BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi - Hubungan Kadar Adrenocorticotropine Hormone dan Enzim 11 β-Hydroxylasedengan Profil Lipid Serum pada Obesitas, Overweight dan Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

2.1.1 Definisi dan Epidemiologi

  Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang berlebihan di jaringan adiposa (McPhee et al., 2011).Obesitas dapat didefinisikan berdasarkan IMT (WHO-SEARO, 2011).

Tabel 2.1 Klasifikasi Obesitas pada Dewasa Menurut WHO

  2 Classification BMI (kg/m ) Associated health risk

Underweight < 18,5 Low

Normal range 18,5-24,9 Average

  

Overweight 25-29,9 Increased

Obese class I 30,0-34,9 Moderately increased Obese class II 35,0-39,9 Severely increased Obese class III Very Severely increased

  ≥ 40

  (Sumber: Soegih, 2004)

  2 World Health Organization menetapkan nilai IMT sebagai

  ≥ 30 kg/m

  2

  obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m sebagai overweight. Namun, meta-analisis beberapa kelompok etnik berbeda dengan kosentrasi lemak tubuh, usia dan gender yang sama, menunjukkan adanya perbedaan nilai cut-offpoint IMT untuk obesitas untuk populasi yang berbeda sehingga wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri (Tabel 2.2) (Soegih, 2004).

  12 Pada tahun 1997 dan 1998 dilakukan penelitian komposisi tubuh di beberapa daerah di Indonesia dan didapatkan bahwa pada umur, gender dan IMT yang sama dibandingkan dengan ras Kaukasia (Belanda), lemak tubuh orang

  2 Indonesia 5% lebih tinggi, sehingga seharusnya kriteria IMT 3 kg/m lebih

  rendah. Dalam penelitian pada 6318 orang pada tahun 2003-2004, Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) mendapatkan nilai IMT yang tidak berbeda jauh dari yang diusulkan oleh International Obesity Task ForceWestern Pasific

  (Asia Pasific Criteria) (Soegih, 2004).

  Tabel 2.2Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Kriteria Asia Pasifik 2 Classification BMI (kg/m ) Risk of Co-morbidities Underweight < 18,5 Low (but increased risk of other clinical problems) Normal range 18,5-22,9 Average Overweight:

  ≥ 23 At risk 23-24,9 Increased Obese I 25-29,9 Moderate Obese II Severe

  ≥ 30

  Sumber: WHO/WPR/IASO/IOTF The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment 2000 (Inoue et al., 2000).

  Kriteria risiko penyakit dan kematian terutama penyakit kardiovaskuler pada obesitas ditentukan berdasarkan lingkar pinggang (waist

  circumference ).Lingkar pinggang lebih menggambarkan jumlah lemak

  visceral dibandingkan dengan IMT.Nilai cut-off lingkar pinggang dipengaruhi oleh jenis kelamin dan etnik (WHO, 2008).

Tabel 2.3 Kriteria Lingkar PinggangBerdasarkan Etnik Negara atau Etnik Jenis Kelamin Lingar Pinggang (cm)

  Eropa Asia (IDF) Cina Jepang Asian Indian Laki-laki

  Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

  > 94 > 80 > 90 > 80 > 85 > 80 > 85 > 80 > 78 > 72

  (Sumber: Zimmet & Alberti (2006) dalam WHO (2008), Alberti et al., 2009, Misra et al., 2005).

  Prevalensi obesitas di negara-negara di wilayah Asia Tenggara bervariasi antara 1 – 6,5% pada laki-laki dan 1,3 - 26% pada perempuan.

  Prevalensi tertinggi baik pada laki-laki dan perempuan terdapat di Maldives (16%). Indonesia berada pada urutan ke-5 dengan prevalensi obesitas sebesar 4,7%. Pada umumnya, obesitas lebih sering ditemukan pada kelompok masyarakat strata sosial ekonomi lebih tinggi (WHO SEARO, 2011).

