7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika, nama asing, nama daerah, kandungan dan kegunaan dari tumbuhan sarang semut.

  2.1.1 Habitat

  Sarang semut adalah tumbuhan epifit yang menempel atau mengantung pada tumbuhan inang yang berasal dari Asia Tenggara dan kepulauan besar Queensland di Australia dan kepulauan Solomon di Pasifik. Tumbuhan ini dapat tumbuh mulai dari dataran rendah di tepi pantai hingga daerah dengan ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut (Hermawati dan Arumsari, 2014).

  2.1.2 Morfologi tumbuhan

  Tumbuhan sarang semut memiliki panjang 30-45 cm dengan batang tebal mengelembung berbentuk silindris berdiameter 10-30 cm, tidak bercabang, berwarna coklat muda hingga abu-abu. Permukaan dipenuhi duri-duri tajam dan bagian dalam berbentuk rongga bersekat-sekat sebagai tempat tinggal koloni semut.

  Tumbuhan ini berdaun tunggal, bertangkai, tersusun menyebar, namun lebih banyak terkumpul di ujung batang, warna hijau, bentuk jorong, panjang 20- 40 cm, lebar 5-7 cm, helaian daun agak tebal, lunak, ujung tumpul, pangkal meruncing, tepi rata, permukaan halus, dan tulang daun berwarna putih. Bunganya berukuran kecil berwarna putih dan buah seperti beri, bentuk bulat, berwarna oranye atau merah (Hermawati dan Arumsari, 2014).

  2.1.3 Sistematika tumbuhan

  Menurut Herbarium Medanense (2014), sistematika tumbuhan sarang semut adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rubiales Suku : Rubiaceae Genus : Myrmecodia Spesies : Myrmecodia tuberosa Jack. var versteegii

  2.1.4 Nama daerah

  Indonesia mengenal tumbuhan ini dengan sebutan sarang semut. Nama daerah dari tumbuhan sarang semut, yaitu urek-urek polo (Jawa); rumah semut atau kepala beruk (Sumatera); angkis, anggrek sarang semut atau anggrek tengkorak (Kalimantan); nongon, lokon, suhendep (Papua) (Hermawati dan Arumsari, 2014).

  2.1.5 Nama asing Ant plant (Inggris); hua rou ru (Thailand); periok hantu, perutak, sembuku

  (Malaysia); ki nan, ki nam gai, ki nam kin (Vietnam) (Hermawati dan Arumsari, 2014).

  2.1.6 Kandungan kimia dan kegunaan Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah umbi yang berasal

  dari batang tumbuhan. Umbi sarang semut mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, tanin dan tokoferol (Subroto dan Saputro, 2006). Tumbuhan ini juga mengandung beberapa mineral penting seperti kalsium, natrium, kalium, seng, besi, fosfor dan magnesium. Umbi sarang semut digunakan untuk mengobati penyakit kanker, tumor, asam urat, jantung, tuberkulosis paru, diabetes, melancarkan produksi asi, dan beberapa penyakit lain (Hermawati dan Arumsari, 2014).

2.2 Ekstraksi

  Ekstrak yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).

  Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987). Penarikan zat aktif dari bahan asal (simplisia) dilakukan dengan pelarut yang sesuai. Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. (Depkes RI, 2000).

  Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu: a. Cara dingin Maserasi

  Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

  Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.

  b. Cara panas Refluks

  Refluks adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat dengan pendingin balik pada temperatur titik didihnya dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu. Digesti

  Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C. Sokletasi

  Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

  Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Radikal bebas

  Radikal bebas didefenisikan sebagai suatu atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, bersifat sangat reaktif dan tidak stabil (Muchtadi, 2013). Untuk mencapai kestabilan, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi radikal (Winarsi, 2011). Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung koroner, katarak, serta penyakit degeneratif lainnya (Muchtadi, 2013; Sudiana, 2008).

