INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009

INTEGRITAS SEKTOR PUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 FAKTA KORUPSI DALAM LAYANAN PUBLIK

ii

Integritas Sektor Publik Indonesia

Tahun 2009 Disusun oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan

Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi

Diterbitkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi

Jakarta, September 2010

ISBN 978-979-19557-3-7 Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009

Fakta Korupsi dalam Layanan Publik 166 hlm + vi

Kegiatan Survei Integritas Sektor Publik 2009 didanai oleh APBN Terjemahan dan Pencetakan didanai oleh World Bank

www.kpk.go.id Jl. H.R. Rasuna Said Kav C-1 Jakarta Selatan-Indonesia Telp. (021) 2557 8300 Fax. (021) 5289 2448

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa buku “Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009: Fakta Korupsi dalam Layanan Publik” telah diselesaikan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Survei Integritas Sektor Publik telah kami lakukan sejak tahun 2007. Survei tahun 2009 dilakukan terhadap 39 instansi pusat, 10 pemerintah provinsi dan 49 pemerintah kabupaten/kota dengan total 371 unit layanan yang memberikan pelayanan kepada publik (masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini adalah pengguna

iii layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan pada April-September 2009. Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang bersumber dari hasil Integritas Sektor wawancara secara langsung dengan responden di lapangan. Publik Indonesia

Tahun 2009

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam pelaksanaan survei serta dalam penyusunan buku ini. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi peningkatan integritas sektor publik di Indonesia.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

Jakarta, September 2010

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

2 Integritas Sektor

1.1. Latar Belakang

Publik Indonesia

Tahun 2009

Instansi Pemerintah, baik di tingkat pusat dan daerah dari orientasi pada penyedia layanan (supply) menjadi merupakan sektor publik yang bertugas memberikan

perspektif pengguna layanan (demand). Survei Integritas pelayanan kepada masyarakat. Di dalam melaksanakan

Sektor Publik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tugasnya, sektor publik ini menggunakan dana dari APBN/ (KPK) secara reguler tiap tahun dilakukan untuk mengukur APBD yang sebagian besar bersumber dari dana masyarakat

hal tersebut.

dalam bentuk pajak yang dibayar oleh masyarakat. Salah satu bentuk pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut

Melalui diseminasi secara aktif hasil survei integritas sektor adalah melalui pemberian pelayanan yang terbaik kepada

publik kepada media massa, masyarakat dan lembaga masyarakat dengan tidak membebani mereka dengan

penyedia layanan, diharapkan akan mendorong sektor publik berbagai pungutan.

secara sukarela melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut

Fakta yang dijumpai saat ini, pelayanan sektor publik bila dilakukan secara komprehensif pada akhirnya akan merupakan salah satu sektor di mana tindak pidana korupsi

menaikkan integritas sektor publik yang bersangkutan dan terutama dalam bentuk penyuapan, pemerasan maupun

meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor publik. gratifikasi masih banyak terjadi. Bahkan hal tersebut sudah mulai dilakukan secara sistematis serta semakin meluas dan semakin canggih dalam proses pelaksanaannya.

1.2. Maksud dan Tujuan Survei

Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, Mendapatkan informasi data primer dari pengguna layanan hendaknya dihindari pengukuran korupsi yang semata- mengenai unsur-unsur integritas sektor publik dan bagaimana

mata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan unsur integritas tersebut dimiliki dan diterapkan oleh sektor menghukumnya. Penting untuk menempatkan strategi

publik menurut penilaian pengguna layanan. pencegahan korupsi dengan tujuan untuk mengeliminasi

faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi sejak awal. Dalam

Survei ini bertujuan untuk :

menetapkan strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi

a. Memetakan tingkat integritas sektor publik melalui dan dianalisa faktor-faktor yang menjadi akar penyebab yang

kegiatan survei rutin setiap tahun; berkontribusi menimbulkan korupsi pada sektor publik.

b. Memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia;

Olehkarena itu penting untuk menilai tingkat integritas

c. Memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsur-unsur sektor publik yang secara sistematis dapat menggambarkan

integritas di sektor publik di Indonesia; sifat-sifat korupsi di sektor publik tersebut.

d. Memberikan masukan dalam rangka peningkatan Penilaian yang dilakukan langsung oleh pengguna layanan

integritas sektor publik di Indonesia. publik ini diharapkan mampu mengubah perspektif layanan

1.3. Metodologi

Penjelasan singkat mengenai metodologi pelaksanaan survei dijelaskan dalam tabel berikut.

No Uraian

Penjelasan

1 Waktu Pelaksanaan Survei

Survei dilaksanakan pada 21 April hingga 7 September 2009

2 Lokasi Survei

Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Pusat dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Provinsi dilakukan di 10 provinsi Untuk Unit Layanan Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan di 49

kabupaten/ kota

3 Jumlah Instansi dan Unit

Tingkat Pusat : 136 unit layanan pada 39 Instansi (19 Kementerian, 8 LPND, Layanan yang disurvei 12 BUMN/ BLU)

Tingkat Provinsi: masing-masing 4 unit layanan di 10 pemerintah provinsi, kecuali Jawa Timur hanya 3 unit layanan

Integritas Sektor

Tingkat Kab/Kota : masing-masing 4 unit layanan di 49 kabupaten/Kota

Publik Indonesia

Tahun 2009 yang tersebar di 10 Provinsi

4 Nama Unit Layanan

Tingkat Pusat: Program, Layanan Perizinan, Layanan Non Perizinan dan

yang disurvei

Pengadaan Barang & Jasa Tingkat Provinsi:1) Izin trayek antar kota dalam provinsi; 2)Izin pendirian

koperasi/ UKM; 3)Pelayanan RSUD Kelas B Tingkat Provinsi; dan 4)Pengadaan barang&jasa di SKPD lingkungan pemerintah provinsi Tingkat Kab/Kota : 1) Akte kelahiran; 2)Bantuan pembangunan/renovasi/

perbaikan fisik sekolah dari APBD II; 3)Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas/RSUD Kelas C; 4)Pengadaan barang&jasa di SKPD di lingkungan Pemkab/ Pemkot

5 Responden

Kriteria : pengguna langsung unit layanan dalam 1 tahun terakhir, telah selesai menjalani seluruh prosedur pelayanan, individu atau mewakili perusahaan/instansi, berusia di atas 18 tahun

Jumlah Responden total 11.413 orang, terdiri dari 4.592 di pusat, 1.039 di tingkat provinsi dan 5.782 di tingkat kabupaten/kota