Tabel 2.4 Prevalensi Berat Badan Berlebih di Wilayah Asia Tenggara

  Sumber: World Health Organization. Global status report on noncommunicable diseases 2010. Geneva, 2011 (WHO-SEARO, 2011)

  Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dan 2010 terutama untuk kelompok usia > 18 tahun.

Gambar 2.1 Prevalensi Obesitas (IMT>25) pada Laki-laki Umur >18 Tahun Indonesia Tahun 2007, 2010, dan 2013

  (Sumber: Riskesdas, 2013)

Gambar 2.2 Prevalensi Obesitas (IMT>25) pada Perempuan >18 Tahun Indonesia Tahun 2007, 2010, dan 2013

  (Sumber: Riskesdas, 2013)

  2.1.2 Etiologi Obesitas

  Obesitas dapat terjadi bila kalori yang masuk lebih besar daripada kalori yang digunakan. Berat badan akan meningkat bila jumlah energi dalam bentuk makanan yang masuk ke dalam tubuh lebih besar daripada yang digunakan, dan sebagian besar energi yang berlebih itu disimpan dalam bentuk lemak. Setiap 9,3 kalori dari kelebihan energi yang masuk ke dalam tubuh, disimpan dalam 1 gram lemak (Hall, 2011).

  Obesitas merupakan penyakit multifaktor. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah faktor genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup (Hall, 2011; McPhee et al., 2011). Peningkatan angka kejadian obesitas terjadi karena adanya perubahan gaya hidup menjadi sedentarisme, aktivitas fisik menurun, disertai peningkatan asupan kalori yang tinggi (Obreagon, 2010).

  2.1.3 Obesitas dan Profil Lipid

  Obesitas berhubungan dengan gangguan profil lipid. Penelitian yang dilakukan terhadap 86 anak sekolah dasar di Pakistan menunjukkan bahwa rata-rata kadar trigliserida, kolesterol total, dan koleseterol LDL anak obesitas lebih tinggi dibandingkan anak dengan IMT normal. Sebaliknya, kadar kolesterol HDL anak obesitas lebih rendah dibandingkan anak dengan IMT normal (Ramzan et al., 2011). Hasil yang sama didapatkan oleh Rizk & Yosef (2012).

  Penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa juga menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan kadarlow-density lipoprotein

  cholesterol levels (relative risk [RR] 1.8; 95% confidence interval [CI] 1.4 - 2.3),

  penurunan kadar high-density lipoprotein cholesterol (RR 2.1; 95% CI 1.8 - 2.5), dan peningkatan kadar trigliserida (RR 3.0; 95% CI 2.4 - 3.8) (Juonala et al., 2011).Kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida pada kelompok dewasa muda obesitas lebih tinggi daripada kelompok normal. Sebaliknya, kadar kolesterol HDL lebih rendah pada kelompok dewasa muda obesitas lebih tinggi daripada kelompok normal (Thakur & Bisht, 2010).

2.1.4 Obesitas dan Aktivitas Aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal

  Sebelumnya telah diketahui bahwa leptin berhubungan dengan sistem glukokortikoid melalui aktivitas aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA).Obesitasyang ditandai dengan resistensi leptin berhubungan dengan peningkatan aktivitas aksis HPA (Bluher & Mantzoros, 2004).Hasil penelitian yang dilakukan pada sel kelenjar adrenal menunjukkan bahwa leptin menghambat produksi cortisol pada korteks adrenal.Leptin mengatur steroidogenesis adrenal pada tingkat traskripsi (Bornstein et al., 1997).

  Obesitas berkaitan erat dengan hiperaktivitas aksis hypothalamic-pituitary-

  adrenal (HPA) yang menyebabkan hiperkortisolisme (Anagnostis et al.,

  2009).Aktivasi aksis HPA kemungkinan menyebabkan peningkatan distribusi lemak sentral dan berhubungan dengan gangguan metabolisme lemak dan glukosa pada obesitas (Purnell et al., 2004).

