang-barang perhiasan,
cat, dan sisa barang-barang logam (besi).
Berkaitan dengan hal tersebut dampak radiasi
terhadap lingkungan dan masyakat tidak dapat
dihindari lagi.
Secara umum pada industri manufaktur
dibedakan dua hal, yaitu :
a. Industri manufaktur yang berkaitan dengan
bahaya radiasi terhadap pekerja oleh zat
radionuklida alamiah dengan komponen
terpadu. Pada kasus ini program pengendalian
terhadap bahaya radiasi tersebut harus
dilakukan secara rutin, misalnya pada
produksi titanium oksida yang menggunakan
ilmenite (226Ra dalam bentuk skala dengan
konsentrasi ≤ 105 Bq/kg) atau produksi cat
menggunakan pasir sirkonium (tingkat laju
dosis radiasi gamma hampir sama dengan
radiasi yang dipancarkan oleh pasir sirkon,
yaitu ≤ 700 nGy/jam.
b. Industri manufaktur dengan penyinaran
potensial pekerja atau pelanggan yang
kemungkinan tingkat radiasinya rendah dan
kadang-kadang komponen tunggal, pada
umumnya kejadiannya eksidental, misalnya
kontaminasi daur ulang emas untuk perhiasan.
Dalam kasus ini relatif sulit untuk melakukan
pengendalian
penyinaran
apabila
pengukurannya dilakukan secara rutin.
EKSTRAKSI DAN PELEBURAN BIJIH
TAMBANG
Pengoperasian dan pengeboran bijih
tambang dapat menghasilkan lepasan radionuklida alam ke lingkungan dalam bentuk :
83
INFORMASI IPTEK
a. Efluen cair dari tambang itu sendiri dan hasil
cucian dari tailing
b. Limbah padat dalam bentuk tailing
c. Lepasan atmosferik partikel debu dan gas
radon.
Sejumlah limbah tambang (tailing) yang
lepas ke lingkungan bervariasi bergantung pada
jenis penambangan. Telah dilaporkan bahwa
tingkat radiasi akibat pengoperasian tambang,
antara lain tambang timah, bauxsite (aluminium),
sphalerite (seng), copper (tembaga), clay (tanah
liat bahan keramik) dan galena (timbal atau timah
hitam) bervariasi. Tingkat radiasi/radioaktivitas
dan dampaknya terhadap lingkungan akibat
pengoperasian dan pengelolaan penambangan
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 serta Gambar 4.
Dampak
radiologi
dari
kegiatan
penambangan bijih
uranium terhadap
lingkungan relatif tinggi dibandingkan dengan
kegiatan penambangan lainnya, misalnya limbah
padat dari dua daerah penambangan di Amerika
Serikat selama 13 tahun yang menghasilkan
200.000 kg larutan uranium yang terdistribusi ke
permukaan tanah. Dari hasil pengukuran ternyata
sekitar 74 TBq radionuklida 226Ra, 232Th, dan
238
U masuk ke dalam air tanah, sehingga dapat
Tabel 3. Kontaminasi radioaktif dalam produk dari industri manufaktur [1].
Produk
Sumber kontaminasi
Besi tua
Bungkahan emas untuk perhiasan
Industri minunan
Eliminator statik
Hasil luruhan 222Rn
Eliminator 210Po
Produksi titanium dioksida
Deret 238U/232Th pada
pelapis pipa
Deret 238U/232Th dalam pasir ZrO2
Zirkonium dalam produksi cat dan
industri keramik
Produksi lensa kamera
Fasilitas perbaikan instrumen
pesawat terbang
Pelapis gelas yang digunakan untuk
lensa fotografik
226
Ra yang dapat memancarkan
cahaya (pada tombol skala
instrumen)
Efek yang mungkin ditimbulkan
Laju dosis pada permukaan (2 mGy/jam)
Kanker kulit
Aktivitas alfa pada lantai dan peralatan
(≤28,7 Bq/cm2
Kontaminasi permukaan ≤ 16 Bq/cm2
(226Ra), ≤ 35,4 Bq/cm2 (228Ra)
210
Po dalam udara di daerah kerja ≤ 430
mBq/m3
Laju penyinaran radiasi-gamma pada
lensa bagian depan (≤ 2 mR/jam)
Laju penyinaran pada berbagai fasilitas (≤
60 mR/jam)
Tabel 4. Dampak ekstraksi bijih tambang dan pengolahan limbah industri[1].
Prosedur operasional
Pengolahan tailing menjadi bijih
timah
Pemurnian thorium
Ekstraksi Fe –Nb dari
pirokhlorida
Daur ulang leburan Sn (timah)
Reklamasi open-pit tambang
dan pengolahan bijih uranium
Lepasan radionuklida alam dari
air yang digunakan oleh
pengoperasian tambang uranium
84
Dampak
Kadar radionuklida
Penyinaran deret uranium dan
thorium kepada para pekerja
Masuknya 220Rn dalam tubuh para
pekerja melalui pernafasan
Limbah cair dan pajanan oleh 222Rn
Penyinaran radiasi gamma
Pemasukan 226Ra dalam tubuh ikan
Kontaminasi air tanah oleh 226Ra
232
Th (37-327 kBq/kg)
Ra (16- 174 kBq/kg)
220
Rn ≤ 19 Bq dalam saluran pernafasan
226
Efluen 226Ra ( sekitar 1.110 Bq/l )
222
Rn (≤ 22 Bq/l ) di daerah kerja
232
Th (333-7.696 Bq/kg) dalam bentuk slag
Laju dosis (23-226 µR/jam)
226
Ra (≤ 259 Bq/kg) pada tulang
226
Ra (3,7-5.6 Bq/l) dalam bentuk efluen
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
Kandungan bijih uranium dalam limbah
cukup besar dan lebih tinggi dibandingkan limbah
industri tambang fosfat yang dihasilkan oleh
industri uranium. Industri tambang fosfat di
Amerika Serikat mengekstraksi sekitar 40% lebih
U3O8 per tahun dibandingkan dengan tambang
uranium. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi
total bijih dari kedua industri tersebut
menghasilkan aktivitas 226Ra sebesar 370
TBq/tahun. Produksi pupuk akan memberikan
hasil samping berupa limbah (lumpur dan
gipsum) yang mengandung kadar 226Ra cukup
tinggi (Gambar 5).
bangunan. Walaupun demikian kandungan
radionuklida alam dalam beberapa tailing cukup
tinggi, misalnya kadar 226Ra dalam niobiumtailing dapat mencapai 46 kBq/kg yang
seharusnya tidak dapat diterima untuk didaur
ulang karena tingkat aktivitasnya sangat tinggi.
15.694
1.101
7.633
10.275
25-30
7.144
13.694
54-187
4.313
1.052
70-568
34
79-128
162-836
3.535-3.623 5.196-5.305 295-317
2.527
3.882
252-295
40
29
80
Berdasarkan data tersebut diperkirakan daur
ulang dari bahan berupa gipsum akan
menghasilkan kadar radionuklida alam (226Ra)
cukup tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
penyinaran ganda pada radiasi terestrial untuk
para pekerja di gudang pabrik penyimpanan
fosfat. Industri peleburan bijih tambang
dihadapkan dengan pengelolaan limbah padat.