6 Alat Ukur

Variabel (2): Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas Indikator (6) : Pengalaman Korupsi, Cara Pandang terhadap Korupsi, Lingkungan Kerja, Sistem Administrasi, Perilaku Individu, Pencegahan Korupsi Sub-Indikator(18) : Frekuensi pemberian gratifikasi, Jumlah/besaran

gratifikasi, Waktu pemberian gratifikasi, Arti pemberian gratifikasi, Tujuan pemberian gratifikasi, Kebiasaan pemberian gratifikasi,Kebutuhan pertemuan di luar prosedur, Keterlibatan calo, Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, Suasana/kondisi di sekitar pelayanan, Kepraktisan SOP, Keterbukaan informasi, Pemanfaatan teknologi informasi, Keadilan dalam layanan, Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, Perilaku pengguna layanan, tingkat/upaya anti korupsi korupsi, Mekanisme pengaduan masyarakat

7 Metode pengukuran

Pembobotan variabel, indikator dan sub indikator oleh para pakar melalui diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penilaian kuesioner oleh responden

8 Instrumen Pengumpulan

Kuesioner

Data dan Informasi

Wawancara Pengamatan

Tabel 1 9 Nilai Indeks

Sebaran Nilai : 1-10

Metodologi pelaksanaan survei Arti Nilai : semakin mendekati 10 maka integritas semakin baik ingegritas sektor publik

Metodologi yang digunakan pada tahun 2009 ini tidak Sementara pada tahun 2008 survei baru dilakukan pada jauh berbeda dengan yang digunakan pada tahun 2008,

layanan publik Pemerintah di tingkat pusat dan pemerintah perbedaannya hanya pada penambahan ruang lingkup

Kabupaten/Kota. Penjelasan lebih lengkap tentang survei untuk tahun 2009 yang juga mencakup layanan publik

metodologi ada pada lampiran.

di tingkat Pemerintah Provinsi.

4 Integritas Sektor

Publik Indonesia Tahun 2009

INTEGRITAS NASIONAL

INTEGRITAS NASIONAL

6 Integritas Sektor

Nilai Integritas Nasional disusun berdasarkan variabel Secara lebih terperinci, nilai integritas nasional berasal dari: Tahun 2009 Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas yang keduanya

Publik Indonesia

(a) 136 unit layanan di 39 instansi pusat; diperoleh dari indikator dan sub indikator pada unit

(b) 39 unit layanan di 10 pemerintah provinsi; dan layanan-unit layanan publik yang disurvei di tingkat pusat,

(c) 196 unit layanan di 49 pemerintah kabupaten/kota. pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

2.1. Total Integritas Tingkat Nasional

2.1.1. Nilai Integritas Nasional

Nilai rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009 Nilai integritas 6,50 dianggap masih cukup rendah, meng- adalah 6,50. Nilai tersebut lebih rendah dibanding dengan

ingat hanya sekitar 0,5 di atas standar integritas minimal yang nilai integritas tingkat pusat dan daerah tahun 2008 yang

ditetapkan oleh KPK. Nilai tersebut juga masih jauh lebih rata-rata 6,84 dan 6,69, namun sedikit lebih tinggi dari nilai

rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti Korea integritas pusat tahun 2007 yang rata-rata 5,53. Penurunan

yang memiliki nilai integritas mencapai 9. tersebut sebagian dikarenakan mulai tahun 2009, KPK menetapkan standar minimal integritas sektor publik,

Gambaran secara menyeluruh mengenai nilai masing-masing dengan nilai 6 sebagai standar integritas minimal yang harus

indikator dan sub-indikator untuk tingkat nasional dijelaskan dipenuhi oleh instansi penyedia layanan publik. Penetapan

dalam tabel berikut:

standar minimal integritas tersebut sekaligus bertujuan untuk membatasi keragaman jawaban responden atas persepsi yang berbeda akibat perbedaan tingkat pendidikan, golongan umur, domisili, jenis pekerjaan maupun status responden terhadap pertanyaan yang diajukan.

Integritas Total 2 Variabel

6 Indikator

18 Sub-Indikator

Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7

Pengalaman Korupsi

Jumlah/Besaran

gratifikasi (0,140)= 6

Pengalaman Integritas

Waktu pemberian

gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi

Cara Pandang

Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65

Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7

Kebiasaan pemberian

gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di

Integritas Sektor

luar prosedur (0,058) = 8

Publik Indonesia Tahun 2009

Keterlibatan calo

Lingkungan Kerja

(0,357)= 6,54 Fasilitas di sekitar lingkungan

Integritas Total

pelayanan (0,107) = 6

Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7

Potensi Integritas

Kepraktisan SOP (0,258)= 6

Sistem Administrasi

Keterbukaan informasi

(0,637)= 6 Pemanfaatan teknologi

informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan

Tabel 2.1.

Nilai Integritas,

Perilaku Individu

Ekspektasi petugas terhadap

Variabel, Indikator dan

gratifikasi (0,584)= 7

Sub Indikator Sektor Publik Tingkat Nasional

Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7

Tingkat Upaya Anti Korupsi

Pencegahan Korupsi

Mekanisme Pengaduan

Keterangan:

(...) = Bobot; .... = Nilai Dengan nilai rata-rata integritas 6,50, terlihat bahwa nilai

Masyarakat (0,200)= 3

Nilai total integritas terhadap 98 instansi di tingkat nasional potensi integritas masih rendah yaitu 5,87, di bawah nilai

memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar yaitu berkisar integritas minimal yang ditetapkan KPK sebesar 6,0. Dari

antara 7,62 sampai 4,75. Rentang yang sempit tersebut sebagai variabel potensi integritas, indikator sistem administrasi dan

akibat penetapan standar integritas minimal sektor publik pencegahan korupsi merupakan kontributor terbesar yang

yang ditetapkan oleh KPK. Dengan standar yang ditetapkan menurunkan nilai potensi integritas. Pada indikator sistem

tersebut, pengguna layanan akan menjawab pertanyaan administrasi, pemanfaatan teknologi informasi memiliki nilai

dengan standar yang seragam sehingga perbedaan persepsi yang sangat rendah. Sementara pada pencegahan korupsi,

bisa diminimalisir.

seluruh sub indikator (tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat) berkontribusi dalam

Peringkat nasional integritas sektor publik ditunjukkan dalam rendahnya nilai pencegahan korupsi.

Lampiran 2.