2.1.5 Obesitas dan Risiko Kardiovaskuler

  Obesitas berhubungan dengan peningkatkan risiko morbiditas.Peningkatan IMT merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan penyakit tidak menular.

  Peningkatan IMT memicu perkembangan diabetes tipe-2 dan penyakit kardiovaskuler dengan memicu disfungsi metabolik dan meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa dan kolesterol darah, serta memicu perkembangan penyakit keganasan (Obreagon, 2010; McPhee et al., 2011; WHO SEARO, 2011).

  2 Peningkatan IMT setiap 4 kg/m meningkatkan kemungkinan terkena

  panyakit jantung iskemik sebesar 26%.Data tersebut menunjukkan hubungan sebab akibat antara peningkatan IMT dengan risiko penyakit jantung iskemik, yang kemungkinan terjadi melalui mekanisme faktor perantara seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes tipe-2 (Nordestgaard et al., 2012).

  Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan lingkar pinggang juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler (Oda & Kawai, 2010; Hafez et

  al., 2011). Peningkatan lingkar pinggang berhubungan dengan peningkatan risiko

  kematian karena semua sebab kematian pada setiap kategori indeks massa tubuh (Seidell, 2010).

  Hasil penelitian kohort yang dilakukan kepada 6325 orang di Finlandia menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat obesitas saat kanak-kanak dan juga menderita obesitas pada saat dewasa memiliki risiko kardiovaskuler lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki riwayat obesitas pada masa kanak-kanak tetapi tidak menderita obesitas saat dewasa. Faktor risiko yang dinilai adalah diabetes tipe 2 (RR 5.4; 95% CI 3.4 - 8.5), hipertensi (RR 2.7; 95% CI 2.2 - 3.3), dan aterosklerosis arteri carotis (RR 1.7; 95% CI 1.4 - 2.2). Risiko kardiovaskuler pada orang yang memiliki riwayat obesitas pada masa kanak- kanak tetapi tidak menderita obesitas saat dewasa hampir sama kecilnya dengan orang memiliki indeks massa tubuh normal (Juonala et al., 2011).

  Obesitas merupakan faktor risiko ke-5 yang menyebabkan kematian terbanyak di seluruh dunia. Secara global, sedikitnya 1,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya sebagai akibat dari obesitas. Kematian yang berhubungan dengan obesitas dan overweight sebesar 350.000 kematian setiap tahun di wilayah Asia Tenggara (WHO SEARO, 2011).

2.2 Profil Lipid

2.2.1 Lipid dan Lipoprotein

  Darah manusiamemiliki tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserida dan fosfolipid.Sifat lipid sulit larut dalam air.Untuk itu, dibutuhkan suatu zat pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein (Adam, 2010).

  Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (dalam bentuk bebas atau ester), trigliserida, fosfolipid, dan apoprotein.Lipoprotein berbentuk sferik dan mempunyai inti trigliserida dan kolesterol ester dan dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas.Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein (Adam, 2010).

Gambar 2.3 Struktur Lipoprotein Plasma

  Sumber: The AOCS Lipid Library (Christie, 2014)

  Masing-masing lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak, dan komposisi apoprotein. Dengan menggunakan teknik ultrasentrifugasi, pada manusia dibedakan enam golongan lipoprotein yaitu

  high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate- density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron,

  dan lipoprotein a kecil Lp(a) (Adam, 2010).

2.2.2 Dislipidemia dan Kadar Lipid Normal

  Dislipidemia dapat diklasifikasikan berdasarkan atas penyebabnya dan berdasarkan profil lipid yang menonjol.Berdasarkan penyebabnya, dislipidemia dapat dibedakan menjadi dislipidemia primer yang tidak jelas sebabnya dan dislipidemia sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik, diabetes mellitus, dan hipotiroidisme. Berdasarkan profil lipid yang menonjol, dislipidemia dapat dibedakan menjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, isolated low HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran (Adam, 2010).

  Kadar lipid normal sebenarnya sulit dipatok pada satu angka karena normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain. Walaupun demikian, National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP- ATP III) telah membuat batasan kadar lipid serum normal yang dapat dipakai secara umum (Adam, 2010).