  Ada dua sumber terjadinya radikal bebas, eksternal seperti polusi dari kendaraan bermotor, asap rokok, serta sinar ultraviolet dan internal berasal dari proses respirasi, oksidasi enzimatis, juga fosforilasi oksidatif di mitokondria. Sehingga meskipun kita menghindari faktor eksternal, radikal bebas secara otomatis tetap dihasilkan dari proses-proses biologik normal dan kebutuhan antiradikal oleh tubuh merupakan hal utama untuk menghambat atau menghentikan efek negatif radikal bebas (Tatang, dkk., 2011).

  Menurut Kumalaningsih (2006), pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi, yaitu: Tahap inisiasi: tahap awal terbentuknya radikal bebas.

  • Tahap propagasi: tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi
  • antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru.
  • >dengan radikal bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non-radikal yang biasanya kurang reaktif dari radikal induknya.

      Tahap terminasi: adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas

      Radikal bebas ini antara lain golongan hidroksil (OH ), superoksida (O

      2 ),

    • nitrogen monooksida (NO), nitrogen dioksida (NO

      2 ), peroksidal (RO 2 ),

    • peroksinitrit (ONOO ), asam hipoklorit (HOCl), hydrogen peroksida (H

      2 O 2 ), ozon

      (O

      3 ), dinitrogen trioksida (N

    2 O 3 ), lipid peroksida (LOOH) (Silalahi, 2006; Pham- Huy, dkk., 2008).

    2.4 Antioksidan

      Antioksidan merupakan senyawa yang mampu meredam atau menghambat aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh dengan cara mendonorkan elektronnya atau disebut reduktan (Winarsi, 2011). Antioksidan dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer (enzimatis) dan antioksidan sekunder (non-enzimatis) (Hamid, dkk., 2010).

      Antioksidan primer adalah antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena dapat merubah radikal bebas menjadi kurang reaktif sebelum sempat bereaksi. Antioksidan ini berupa enzim yang diproduksi oleh tubuh, meliputi: superoksida dismutase, enzim katalase dan glutation peroksidase. Enzim superoksida dismutase berperan dalam mengubah

      −

      radikal superoksida (O2 ) menjadi hidrogen peroksida (H

      2 O 2 ), enzim katalase ˙

      dan glutation peroksidase akan mengubah hidrogen peroksida (H

      2 O 2 ) menjadi air

      (H

    2 O) (Hamid, dkk., 2010). Kerja enzim-enzim ini sangat dipengaruhi oleh

      mineral-mineral seperti mangan (Mn), selenium (Se), zink (Zn) dan tembaga (Cu) (Kumalaningsih, 2006).

      Antioksidan sekunder senyawa fenol yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan sekunder juga disebut sebagai antioksidan preventif, dimana pembentukan senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal. Antioksidan ini meliputi:

      Antioksidan vitamin, contoh: vitamin a, c, e.

    • Senyawa fitokimia, contoh: flavonoid, katekin, karotenoid, β-karoten.
    • Antioksidan sintetik, contoh: BHA (butylated hydroxyl anisole), BHT
    • (butylated hydroxytoluene), PG (propyl gallate), EDTA (ethylene diamine

      

    tetraacetic acid ), TBHQ (tertiary butyl hydroquinone) dan NDGA (nordihydro

    guaretic acid ) (Hamid, dkk., 2010).

    2.4.1 Vitamin c

      Vitamin c atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C

    6 H

      8 O 6 . Pemerian vitamin c adalah hablur atau serbuk berwarna

      putih atau agak kekuningan. Pengaruh cahaya lambat laun menyebabkan berwarna gelap, dalam keadaan kering stabil di udara namun dalam larutan cepat teroksidasi. Vitamin c mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1979).