Dengan nilai rata-rata integritas nasional 6,50 terdapat 49

15 instansi/pemprov/pemkab-Pemkot yang memiliki nilai instansi/pemprov/pemkab-Pemkot (50%) yang nilainya

integritas di bawah 6,0. Artinya, 15 persen instansi di Indonesia sama atau di bawah rata-rata, dan 49 instansi (50%) yang nilai

masih memiliki standar pelayanan di bawah yang ditetapkan integritasnya di atas rata-rata. Berdasarkan standar minimal

KPK dan harus terus meningkatkan kualitas layanannya yang ditetapkan KPK sebesar 6,0 sebagai dasar bahwa instansi

supaya paling tidak bisa mencapai standar minimal integritas yang bersangkutan sudah bisa memenuhi standar minimal

yang 6,0, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut. pelayanan yang berintegritas, terlihat bahwa masih terdapat

No Instansi/Pemprov/

Nilai Integritas Total

Peringkat (1-100)

Pemkab-Pemkot

di bawah 6,0

1 Kabupaten Garut

2 Kota Makasar

3 Kabupaten Gowa

4 Kota Manado

5 Kabupaten Deli Serdang

8 6 Kepolisian

7 Kabupaten Maros

Integritas Sektor Publik Indonesia

8 Kementerian Perindustrian

9 Provinsi DKI Jakarta

93 Tabel 2.2. 11 Instansi/Pemprov/ Kota Bandar Lampung 5,59 94

10 Kota Samarinda

Pemkab-Pemkot 12 Kabupaten Kuningan

95 dengan Nilai Integritas di 13 Kota Jakarta Selatan

96 bawah Standar 14 Provinsi Sulawesi Utara

97 Minimal Integritas yang 15 ditetapkan KPK Provinsi Sulawesi Selatan 4,75 98

Namun demikian 85 persen instansi/provinsi/pemkab- integritas nasional juga menjadi tinggi. Nilai pengalaman Pemkot dianggap sudah cukup memenuhi standar minimal

integritas yang lebih tinggi daripada nilai potensi integritas integritas dalam pelayanan, walaupun bila diperinci secara

dapat menjelaskan kondisi berikut:

lebih detail dari instansi yang sudah memenuhi standar integritas minimal tersebut masih banyak memiliki kelemahan-

1. Nilai potensi integritas yang masih rendah menunjukkan kelemahan dalam praktek pelayanannya.

bahwa secara umum belum tersedia sistem dan ling- kungan yang berpotensi mendukung terselenggaranya

Informasi lain yang menarik adalah ada 2 pemerintah provinsi transparansi dan profesionalitas petugas dalam melayani dan 1 pemerintah kota yang mempunyai nilai total integritas

masyarakat. Peluang terjadinya korupsi masih terbuka di bawah 5,0. Kondisi ini menggambarkan masih ada layanan

karena sistem pendukung layanan belum menunjukkan publik pada pemerintah daerah yang masih dibayangi oleh

ke arah anti korupsi

nilai merah dalam memberikan layanannya karena masih

2. Sistem dan fasilitas yang telah tersedia untuk mendukung suburnya perilaku korup.

pelayanan publik dinilai masyarakat belum mendukung terselenggaranya pelayanan sesuai yang diharapkan oleh

Nilai integritas yang diperoleh di tiap instansi baik di tingkat

masyarakat

3. Nilai pengalaman integritas yang cukup baik menunjuk- pengalaman integritas dan potensi integritas dengan masing-

pusat maupun daerah, merupakan akumulasi dari nilai

kan bahwa praktek-praktek suap dan pungutan liar secara masing bobot 0,750 dan 0,250. Nilai rata-rata integritas

nyata telah mulai berkurang.

sektor publik tingkat nasional Tahun 2009 sebesar 6,50 tersebut diperoleh dengan memperhitungkan nilai rata-rata pengalaman integritas 6,71 dan nilai rata-rata potensi

2.1.2. Unit Layanan dan Instansi yang Dinilai

integritas 5,87. Penilaian integritas sektor publik nasional tahun 2009 di-

Terlihat bahwa nilai rata-rata pengalaman integritas lebih lakukan terhadap 371 unit layanan di tingkat pusat, pemerintah tinggi dibandingkan dengan nilai potensi integritas. Oleh

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Secara terperinci karena bobot pengalaman integritas yang lebih tinggi,

unit layanan tersebut dijelaskan dalam tabel berikut. tingginya skor pengalaman integritas membuat nilai total

Instansi

Unit Layanan

1. Program 2. Perizinan

Pusat

3. Non Perizinan 4. Pengadaan Barang dan Jasa

Catatan: nama layanan berbeda tiap instansi 1. Pelayanan RSUD Tingkat Provinsi (Kelas B)

2. Pengadaan Barang dan Jasa di SKPD

Pemerintah Provinsi

Lingkungan Pemerintah Provinsi 3. Izin Trayek antar Kota dalam Provinsi 4. Izin Pendirian Koperasi/UKM

Catatan: nama layanan sama untuk tiap provinsi

1. Pelayanan RSUD Tingkat Provinsi (Kelas C) 2. Pengadaan Barang dan Jasa di SKPD

Pemerintah Kabupaten/Kota

Integritas Sektor

Lingkungan Pemerintah Kabupaten/

Publik Indonesia Tahun 2009

Kota

3. Akte Kelahiran

Tabel 2.3.

4. Bantuan Pembangunan/Renovasi/

Unit Layanan pada

Perbaikan Fisik Sekolah dengan APBD II

Survei Integritas Sektor Publik 2009

Catatan: nama layanan sama untuk tiap provinsi

Pada unit layanan tingkat pusat oleh karena nama unit Nilai rata-rata integritas per unit layanan yang disurvei layanannya berbeda untuk tiap instansi maka ditetapkan unit

menunjukkan bahwa pelayanan pengadaan barang dan layanan yang dipilih dapat digolongkan sebagai program,

jasa baik di tingkat pusat, pemerintah provinsi maupun layanan perizinan, layanan non perizinan dan pengadaan

pemerintah kabupaten/kota merupakan unit layanan yang barang dan jasa. Sedangkan untuk pemerintah provinsi dan

nilainya masih rendah. Nilai integritas yang relatif baik dicapai pemerintah kabupaten/kota, ditetapkan unit layanannya

oleh unit pelayanan dasar dan program-program pemerintah seragam yang mewakili golongan pelayanan dasar, perizinan,

pusat maupun daerah. Sedangkan layanan perizinan dan non non perizinan, program dan pengadaan barang dan jasa.

perizinan masih harus dilakukan perbaikan dan peningkatan. Lihat gambar berikut.

Pusat

Pemprov

Pemkab/Pemkot

Program Perizinan

Bantuan PBJ Perizinan

Non

PBJ Pusat

RSUD

Izin Trayek

Kelas B

Antar Kota

Pemba- Pemkab/

Koperasi/

Puskesmas

ngunan/ Pemkot

UKM

RSUD

perbaikan Fisik

kelas C

Sekolah

Gambar 2.1. Nilai Rata-rata Unit Layanan pada Survei Integritas Tahun 2009 di Tingkat Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

Bila nilai integritas unit layanan dibandingkan dengan nilai nasional (6,50). Namun masih ada 5 instansi yang berada di rata-rata integritas nasional, secara nasional dapat dilihat

pusat dan pemerintah kabupaten yang seluruh unit layanan- bahwa terdapat 23 instansi di tingkat pusat, pemerintah

nya memiliki nilai integritas di bawah rata-rata nasional. Lihat provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang unit layanan

tabel berikut.

sampelnya seluruhnya memiliki nilai integritas di atas rata-rata

Nilai Integritas Unit

Jumlah Instansi Pusat/

Jumlah Instansi Pusat/Provinsi/

Layanan (Nasional) Provinsi/ Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota

(1) Kementan; (2) PT Pos Indonesia; (3) PT Pertamina; (4) Badan Pengawas Obat dan Makanan; (5) PT Jamsostek; (6) Badan Akreditasi Negara; (7) PT Angkasa Pura II; (8) PT Pelayaran Nasional Indonesia; (9) Kemdiknas;

Nilai Integritas Unit

(10) PT Perusahaan Gas Negara; (11) Kementerian

Layanan Tingkat

23 Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 12) PT KAI;

Nasional seluruhnya

(13) PT Asuransi Jasa Raharja; (14) Kemenkeu;

10 di atas rata-rata

(15) Kemenkes; (16) Pemprov Jatim; (17) Pemprov Kalsel; (18) Pemkot Denpasar; (19) Pemkot Balikpapan;

Integritas Sektor

(20) Pemkab Tanah Bumbu; (21) Pemkot Banjarmasin;

Publik Indonesia Tahun 2009

(22) Pemkot Malang; (23) Pemkab Sampang (1) PT Kawasan Berikat Nusantara; (2) Badan Nasional

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; (3) Kemenkop UKM; (4) Kemenakertrans; (5) PT Pelindo II; (6) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional; (7) BPN; (8) Kemenhub; (9) Kemendag; (10) Kemenhut; (11)Kesdm; (12) KKP; (13) MA; (14) Kemenkumham; (15) PLN; (16) Kemenag; (17) Kemlu; (18) Kemen PU; (19) Kemenpera; (20) POLRI; (21) Pemprov Jabar; (22) Pemprov Kaltim; (23) Pemprov Bali; (24) Pemprov Lampung; (25) Pemprov Sumut; (26) Pemprov DKI Jakarta; (27) Pemprov Sulut; (28) Pemprov Sulsel; (29) Pemkot Medan; (30) Pemkab Langkat; (31) Pemkab Deli Serdang; (32) Pemkab Tapsel; (33) Pemkot Bandar Lampung;

Nilai Integritas Unit

(34 )Pemkab Lampung Selatan; (35) Pemkab Lampung Layanan Tingkat Tengah; (36) Pemkot Metro; (37) Pemkot Jakarta Selatan; Nasional sebagian (38) Pemkot Jakarta Timur; (39) Pemkot Jakarta Barat; (40) di atas rata-rata dan

Pemkot Jakarta Pusat; (41) Pemkot Jakarta Utara;

sebagian di bawah (42) Pemkab bandung; (43) Pemkab garut; (44) Pemkab rata-rata

Majalegka; (45) Pemkab Cirebon; (46) Pemkot Bekasi; (47) Pemkab Sukabumi; (48) Pemkab Cianjur; (49) Pemkot Bogor; (50) Pemkot Surabaya; (51) Pemkab Sumenep; (52) Pemkab Sidoarjo; (53) Pemkab Gresik; (54) Pemkab Lamongan; (55) Pemkab Kediri; (56) pemkab Bojonegoro; (57) Pemkab Badung; (58) Pemkab Gianyar; (59) Pemkot Kotabaru; (60) Pemkot Banjarbaru; (61) Pemkab Kutai Kertanegara; (62 )Pemkot Samarinda; (63) Pemkot Bontang; (64) Pemkot Makassar; (65) Pemkab Gowa; (66) Pemkab Pangkep; (67) Pemkab Maros; (68) Pemkot Manado; (69) Pemkot Tomohon; (70) Pemkab Minahasa Utara

Nilai Integritas Unit

(1) Kejaksaan; (2) RSCM; (3) Kemenkominfo;

Layanan Tingkat

5 (4) Kemenperin; (5) Pemkab Kuningan

Tabel 2.4. Nasional seluruhnya

Kelompok Nilai di bawah rata-rata

Integritas Unit Nasional

Bagian yang paling besar adalah instansi di mana sebagian jumlah unit layanan yang nilai integritasnya di atas rata-rata nilai integritas unit layanannya di atas rata-rata dan sebagian

dan di bawah rata-rata sama (2-2 atau 1-1) sebanyak 29 lagi di bawah rata-rata dengan jumlah mencapai 70 instansi.

instansi, sedangkan untuk instansi yang unit layanannya Dari 70 instansi tersebut, 23 instansi yang unit layanan

lebih banyak yang nilai integritasnya di bawah rata-rata sampel nya sebagian besar (4 dari 5 unit layanan sampel, 3

sebanyak 18 instansi.

dari 4, atau 2 dari 3) memiliki nilai integritas di atas rata-rata,

2.2. Pengalaman Integritas Tingkat Nasional

Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan (Experienced Corruption) dengan bobot 0,800 dan Cara salah satu unsur penyusun nilai integritas publik. Experi- Pandang Korupsi (Perceived Corruption) dengan bobot enced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi

Frekuensi Pemberian

Integritas Sektor

Gratifikasi (0,333)= 7 Publik Indonesia

Tahun 2009

Pengalaman Korupsi Jumlah/Besaran

gratifikasi (0,140)= 6

Pengalaman Integritas

Waktu pemberian

Tabel 2.5.

gratifikasi (0,528) = 7

Nilai Variabel

Arti pemberian

Pengalaman gratifikasi (0,167)= 5 Integritas beserta

Cara Pandang Terhadap Korupsi

Indikator dan Sub (0,200)= 6,65 Indikatornya Tujuan pemberian

gratifikasi (0,833) = 7

Nasional

Nilai rata-rata pengalaman integritas dari 98 instansi pusat, Terdapat 49 instansi pusat/pemprov/pemkab-pemkot pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah

yang nilai pengalaman integritasnya di bawah rata-rata 6,71. Seperti halnya total integritas nasional, nilai pengalaman

pengalaman integritas nasional. Dari 49 tersebut, 12 di- integritas memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar, yaitu

antaranya nilai pengalaman integritasnya di bawah rata-rata dari 7,92 pada Kementerian Pertanian sampai yang terendah

standar integritas minimal yang ditetapkan KPK, seperti 4,55 pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Gambaran

ditunjukkan oleh tabel berikut.

lebih lengkap ditunjukkan dalam Lampiran 3.

No Instansi/Pemprov/

Nilai Pengalaman Integritas

Peringkat (1-100)

Pemkab-Pemkot

di bawah 6,0

1 Kota Manado

2 Kota Makasar

4 Kabupaten Maros

5 Kota Samarinda

6 Provinsi DKI Jakarta 5.67 92 Tabel 2.6. Instansi/Pemprov/

7 Kementerian Perindustrian 5.64 93 Pemkab-Pemkot 8 Kota Bandar Lampung

5.64 94 dengan Nilai 9 Kabupaten Kuningan

5.10 95 Pengalaman Integritas di bawah Standar 10 Kota Jakarta Selatan

4.79 96 Minimal Integritas 11 Provinsi Sulawesi Utara

4.66 97 yang ditetapkan KPK 12 Provinsi Sulawesi Selatan

Data yang ditampilkan menggambarkan bahwa nilai integritas kurang dari 6 adalah Kepolisian RI dan Kementerian pengalaman integritas yang berada di bawah standar integ- Perindustrian. ritas minimal KPK sebagian besar adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bahkan 3 pemerintah

Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator dari pengala- daerah yaitu Jakarta Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi

man integritas, yaitu pengalaman korupsi dan cara pandang Selatan memiliki nilai pengalaman integritas kurang dari 5.

masyarakat terhadap korupsi.