Tabel 2.5 Kadar Lipid Serum Normal

  Kadar Lipid Serum (mg/dl) Kategori Kolesterol total < 200 Optimal 200 – 239 Diinginkan

  Tinggi ≥ 240 Kolesterol LDL < 100 Optimal 100-129 Mendekati optimal 130-159 Diinginkan 160-189 Tinggi

  Sangat tinggi ≥ 190 Kolesterol HDL < 40 Rendah Tinggi ≥ 60 Trigliserida < 150 Optimal 150-199 Diinginkan 200-499 Tinggi Sangat tinggi ≥ 500 Sumber: The National Cholersterol Education Program Adult Panel III (Adam,

  2010)

2.2.3 Profil Lipid dan Risiko Kardiovaskuler

  Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler.Beberapa penelitian mendapatkan hasil bahwa kadarkolesterol total, trigliserdia dan LDL yang tinggidan kadar HDL yang rendah berhubungan dengan risiko kardiovaskuler (Sone et al., 2011; Tirosh et al., 2011; Tarasov et al., 2014). Penelitian Yang et al (2012). menunjukkan bahwa kadar kolesterol total yang lebih rendah menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.

Gambar 2.4 Estimate of 10-Year Risk for Men Skor Risiko Framingham

  (Sumber:Executive Summary of the Third Reportof NCEP ATP III, 2001)

  Skor risiko Framingham (gambar 2.4) merupakan algoritme yang digunakan untuk strategi pencegahan primer untuk penilaian risiko penyakit jantung koroner.Skor risiko Framingham dihitung berdasarkan algoritme dari

  National CholesterolEducation Program (NCEP) Adult Treatment Panel(ATP) III

  berdasarkan enam faktor risiko koroner yaitu jenis kelamin, umur, kolesterol total, kolesterol HDL, tekanan darah sistolik, dan kebiasaan merokok (gambar 2.4).Kolesterol HDL yang telah dikenal sebagai faktor risiko yang penting untuk penyakit jantung koroner merupakan penentu utama diantara penanda lain dalam skor risiko Framingham (Ryoo et al., 2012).

  Kelompok subyek dengan kadar trigliserida tinggi memiliki risiko 1,54 kali lebih besar mengalami penyakit jantung koroner (Hazzard risk [HR]: 1,54; 95% CI 1.22–1.94). Subjek dengan kadar kolesterol LDL tinggi memiliki risiko 1,49 kali lebih tinggi mengalai penyakit jantung koroner (HR: 1,49; 95% CI 1.25–1.78) (Sone et al., 2011).

2.3 Adrenocorticotropine Hormone (ACTH) dan Enzim

  11 β-Hydroxylase

2.3.1 Struktur dan Biosintesis ACTH

  

Adrenocorticotropine Hormone merupakan polipeptida rantai tunggal yang mengandung 39 asam amino.Hormon ini berasal dari proopiomelanocortin (POMC) pada kelenjar hipofise.Sejumlah 23 asam amino yang pertama pada rantainya merupakan inti aktif dari molekul ACTH.Asam amino ke-24 sampai dengan 39 merupakan bagian ekor yang menstabilkan molekul ACTH dan memiliki komponen yang bervariasi antara satu spesies dengan spesies lainnya. Sekresi ACTH distimulus oleh corticotropin releasing hormone (CRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus (Barret et al., 2010).