Tailing sering dimanfaatkan atau didaur ulang
dalam bentuk bahan-bahan untuk kontruksi
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Laboratorium
2.47
2.5
2.21
2.03
2
1.5
1.17
1
0.86
0.5
0
L o 1k a s i
226
5.128
Pabrik, area filter cooler
2.94
3
Gambar 4. Hasil pengukuran laju dosis efektif
total di kawasan tambang timah di Pulau Bangka[4].
Batuan bahan bangunan
Lumpur
Fosfo gipsum
Superfosfat
Pupuk superfosfat
Makanan ternak
1600
Kadar 226Ra (Bq/kg)
Pasir mineral
Pasir tailing
Pasir zirkon (low
grade)
Pasir zirkon (high
grade)
Pasir ilmenite
Pasir monasit
Tanah (kedalaman 0-5 cm
Tanah (kedalaman 0-20 cm)
Slag
Lumpur
Debu pada filter
cooler
Kadar (Bq/kg)
232
40
Ra
Th
K
375-1.706 252-4.089 68-374
609-1.588 614-2.116
24-50
6112
18.078
1.256
PPBT, area pemisahan timah
Pabrik, area pencetakan timah
Tabel 5 Kadar radionuklida alam di kawasan
tambang timah di Pulau Bangka (Indonesia)[4].
Sampel
PPBT, area penimbunan bijih timah
3.5
Laju dosis efektif total (mSv/tahun)
menimbulkan cemaran radionuklida alam di
sekitar daerah penambangan tersebut.
1200
800
400
0
1
Produk/limbah
Gambar 5. Kadar 226Ra dalam produk komersil
dan limbah yang berasal dari batuan fosfat di
Florida (Amerika Serikat)[1].
PENYINARAN INDOOR
Penyinaran radiasi indoor berasal dari
lepasan gas radon dan laju dosis radiasi gamma
85
INFORMASI IPTEK
dari limbah industri yang didaur ulang dan
biasanya berbentuk bahan-bahan berupa seni
untuk bangunan rumah, misalnya slag yang
diperoleh dari industri tembaga dan gipsum yang
diperoleh dari industri fosfat (Tabel 6). Kadar
radionuklida 226Ra yang terkandung dalam slag
dan gipsum dapat mencapai 2.100 Bq/kg. Abu
terbang yang berasal dari pembakaran batubara
(PLTU batubara) banyak digunakan untuk
campuran bahan bangunan, misalnya untuk
campuran semen (kadar 226Ra dalam semen dapat
mencapai 230 Bq/kg). Bahan bangunan yang
berasal dari bahan-banan tersebut perlu
dipertimbangkan jika akan dipakai sebagai bahan
konstruksi bangunan rumah, karena tingkat
radiasi yang dihasilkan berupa gas radon dan
radiasi gamma memberikan dampak radiologi
yang cukup serius.
Pengukuran kadar gas radon di dalam
gudang penyimpanan bahan bangunan bawah
tanah di Cina mencapai 1.100 Bq/l. Data ini
melebihi rekomendasi yang diberikan oleh IAEA,
yaitu 1.000 Bq/m3. Bangunan lain yang serupa
tetapi menggunakan laju ventilasi sekitar 0,2 liter
per jam dapat menurunkan kadar gas radon dalam
ruangan (≤ 370 Bq/m3). Penyinaran dari gas
radon di dalam ruangan dari mancanegara
diperlihatkan pada Tabel 7.
Dalam kegiatan tambang bawah tanah
penyinaran gas radon dan thoron memberikan
dampak terhadap lingkungan terutama kepada
para pekerja. Pengukuran gas radon dan thoron
dan hasil luruhannya yang berupa partikel
radioaktif dan tambang emas, batubara dan
tembaga telah dilakukan di beberapa negara,
misalnya di India, Inggris, Sweedia, Polandia,
dan Jerman. Hasil pengukuran kadar gas radon
dan thoron di beberapa lokasi tambang bawah
tanah lebih tinggi dibandingkan dengan di
tambang terbuka. Telah diperoleh informasi
bahwa hasil pengukuran kadar gas radon di
tambang bawah tanah berkisar dari 65 Bq/m3
sampai 5.000 Bq/m3, bergantung pada jenis
tambang dan ventilasi udara di dalam
terowongan. Hasil pengukuran kadar gas radon
dan thoron di tambang emas bawah tanah di
86
Pongkor, Jawa Barat masing-masing berkisar dari
18 Bq/m3 sampai 5.040 Bq/m3 untuk gas radon
dan tidak terdeteksi sampai 11.000 Bq/m3.
Perkiraan laju dosis efektif kolektif maksimum
2,4 mSv/tahun untuk gas radon dan 0,03
mSv/tahun untuk gas thoron [5].
Tabel 6. Kadar 226Ra dalam limbah industri yang
didaur ulang sebagai bahan bangunan[1].
Bahan bangunan
Kadar
226
Ra
(Bq/kg)
93-248
Bahan asli
Lumpur merah
(red slime)
Peleburan
aluminium
Slag
PLTU batubara
44-125
Abu batubara
coklat
PLTU batubara
40-227
Fosfogipsum
Industri pupuk
fosfat
259-1.038
Slag fosfor
Industri pupuk
fosfat
160-2.000
Boulder flint,grit
Batuan dari limbah
pertambangan
37-1.870
Slag
Industri tembaga
481-2.097
Tabel 7. Penyinaran gas radon di dalam ruangan
khusus bukan tempat tinggal[1].
Kawasan
Penanaman
jamur
Rumah kolektor mineral
Kadar 222Rn
(Bq/m3)
Keterangan
236-710
Tempat perlindungan
bawah tanah
400-1.148
Lemari kaca yang tertutup (untuk pameran)
Gedung
limbah
174
Ruang kontrol
aselerator
64
Hotel (tempat
rekreasi)
511-1.100
Tempat perlindungan
bawah tanah
Laboratorium
radon
1.230
Pemrosesan dengan
aktivitas 12 GBq/thn
Ruangan
bawah tanah
17-320
Ruangan yang
digunakan pekerja
Berdinding batu
Ruangan dengan penahan radiasi dari beton
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
PENINGKATAN DOSIS EFEKTIF
KOLEKTIF
Pemanfaatan berbagai sumber daya alam
yang berasal dari dalam tanah yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan, bersama dengan jumlah
orang yang mungkin mendapat penyinaran radiasi
alam akan mendapat dampak penyinaran radiasi
kolektif pupolasi global. Sumber radiasi alam
yang penting dan perkiraan laju dosis efektif
total (collective dose equivalent committment atau
CEDEC), yang merupakan penjumlahan laju
dosis efektif penyinaran eksterna radiasi gamma
dan laju dosis efektif penyinaran interna gas
radon pada penduduk dunia selama satu tahun
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perkiraan laju dosis efektif total yang
diterima penduduk dunia[1].