Sedangkan instansi pusat yang memiliki nilai pengalaman

2.2.1. Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional

Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat biaya resmi yang ditetapkan, berapa kali biaya tambahan dalam mengurus atau memperoleh layanan publik ditunjuk- diberikan dan berapa besarnya serta kapan gratifikasi kan dalam bentuk biaya-biaya tambahan (gratifikasi) yang

tersebut diberikan.

harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan di luar

12 Integritas Sektor

Indikator

Sub-Indikator

Publik Indonesia

Tahun 2009

Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7

Tabel 2.7.

Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,73 Jumlah/Besaran gratifikasi

Nilai Indikator Pengalaman (0,140)= 6 Korupsi dan Sub

Waktu pemberian gratifikasi

Nilai rata-rata pengalaman korupsi adalah 6,73. Nilai tersebut menyatakan bahwa mereka memberikan biaya tambahan sudah masuk dalam standar integritas minimal yang ditetap- pada saat mengurus layanan. Dari 25 persen responden yang kan oleh KPK, namun pada faktanya tindakan pemberian

memberikan biaya tambahan, terlihat bahwa 30 persennya gratifikasi pada unit layanan masih dijumpai. Sebanyak

memberikan uang tambahan lebih dari 1 kali.

25 persen responden dari total responden 11.413 orang

2 kali 9%

Sekali 70%

Gambar 2.2. Persentase dan

Lebih dari

Frekuensi Pengguna

2 kali

Layanan Yang

Ya

Membayar Biaya Tambahan (Gratifikasi)

Tidak

secara Nasional

Sub indikator jumlah/nilai gratifikasi nilainya masih sama kan kepada petugas dalam bentuk uang (96%). Uang dengan standar minimal KPK. Kondisi tersebut menunjuk- tambahan tersebut diberikan di akhir pengurusan (44%). kan bahwa secara nasional masih dijumpai adanya gratifikasi

Namun demikian ada juga yang membayar uang tambahan pada unit layanan walaupun dalam jumlah yang tidak besar.

tersebut di awal atau pada saat proses pengurusan, atau bahkan ada yang membayar di 2 dari 3 tahap tersebut

Hampir seluruh responden yang menyatakan membayar atau bahkan di awal, di saat pengurusan maupun akhir biaya tambahan mengatakan bahwa biaya tambahan diberi- pengurusan, seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.

Awal Pengurusan

Saat Pengurusan

Gambar 2.3. Waktu Pengguna Layanan

Awal Pengurusan

Memberikan Uang Tambahan (jawaban multiple)

2.2.2. Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional

13 Yang dimaksud dengan cara pandang adalah bagaimana Integritas Sektor atau tidak. Apa tujuan mereka membayar biaya tambahan

Publik Indonesia

masyarakat memandang korupsi di lembaga layanan publik, tersebut, dan seberapa jauh tingkat toleransi masyarakat ter- Tahun 2009 bagaimana masyarakat mengartikan biaya-biaya atau

hadap biaya-biaya tambahan yang harus mereka keluarkan. imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong korupsi

Arti pemberian gratifikasi

Nilai Indikator Cara

Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 (0,167)= 5

Pandang Terhadap Korupsi dan Sub

Tujuan pemberian gratifikasi

Nilai cara pandang masyarakat Indonesia terhadap korupsi tinggi dari masyarakat memiliki toleransi dalam memandang adalah 6,65 dan cukup memenuhi standar integritas

gratifikasi dan korupsi di layanan publik ditunjukkan minimal yang ditetapkan oleh KPK. Namun bila dilihat dari

oleh masih adanya 21 persen masyarakat yang menganggap sub indikatornya terlihat bahwa arti pemberian gratifikasi

bahwa pemberian uang tambahan dalam pengurusan dengan nilai 5 dianggap masih relatif rendah. Kondisi tersebut

layanan publik merupakan perbuatan yang lazim. mencerminkan bahwa masyarakat umumnya mengartikan gratifikasi belumlah suatu perbuatan yang memalukan dan

Berdasarkan fakta yang dijumpai di unit layanan, tujuan uta- tercela, tetapi hanyalah suatu perbuatan yang seharusnya

ma responden memberikan uang tambahan atau gratifikasi tidak boleh dilakukan. Bahkan sebagian berpendapat bahwa

adalah sebagai ucapan terimakasih (57%) dan mempercepat perbuatan tersebut lazim dilakukan. Toleransi yang cukup

waktu pengurusan (45%).

Tujuan Pengguna

Layanan Memberikan Uang Tambahan? (jawaban multiple)

Ucapan terima Mempercepat

Tidak ada

Meluluskan

Menghindari

Rasa kasihan

Lain - lain

kasih waktu

alasan khusus

pengurusan

perlakuan

karena gaji

petugas rendah

syarat2 tidak

dari Petugas

terpenuhi

Bila pertanyaan diperdalam lagi mengenai alasan memberi- 34% karena petugas meminta secara langsung atau dalam kan uang tambahan, sebagian besar responden (45%)

bentuk sinyal, menahan-nahan pengurusan/mempersulit menyatakan bahwa mereka merasa telah dibantu petugas,

pengurusan dan karena adanya persyaratan yang tidak bisa 43% dalam rangka mempercepat proses pengurusan dan

dipenuhi (5%), seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.