  

Corticotropin releasing hormone berikatan dengan reseptor yang berikatan

  dengan G-protein coupled receptor (GPCR) pada membran sel. Setiap molekul GPCR dibentuk dari tiga subunit (trimetrik) yang dinamakan subunit α, β, dan γ. Subunit α terikat dengan guanosin difosfat (GDP) dan membentuk unit α-GDP. Pada waktu aktivitas GPCR melepas GDP dari subunit

  α dan akan mengikat molekul GTP menbentuk unit α-GTP. Proses ini dirangsang oleh Guanosine Exchange Factor (GEF). α-GTP ini akan mengaktifkan enzim adenyl cyclase

  (AC). Enzim adenyl cyclase yang aktif akan mengubah adenosine trifosfat (ATP) pada sitoplasma menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Cyclic

  adenosine monophosphate mengaktifkan protein kinase A (PKA) yang kemudian

  memforforilasi protein (P-protein) yang menstimulasi sintesis POMC melalui ekspresi gen POMC. Selanjutnya, POMC akan dipecah menjadi ACTH oleh enzim prohormon konvertase (Gambar 2.5) (Rhoades & Bell, 2013; Sembulingam & Sembulingam, 2013 ) .

Gambar 2.5 Skema Biosintesis ACTH pada Hipofise Anterior

  (Sumber: Rhoades & Bell, 2013)

2.3.2 Biosintesis Cortisol

  

Cortisol merupakan glukokortikoid yang dominan pada manusia.Hormon

  ini dihasilkan oleh korteks adrenal zona fasikulata.Sekresi cortisol dikontrol oleh ACTH yang berasal dari hipofise anterior (Barret et al., 2010; Xing et al.,

  2011) .Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa selain korteks adrenal,

  glukokortokoid (cortisol) juga dapat dihasilkan secara lokal oleh kulit, organ limfoid primer, saluran cerna, dan otak (Taves et al., 2011).

Gambar 2.6 Skema Kelenjar Adrenal dan Hormon yang Dihasilkannya

  (Sumber: Barret et al., 2010)

  

Cortisol seperti halnya hormon steroid lainya disintesis dari kolesterol

  yang berasal dari lipid droplet yang terdapat pada sel korteks adrenal. Kolesterol yang terdapat pada lipid droplet ini terutama terdiri dari ester kolesterol, molekul tunggal kolesterol yang teresterifikasi dengan molekul asam lemak. Kerja kolesterol esterase (cholesterol ester hydrolase/ CEH), yang menghidrolisis ikatan ester, membentuk kolesterol bebas yang digunakan untuk biosintesis steroid.Kolesterol bebas yang terbentuk akan masuk ke mitokondria, dimana proses sintesis hormon steroid dimulai (Rhoades & Bell, 2013).

  

Adrenocorticotropine Hormone berperan dalam sintesis cortisol di korteks

  adrenal.Adrenocorticotropine Hormone berikatan dengan melanocortin-2 receptor yang berikatan dengan suatu GPCR.Subunit α terikat dengan guanosin difosfat

  (GDP) dan membentuk unit α-GDP. Pada waktu aktivitas GPCR melepas GDP dari subunit

  α dan akan mengikat molekul GTP menbentuk unit α-GTP. Proses ini dirangsang oleh Guanosine Exchange Factor (GEF).

  α-GTP ini akan mengaktifkan enzim adenyl cyclase (AC). Enzim adenyl cyclase yang aktif akan mengubah adenosine trifosfat (ATP) pada sitoplasma menjadi cyclic adenosine

  monophosphate (cAMP). Cyclic adenosine monophosphate mengaktifkan protein

  kinase A (PKA) yang kemudian memforforilasi protein steroidogenic acute

  regulatory (StAR), yang memediasi transfer kolesterol dari cytosol ke dalam

  mitokondria untuk steroidogenesis.Adrenocorticotropine hormone meningkatkan sintesis enzim cytochrome P450s yang terlibat dalam sintesis glukokortikoid (Gambar 2.7) (Barret et al., 2010; Rhoades & Bell, 2013; Sembulingam & Sembulingam, 2013 ) .

Gambar 2.7 Mekanisme Kerja ACTH dalam Sintesis Hormon Korteks Adrenal

  (Sumber: Rhoades & Bell, 2013)

2.3.3 Peran Enzim

  11 β-Hydroxylasepada SekresiCortisol

  Hormon cortisol dibentuk dengan bantuan enzim

  11 β-hydroxylase. Enzim

  ini dikode oleh gen cytochrome P450, famili 11, subfamili B, polipeptide 1 (P450c11) atau lebih dikenal dengan gen CYP11B1. Enzim ini terdapat pada membran mitokondria sel korteks adrenal (Barret et al., 2010; Hu et al., 2010; Miller & Auchus, 2011; Taves et al., 2011).

