PEMBINAAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PEMUNG

PEMBINAAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PEMUNGUTAN
RETRIBUSI DAERAH

1

PEMBINAAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PEMUNGUTAN
RETRIBUSI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. KEBIJAKAN UMUM PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota dan
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota tersebut
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan. Dari ketentuan tersebut
menunjukkan bahwa UUD 1945 memiliki semangat pemberlakuan
asas desentralisasi dan otonomi daerah untuk memperkuat dan
memberdayakan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan rakyat di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan cara memberikan hak dan kewajiban
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut juga
ditentukan bahwa susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dalam rangka
mengimplementasikan ketentuan UUD 1945 tersebut, maka
dibentuklah perangkat peraturan pelaksanaannya dalam bentuk
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah untuk keduakalinya dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
2

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan
dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai

dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan
Negara.
Kebijakan Desentralisasi yang efektif dilaksanakan sejak
tahun 2001 pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan bagi
Pemerintahan Daerah untuk memberikan alternatif pemecahan
secara inovatif dalam menghadapi tantangan yang dihadapi.
Pemerintah Daerah dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih
besar terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik serta
meningkatkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan.
Desentralisasi dapat diartikan penyerahan atau pengakuan
hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri,
dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu
kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk
partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan
ciri dari negara demokrasi. Desentralisasi adalah pendelegasian
wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan pada level
bawah pada suatu organisasi . Ten Berge mengartikan
desentralisasi sebagai suatu penyerahan atau pengakuan hak
(mengenai keadaan yang telah dinyatakan) atas kewenangan untuk

pengaturan dan pemerintahan dan badan–badan hukum publik yang
rendahan atau organ–organ dalam hal mana ini diberi kesempatan
untuk melakukan suatu kebijaksanaan sendiri. Istilah otonomi lebih
cenderung pada Political Aspect (aspek politik–kekuasaan negara),
sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administrative
aspect (aspek administrasi negara). Namun jika dilihat dari konteks
pembagian kewenangan dalam prakteknya, kedua istilah tersebut
mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.
Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah tentu akan
menyangkut pertanyaan seberapa wewenang yang akan diberikan
3

kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan, demikian sebaliknya.
Pembagian kewenangan secara vertikal yang melahirkan
daerah otonom tersebut tentunya tidak lepas sebagai sarana untuk
mempermudah atau mempercepat terwujudnya kesejahteraan.
Menurut beberapa pendapat, pembentukan daerah otonom
bertujuan :
1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang

masalah– masalah kecil pada tingkat lokal serta memberikan
peluang untuk koordinasi pada tingkat lokal;
2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam
kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada
tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari kontribusi
kegiatan mereka itu;
3. Penyusunan Program – program untuk perbaikan sosial ekonomi
pada tingkat lokal sehingga lebih realistis;
4. Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri (Self
Goverment);
5. Pembinaan Kesatuan Nasional.
Ada juga yang berpendapat bahwa pembentukan daerah otonom
juga didasarkan adanya kemungkinan :
1. Pemanfaatan sebesar – besarnya potensi daerah sendiri;
2. Untuk memusatkan masyarakat didaerah–daerah karena aspirasi
dan kehendaknya terpenuhi;
3. Masyarakat setempat lebih banyak ikut serta didalam memikirkan
masalah – masalah pemerintahan, jadi lebih cocok dengan
susunan pemerintahan yang demokratis;
4. Pembangunan didaerah–daerah akan lebih pesat, karena tiap tiap

daerah akan berusaha untuk menciptakan kebanggaannya sendiri.
Berdasarkan pendapat tersebut nampak bahwa otonomi
daerah sangat berkaitan dengan demokrasi, kesejahteraan rakyat,
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.

4

Dalam usaha untuk mewujudkan tujuan Negara,
desentralisasi sebagaimana yang diatur dalam Undang–undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek–aspek
hubungan antar susunan pemeritahan dan antar pemerintahan
daerah, potensi dan keanegkaragaman daerah, peluang dan
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang

seluas–luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi darah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan daerah .
Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka
sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan
PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga
utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh
karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan
peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga
akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan
semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan
penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas
dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan
pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber
penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan
daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah
pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.

5

Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua daerah memiliki
kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan
potensi daerah yang dimiliki akan semakin maju yang mana
tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensi yang
kurang. Kiranya dengan asas ini pemerintah perlu memberikan jalan
keluar agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang
secara merata.
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak.
Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :
a.

Pajak Daerah;

b.


Retribusi Daerah

c.

Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

d.

Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam
pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat
menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan
pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus
dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari
daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya
keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan
pembangunan yang bersifat mandiri.
Dalam rangka mengupayakan peningkatan penerimaan yang

berasal dari daerah sendiri diperlukan kebijakan pajak daerah dan
retribusi daerah yang harus dilaksanakan dengan berpedoman pada
prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta
masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi
daerah

6

Kebijakan pemerintah daerah dalam mengatur pajak dan
retribusi daerah dengan berpedoman pada ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menggantikan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000 yang dianggap perlu disesuaikan dengan kebijakan
otonomi daerah.
Tujuan diberlakukannya Undang-Undang ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam
perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya
tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

dan pelayanan kepada masyarakat.
2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan
dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat
otonomi daerah.
3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis
pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi
daerah yang dipergunakan dalam penyusunan UU ini, yaitu:
1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap
fiskal nasional.
2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya
yang ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List).
3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif
pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang
ditetapkan dalam Undang-undang.
4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan
retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan
pemerintahan daerah.