Telah dibantu oleh Petugas

Untuk mempercepat proses pengurusan

Petugas meminta secara langsung

Pengguna menawarkan sendiri uang

tambahan

Puas dengan pelayanan petugas

Pengguna menawarkan sendiri uang

Integritas Sektor

tambahan

Publik Indonesia Tahun 2009

Petugas menahan-nahan/mempersulit

pengurusan

Gambar 2.5. Alasan Pengguna

Ada persyaratan yang tidak bisa dipenuhi

Layanan Memberikan Uang Tambahan dalam Proses

Kasihan kepada petugas

Pengurusan Layanan (jawaban multiple)

Sebenarnya secara umum (63%) masyarakat pengguna menganggap bahwa adanya uang tambahan dalam layanan berpendapat bahwa adanya uang tambahan dalam

pengurusan layanan merupakan perbuatan yang memalukan pengurusan layanan merupakan perbuatan yang seharusnya

dan tercela. Lihat gambar berikut.

tidak boleh dilakukan. Bahkan 34% dari masyarakat

Perbuatan yang seharusnya tidak boleh

dilakukan

Perbuatan yang memalukan dan tercela

Perbuatan yang lazim terjadi

Perbuatan yang boleh dilakukan

kalau terpaksa

Gambar 2.6. Pendapat Pengguna

Perbuatan yang boleh dilakukan sesekali

Layanan tentang Pembayaran Uang

Perbuatan yang harus dilakukan dalam

Tambahan dalam

setiap pelayanan

Pengurusan Layanan (jawaban multiple)

Fakta-fakta yang dijumpai dalam pengalaman integritas ini buruk mencerminkan kondisi pelayanan aktual yang buruk mencerminkan kondisi nyata dari unit layanan dan instansi

menurut penilaian pengguna layanan yang selama setahun berdasarkan pengalaman yang langsung dirasakan oleh

terakhir melakukan pengurusan layanan di unit layanan yang pengguna layanan. Penilaian pengalaman integritas yang

bersangkutan.

2.3. Potensi Integritas Tingkat Nasional

Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu dengan bobot 0,357, Sistem Administrasi (Administration unsur penyusun nilai integritas publik. Terdapat empat

System) dengan bobot 0,394, Perilaku Individu (Personal indikator yang digunakan untuk menyusun Potential Integrity

Attitude) dengan bobot 0,156 dan Pencegahan Korupsi yakni indikator Lingkungan Kerja (Working Environtment)

(Corruption Control Measures) dengan bobot 0,094.

Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6

Kebutuhan pertemuan di luar Lingkungan Kerja prosedur (0,058) = 8

(0,357)= 6,54 Keterlibatan calo (0,222) =7

Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6

Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Integritas Sektor Kepraktisan SOP

Publik Indonesia

Tahun 2009 Sistem Administrasi (0,258)= 6 (0,394)= 5,53 Keterbukaan informasi

Potensi Integritas (0,637)= 6 (0,250)= 5,87 Pemanfaatan teknologi

informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan

Perilaku Individu (0,281)= 6 (0,156)= 7,02 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7

Perilaku pengguna layanan Tabel 2.9. (0,135) = 7

Nilai Variabel Potensi

Tingkat Upaya Anti Korupsi

Pencegahan Korupsi (0,800)= 3

Integritas beserta

(0,094)= 2,82 Mekanisme Pengaduan Masyarakat

Indikator dan Sub

Nilai rata-rata potensi integritas dari 98 instansi pusat, Dari 98 instansi yang disurvei secara nasional, 53 instansi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

atau 54 persen berada di bawah rata-rata potensi integritas adalah 5,87. Nilai tersebut masih berada di bawah standar

nasional, bahkan 64 persennya (63 instansi) masih di bawah integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Artinya masih

standar potensi integritas minimal yang ditetapkan KPK. Lihat cukup banyak indikator potensi integritas terutama sistem

tabel berikut

administrasi dan pencegahan korupsi yang nilainya masih sangat rendah (5,53 dan 2,82) walaupun sebenarnya nilai

Tabel ini sekaligus menjelaskan bahwa hanya 35 instansi indikator lingkungan kerja dan perilaku individu juga terlihat

(36%) yang potensi integritasnya memenuhi standar masih kurang memuaskan.

minimal integritas yang ditetapkan KPK. Artinya masih ada 64% instansi yang lingkungan kerja, sistem administrasi,

Seperti halnya pada pengalaman integritas, nilai potensi perilaku individu dan upaya pencegahan korupsinya masih integritas memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar, yaitu

harus terus dilakukan perbaikan supaya paling tidak bisa dari 6,70 pada Kementerian Pertanian sampai yang terendah

memenuhi standar minimial integritas yang ditetapkan. 5,00 pada Pemerintah Kabupaten Kuningan. Gambaran lebih lengkap ditunjukkan dalam Lampiran 4.

No

Instansi/Pemprov/

Nilai Pengalaman Integritas

Peringkat (1-100)

Pemkab-Pemkot

di bawah 6,0

1 Kabupaten Bojonegoro

2 Provinsi Jawa Barat

3 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

4 Provinsi Jawa Timur

5 Kabupaten Sidoarjo

6 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

7 Kabupaten Cianjur

8 PT Pelabuhan Indonesia II

9 Kota Bogor

10 Kementerian Agama

11 Kota Metro

16 12 Kota Jakarta Pusat

13 Kementerian Luar Negeri

Integritas Sektor

Publik Indonesia

14 Kota Tomohon

Tahun 2009

15 Kabupaten Minahasa Utara

16 Kementerian Kehutanan

17 Kabupaten Lampung Selatan

18 Kementerian Perdagangan

19 Kementerian Pekerjaan Umum

20 PT Asuransi Jasa Raharja

21 Kota Malang

22 Kementerian Hukum dan HAM

23 Kementerian Komunikasi dan Informatika

24 Kota Bekasi

25 Kabupaten Sampang

26 Kabupaten Cirebon

27 Kabupaten Lampung Tengah

28 Provinsi Lampung

29 Kota Jakarta Utara

30 Kota Makasar

31 Provinsi Sumatera Utara

32 Kementerian Perindustrian

33 PT Perusahaan Listrik Negara

34 Kabupaten Badung

35 Kementerian SDM

36 Kota Banjarmasin

37 Mahkamah Agung

38 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

39 Provinsi Kalimantan Timur

41 Kabupaten Sumenep

42 Provinsi DKI Jakarta

Tabel 2.10. 43 Kota Surabaya

5.59 78 Instansi/Pemprov/ 44 Kabupaten Gresik

5.59 79 Pemkab-Pemkot 45 PT Kereta Api Indonesia

5.55 80 dengan Nilai Potensi Integritas di bawah 46 Kementerian Perumahan Rakyat

5.55 81 Standar Minimal 47 Kabupaten Kutai Kartanegara

5.54 82 Integritas yang 48 Badan Pertanahan Nasional ditetapkan KPK 5.52 83

Lanjutan Tabel 2.10

No Instansi/Pemprov/

Nilai Pengalaman Integritas

Peringkat (1-100)

Pemkab-Pemkot

di bawah 6,0

49 Kota Manado

50 Provinsi Kalimantan Selatan

51 Kota Bandar Lampung

52 Kabupaten Maros

53 Kabupaten Gowa

54 Provinsi Sulawesi Selatan

55 Kota Jakarta Selatan

56 Kabupaten Deli Serdang

57 Kabupaten Langkat

58 Kabupaten Garut 5.26 93 Tabel 2.10. Instansi/Pemprov/ 59 Kabupaten Tapanuli Selatan

5.25 94 Pemkab-Pemkot 60 Kota Samarinda

5.23 95 dengan Nilai Potensi 61 Provinsi Sulawesi Utara Integritas di bawah 5.23 96