Sumber
radaiasi
Batubara
Minyak bumi
Gas alam
Industri
fosfat
Hasil samping
Produksi energi
Pemakai domestik
Abu terbang
Produksi energi
Produksi energi
Pabrik
Daur ulang, limbah
Laju dosis
efektif total
(man Sv/tahun)
2.000
≤ 40.000
50.000
100
3
10.000
300.000
PENUTUP
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekonologi untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sering melupakan perlunya jaminan
keselamatan lingkungan hidup yang bersih dan
sehat. Sesuai dengan realita alamiah dan
kenyataan kehidupan bangsa yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup, faktor
lingkungan merupakan hal utama untuk
dipertimbangkan bagi terciptanya kesejahteraan
dan keamanan masyarakat generasi sekarang dan
yang akan datang. Pembangunan masyarakat
berwawasan lingkungan pada hakekatnya adalah
pembangunan yang tetap menjaga keserasian
hubungan dinamika antara berbagai kegiatan
pembangunan dengan lingkungan hidup.
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Berdasarkan hal tersebut di atas Badan
Tenaga Nuklir Nasional, khususnya Puslitbang
Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir
(P3KRBiN-BATAN), sesuai dengan tugasnya
telah mampu memberikan jaminan pengendalian
lingkungan akibat kegiatan yang berkaitan
dengan pencemaran lingkungan oleh zat
radioaktif dengan cara melakukan pengawasan
keselamatan lingkungan di tingkat nasional dan
pemantauan tingkat kontaminasi radionuklida
(Pasal 121, No.3, Keputusan Kepala BATAN,
No. 73/KA/IV/1999, Tentang Organisasi dan
Tata Kerja BATAN Serta Balai di Lingkungan
BATAN)[6]. Informasi data yang penulis sajikan
mudah-mudahan dapat memberikan gambaran
dan
perencanaan
yang
terpadu
antara
pengembangan teknologi, pembangunan dan
lingkungan, sehingga kegiatan penggalian dan
pemrosesan sumber daya alam dari dalam tanah
yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran
dan dampak radiologi kepada para pekerja dan
masyarakat dapat ditekan serendah mungkin dan
penanganannya harus dilakukan secara sungguhsungguh jangan sampai menimbulkan risiko
radiasi bagi pekerja dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. STEINHAUSLER,
F.,
Technolocally
Enhanced Natural Radiation and the
Significance of Related Risk, Intern.Conf.
High Levels of Natural Rad., Ramsar, Islamic
Republic of Iran, 3-7 November 1990.
2. UNSCEAR, Exposures from Natural Sources
of Radiation (Annex A), United Nations
Scientific Committee on the Effects of
Atomic Radiation, Report to the General
Assembly, New York–United Nations, 1993.
3. UNSCEAR, Exposures from Natural Sources
of Radiation (Annex A), UNSCEAR, Report
to the General Assembly, New York–United
Nations, 2000.
4. HISWARA,E., dkk, Pengukuran Tingkat
Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di
Daerah Industri Tambang Timah (Bangka),
87
INFORMASI IPTEK
Prosiding PIKRL P3KRBiN, ISSN 08544085, Jakarta, 2-3 September 1998.
Jawa Barat, P3KRBiN-BATAN, Jakarta,
2002.
5. BATAN, Laporan Survei Keselamatan
Radiasi Penyinaran Gas Radon dan Thoron
di Tambang Emas Bawah Tanah di Pongkor,
6. BATAN, Keputusan Kepala BATAN, No.
73/KA/IV/1999 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja BATAN, Jakarta 1999.
Para Pembaca yang budiman,
Buletin ALARA menerima naskah iptek ilmiah populer yang membahas tentang “Keselamatan Radiasi dan
Keselamatan Lingkungan dalam Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
Naskah yang dikirimkan ke Redaksi Buletin ALARA adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Buletin
ALARA dengan melampirkan 1 eksemplar dan disket yang berisi file makalah tersebut. Apabila naskah tersebut
telah pernah dibahas atau dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, harus diberi keterangan mengenai
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa
mengubah isi dan maksud tulisan.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baku dan mengikuti tata cara (format) penulisan suatu
makalah yang benar. Istilah asing dalam naskah harus ditulis miring dan diberi padanan kata Bahasa Indonesia
yang benar. Naskah diketik menggunakan font 11 Times New Romans dengan 1,5 spasi pada kertas ukuran kuarto,
satu muka, margin kiri 3 cm; margin atas, bawah, kanan 2,5 cm. Lebih disukai bila panjang tulisan kira-kira 8 – 17
halaman kuarto. Nama (para) penulis ditulis lengkap disertai dengan keterangan lembaga/fakultas/institut
tempat bekerja dan bidang keahlian (jika ada) pada catatan kaki. Tabel/skema/grafik/ilustrasi dalam
naskah/makalah dibuat sejelas-jelasnya dalam satu file yang sama. Kepustakaan diberi nomor sesuai dengan
pemunculannya dalam naskah/makalah. Ketentuan penulisan kepustakaan adalah,
1.
HATTORI, T., ICHIJI, T., ISHIDA, K., Behavior of radon and its progeny in Japanese office, Radiat. Prot.
Dosim. Vol. 62 (3), pp. 151-155, (1995). (Bila yang diacu jurnal/majalah/prosiding)
2.
NEVISSI, A.E., Methods for detection of radon and radon daughters, In : Indoor radon and its hazards, edited
by D. Bodansky, M.A. Robkin, D.R. Stadler, University of Washington Press, pp. 30 – 41 (1987) (Bila yang diacu
dalam satu buku yang merupakan kumpulan tulisan, seperti Handbook, Ensiklopedi dll).
3.
AFFANDI, Pengukuran radionuklida alam pada bahan bangunan plaster board fosfogipsum dengan
menggunakan spektrometer gamma, Skripsi S-1, Jurusan Fisika FMIPA UI, (1996). (Bila yang diacu
skripsi/thesis)
4.
MARTINA and HARBISON, S.A., An introduction to radiation protection, Chapman and Hall, London, New
York (1986)
Tim Redaksi
Naskah/makalah dapat ditujukan kepada :
Tim Redaksi Buletin ALARA
u.p. Imawan Alfin
P3KRBiN – BATAN
88
•
Jalan Cinere Pasar Jumat, Kawasan PPTN Pasar Jumat Jakarta
Selatan (12440)
•
PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
PENINGKATAN RADIASI ALAM AKIBAT
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
YANG BERASAL DARI DALAM BUMI
Sutarman
Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir – BATAN
•
Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta – 12440
•
PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070
PENDAHULUAN
Pemanfaatan sumber daya alam dari dalam
tanah akan memberikan dampak positif bagi
kehidupan manusia, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Di samping dampak positif
karena memberikan peningkatan kesejahteraan
hidup manusia, di sisi lain dapat pula
memberikan dampak negatif karena dapat
mengakibatkan perubahan ekosistem yang
cenderung mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Masalah lingkungan menjadi serius karena
beberapa kegiatan industri kurang memperhatikan
pembuangan limbah ke lingkungan, sehingga
mengakibatkan terjadinya cemaran lingkungan
dalam bentuk padat, cair dan gas. Beberapa
kegiatan
industri
di
Indonesia
yang
memanfaatkan sumber daya alam kini semakin
berkembang. yang mungkin dapat menimbulkan
dampak radiasi alam, sehingga harus ditangani
secara serius. Hal tersebut tidak lepas dari
pembangunan yang berwawasan lingkungan,
yang mengutamakan prinsip kesehatan dan
keselamatan lingkungan.