7

5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
dilakukan secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan
Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat
persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda.
Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.
B. PENGATURAN DI DAERAH
Kabupaten Gresik tentunya memerlukan dana yang cukup
besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di
berbagai sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan oleh
pemerintah daerah yang salah satunya bersumber dari penerimaan
pemerintah daerah Kabupaten Gresik sendiri. Sumber pembiayaan
kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki
daerah disamping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah
pusat serta penerimaan daerah yang sah lainnya. Sejalan dengan
upaya untuk mengingkatkan serta menggali sumber-sumber
penerimaan daerah, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik
berusaha secara aktif untuk meningkatkan serta menggali sumbersumber penerimaan daerah terutama penerimaan yang berasal dari
daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat
dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kegiatan
pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan
otonomi di daerah. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing
komponen Pendapatan Asli Daerah. Komponen yang ada seperti
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan
milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah
lainnya yang sah. Ini merupakan beberapa komponen yang menjadi
sumber penerimaan daerah dimana tentunya akan terus digali baik
yang sudah ada maupun sumber penerimaan baru yang potensial.
8

Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan Pasal
95 ayat (1) dan Pasal 156 ayat (1), ditentukan bahwa Pajak daerah
dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Berdasarkan Pasal tersebut, telah ditindaklajuti dengan pengaturan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik yang terdiri dari :
1. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 tahun 2011
tentang Pajak Daerah;
2. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 tahun 2011
tentang retribusi Jasa Umum;
3. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 5 tahun 2011
tentang retribusi Perijinan Tertentu;
4. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 tahun 2011
tentang retribusi Jasa Usaha;
5. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 7 tahun 2011
tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan;
dan
6. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 31 tahun 2011
tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Berupa Rumah
Susun Sederhana Sewa.
1. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 tahun
2011 tentang Pajak Daerah
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini,
kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran semakin besar karena Daerah dapat dengan
mudah menyeseuaikan pendapatannya sejalan dengan
adanya peningkatan basis pajak daerah dalam penetapan
tarip. Dipihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan
kepada daerah untuk menetapkan jenis pajak daerah baru
akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia
usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.

9

Daerah diberikan kewenangan untuk memungut dari
11 (sebelas) jenis pajak daerah kabupaten/ kota akan tetapi
yang dimuat dalam perda ini ada 10 (sepuluh) jenis pajak
daerah sedangkan 1 (satu) jenis pajak bumi dan bangunan
dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Ruang lingkup Pajak Daerah yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f.

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i.

Pajak Sarang Burung Walet;

j.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 tahun
2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang

Retribusi

Jasa

Umum

meliputi

retribusi

yang

dikenakan atas jasa umum, yaitu pelayanan yang disediakan
atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau Badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini adalah :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c. Retribusi Retribusi Dokumen Kependudukan dan Akta
Catatan Sipil;
10

d. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
e. Retribusi Pelayanan Pasar;
f. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
g. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang
disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau Badan. Subjek Retribusi Jasa Umum
adalah

orang

pribadi

menggunakan/menikmati

atau

pelayanan

Badan
jasa

umum

yang
yang

bersangkutan. Wajib Retribusi Jasa Umum adalah orang
pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan

diwajibkan

untuk

melakukan

pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong
Retribusi Jasa Umum
2.1. Retribusi Pelayanan Kesehatan
Retribusi pelayanan kesehatan dikenakan kepada
orang pribadi atau badan atas pelayanan kesehatan
yang diberikan di Puskesmas beserta jaringannya dan
pelayanan yang diberikan di Laboratorium Kesehatan
Daerah.
Jenis pelayanan yang diberikan di Puskesmas :
a. Pelayanan Rawat Darurat ;
b. Pelayanan Rawat Jalan ;
c. Pelayanan Rawat Inap ;
d. Pelayanan Tindakan Medik ;
e. Pelayanan Gigi dan Mulut ;
f. Pelayanan Kebidanan dan Penyakit Kandungan ;
g. Pelayanan Penunjang Medik (laboratorium klinik dan
radiologi) ;
h. Pelayanan Medico Legal ;
i. Pelayanan Pembakaran Sampah Medis
j. Pelayanan Pemulasaraan Jenazah ;
11

k. Pelayanan mobil Puskesmas Keliling.
Jenis Pelayanan yang diberikan di Laboratorium
Kesehatan Daerah :
a. Pelayanan

Pemeriksaan

Laboratorium

Kesehatan

Masyarakat/ Lingkungan
b. Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis
pelayanan, pamakaian alat dan frekuensi berdasarkan
retribusi

pelayanan

kesehatan

yang

diberikan

oleh

Puskesmas beserta jaringannya dan di Laboratorium
Kesehatan Daerah.
Prinsip dalam
kesehatan

penetapan

didasarkan

pada

retribusi

biaya

pelayanan

penyediaan

jasa

sarana dan jasa pelayanan dengan memperhatikan
kemampuan ekonomi masyarakat dan fungsi pelayanan
pemerintah kepada masyarakat.
2.2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Objek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
adalah

pelayanan

persampahan/

kebersihan

yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atas setiap
persil di Kabupaten Gresik yang meliputi:
a. pengumpulan/pengangkutan sampah

dari

Tempat

Pemprosesan Sementara ke Tempat Pemprosesan
Akhir;
b. pengolahan/pemrosesan

sampah

di

tempat

Pemprosesan Akhir
c. penyediaan lokasi pemrosesan akhir sampah
Tingkat
golongan
pelayanan.