Gambar 2.8 menunjukkan skema biosintesis hormon pada zona fasikulata dan zona retikularis korteks adrenal.Enzim

  11 β-hydroxylase menghidroksilasi

  molekul 11-deoxycortisol pada karbon 11 menjadi cortisol di dalam mitokondria sel korteks adrenal.Cortisol kemudian disekresikan ke aliran darah. Molekul 11-

  deoxycortisol disintesis dari 17-hydroxyprogesterone dengan bantuan enzim 21 β- hydroxylase , dan 17-hydroxyprogesterone disintesis dari 17- hydroxypregnenolone dengan bantuan enzim 3

  β-hydroxsteroid dehydrogenase (Barret et al., 2010; Rhoades & Bell, 2013).

Gambar 2.8 Biosintesis Hormon Korteks Adrenal

  (Sumber: Barret et al., 2010)

2.3.4 Fungsi Cortisol

  

Cortisol mengatur banyak proses metabolik yang meliputi homeostasis

  glukosa, sensitivitas insulin, dan metabolisme protein dan lemak. Cortisol meningkatkan penggunaan lemak dan asam amino berlebih untuk membentuk energi melalui proses glukoneogenesis dan mengurangi penggunaan glukosa.

  Cortisol juga meningkatkan konversi glukosa menjadi glikogen di hati (gambar 2.9) (Scanlon & Sanders, 2007; Barret et al., 2010; Rhoades & Bell, 2013).

  Selain itu, cortisol juga berperan dalam proses diferensiasi preadiposit menjadi adiposit melalui adipogenesis. Peningkatan kadarcortisolpada pasien

  cushing syndrome menyebabkan penumpukkan lemak berlebih di abdomen

  (obesitas visceral), resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi (Rhoades & Bell, 2013).

Gambar 2.9 Fungsi Cortisol

  (Sumber: Scanlon & Sanders, 2007

2.3.5 Aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal

  Regulasi sekresi cortisol berlangsung dengan mekanisme umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofise.Sekresi corticotropine-releasing hormone (CRH) akan dihambat apabila kadar cortisol dalam darah meningkat. Sebagai akibatnya, stimulasi CRH pada hipofise menurun sehingga laju sekresi ACTH juga menurun.Cortisol juga bekerja menghambat kerja CRH untuk menstimulasi sekresi ACTH pada hipofise (Rhoades & Bell, 2013).

Gambar 2.10 Aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal

  (Sumber: Rhoades & Bell, 2013)

2.3.6 Adrenocorticotropine Hormone, Cortisol dan Profil Lipid

  Kadar Adrenocorticotropine Hormone dan cortisol berhubungan dengan profil lipid serum (Prodam et al., 2013).Hasil penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa produksi ACTH pada wanita dengan obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan wanita normal (p<0,001) (Roelfsema et al., 2009).

  Paparan cortisol dalam jangka waktu lama menyebabkan abnormalitas lipid.Mekanisme terjadinya abnormalitas lipid tersebut melalui beberapa faktor, meliputi efek langsung maupun tidak langsung cortisol terhadap lipolisis, produksi asam lemak bebas, sintesis very low density lipoprotein(VLDL), dan akumulasi lemak di hati (Arnaldi et al., 2010).

  

Cortisol menyebabkan pemecahan lemak di jaringan adiposa dan

  meningkatkan kadar trigliserida dan asam lemak bebas dalam darah (Xu et al., 2009, Wang et al., 2012). Hasil eksperimen in vitro menunjukkanbahwa cortisol meningkatkan lipoprotein lipase pada jaringan adiposa dan sebagian lemak

  visceral dimana lipolisis diaktivasi dan menyebabkan pelepasan asam lemak

  bebas ke sirkulasi. Peningkatan asam lemak bebas akan meningkatkan akumulasi lemak di hati, menurunkan ambilan glukosa dan mengaktivasi bermacam enzim serin kinase yang menyebabkan penghantaran sinyal insulin menurun (Arnaldi et al. , 2010).