Berkaitan dengan radiasi yang mungkin
ditimbulkan oleh kegiatan industri, maka
perhatian yang paling utama ditujukan kepada
keselamatan manusia. Hal ini merupakan prinsip
keselamatan radiasi secara umum dalam bidang
proteksi radiasi. Pengertian radiasi dalam hal ini
adalah radiasi pengion, yaitu suatu radiasi dalam
bentuk gelombang elektromagnetik dan partikel
bermuatan yang karena energinya, apabila
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
menembus bahan atau jaringan biologi (tubuh
manusia) dapat menyebabkan terjadinya proses
ionisasi pada bahan atau jaringan tersebut. Ini
mencakup sinar-X dan sinar-γ, partikel elektron
berenergi tinggi (β- dan β+), partikel α, neutron,
dan ion berat lain termasuk sinar kosmik. Oleh
karena itu setiap kegiatan yang berkaitan dengan
radiasi perlu diketahui tempat di mana seseorang
itu menerima radiasi atau kegiatan apa saja yang
memungkinkan seseorang menerima radiasi.
Dengan demikian seseorang dapat menghindari/
mengurangi
radiasi
yang
diterimanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, besar-kecilnya
radiasi yang diterima seseorang bergantung pada
jarak dari datangnya radiasi, lamanya waktu di
mana kegiatan dilaksanakan, dan besarnya
sumber radiasi.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memberikan informasi mengenai proses
dan data tingkat radioaktvitas/radiasi lingkungan
dari beberapa negara sebagai akibat kegiatan
manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Data tersebut dapat dipakai untuk studi banding
cemaran radiasi lingkungan pemanfaatan sumber
daya alam di Indonesia, baik yang sudah
beroperasi maupun yang sedang dalam
perencanaan.
PRODUKSI ENERGI NON-NUKLIR
Produksi energi dengan menggunakan
bahan bakar non-nuklir yang banyak digunakan
79
INFORMASI IPTEK
antara lain pembangkit energi panas bumi
(geothermal), gas alam, minyak bumi, batubara
dan peat. Semua bahan bakar tersebut dapat
memberikan emisi gas ke atmosfer yang berarti,
karena hasil pembakaran berupa limbah yang
terlepas ke lingkungan. Hasil samping yang
dihasilkan tersebut dapat berbentuk gas, cair dan
padat yang mengandung radionuklida alam
seperti gas radon (222Rn), radium (226Ra), thorium
(228Th), dan uranium (238U), seperti diperlihatkan
pada Tabel 1.
udara di Italia dan Amerika Serikat dapat dilihat
pada Tabel 2.
Dari hasil pengukuran kadar gas radon di
sekitar PLTP di Italia dan Amerika Serikat
tersebut diperkirakan bahwa lepasan rata-rata gas
radon per unit energi pembangkit 150 TBq/GW
tahun akan setara dengan dosis efektif kolektif
2 man Sv/GW tahun, sehingga diperkirakan
produksi tahuan energi listrik oleh panas bumi
sekitar 1,5 GW tahun, sedangkan dosis efektif
Tabel 1 Kadar radionuklida yang terlepas ke lingkungan akibat kegiatan
produksi energi non-nuklir [1].
Jenis produksi
energi
Panas bumi
Gas alam
Minyak bumi
Batubara
(termasuk abu
terbang)
Radionuklida
222
Rn
Ra
238
U, 226Ra, dan
222
Rn
226
238
U, 226Ra, dan
228
Th
Kadar
1961-6031 Bq/l (gas)
7,6-286 Bq/l (efluen) dan 202-1.000 kBq/kg (padat)
238
U : 3,7-366 Bq/kg (padat) dan 0,3-42 Bq/l (efluen)
226
Ra : 30-54 Bq/kg (padat)
222
Rn : 17,1 Bq/l (gas)
238
U : 220 Bq/kg (padat)
226
Ra : 20-220 Bq/kg (padat)
228
Th : 8,1-110 Bq/kg(padat)
1. Panas bumi
Sumber energi panas bumi biasanya dipakai
untuk pembangkit energi listrik. Pengoperasian
pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) telah
banyak dibangun di beberapa negara, seperti di
Islandia, Italia, Rusia, Amerika Serikat, Jepang,
dan Selandia Baru. Indonesia mempunyai PLTP
di beberapa lokasi di P. Jawa (Kamojang, Darajat,
Gunung Salak, dan Dieng). Panas bumi sebagai
sumber panas dipakai untuk menguapkan tandon
air dalam tanah. Limbah yang dilepaskan ke
atmosfer berupa uap air mengandung campuran
gas yang bersifat racun dan radioaktif. Gas yang
bersifat radioaktif tersebut adalah gas radon.
Kadar gas radon yang terkandung dalam uap air
dapat mencapai beberapa puluh kBq/l.
Sejumlah besar gas radon terlepas dari
menara pendingin ke lingkungan dalam orde
ratusan GBq/hari, seperti dilaporkan oleh
UNSCEAR (1993). Besarnya kadar gas radon di
80
tahunan produksi energi panas bumi dunia
mendekati 3 man Sv dan dosis efektif tahunan per
orang sekitar 1 nSv.
Tabel 2. Hasil pemantauan aktivitas gas radon di
sekitar lokasi PLTP di Italia dan Amerika
Serikat[2].
Lokasi/
Negara
Larderello
(Italia)
Plancastagnalo
(Italia)
Bagnore
(Italia)
Geysers (A.S)
Daya
Aktivitas
Listrik
(TBq)
(MW)
Ket.
400
110
1 unit
15
7,0
1 unit
3
1,5
1 unit
502
21
11 unit
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
Kebocoran pada sistem pipa penyalur uap
kemungkinan dapat memberikan kontribusi gas
radon cukup tinggi ke lingkungan. Oleh karena
itu perlu dilakukan pemantauan gas radon secara
rutin di sekitar PLTP.
2. Gas alam
Gas alam yang berasal dari dalam bumi
berupa gas methan, LNG (liquefied natural gas),
dan LPG (liquefied petroleum gas), banyak
digunakan sebagai bahan bakar. Gas alam selain
digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik
untuk industri dan transportasi, juga banyak
dimanfaatkan untuk keperluan domestik (rumah
tangga), misalnya untuk memasak dan
penghangat ruangan. Produksi gas alam dunia per
tahun sekitar 1012 m3.
Gas alam mengandung gas radon dalam
jumlah yang besar dan kadarnya bervariasi
bergantung pada laju konsumsi yang dibutuhkan,
misalnya di Jerman berdasarkan gas alam yang
dikonsumsi per tahun dapat melepaskan gas
radon ke lingkungan sekitar 10 TBq. Sedangkan
di Amerika Serikat kadar gas radon rata-rata
dalam berbagai kondisi
dapat dilihat pada
Gambar 1.
10
9
8
Kadar 222Rn (Bq/l)
7
Pusat sumber
daerah distribusi
LPG
Dalam gas methan
6
5
4
3
2
1
0
Sumber
1 radiasi
Gambar 1. Kadar gas radon rata-rata dalam gas
alam di Amerika Serikat [1].
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Menurut laporan UNSCEAR (1993),
pemakaian gas alam 2×109 m3 dibakar untuk
menghasilkan energi listrik sebesar 1 GW tahun
yang dapat menyebarkan gas radon ke lingkungan
sebesar 2 TBq yang setara dengan dosis efektif
kolektif 0,03 man Sv/GW tahun. Jika dianggap
15% dari produksi gas alam dunia, maka akan
memberikan dosis efektif kolektif per tahun
sekitar 3 man Sv [2].