penggunaan

pelanggan,
Prinsip

jasa

Volume

dalam

diukur

berdasarkan

sampah

penetapan

dan

struktur

jenis
dan

besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk
mengganti

biaya

penyelenggaraan

pelayanan

persampahan/kebersihan meliputi :
a. biaya pengumpulan sampah,
b. biaya pengangkutan sampah;
12

c.
d.
e.
f.

biaya pemusnahan / pengolahan sampah;
biaya penyedian lokasi tempat pemrosesan sampah;
biaya penyediaan fasilitas persampahan/kebersihan;
biaya administrasi yang mendukung penyediaan
pelayanan persampahan/ kebersihan

2.3. Retribusi Dokumen Kependudukan Dan Akta
Catatan Sipil
Objek Retribusi Dokumen Kependudukan dan Akta
Catatan Sipil adalah pelayanan penerbitan dokumen
kependudukan yaitu :
a. kartu tanda penduduk;
b. kartu keterangan bertempat tinggal;
c. kartu identitas kerja;
d. kartu penduduk sementara;
e. kartu identitas penduduk musiman; dan
f. kartu keluarga.
dan Akta Catatan Sipil yaitu |:
a.
b.
c.
d.
e.

akta perkawinan ;
akta perceraian;
akta pengesahan dan pengakuan anak;
akta ganti nama bagi warga negara asing; dan
akta kematian.
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah

kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan
dokumen kependudukan dan catatan sipil berdasarkan
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
Prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
adalah

untuk

mengganti

pengadministrasian

dalam

biaya

pencetakan

penerbitan

dan

dokumen

kependudukan dan pencatatan sipil.
2.4. Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum
Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum
yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

13

Besarnya

retribusi

yang

terhutang

oleh

orang

pribadi atau badan yang menggunakan jasa tertentu
dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan
tingkat penggunaan jasa. Tingkat penggunaan Jasa
diukur berdasarkan frekuensi penggunaan Tempat, jenis
waktu dan lokasi yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah. Penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan atas tujuan untuk mengendalikan permintaan
dan

penggunaan

memperlancar

lalu

jasa

layanan

lintas

jalan

dalam
dengan

rangka
tetap

memperhatikan biaya penyelenggaraan pelayanan dan
sebagai pengganti penyediaan marka dan rambu-rambu
parkir, biaya operasional dan pemeliharaan bangunan
saran dan prasarana tempat khusus parkir serta biaya
transportasi

dalam

rangka

pengawasan

dan

pengendalian.
2.5. Retribusi Pelayanan Pasar
Objek Retribusi Pelayanan Pasar adalah penyediaan
fasilitas pasar tradisional/sederhana, berupa pelataran,
los, kios yang dikelola Pemerintah Daerah, dan khusus
disediakan untuk pedagang. Dikecualikan dari objek
Retribusi adalah pelayanan fasilitas pasar yang dikelola
oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung
berdasarkan tingkat pelayanan yang diberikan terhadap
penyediaan fasilitas pasar sesuai klasifikasi pasar dan
masa retribusinya. Prinsip dan sasaran dalam penetapan
tarif

Retribusi

Pelayanan

Pasar

ditetapkan

dengan

memperhatikan biaya penyediaan Pelayanan Pasar yang
meliputi biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya
modal serta dengan mempertimbangkan aspek lokasi,
jenis, luas tempat usaha dan kemampuan masyarakat.
14

Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Pasar
ditetapkan berdasar klasifikasi kelas pasar, luas dan
jangka waktu pemakaian.
2.6. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
Objek
adalah

Retribusi

pelayanan

Pengujian
pengujian

Kendaraan
kendaraan

Bermotor
bermotor,

termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan
ketentuan

peraturan

perundang-undangan,

yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa pengujian
kendaraan bermotor diukur berdasarkan jenis, berat, dan
tahun pembuatan kendaraan. Prinsip dan sasaran dalam
penetapan

tarif

Retribusi

ditetapkan

dengan

memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan
masyarakat,

aspek

keadilan,

dan

efektivitas

pengendalian atas pelayanan yang didasarkan pada
tujuan untuk memastikan kondisi sesuai persyaratan
teknis dan laik jalan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku
2.7. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
Objek

Retribusi

Pengendalian

Menara

Telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara
telekomunikasi

dengan

memperhatikan

aspek

tata

ruang, keamanan, dan kepentingan umum.
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung
berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan
bangunan

menara

yang

bersangkutan.

Prinsip

dan

sasaran yang dipakai dalam penetapan struktur dan
besarnya tarif retribusi didasarkan pada kemanfaatan
bangunan menara telekomunikasi yang menggunakan
fasilitas tata ruang wilayah dengan memperhatikan

15

aspek

pengawasan

dan

pengendalian

menara

telekomunikasi.
3.

Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 5 tahun
2011 tentang retribusi Perijinan Tertentu
Dengan

mengingat

fungsi

utama

jasa

perizinan

dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan,
pengendalian,
pemberian

dan

izin

pengawasan,

oleh

maka

Pemerintah

pada

Daerah

dasarnya

adalah

untuk

melindungi kepentingan dan ketertiban umum dan tidak harus
dipungut

retribusi.

melaksanakan

Namun

fungsi

demikian

tersebut

karena

Pemerintah

untuk
Daerah

memerlukan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi dari
sumber-sumber penerimaan daerah yang sifatnya umum,
maka terhadap perizinan tertentu dapat dipungut retribusi
untuk menutupi seluruh atau sebagian biaya pemberian izin
tersebut.
Sedang dari sisi masyarakat, tujuan pemberian izin itu
adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum terhadap
usaha yang dijalankannya. Selain itu juga untuk menjamin
adanya kepastian hak yang seharusnya didapat dengan
perizinan tersebut yang berarti juga kejelasan mengenai
batasan



batasan,

kewajiban

maupun

sanksi

yang

mengikutinya.
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Retribusi Perizinan Tertentu meliputi retribusi yang
dikenakan

kepada

dimaksudkan

untuk

orang

pribadi

pengaturan

dan

atau

Badan

pengawasan

yang
atas

kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang,

prasarana,

sarana,

atau

fasilitas

tertentu

melindungi kepentingan umum dan menjaga

guna

kelestarian

lingkungan, Jenis Retribusi Perzinan Tertentu yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini adalah :
16

a.

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b.

Retribusi Izin Gangguan;

c.

Retribusi Izin Trayek; dan

d.

Retribusi Izin Usaha Perikanan.

3.1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah
pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. Yang
bukan termasuk dalam Obyek IMB meliputi antara lain :


Obyek – obyek tertentu milik Pemerintah yang karena
sifatnya tidak memerlukan IMB.



Tambahan bangunan tidak lebih dari 10 % atau
maksimal seluas 50 m2 dari luas bangunan yang
dizinkan dalam IMB.



Pekerjaan perbaikan dan perawatan sederhana.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan

besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk
menutup semua atau sebagian biaya penyelenggaraan
perizinan, Perhitungan Besarnya Retribusi IMB didasarkan
pada Jenis Retribusi IMB, Tingkat penggunaan Jasa.
3.2.

Retribusi Izin Gangguan
Obyek retribusi izin gangguan adalah pemberian
izin

mendirikan

dan/atau

memperluas

tempat

usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang
dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau
gangguan,

termasuk

pengawasan

dan

pengendalian

kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah
terjadinya

gangguan

ketertiban,

keselamatan,

atau

kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan
memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengecualian dari obyek retribusi ini adalah :

17



kegiatan yang berlokasi di dalam Kawasan Industri,
Kawasan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus ;



kegiatan

yang

berada

di

dalam

bangunan

atau

lingkungan yang telah memiliki izin gangguan ;


usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di
dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan
usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil ; atau



tempat

usaha/kegiatan

yang

telah

ditunjuk

oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Tingkat

penggunaan

jasa

dihitung

berdasarkan

perkalian antara persentase tertentu dari nilai investasi
usaha dan indeks kriteria gangguan.Kriteria gangguan
tersebut

didasarkan

kriteria

lingkungan,

meliputi

gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut,
udara dan gangguan yang bersumber dari getaran
dan/atau kebisingan, termasuk dampak yang ditimbulkan.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif dan
struktur retribusi izin Gangguan didasarkan pada tujuan
untuk menutup biaya penyelenggaraan pemberian izin.
meliputi

penerbitan

dokumen

izin,

pengawasan

di

lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya
dampak negatif dari pemberian izin ;
3.3. Retribusi Izin Trayek
Obyek retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin
kepada orang pribadi atau Badan untuk menyediakan
pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau
beberapa trayek tertentu.
Tingkat

penggunaan

jasa

ijin

trayek

diukur

berdasarkan klasifikasi, jumlah, jenis dan jangka waktu.
Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya
tarip retribusi ijin trayek adalah untuk menutup biaya

18

survey, biaya administrasi, biaya

pengaturan, biaya

pengendalian dan biaya pengawasan.
3.4. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Objek

Retribusi

Izin

Usaha

Perikanan

adalah

pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk
melakukan kegiatan usaha perikanan.
1. Usaha perikanan meliputi :
a. Usaha penangkapan Ikan ;
b. Usaha pembudidayaan ikan ;
c. Usaha Pengolahan hasil perikanan dan
d. Usaha pengangkutan Ikan.
2. Usaha penangkapan Ikan dengan menggunakan
sarana antara lain :
a. Perahu tanpa bermotor ;
b. Perahu/kapal bermotor luar ;
c. Perahu/kapal bermotor dalam.
3. Usaha pembudidayaan ikan meliputi :
a. Pembudidayaan ikan air tawar ;
b. Pembudidayaan ikan diair payau; dan/atau ;
c. Pembudidayaan ikan dilaut.
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis
usaha perikanan yang dilaksanakan. Prinsip dan sasaran
dalam penetapan struktur dan besarnya tariff retribusi
didasarkan pada tujuan untuk menutup semua atau
sebagian

biaya

penyelenggaraan

perizinan.