      Vitamin c bekerja melindungi bagian tubuh dari radikal bebas yang larut dalam air dengan mendonorkan elektronnya ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin c mampu bereaksi dengan radikal bebas dan mengubahnya menjadi radikal askorbil yang kurang reaktif, kemudian membentuk asam monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksi ini dapat diubah kembali menjadi asam askorbat oleh enzim monodehidroaskorbat reduktase dan dehidroaskorbat reduktase (Packer, 2002). Rumus bangun vitamin c dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

      CH

      2 O

      HO-C- O O H O

    Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin c

    2.4.2 Flavonoid

      Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol terbesar yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi (C –C –C ) yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan

      6

      3 6 ,

      3 karbon (Markham, 1988). Rumus bangun turunan flavonoid dapat dilihat pada

    Gambar 2.2 berikut: 2 3’

      8 O

      2

      1 4’

      7 6’ 5’

      6

      3

      5

      4 Gambar 2.2 Rumus bangun flavonoid Flavonoid mencakup banyak pigmen yang terdapat dalam fungus hingga angiospermae. Umumnya terdapat pada tumbuhan dalam bentuk terikat pada gula sebagai glikosida sehingga untuk menganalisis flavonoid, lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah ikatan gula dengan aglikon (Harborne, 1987). Senyawa ini adalah senyawa pereduksi yang dapat menghambat reaksi oksidasi sehingga dapat dijadikan sebagai antioksidan (Robinson, 1991).

      Senyawa ini berperan sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil (Silalahi, 2006).

    2.4.3 Vitamin e

      Vitamin e (tokoferol) merupakan antioksidan primer yang dapat mencegah terjadinya rentetan reaksi radikal bebas. Bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak atau minyak. Vitamin e (tokoferol) memiliki 8 bentuk, yaitu 4 tokoferol alfa, beta, gamma, dan delta serta 4 tokotrienol. Dari 8 bentuk tersebut yang bermanfaat bagi aktivitas biologis dalam tubuh adalah alfa yang ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh (Kumalaningsih, 2006). Rumus bangun

      α- tokoferol dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

    Gambar 2.3 Rumus bangun

      α-tokoferol

    2.5 Spektrofotometer UV-visibel

      Menurut Dachriyanus (2004), spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan sinar tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:

      1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik

      2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa

    3. Menganalisis senyawa organik secara kuantitatif.

      Berdasarkan aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan kemudian ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap (Gandjar dan Rohman, 2007).

    2.6 Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

      Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-

      

    picrylhydrazil ) merupakan metode yang cepat, sederhana, dan tidak mahal untuk

      mengukur kemampuan berbagai senyawa dalam memerangkap radikal bebas serta untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada bahan makanan dan minuman (Marinova, 2011).

      DPPH pertama kali ditemukan pada tahun 1922 oleh Goldschmidt dan Renn. DPPH berwarna ungu pekat seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya

      

    1,1-diphenyl-2-picrylhydrazine (DPPH-H) berwarna jingga kekuningan, bersifat

      tidak larut dalam air (Ionita, 2005). Rumus bangun DPPH dapat dilihat pada

    Gambar 2.4 berikut:Gambar 2.4 Rumus bangun DPPH

      DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH, yaitu elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Molyneux, 2004). Warna ungu larutan DPPH akan berubah menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang dari senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut:

    Gambar 2.5 Reaksi radikal bebas DPPH dengan antioksidan

      Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC

      50 ) atau Inhibitory

    Concentration (IC ) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

      50

      menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50% (Molyneux, 2004).

      2.6.1 Pelarut

      Metode DPPH akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

      2.6.2 Pengukuran panjang gelombang

      Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007). maks ) yang digunakan dalam pengukuran

      Panjang gelombang maksimum (λ sampel uji pada metode pemerangkapan radikal bebas DPPH sangat bervariasi.

      Menurut beberapa literatur, panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm (Molyneux, 2004).

    2.6.3 Waktu pengukuran

      Waktu pengukuran atau waktu kerja (operating time) bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan pengukuran yakni saat sampel dalam kondisi stabil. Waktu pengukuran dalam beberapa penelitian sangatlah bervariasi, yaitu 1-240 menit. Waktu pengukuran yang paling sering digunakan dan paling banyak direkomendasikan menurut literatur adalah 60 menit (Rosidah, dkk., 2008; Molyneux, 2004; Marinova, 2011).