Anak luruh gas radon (210Pb dan 210Po) juga
akan terendapkan pada pipa-pipa gas dan hal ini
merupakan kontaminasi permukaan yang
kadarnya dapat mencapai lebih dari 85 Bq/g.
Pemeriksaan kontaminasi permukaan pada
peralatan yang digunakan menunjukkan adanya
laju dosis radiasi gamma lebih dari 80 µSv/jam.
Kontaminasi radionuklida alam umumnya terjadi
di dalam pipa dan klep saluran uap yang menuju
turbin. Laju dosis radiasi gamma dapat mencapai
50 µSv/jam, dan terjadi terutama pada permukaan
tangki penyimpanan air [1].
3. Minyak bumi
Minyak bumi atau disebut petroleum atau
rock oil atau sering disebut minyak (oil), dalam
jumlah besar dapat dipakai sebagai bahan untuk
pembangkit listrik yang dapat dimanfaatkan
dalam industri. Di samping itu minyak juga
digunakan untuk bahan bakar transportasi dan
keperluan rumah tangga (masak, penghangat dan
penerangan ruangan). Hampir 3×1012 kg minyak
mentah (crude oil) per tahun dihasilkan di seluruh
dunia. Minyak yang dipakai untuk pembangkit
energi listrik sekitar 2×109 kg untuk
menghasilkan daya 1 GW. Menurut laporan
UNSCEAR (1988), sejumlah radionuklida alam
yang terlepas ke lingkungan dari pengoperasian
pusat listrik tenaga minyak sama seperti pada
pusat listrik tenaga batubara, diperkirakan
menghasilkan dosis efektif kolektif sekitar
0,5 man Sv/GW tahun ke lingkungan.
Jika dianggap bahwa 15% dari produksi
minyak mentah dunia di bakar untuk pembangkit
energi listrik, maka diperkirakan dosis efektif
81
INFORMASI IPTEK
kolektif per tahun adalah 50 man Sv yang setara
dengan dosis efektif per orang tahunan sebesar 10
nSv. Hal tersebut terjadi karena pembakaran
bahan bakar minyak untuk berbagai keperluan
baik untuk pembangkit energi listrik, industri dan
rumah tangga akan melepaskan radionuklida
alam seperti 238U beserta anak luruhnya ke
lingkungan (Tabel 1).
Batuan sedimen yang mengandung kerogen
biasa digunakan untuk menghasilkan oil shale
sintentis. Sejumlah bahan mentah dan partikel
shale oil akan terlepas ke atmosfer selama
penambangan dan pengolan dilaksanakan.
Kegiatan tersebut akan memberikan dampak
radiologi terhadap masyarakat sekitar lokasi
kegiatan, karena shale oil mengandung uranium
sekitar 2,5 kali lebih besar dari pada batubara.
Dampak radiologi terhadap manusia yang
kemungkinan terjadi dapat melalui pernafasan
dan penelanan. Proses pemurnian radionuklida
alam dari serpihan yang dikeluarkan (kadar 226Ra
≤ 42 Bq/l) yang berpotensi mengontaminasi air
tanah, dan gas radon yang terlepas ke lingkungan
≤ 18 Bq/l.
4. Batubara
Batubara adalah bahan bakar energi nonnuklir yang dapat memberi kontribusi terbesar
pencemaran lingkungan oleh radionuklida alam
sehingga akan memberikan dampak radiologi
pada manusia dan lingkungan cukup besar.
Batubara yang dibakar dalam tungku pemanas
pada suhu 1.700°C yang dipakai untuk
menguapkan air pada pembangkit listrik akan
melepaskan sejumlah radionuklida seperti 238U,
232
Th beserta anak luruhnya dan 40K dalam abu.
Sebagai gambaran bahwa pada awal tahun
1980 stasiun pembangkit listrik tenaga uap
dengan bahan bakar batubara
(PLTUB) di
226
Jerman menghasilkan emisi Ra ke lingkungan,
dengan rentang aktivitas berkisar dari 200 sampai
2.400 MBq/GWe per tahun. Sekitar 99%
radioaktivitas yang dilepas dari PLTUB berupa
partikel dengan diameter sekitar 10 µm. Laju
82
emisi dari cerobong (stack) PLTUB bergantung
pada jenis batubara yang digunakan dan
karakteristik ketel uap yang menyebabkan faktor
pengayakan radionuklida dalam abu terbang
berbeda dengan perbandingan faktor pengayakan
jenis nuklida (ER) 30 (Gambar 2). ER
(comparation of nuclide specific enrichment
factor) adalah perbandingan antara kadar
radionuklida
dalam
abu
dengan
kadar
radionuklida dalam batubara.
35
210
Po
ER
30
Kadar radionuklida dalam abu terbang
ER = -----------------------------------------------Kadar radionuklida dalam batubara
25
20
15
210
10
238
5
U
226
Ra
Pb
230
Th
2 32
Th
238
U
226
Ra
210
Po
210
Pb
230
Th
232
Th
0
Karakteristik ketel uap 1
1
Karakteristik ketel uap 2
Gambar 2. Perbandingan faktor pengayakan
jenis nuklida (ER) untuk dua PLTUB dengan
beda karakteristik ketel uap[1].
Kadar radionuklida dalam abu terbang yang
dilepaskan dari PLTUB (kadar 226Ra ≤ 300
Bq/kg) diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar
radionuklida atmosferik (238U, 230Th, dan 232Th)
yang dihasilkan dari PLTUB dari daerah
kontinental industri ringan di Braunschweig
(Jerman) lebih tinggi dibandingkan dengan di
daerah pantai non-industri di Skibotn (Norwegia).
Batubara untuk keperluan bahan bakar
dalam industri, transportasi dan rumah tangga.
Dengan menganggap bahwa kadar radionuklida
alam dalam asap (hasil pembakaran batubara)
sama dengan dalam batubara dan 3,5 % batubara
dilepas ke lingkungan sebagai asap, maka
aktivitas lepasan tahunan seluruh dunia akibat
pembakaran batubara untuk keperluan rumah
tangga diperkirakan 0,7 TBq untuk 40K dan 0.3
TBq masing-masing untuk deret 238U dan 232Th
(kecuali gas radon dan thoron) [2]. Data ini 20
kali lebih besar daripada jika dianggap bahwa
kadar radionuklida dalam asap sama dengan abu
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
dan batubara yang dipakai mengandung sekitar
5% abu.
60
Daerah pantai non-industri
(Norwegia)
Kadar radionuklida (Bq/kg)
50
Daerah daratan industri
ringan (Jerman)
40
30
20
10
0
238
1U
230
2Th
232
3Th
Radionuklida
Gambar 3. Dampak lingkungan abu terbang di
atmosfer akibat pengoperasian PLTUB [1].
5. Peat
Peat berupa tanah gemuk yang dipakai
sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi
di beberapa negara Eropa seperti Finlandia,
Swedia dan Skandinavia. Radionuklida alam
dalam peat sama dengan radionuklida alam yang
terkandung dalam batubara, tetapi umumnya
kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan yang
terkandung dalam batubara.