Standar Minimal

62 Kepolisian 5.04 97 Integritas yang 63 Kabupaten Kuningan

5.00 98 ditetapkan KPK

Integritas Sektor Publik Indonesia

Nilai Potensi Integritas Rata-rata Nasional

Tahun 2009

Bagian selanjutnya akan membahas 4 indikator dari potensi

perilaku individu dan pencegahan korupsi.

integritas, yaitu lingkungan kerja, sistem administrasi,

2.3.1. Lingkungan Kerja di Pelayanan Publik Tingkat Nasional

Lingkungan kerja memiliki potensi untuk mendorong ter- Namun demikian suasana/Kondisi lingkungan pelayanan jadinya praktik korupsi, tidak terkecuali lingkungan kerja di

dan fasilitas yang disediakan serta adanya pertemuan di luar sektor pelayanan publik. Berdasarkan fakta di lapangan, ke- prosedur merupakan faktor yang juga akan menurunkan nilai biasaan pemberian gratifikasi dan adanya keterlibatan calo

potensi integritas.

akan menurunkan nilai potensi integritas secara signifikan.

Indikator

Sub-Indikator

Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6

Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8

Keterlibatan calo

Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54

Tabel 2.11.

Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan

Nilai Indikator

Lingkungan Kerja dan Sub

Suasana/kondisi di sekitar pelayanan

Walaupun indikator lingkungan kerja sudah mampu menca- terjadi, sekitar 50 % masyarakat pengguna layanan me- pai nilai standar unsur integritas minimal KPK yaitu sebesar 6,54,

nyatakan bahwa praktek pemberian uang tambahan di namun beberapa sub indikator masih harus terus dilakukan

lingkungan pelayanan yang mereka datangi masih terjadi. perbaikan. Nilai 6 pada sub indikator kebiasaan pemberian gratifikasi menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut masih

Selalu terjadi

4% Sering

terjadi 15%

Gambar 2.7. Intensitas Praktek

Tidak ada

Pemberian Uang

Tambahan di Lingkungan pelayanan

Kadang terjadi 32%

18 Integritas Sektor

Publik Indonesia Tahun 2009

Pertanyaan lanjutan disampaikan bahwa menurut pengala- pelayanan, sebagian besar pengguna layanan menyatakan man yang dirasakan sendiri oleh pengguna layanan,

bahwa hal tersebut dilakukan oleh pengguna layanan (48%) bagaimana pemberian uang tambahan di lingkungan

dan diterima oleh petugas layanan (22%). Lihat tabel berikut.

Pernyataan

Persen

Dilakukan oleh semua pengguna layanan

Dilakukan oleh sebagian besar pengguna layanan

Dilakukan oleh sebagian kecil pengguna layanan

27% Tidak pernah dilakukan oleh pengguna layanan 36%

Pernyataan

Persen

Diterima oleh hampir semua petugas

Diterima oleh sebagian petugas

Tabel 2.12.

Tidak diterima oleh petugas sama sekali 13%

Pemberian Uang

Pernyataan

Persen

Tambahan dalam Layanan Publik

Ditolerir oleh pimpinan/pengawas di unit layanan

berdasarkan Sebagian ditolerir oleh pengawas/pimpinan unit layanan

Pengalaman Tidak ditolerir sama sekali oleh pengawas/pimpinan unit layanan Pengguna Layanan 5% (jawaban multiple)

Kebutuhan pertemuan di luar prosedur dalam pengurusan Keterlibatan calo dalam lingkungan kerja juga cukup ber- layanan diakui oleh sebagian besar pengguna layanan sudah

pengaruh dalam menurunkan nilai potensi integritas sektor tidak ada. Hanya sekitar 6 % dari pengguna layanan yang

publik. Sebagian pengguna layanan (11%) menyatakan me- menyatakan pernah melakukan pertemuan di luar prosedur

lihat calo/perantara beroperasi di tempat mereka mengurus pada saat mengurus layanan. Bagi yang pernah melakukan

layanan. Siapakah perantara/calo tersebut? Jawaban yang pun, sebagian besar menyatakan bahwa pertemuan di luar

didapat dari responden pengguna layanan ternyata cukup prosedur tersebut umumnya hanya dibutuhkan dalam satu

mengejutkan. Perantara/calo paling banyak ternyata adalah tahapan saja.

petugas sendiri, baik petugas yang langsung mengurus layanan atau petugas yang bekerja di instansi tersebut tetapi

Tujuan masyarakat melakukan pertemuan di luar prosedur tidak berurusan langsung dalam pengurusan layanan (66%). adalah: a)untuk mempercepat waktu pengurusan (54%); b) Bahkan jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding dengan untuk menjalin perkenalan/silaturahmi dengan petugas

perusahaan jasa pengurusan. Calo lain yang dominan (41%); c)untuk melengkapi sejumlah persyaratan (23%); d) menguasai layanan perizinan di Indonesia adalah orang untuk menegosiasikan biaya yang harus dibayar (20%); e) yang secara perorangan memang beroperasi sebagai calo di untuk memasukkan permohonan (16%); f )untuk mengambil

unit layanan. Keberadaan calo tersebut umumnya sepenge- (dokumen) yang diurus (12%); g)untuk memanipulasi

tahuan unit layanan maupun petugas layanan. Lihat sebagian persyaratan (3%); dan h)lain – lain (9%).

penjelasan gambar berikut.

Orang luar (perantara diluar prosedur dari

eksternal/perorangan)

Petugas yang langsung mengurus layanan

Bukan Petugas langsung tapi bekerja di unit

layanan tersebut

Pekerja di sekitar unit layanan (tukang

Gambar 2.8. parkir, satpam, pedagang kantin, dll)

Perantara di Luar Prosedur yang Beroperasi di Unit

Perusahaan/Badan Usaha Jasa Pengurusan

Layanan Publik (jawaban multiple)

Peran para perantara/calo dalam proses pelayanan menurut petugas dengan pengguna dalam memenuhi prosedur, dan responden ternyata cukup signifikan. Empat puluh delapan

20 % bisa melakukan tawar menawar biaya. Namun demikian 19 persen reponden menyatakan bahwa keberadaan perantara

masih ada pengguna layanan (11%) yang menyatakan bahwa mempercepat waktu pengurusan dari waktu yang ditetap- mengurus lewat perantara/calo tidak ada bedanya dengan Integritas Sektor kan. Sedangkan 33% menyatakan bahwa dengan meng- mengurus sendiri. Lihat tabel berikut.