Biaya

tersebut meliputi biaya administrative, jasa pelayanan,
pembinaan dan pengawasan. Sedangkan struktur dan
besarnya tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis
pelayanan yang diberikan terhadap pelaksanaan Usaha
perikanan.

19

4. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 tahun
2011 tentang retribusi Jasa Usaha.
Jenis-jenis obyek Retribusi Jasa Usaha yang ditetapkan
dan dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Gresik dalam
upaya menghimpun dana guna meningkatkan kualitas maupun
kuantitas pembangunan daerah saat ini terdiri atas delapan
jenis Obyek retribusi, antara lain :
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Retribusi Jasa Usaha meliputi retribusi yang dikenakan
atas jasa usaha, yaitu pelayanan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang
meliputi:
a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan
Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum
disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini adalah :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Tempat Pelelangan Ikan;
c. Retribusi Terminal;
d. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
e. Retribusi Rumah Potong Hewan;
f.

Retribusi Jasa Kepebuhanan

g. Retribusi Tempat Pariwisata;
h. Retribusi Tempat Penyeberangan di Air
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang
disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah atas jasa usaha
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Subjek Retribusi Jasa
usaha

adalah

orang

menggunakan/menikmati

pribadi

atau

pelayanan

jasa

Badan
usaha

yang
yang

bersangkutan. Wajib Retribusi Jasa usaha adalah orang pribadi
20

atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa
Usaha.
4.1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah
pelayanan pemberian hak pemakaian kekayaan Daerah
untuk jangka waktu tertentu yang meliputi :
a. pemakaian tanah;
b. pemakaian bangunan (gedung rumah dinas, gedung
olah raga, Gedung pertemuan);
c. tempat olah raga (Lapangan);
d. laboratorium;
e. kendaraan;
f.

alat-alat berat dan

g. saluran
h. Kekayaan Daerah lainnya.
Dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan
Daerah

sebagaimana

dimaksud

diatas

adalah

penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari
tanah tersebut.
Tingkat
jenis,

Penggunaan

jangka

waktu

dan

jasa

dihitung

luas

klasifikasi

berdasarkan
parameter

pemakaian kekayaan Daerah. Prinsip dan sasaran dalam
penetapan

struktur

dan

besarnya

tarif

Retribusi

pemakaian kekayaan Daerah didasarkan pada tujuan
untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana
keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha sejenis
yang beroperasi secara professional dan berorientasi
pada harga pasar dengan memperhatikan kemampuan
ekonomi masyarakat dan fungsi pelayanan pemerintah
kepada masyarakat.

21

4.2.

Retribusi Tempat Pelelangan Ikan
Objek Retribusi Tempat Pelelangan ikan adalah
penyediaan

tempat

pelelangan

yang

secara

khusus

disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan
pelelangan ikan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas
lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk
objek Retribusi tempat pelelangan ikan adalah tempat
yang dikontrak oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain
untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. Dikecualikan
dari objek Retribusi sebagaimana diatas adalah tempat
pelelangan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola
oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Besarnya

retribusi

yang

terhutang

oleh

orang

pribadi atau badan yang menggunakan jasa tempat
pelelangan ikan dihitung dengan cara mengalikan tarif
retribusi

dengan

tingkat

penggunaan

penggunaan Jasa diukur berdasarkan

jasa.

Tingkat

prosentase dan

nilai harga jual ikan hasil lelang pada waktu pelelangan.
Prinsip penetapan tarif Retribusi Tempat Pelelangan Ikan
adalah untuk mengganti jasa pelayanan, pemeliharaan
sarana dan prasarana serta pembinaan pengawasan.
4.3. Retribusi Terminal
Objek

Retribusi

Terminal

adalah

pelayanan

penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang
dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas
lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan
dari

objek

Retribusi

terminal

adalah

terminal

yang

disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah,
BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Tingkat

penggunaan

jasa

dihitung

berdasarkan

frekuensi dan jangka waktu pemakaian fasilitas terminal.
22

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan
yang

layak

sebagaimana

keuntungan

yang

pantas

diterima oleh pengusaha sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi
digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan
dan jangka waktu pemakaian;
4.4. Retribusi Tempat Khusus Parkir
Objek

Retribusi

Tempat

Khusus

Parkir

adalah

pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan
dari

objek

pelayanan

Retribusi
tempat

Tempat

parkir

Khusus

yang

Parkir

disediakan,

adalah
dimiliki,

dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan
pihak swasta.
Besarnya

retribusi

yang

terhutang

oleh

orang

pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perijinan
tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi
dengan tingkat penggunaan jasa. Tingkat penggunaan
jasa diukur berdasarkan frekuensi penggunaan tempat,
jenis kendaraan, dan jangka waktu yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah. Penetapan struktur dan besarnya
tarif retribusi didasarkan dengan memperhatikan biaya
penyelenggaraan
penyediaan

marka

pelayanan,
dan

sebagai

rambu-rambu

pengganti

parkir,

biaya

operasional dan pemeliharaan bangunan sarana dan
prasarana tempat khusus parkir serta pengawasan dan
pengendalian.
4.5. Retribusi Rumah Potong Hewan

23

Objek

Retribusi

pelayanan

Rumah

penyediaan

Potong

fasilitas

Hewan

rumah

adalah

pemotongan

hewan ternak yang meliputi:
a. Penyewaan kandang (karantina);
b. Pemeriksaan Kesehatan Hewan sebelum dipotong;
c. Penyembelihan ternak secara Islam
d. Pemakaian tempat pemotongan;
e. Pemeriksaan daging setelah dipotong
f.