Di Skandinavia peat digunakan sebagai
bahan bakar untuk pembangkit energi. Peat yang
kering mengandung 238U lebih dari 10.000 Bq/kg
dengan faktor pengkayakan uranium dalam abu
per bahan bakar sekitar 20. Laju dosis efektif
tahunan yang berasal dari sumber radiasi peat
umumnya relatif rendah dibandingkan dengan
sumber radiasi fosil lainnya. Menurut laporan
UNSCEAR (1988) diperkirakan dosis efektif
kolektif akibat lepasan radionuklida ke
lingkungan
dari
pengoperasian
sebuah
pembangkit energi listrik dengan bahan bakar
peat adalah 2 man Sv/GW tahun.
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
PABRIKASI
Radionuklida alam yang berasal dari
kegiatan
beberapa
industri
pabrikasi
(manufacturing) diidentifikasi dengan terjadinya
kontaminasi radionuklida dari deret uranium dan
thorium yang menghasilkan penyinaran radiasi
eksterna dan/atau interna (Tabel 3). Hasil
pabrikasi yang tersebar di seluruh dunia, antara
lain lensa foto optik, barang-barang perhiasan,
cat, dan sisa barang-barang logam (besi).
Berkaitan dengan hal tersebut dampak radiasi
terhadap lingkungan dan masyakat tidak dapat
dihindari lagi.
Secara umum pada industri manufaktur
dibedakan dua hal, yaitu :
a. Industri manufaktur yang berkaitan dengan
bahaya radiasi terhadap pekerja oleh zat
radionuklida alamiah dengan komponen
terpadu. Pada kasus ini program pengendalian
terhadap bahaya radiasi tersebut harus
dilakukan secara rutin, misalnya pada
produksi titanium oksida yang menggunakan
ilmenite (226Ra dalam bentuk skala dengan
konsentrasi ≤ 105 Bq/kg) atau produksi cat
menggunakan pasir sirkonium (tingkat laju
dosis radiasi gamma hampir sama dengan
radiasi yang dipancarkan oleh pasir sirkon,
yaitu ≤ 700 nGy/jam.
b. Industri manufaktur dengan penyinaran
potensial pekerja atau pelanggan yang
kemungkinan tingkat radiasinya rendah dan
kadang-kadang komponen tunggal, pada
umumnya kejadiannya eksidental, misalnya
kontaminasi daur ulang emas untuk perhiasan.
Dalam kasus ini relatif sulit untuk melakukan
pengendalian
penyinaran
apabila
pengukurannya dilakukan secara rutin.
EKSTRAKSI DAN PELEBURAN BIJIH
TAMBANG
Pengoperasian dan pengeboran bijih
tambang dapat menghasilkan lepasan radionuklida alam ke lingkungan dalam bentuk :
83
INFORMASI IPTEK
a. Efluen cair dari tambang itu sendiri dan hasil
cucian dari tailing
b. Limbah padat dalam bentuk tailing
c. Lepasan atmosferik partikel debu dan gas
radon.
Sejumlah limbah tambang (tailing) yang
lepas ke lingkungan bervariasi bergantung pada
jenis penambangan. Telah dilaporkan bahwa
tingkat radiasi akibat pengoperasian tambang,
antara lain tambang timah, bauxsite (aluminium),
sphalerite (seng), copper (tembaga), clay (tanah
liat bahan keramik) dan galena (timbal atau timah
hitam) bervariasi. Tingkat radiasi/radioaktivitas
dan dampaknya terhadap lingkungan akibat
pengoperasian dan pengelolaan penambangan
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 serta Gambar 4.
Dampak
radiologi
dari
kegiatan
penambangan bijih
uranium terhadap
lingkungan relatif tinggi dibandingkan dengan
kegiatan penambangan lainnya, misalnya limbah
padat dari dua daerah penambangan di Amerika
Serikat selama 13 tahun yang menghasilkan
200.000 kg larutan uranium yang terdistribusi ke
permukaan tanah. Dari hasil pengukuran ternyata
sekitar 74 TBq radionuklida 226Ra, 232Th, dan
238
U masuk ke dalam air tanah, sehingga dapat
Tabel 3. Kontaminasi radioaktif dalam produk dari industri manufaktur [1].
Produk
Sumber kontaminasi
Besi tua
Bungkahan emas untuk perhiasan
Industri minunan
Eliminator statik
Hasil luruhan 222Rn
Eliminator 210Po
Produksi titanium dioksida
Deret 238U/232Th pada
pelapis pipa
Deret 238U/232Th dalam pasir ZrO2
Zirkonium dalam produksi cat dan
industri keramik
Produksi lensa kamera
Fasilitas perbaikan instrumen
pesawat terbang
Pelapis gelas yang digunakan untuk
lensa fotografik
226
Ra yang dapat memancarkan
cahaya (pada tombol skala
instrumen)
Efek yang mungkin ditimbulkan
Laju dosis pada permukaan (2 mGy/jam)
Kanker kulit
Aktivitas alfa pada lantai dan peralatan
(≤28,7 Bq/cm2
Kontaminasi permukaan ≤ 16 Bq/cm2
(226Ra), ≤ 35,4 Bq/cm2 (228Ra)
210
Po dalam udara di daerah kerja ≤ 430
mBq/m3
Laju penyinaran radiasi-gamma pada
lensa bagian depan (≤ 2 mR/jam)
Laju penyinaran pada berbagai fasilitas (≤
60 mR/jam)
Tabel 4. Dampak ekstraksi bijih tambang dan pengolahan limbah industri[1].
Prosedur operasional
Pengolahan tailing menjadi bijih
timah
Pemurnian thorium
Ekstraksi Fe –Nb dari
pirokhlorida
Daur ulang leburan Sn (timah)
Reklamasi open-pit tambang
dan pengolahan bijih uranium
Lepasan radionuklida alam dari
air yang digunakan oleh
pengoperasian tambang uranium
84
Dampak
Kadar radionuklida
Penyinaran deret uranium dan
thorium kepada para pekerja
Masuknya 220Rn dalam tubuh para
pekerja melalui pernafasan
Limbah cair dan pajanan oleh 222Rn
Penyinaran radiasi gamma
Pemasukan 226Ra dalam tubuh ikan
Kontaminasi air tanah oleh 226Ra
232
Th (37-327 kBq/kg)
Ra (16- 174 kBq/kg)
220
Rn ≤ 19 Bq dalam saluran pernafasan
226
Efluen 226Ra ( sekitar 1.110 Bq/l )
222
Rn (≤ 22 Bq/l ) di daerah kerja
232
Th (333-7.696 Bq/kg) dalam bentuk slag
Laju dosis (23-226 µR/jam)
226
Ra (≤ 259 Bq/kg) pada tulang
226
Ra (3,7-5.6 Bq/l) dalam bentuk efluen
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
Kandungan bijih uranium dalam limbah
cukup besar dan lebih tinggi dibandingkan limbah
industri tambang fosfat yang dihasilkan oleh
industri uranium. Industri tambang fosfat di
Amerika Serikat mengekstraksi sekitar 40% lebih
U3O8 per tahun dibandingkan dengan tambang
uranium. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi
total bijih dari kedua industri tersebut
menghasilkan aktivitas 226Ra sebesar 370
TBq/tahun. Produksi pupuk akan memberikan
hasil samping berupa limbah (lumpur dan
gipsum) yang mengandung kadar 226Ra cukup
tinggi (Gambar 5).
bangunan. Walaupun demikian kandungan
radionuklida alam dalam beberapa tailing cukup
tinggi, misalnya kadar 226Ra dalam niobiumtailing dapat mencapai 46 kBq/kg yang
seharusnya tidak dapat diterima untuk didaur
ulang karena tingkat aktivitasnya sangat tinggi.