  Glukokortikoid mengatur diferensiasi, fungsi, dan distribusi jaringan lemak.Efek glukokortikoid pada metabolisme lemak di jaringan lemak meliputi rangsangan lipolisis maupun lipogenesis.Glukokortikoid dapat memicu diferensiasi preadiposit dan menghambat proliferasi sel stromal adiposa, memicu adipogenesis.Glukokortikoid meningkatkan lipolisis pada cadangan lemak perifer dan memicu diferensiasi preadiposit di lemak sentral (Arnaldi et al., 2010).Peningkatan glukokortikoid menyebabkan penumpukan lemak berlebih di abdomen (obesitas visceral) (Rhoades & Bell, 2013).

2.3.7 Adrenocorticotropine Hormone, Cortisol dan Risiko Kardiovaskuler

  Penelitian yang dilakukan pada 450 remaja dengan obesitas menunjukkan bahwa kadarACTH dan cortisol yang tinggi pada pagi hari berhubungan dengan faktor risiko kardiovaskuler. Cortisol yang tinggi berhubungan dengan hipertensi (Prodam et al., 2013).

  Kadar cortisol berlebih memberikan kontribusi yang signifikan untuk peningkatan risiko kardiovaskuler pada remaja wanita dengan obesitas (Russell et

  al. , 2009).Kadar cortisol plasma puasa berkorelasi dengan peningkatan risiko

  penyakit jantung iskemik. Subjek dengan kadar cortisol plasma lebih tinggi memiliki risiko 1,58 kali lebih besar menderita penyakit jantung iskemik dibandingkan dengan subjek dengan kadar cortisol plasma yang lebih rendah (p: 0,02, OR: 1,58) (Reynolds et al., 2010). Sebaliknya, Kumari et al.(2011) mendapatkan bahwa penurunan kadarcortisol diurnal yang lebih rendah dari rata- rata berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler.

2.4 Kerangka Teori Kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 2.11 Kerangka Teori Penelitian

2.5 Kerangka Konsep

  β hydroxylase serum dengan profil lipid serum (kadar kolesterol total, kolesterol

  • - Penelitian ini menilai hubunganantara kadar ACTH plasma dan 11

  HDL, kolesterol LDL, dan trigliserdia) pada laki-laki dewasa muda yang mengalami obesitas, overweight dan normal.

Dokumen yang terkait

Hubungan Kadar Adrenocorticotropine Hormone dan Enzim 11 β-Hydroxylasedengan Profil Lipid Serum pada Obesitas, Overweight dan Normal

1 42 151

Korelasi Kadar Estradiol dan Kadar Leptin dengan Profil Lipid pada Wanita Obesitas, Overweight dan Berat Badan Normal di Kota Banda Aceh.

2 90 134

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 LENSA 2.1.1 Anatomi Lensa - Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENYAKIT DIABETES MELLITUS (DM) 2.1.1 Definisi DM - Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Profil Lipid Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin pada Preeklamsia Berat Early Onset dan Late Onset

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tauco 2.1.1 Definisi Tauco - Penetapan Kadar Protein Dalam Tauco Dengan Metode Kjeldahl

1 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Endometriosis - Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum pada Wanita dengan Endometriosis

0 2 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Veruka Vulgaris 2.1.1 Definisi - Hubungan Lama Waktu Penyembuhan dan Karakteristik Penderita pada Pengobatan Veruka Vulgaris dengan Pengolesan Larutan Fenol 80%

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 24

Hubungan Kadar Adrenocorticotropine Hormone dan Enzim 11 β-Hydroxylasedengan Profil Lipid Serum pada Obesitas, Overweight dan Normal

0 0 36