Pemeriksaan kesehatan hewan diluar rumah potong
hewan

g. Pemeriksaan daging dari luar Kecamatan Gresik dan
Kebomas dan dari luar Kabupaten Gresik dengan
ketentuan Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
Dikecualikan dari objek Retribusi Retribusi Rumah
Potong Hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas
rumah

pemotongan

hewan

ternak

yang

disediakan,

dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak
swasta.
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis
pelayanan dan jenis serta jumlah hewan/ternak yang akan
dipotong. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur
dan besarnya tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk
distribusi

pangan

memperhatikan
memperoleh

yang

mutu

keuntungan

baik
gizi

dan
pangan

yang

layak

aman
serta

dengan
untuk

sebagaimana

keuntungan yang pantas diterima oleh Pengusaha sejenis
yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada
harga pasar. Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis
pelayanan, jenis dan jumlah ternak. Besarnya tarip
ditetapkan berdasarkan tarif pasar yang berlaku di
wilayah Daerah.
4.6. Retribusi Jasa Kepelabuhanan
24

Objek Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan adalah
pelayanan jasa kepelabuhanan, termasuk fasilitas lainnya
di

lingkungan

pelabuhan

yang

disediakan,

dimiliki,

dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan
dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelayanan jasa kepelabuhanan yang disediakan,
dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD,
dan pihak swasta.
Pelayanan Kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
diatas antara lain :
a.

Pelayanan labuh

b.

Pelayanan pemanduan untuk kapal
angkutan laut dalam negeri dan luar negeri

c.

Penumpang

dan

barang

angkutan

penyeberangan Gresik – Bawean
d.

Pelayanan

penundaan

untuk

kapal

angkutan laut dalam negeri di perairan wajib pandu
e.
Pelayanan penundaan untuk kapal
angkutan laut luar negeri di perairan wajib pandu
f.

Pelayanan penundaan kapal angkutan
laut dalam negeri di luar batas perairan Kabupaten
Gresik dan emergency

g.

Pelayanan penundaan kapal angkutan
laut luar negeri di luar batas perairan kabupaten

h.

Gresik dan emergency
Pelayanan kepelabuhan lainnya
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung

dengan ketentuan rincian sebagai berikut :
a. Tingkat Penggunaan Jasa Labuh, diukur berdasarkan
ukuran GT (Gross Tone) kapal dan lama kunjungan
kapal dalam kelipatan 10 (sepuluh) hari dikalikan tarif
jasa labuh.

25

b. Tingkat Penggunaan Jasa Tunda, diukur berdasarkan
jumlah pergerakan kapal yang ditunda (sandar/lepas
sandar ) dikalikan lama jam pemakaian kapal tunda
dikalikan penjumlahan antara tarif tetap dan perkalian
antara GT kapal dan tarif variabel atau Besaran jasa
tunda = 2 ( gerakan sandar/lepas sandar ) X lama jam
pemakaian kapal tunda X [ Tarif tetap + ( GT kapal X
Tarif Variabel ) ]
c. Tingkat Penggunaan Jasa Pandu, diukur berdasarkan
jumlah pergerakan kapal yang dipandu ( sandar/lepas
sandar

)

dikalikan

jam

pemanduan

dikalikan

penjumlahan antara tarif tetap ditambah perkalian
antara tarif tambahan dan GT kapal yang dipandu.
Atau Besaran Jasa Pandu = 2 (gerakan kapal sandar
dan lepas sandar) X [tarif tetap + (GT kapal X tarif
tambahan ) ]
d. Tingkat Penggunaan Sewa Perairan, Sewa Tanah hasil
Reklamasi pantai/perairan diukur berdasarkan luas per
m2 per tahun atas penggunaan perairan atau tanah
hasil reklamasi pantai.
e. Tingkat

Penggunaan

Pas

Pelabuhan

diukur

berdasarkan jumlah penumpang atau jumlah tenaga
kerja bongkar muat, ton atau M3 barang, dan jumlah
kendaraan roda 4 atau roda 2.
f.

Tingkat

Penggunaan

pelayanan

kepelabuhanan

lainnya diukur berdasarkan jumlah permohonan.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan
besarnya

tarif

retribusi

adalah

untuk

memperoleh

keuntungan yang layak sebagai pengganti investasi,
biaya perawatan/pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya
asuransi, biaya angsuran pinjaman, biaya rutin/periodik
yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, biaya
administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa,
26

menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu

guna

melindungi

kepentingan

umum

dan

menjaga kelestarian lingkungan

4.7. Retribusi Tempat Pariwisata
Objek

Retribusi

pemanfaatan

Tempat

pelayanan

tempat

Pariwisata

adalah

pariwisata

yang

disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah
Daerah. Tempat pariwisata yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini adalah :
a. Kawasan wisata Makam Sunan Giri, meliputi; Makam
Sunan Prapen, Patilasan Kedaton Giri yang berada di
desa Giri, Klangon dan Sidomukti;
b. Kawasan wisata Makam Maulana Malik Ibrahim yang
meliputi; Makam Malik Ibrahim, Makam Pusponegoro,
Makam Raden Santri, Makam Nyi Ageng Pinatih yang
berada di desa Gapuro Sukolilo kelurahan Bedilan dan
Kebungson;
c. Kawasan Wisata Siti fatimah Binti Maimun yang
meliputi Situs Leran termasuk fasilitas penunjang
Kepariwisataan yang berada di Desa Leran.
d. Kawasan Wisata Bahari Pantai Delegan
e. Kawasan Wisata Gunung Surowiti
Dikecualikan
dimaksud
pariwisata

pada

dari
ayat

objek
(1)