15.694
1.101
7.633
10.275
25-30
7.144
13.694
54-187
4.313
1.052
70-568
34
79-128
162-836
3.535-3.623 5.196-5.305 295-317
2.527
3.882
252-295
40
29
80
Berdasarkan data tersebut diperkirakan daur
ulang dari bahan berupa gipsum akan
menghasilkan kadar radionuklida alam (226Ra)
cukup tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
penyinaran ganda pada radiasi terestrial untuk
para pekerja di gudang pabrik penyimpanan
fosfat. Industri peleburan bijih tambang
dihadapkan dengan pengelolaan limbah padat.
Tailing sering dimanfaatkan atau didaur ulang
dalam bentuk bahan-bahan untuk kontruksi
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Laboratorium
2.47
2.5
2.21
2.03
2
1.5
1.17
1
0.86
0.5
0
L o 1k a s i
226
5.128
Pabrik, area filter cooler
2.94
3
Gambar 4. Hasil pengukuran laju dosis efektif
total di kawasan tambang timah di Pulau Bangka[4].
Batuan bahan bangunan
Lumpur
Fosfo gipsum
Superfosfat
Pupuk superfosfat
Makanan ternak
1600
Kadar 226Ra (Bq/kg)
Pasir mineral
Pasir tailing
Pasir zirkon (low
grade)
Pasir zirkon (high
grade)
Pasir ilmenite
Pasir monasit
Tanah (kedalaman 0-5 cm
Tanah (kedalaman 0-20 cm)
Slag
Lumpur
Debu pada filter
cooler
Kadar (Bq/kg)
232
40
Ra
Th
K
375-1.706 252-4.089 68-374
609-1.588 614-2.116
24-50
6112
18.078
1.256
PPBT, area pemisahan timah
Pabrik, area pencetakan timah
Tabel 5 Kadar radionuklida alam di kawasan
tambang timah di Pulau Bangka (Indonesia)[4].
Sampel
PPBT, area penimbunan bijih timah
3.5
Laju dosis efektif total (mSv/tahun)
menimbulkan cemaran radionuklida alam di
sekitar daerah penambangan tersebut.
1200
800
400
0
1
Produk/limbah
Gambar 5. Kadar 226Ra dalam produk komersil
dan limbah yang berasal dari batuan fosfat di
Florida (Amerika Serikat)[1].
PENYINARAN INDOOR
Penyinaran radiasi indoor berasal dari
lepasan gas radon dan laju dosis radiasi gamma
85
INFORMASI IPTEK
dari limbah industri yang didaur ulang dan
biasanya berbentuk bahan-bahan berupa seni
untuk bangunan rumah, misalnya slag yang
diperoleh dari industri tembaga dan gipsum yang
diperoleh dari industri fosfat (Tabel 6). Kadar
radionuklida 226Ra yang terkandung dalam slag
dan gipsum dapat mencapai 2.100 Bq/kg. Abu
terbang yang berasal dari pembakaran batubara
(PLTU batubara) banyak digunakan untuk
campuran bahan bangunan, misalnya untuk
campuran semen (kadar 226Ra dalam semen dapat
mencapai 230 Bq/kg). Bahan bangunan yang
berasal dari bahan-banan tersebut perlu
dipertimbangkan jika akan dipakai sebagai bahan
konstruksi bangunan rumah, karena tingkat
radiasi yang dihasilkan berupa gas radon dan
radiasi gamma memberikan dampak radiologi
yang cukup serius.
Pengukuran kadar gas radon di dalam
gudang penyimpanan bahan bangunan bawah
tanah di Cina mencapai 1.100 Bq/l. Data ini
melebihi rekomendasi yang diberikan oleh IAEA,
yaitu 1.000 Bq/m3. Bangunan lain yang serupa
tetapi menggunakan laju ventilasi sekitar 0,2 liter
per jam dapat menurunkan kadar gas radon dalam
ruangan (≤ 370 Bq/m3). Penyinaran dari gas
radon di dalam ruangan dari mancanegara
diperlihatkan pada Tabel 7.
Dalam kegiatan tambang bawah tanah
penyinaran gas radon dan thoron memberikan
dampak terhadap lingkungan terutama kepada
para pekerja. Pengukuran gas radon dan thoron
dan hasil luruhannya yang berupa partikel
radioaktif dan tambang emas, batubara dan
tembaga telah dilakukan di beberapa negara,
misalnya di India, Inggris, Sweedia, Polandia,
dan Jerman. Hasil pengukuran kadar gas radon
dan thoron di beberapa lokasi tambang bawah
tanah lebih tinggi dibandingkan dengan di
tambang terbuka. Telah diperoleh informasi
bahwa hasil pengukuran kadar gas radon di
tambang bawah tanah berkisar dari 65 Bq/m3
sampai 5.000 Bq/m3, bergantung pada jenis
tambang dan ventilasi udara di dalam
terowongan. Hasil pengukuran kadar gas radon
dan thoron di tambang emas bawah tanah di
86
Pongkor, Jawa Barat masing-masing berkisar dari
18 Bq/m3 sampai 5.040 Bq/m3 untuk gas radon
dan tidak terdeteksi sampai 11.000 Bq/m3.
Perkiraan laju dosis efektif kolektif maksimum
2,4 mSv/tahun untuk gas radon dan 0,03
mSv/tahun untuk gas thoron [5].
Tabel 6. Kadar 226Ra dalam limbah industri yang
didaur ulang sebagai bahan bangunan[1].
Bahan bangunan
Kadar
226
Ra
(Bq/kg)
93-248
Bahan asli
Lumpur merah
(red slime)
Peleburan
aluminium
Slag
PLTU batubara
44-125
Abu batubara
coklat
PLTU batubara
40-227
Fosfogipsum
Industri pupuk
fosfat
259-1.038
Slag fosfor
Industri pupuk
fosfat
160-2.000
Boulder flint,grit
Batuan dari limbah
pertambangan
37-1.870
Slag
Industri tembaga
481-2.097
Tabel 7. Penyinaran gas radon di dalam ruangan
khusus bukan tempat tinggal[1].
Kawasan
Penanaman
jamur
Rumah kolektor mineral
Kadar 222Rn
(Bq/m3)
Keterangan
236-710
Tempat perlindungan
bawah tanah
400-1.148
Lemari kaca yang tertutup (untuk pameran)
Gedung
limbah
174
Ruang kontrol
aselerator
64
Hotel (tempat
rekreasi)
511-1.100
Tempat perlindungan
bawah tanah
Laboratorium
radon
1.230
Pemrosesan dengan
aktivitas 12 GBq/thn
Ruangan
bawah tanah
17-320
Ruangan yang
digunakan pekerja
Berdinding batu
Ruangan dengan penahan radiasi dari beton
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88
INFORMASI IPTEK
PENINGKATAN DOSIS EFEKTIF
KOLEKTIF
Pemanfaatan berbagai sumber daya alam
yang berasal dari dalam tanah yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan, bersama dengan jumlah
orang yang mungkin mendapat penyinaran radiasi
alam akan mendapat dampak penyinaran radiasi
kolektif pupolasi global. Sumber radiasi alam
yang penting dan perkiraan laju dosis efektif
total (collective dose equivalent committment atau
CEDEC), yang merupakan penjumlahan laju
dosis efektif penyinaran eksterna radiasi gamma
dan laju dosis efektif penyinaran interna gas
radon pada penduduk dunia selama satu tahun
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perkiraan laju dosis efektif total yang
diterima penduduk dunia[1].
Sumber
radaiasi
Batubara
Minyak bumi
Gas alam
Industri
fosfat
Hasil samping
Produksi energi
Pemakai domestik
Abu terbang
Produksi energi
Produksi energi
Pabrik
Daur ulang, limbah
Laju dosis
efektif total
(man Sv/tahun)
2.000
≤ 40.000
50.000
100
3
10.000
300.000
PENUTUP
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekonologi untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat sering melupakan perlunya jaminan
keselamatan lingkungan hidup yang bersih dan
sehat. Sesuai dengan realita alamiah dan
kenyataan kehidupan bangsa yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup, faktor
lingkungan merupakan hal utama untuk
dipertimbangkan bagi terciptanya kesejahteraan
dan keamanan masyarakat generasi sekarang dan
yang akan datang. Pembangunan masyarakat
berwawasan lingkungan pada hakekatnya adalah
pembangunan yang tetap menjaga keserasian
hubungan dinamika antara berbagai kegiatan
pembangunan dengan lingkungan hidup.
Peningkatan radiasi alam akibat pemanfaatan
sumber daya alam yang berasal dari dalam bumi (Sutarman)
Berdasarkan hal tersebut di atas Badan
Tenaga Nuklir Nasional, khususnya Puslitbang
Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir
(P3KRBiN-BATAN), sesuai dengan tugasnya
telah mampu memberikan jaminan pengendalian
lingkungan akibat kegiatan yang berkaitan
dengan pencemaran lingkungan oleh zat
radioaktif dengan cara melakukan pengawasan
keselamatan lingkungan di tingkat nasional dan
pemantauan tingkat kontaminasi radionuklida
(Pasal 121, No.3, Keputusan Kepala BATAN,
No. 73/KA/IV/1999, Tentang Organisasi dan
Tata Kerja BATAN Serta Balai di Lingkungan
BATAN)[6]. Informasi data yang penulis sajikan
mudah-mudahan dapat memberikan gambaran
dan
perencanaan
yang
terpadu
antara
pengembangan teknologi, pembangunan dan
lingkungan, sehingga kegiatan penggalian dan
pemrosesan sumber daya alam dari dalam tanah
yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran
dan dampak radiologi kepada para pekerja dan
masyarakat dapat ditekan serendah mungkin dan
penanganannya harus dilakukan secara sungguhsungguh jangan sampai menimbulkan risiko
radiasi bagi pekerja dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. STEINHAUSLER,
F.,
Technolocally
Enhanced Natural Radiation and the
Significance of Related Risk, Intern.Conf.
High Levels of Natural Rad., Ramsar, Islamic
Republic of Iran, 3-7 November 1990.
2. UNSCEAR, Exposures from Natural Sources
of Radiation (Annex A), United Nations
Scientific Committee on the Effects of
Atomic Radiation, Report to the General
Assembly, New York–United Nations, 1993.
3. UNSCEAR, Exposures from Natural Sources
of Radiation (Annex A), UNSCEAR, Report
to the General Assembly, New York–United
Nations, 2000.
4. HISWARA,E., dkk, Pengukuran Tingkat
Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan di
Daerah Industri Tambang Timah (Bangka),
87
INFORMASI IPTEK
Prosiding PIKRL P3KRBiN, ISSN 08544085, Jakarta, 2-3 September 1998.
Jawa Barat, P3KRBiN-BATAN, Jakarta,
2002.
5. BATAN, Laporan Survei Keselamatan
Radiasi Penyinaran Gas Radon dan Thoron
di Tambang Emas Bawah Tanah di Pongkor,
6. BATAN, Keputusan Kepala BATAN, No.
73/KA/IV/1999 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja BATAN, Jakarta 1999.
Para Pembaca yang budiman,
Buletin ALARA menerima naskah iptek ilmiah populer yang membahas tentang “Keselamatan Radiasi dan
Keselamatan Lingkungan dalam Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
Naskah yang dikirimkan ke Redaksi Buletin ALARA adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Buletin
ALARA dengan melampirkan 1 eksemplar dan disket yang berisi file makalah tersebut. Apabila naskah tersebut
telah pernah dibahas atau dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, harus diberi keterangan mengenai
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa
mengubah isi dan maksud tulisan.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baku dan mengikuti tata cara (format) penulisan suatu
makalah yang benar. Istilah asing dalam naskah harus ditulis miring dan diberi padanan kata Bahasa Indonesia
yang benar. Naskah diketik menggunakan font 11 Times New Romans dengan 1,5 spasi pada kertas ukuran kuarto,
satu muka, margin kiri 3 cm; margin atas, bawah, kanan 2,5 cm. Lebih disukai bila panjang tulisan kira-kira 8 – 17
halaman kuarto. Nama (para) penulis ditulis lengkap disertai dengan keterangan lembaga/fakultas/institut
tempat bekerja dan bidang keahlian (jika ada) pada catatan kaki. Tabel/skema/grafik/ilustrasi dalam
naskah/makalah dibuat sejelas-jelasnya dalam satu file yang sama. Kepustakaan diberi nomor sesuai dengan
pemunculannya dalam naskah/makalah. Ketentuan penulisan kepustakaan adalah,
1.
HATTORI, T., ICHIJI, T., ISHIDA, K., Behavior of radon and its progeny in Japanese office, Radiat. Prot.
Dosim. Vol. 62 (3), pp. 151-155, (1995). (Bila yang diacu jurnal/majalah/prosiding)
2.
NEVISSI, A.E., Methods for detection of radon and radon daughters, In : Indoor radon and its hazards, edited
by D. Bodansky, M.A. Robkin, D.R. Stadler, University of Washington Press, pp. 30 – 41 (1987) (Bila yang diacu
dalam satu buku yang merupakan kumpulan tulisan, seperti Handbook, Ensiklopedi dll).
3.
AFFANDI, Pengukuran radionuklida alam pada bahan bangunan plaster board fosfogipsum dengan
menggunakan spektrometer gamma, Skripsi S-1, Jurusan Fisika FMIPA UI, (1996). (Bila yang diacu
skripsi/thesis)
4.
MARTINA and HARBISON, S.A., An introduction to radiation protection, Chapman and Hall, London, New
York (1986)
Tim Redaksi
Naskah/makalah dapat ditujukan kepada :
Tim Redaksi Buletin ALARA
u.p. Imawan Alfin
P3KRBiN – BATAN
88
•
Jalan Cinere Pasar Jumat, Kawasan PPTN Pasar Jumat Jakarta
Selatan (12440)
•
PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070
Buletin Alara, Volume 5 Nomor 2&3, April 2004, 79– 88