Retribusi

adalah

sebagaimana

pelayanan

tempat

yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola

oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung
berdasarkan frekuensi menikmati pelayanan. Prinsip dan
27

sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi

adalah

pemeliharaan
rangka

untuk

pengganti

bangunan,

sarana,

pengawasan

biaya

operasional,

prasarana,

pengendalian

dalam
dengan

memperhatikan tingkat kemampuan masyarakat

4.8. Retribusi Penyeberangan Di Air
Objek

Retribusi

Penyeberangan

di

Air

adalah

pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan
menggunakan kendaraan di sungai yang dimiliki dan/atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah
Cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung
berdasarkan jenis, ukuran, dan berat pengguna pelayanan
penyeberangan di sungai. Prinsip dan sasaran dalam
penetapan

tarif

Retribusi

Penyeberangan

di

sungai

ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan
Pelayanan yang meliputi biaya penyediaan alat, biaya
operasional, pemeliharaan dan biaya modal
mempertimbangkan

harga

pasar

dan

dengan

kemampuan

masyarakat.
5.

Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 7 tahun
2011 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan
Perkotaan
Jika fungsi pajak negara adalah fungsi penerimaan atau
budgeter, fungsi regulasi dan fungsi stabilisasi. Sejak awal
Pajak

Bumi

dan

Bangunan

(PBB)

menjadi

salah

satu

penerimaan daerah, karena meskipun PBB menjadi salah satu
penerimaan pajak pusat, namun sebagian besar hasilnya
diserahkan kepada daerah. Pada APBD penerimaan PBB

28

tersebut selama ini dimasukkan kedalam komponen dana
perimbangan pada rekening bagi hasil pajak.
Pemungutan PBB diatur dengan Undang–undang Nomor
12 tahun 1994 yang merupakan penyempurnaan Undang–
undang Nomor 12 tahun 1985. Menurut Undang–undang
tersebut objek PBB dibagi atas 5 (lima) sektor, yaitu :
1. Perdesaan
2. Perkotaan
3. Pertambangan
4. Kehutanan, dan
5. Perkebunan
Dengan diberlakukannya Undang–undang nomor 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PBB
Perdesaan dan Perkotaan atau disingkat PBB P2 diserahkan
pengelolaan pemungutannya kepada Kabupaten/Kota untuk
menjadi Pajak Daerah. Undang–Undang tersebut mengatur
bahwa pemungutan PBB P2 tersebut harus sudah dilaksanakan
oleh

daerah

sepanjang

selambat–lambatnya

belum

ada

Peraturan

Perdesaan dan Perkotaan.
Pengalihan wewenang

31

Desember

Daerah

pemungutan

2013.

tentang
PBB

PBB

P2

ini

merupakan peluang bagi daerah, karena akan meningkatkan
penerimaan Pajak Daerah. Namun perlu diketahui bahwa PBB
P2

termasuk

jenis

pajak

pengadministrasiannya

yang
serta

tidak

sederhana

mempunyai

dalam
efisiensi

pemungutan yang rendah. Oleh karena itu Daerah perlu
mempersiapkan dengan sebaik–baiknya, karena apabila tidak
dipersiapkan dengan baik dari tatanan administrasi maupun
pelaksanaannya bisa berdampak negatif yakni terjadinya
penurunan penerimaan.
PBB P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Yang dimaksud dengan pengertian bumi adalah permukaan
bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
29

wilayah kabupaten/kota. Sementara pengertian bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
Subjek PBB P2 adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
bangunan,

memperoleh

manfaat

atas

bumi

dan/atau

bangunan. Wajib Pajak PBB P2 adalah Subjek Pajak PBB P2
yang dikenai kewajiban untuk membayar pajak. Objek PBB P2
yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu

komplek

bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya yang
merupakan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

satu

kesatuan

dengan

komplek

bangunan

tersebut.
Jalan tol
Kolam renang
Pagar mewah
Tempat oleh raga
Galangan kapal, dermaga
Taman mewah
Tempat penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa

minyak dan
9. Menara
Ada beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB P2
yang terdiri dari objek pajak yang:
1. Digunakan
oleh
pemerintah

dan

menyelenggarakan pemerintahan
2. Digunakan semata–mata untuk

melayani

daerah

untuk

kepentingan

umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan

nasional

yang

tidak

dimaksudkan

untuk

memperoleh keuntungan.
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang
sejenis dengan itu
4. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik dan

30

6. Digunakan

oleh

badan

atau

perwakilan

lembaga

internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan
Dasar pengenaan PBB P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak
atau biasa disingkat NJOP. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3
tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan
setiap

tahun

sesuai

dengan

perkembangan

wilayah.

Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.
Selain itu pengenaan pajak juga didasarkan pada NJOP Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP) Berdasarkan Pasal 77 ayat (4) Undang–
undang Nomor 28 tahun 2009 ditetapkan besarnya NJOPTKP
sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
wajib pajak. Hal tersebut mengandung makna bahwa apabila
seorang wajib pajak memiliki beberapa objek pajak yang
nilainya diatas Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta) maka hanya
ada satu Objek pajak yang mendapat potongan NJOPTKP.
Salah satu syarat penentuan tarif pajak adalah
keadilan,

baik

keadilan

dalam

prinsip

maupun

dalam

pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan pemerintah dalam
menciptakan

keseimbangan

sosial

sangat

penting

untuk

kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Tarif PBB P2
ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)
dengan pemperhatikan aspek pembebanan terhadap rakyat
A.6. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 31 tahun
2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Berupa Rumah Susun Sederhana Sewa
Rumah

merupakan

salah

satu

kebutuhan

dasar

manusia yang berfungsi untuk mendukung terselenggaranya
pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan
kualitas

generasi

mendatang

yang

berjati

diri.

Untuk

mengatasi masalah kesenjangan dan kebutuhan perumahan,
pemerintah telah mencanangkan Gerakan Pengembangan
sejuta Rumah oleh Presiden RI pada Hari habitat bulan Oktober
31

tahun 2003. Salah satu program yang ditetapkan untuk
mendukung gerakan tersebut adalah Program Pengembangan
dan Peningkatan Kualitas Perumahan dan Pemukiman dengan
membangun Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Wilayah Kota Gresik mempunyai kedudukan dan posisi
yang

sangat

Kabupaten

strategis,
Gresik

baik

dalam

maupun

konstelasi

wilayah

terkait

dengan

yang

pengembangan wilayah Gerbangkertasusila (GKS). Kota Gresik
yang

merupakan

bagian

dari

pengembangan

wilayah

Surabaya Metropolitan Area (SMA), sedikit banyak telah
terimbas dari dampak pembangunan tersebut, baik dari sisi
positif maupun dari sisi negatif. Di Kota Gresik terdapat
beberapa industri berskala besar, banyaknya industri besar
yang berlokasi di kota ini disebabkan kota ini pada awalnya
dipersiapkan untuk mendukung perkembangan kota Surabaya.
Dengan adanya industri – industri yang berskala besar
seperti PT. Semen Gresik, PT. Petrokimia Gresik, PT. Smelting
serta industri – industri lainnya baik yang berskala sedang
maupun

kecil

manyebabkan

Kota

Gresik

yang

semula

merupakan Kota yang sepi berkembang menjadi kota industri.
Denga

semakin

bertambahnya

jumlah

industri

yang

berkembang di Kota Gresik menyebabkan jumlah penduduk
semakin bertambah karena banyaknya para pendatang yang
berasal dari kota-kota sekitar Gresik yang ingin mencari
pekerjaan di Gresik, seirirng dengan hal tersebut kebutuhan
akan hunian atau perumahan juga semakin meningkat.
Untuk

mengatasi

permasalahan

kebutuhan

akan

perumahan khususnya pada daerah-daerah perkotaan yang
cenderung

berkembang

tidak

sehat

(kumuh),

dan

menjembatani masyarakat berpenghasilan rendah yang belum
mempunyai rumah untuk mendapatkan hunian yang layak
huni dengn cara menyewa sesuai kondisi/kemampuan mereka.
Serta untuk mengantisipasi semakin bertambahnya rumah
32

sewa

yang

cenderung

menimbulkan

kekumuhan

dan

kemacetan kota, karena semakin berkembangnya kegiatan
pembangunan

industri

besar

maupun

industri

kecil

di

Kabupaten Gresik, sehingga sangat diperlukan penyediaan
sarana dan prasarana hunian dikawasan industri di perkotaan
melalui

pembangunan

dan

penyediaan

Rumah

Susun

Sederhana Sewa (Rusunawa) sebagai langkah dalam rangka
memenuhi

kebutuhan

hunian

untuk

masyarakat

yang

berpenghasilan rendah dengan cara sewa.
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Retribusi Pemakaian Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA) meliputi retribusi yang dikenakan atas jasa
usaha pemakaian kekayaan daerah, yaitu pelayanan yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip
komersial yang meliputi:
a.

pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan
kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau

b.

pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum
disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Objek Retribusi Pemakaian Rumah Susun Sederhana

Sewa (RUSUNAWA) adalah Objek retribusi adalah pelayanan
pemberian hak atas pemakaian Rusunawa untuk jangka waktu
tertentu. Subyek Retribusi adalah Orang pribadi atau badan
yang

mendapatkan

hak

untuk

memakai

dan

atau

memanfaatkan Rusunawa. Wajib Retribusi adalah Orang atau
Badan yang memakai dan atau memanfaatkan Rusunawa
yang diwajibkan untuk membayar Retribusi.
Tingkat Penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis,
jangka waktu dan luas klasifikasi parameter pemakaian
Rusunawa. Prinsip dan sasaran dalam menetapkan struktur
dan besar tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk
memperoleh biaya yang layak sebagai pengganti biaya
33

perawatan/ pemeliharaan dan biaya operasional Rusunawa
dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat dan
fungsi pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

34

BAB II
PERATURAN BUPATI SEBAGAI INSTRUMEN PELAKSANA