Publik Indonesia Tahun 2009

gunakan perantara mereka bisa mempermudah komunikasi

Pernyataan

Persen

Mempercepat waktu pengurusan dari waktu yang ditetapkan

Mempermudah komunikasi petugas dengan pengguna dalam memenuhi prosedur

Bisa melakukan tawar menawar biaya

Bisa melakukan tawar menawar persyaratan

Tabel 2.13. Bisa melakukan tawar menawar untuk tidak melewati prosedur tertentu Peran Perantara di Luar 13% Prosedur menurut

Tidak ada bedanya dengan mengurus sendiri

Penilaian Pengguna Layanan berdasarkan

Fakta yang Dialami Menghindarkan pengguna dari eksploitasi petugas (jawaban multiple) 2%

Menjadi syarat utama: layanan hanya akan diurus jika melalui mereka

Mengenai jumlah calo/perantara di tempat layanan, 43% Fasilitas pelayanan yang disediakan di lingkungan layanan pengguna layanan menyatakan jumlahnya masih banyak.

terlihat sudah masuk dalam standar minimal (nilai 6). Pada umumnya mereka beroperasi secara sembunyi-sembunyi

Sebagian besar responden (91 %) menyatakan bahwa (46% responden) dan terang-terangan (47% responden).

tingkat kesediaan fasilitas di lingkungan unit layanan yang mereka datangi umumnya memadai. Hanya 9% yang me-

Keberadaan calo/perantara tentu memberikan dampak nyatakan tidak memadai. Jenis-jenis fasilitas yang dinyatakan kepada pengguna layanan. Sebagian besar responden (43%)

tersedia di unit layanan oleh sebagian besar responden menyatakan bahwa keberadaan mereka mengganggu,

adalah ruang tunggu, tempat duduk/kursi, papan pengumu- sedangkan 32% menyatakan tidak mengganggu, bahkan

man/informasi, toilet, tempat parkir, tempat sampah. 24% menyatakan keberadaan mereka justru menguntung- kan. Sementara bila ditanya lebih lanjut, sebagian responden

Sedangkan fasilitas yang masih jarang dijumpai di unit (53 %) menyatakan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu

layanan adalah toilet, AC, nomor antrian, pengeras suara, membutuhkan calo/perantara tersebut, namun jumlah yang

mesin fotokopi, dan ATM. Lihat gambar berikut. menyatakan membutuhkan juga masih besar (47%).

Tempat sampah

Tempat duduk / kursi

Tempat Parkir

Ruang tunggu

Papan Pengumuman/informasi

Kotak pengaduan

Fasilitas yang Tersedia dan kurang Tersedia

Pengeras Suara

di Unit Layanan Sesuai

Mesin fotokopi, ATM, dll

dengan Pengalaman

Pengguna Layanan (jawaban multiple)

Nomor antrian

20 Sebagai akibat dari ketersediaan sebagian fasilitas pada unit

bahwa suasana/kondisi fasilitas di lingkungan unit layanan

Integritas Sektor Publik Indonesia

layanan, sebagian besar responden (91%) juga menyatakan yang didatangi umumnya teratur sistem pelayanannya.

Tahun 2009

2.3.2. Sistem Administrasi di Pelayanan Publik Tingkat Nasional

Keterbukaan informasi dan kemudahan layanan atau ke- dicapai dalam rangka memenuhi standar potensi integritas praktisan SOP serta pemanfaatan teknologi informasi

sektor publik.

merupakan sub indikator sistem administrasi yang harus

Indikator Sub-Indikator

Kepraktisan SOP (0,258)= 6

Tabel 2.14. Sistem Administrasi (0,394)= 5,53

Keterbukaan informasi

Nilai Indikator Sistem

Administrasi dan Sub Indikatornya

Pemanfaatan teknologi

Nasional

informasi (0,105) = 4

Hasil survei menunjukkan bahwa nilai sistem administrasi Terkait dengan SOP (Standar Operasi Prosedur), sebagian tidak mampu mencapai standar integritas minimum yang

besar responden (75%) menyatakan bahwa mereka menge- ditetapkan KPK. Nilai 5,53 menunjukkan bahwa sub-indikator

tahui prosedur pengurusan layanan. Menurut mereka kepraktisan SOP, keterbukaan informasi dan terutama

prosedur dan syarat pengurusan layanan relatif mudah, pemanfaatan teknologi informasi masih harus terus

tetapi waktu penyelesaian masih dianggap lambat oleh 28% ditingkatkan.

responden dan 22% menyatakan biaya masih terlalu mahal.

Prosedur pengurusan layanan mudah

Syarat pengurusan layanan mudah

Waktu penyelesaian layanan tepat waktu

Penilaian Standar Operation Procedure lambat 28% (SOP) Unit Layanan

Biaya pengurusan layanan murah

oleh Pengguna

mahal

Layanan

Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009

Jawaban prosedur pengurusan layanan yang mudah didukung oleh data-data bahwa prosedur pengurusan sederhana (69%), pihak yang ditemui hanya beberapa orang (petugas penerima dan pemberi layanan) (16%), lokasi pen- gurusan berada dalam satu tempat (26%). Hanya 8% yang menyatakan prosedurnya berbelit, 11% menyatakan prosedur terlalu panjang, 9% terlalu banyak pihak yang harus ditemui dan 8 % responden menyatakan lokasi pengurusan terpisah- pisah.

Sebagian besar pengguna layanan menyatakan bahwa syarat pengurusan layanan adalah mudah. Hal tersebut tercermin dari fakta yang mereka alami, di mana menurut mereka syarat-syarat tidak terlalu banyak (31%), persyaratan mudah dipenuhi (67%).

Terkait dengan waktu, sebagian besar pengguna layanan menyatakan waktu penyelesaian cepat dan tepat waktu (72%) ditunjukkan oleh fakta bahwa waktu yang dibutuh- kan lebih cepat dari waktu yang ditetapkan dalam SOP (7%), sama/tepat waktu sesuai dengan yang ditetapkan dalam SOP (62%), namun demikian responden juga menyatakan bahwa

pelayanan lebih lambat dari waktu yang ditetapkan dengan pemberitahuan sebelumnya (15%), lebih lambat dari waktu yang ditetapkan responden tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya (9%), tidak ada kejelasan waktu penyelesaian (7%).

Biaya pengurusan layanan dianggap oleh sebagian besar responden (78%) adalah relatif murah. Buktinya adalah responden menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan sama dengan biaya resmi (62%) bahkan lebih kecil dari biaya resmi karena ada discount (4%). Namun demikian masih ada responden yang memberi keterangan bahwa biaya pengu- rusan layanan lebih besar dari biaya resmi karena ada pungutan tambahan (9%), lebih besar dari biaya resmi karena memberikan tambahan ucapan terimakasih (15%), besar namun tidak sesuai dengan jenis layanan yang diurus (3%) dan besar namun tidak tahu biaya resminya berapa (8%).

Mengenai masalah keterbukaan informasi, tabel berikut menjelaskan kondisi keterbukaan informasi pada unit layanan yang didatangi pengguna layanan.

Tingkat Keterbukaan Informasi

% Responden dengan jawaban ya

Prosedur

Syarat Waktu

Biaya

a. Diumumkan terbuka dan dijelaskan petugas tanpa ditanya 28% 24% 19%

b. Diumumkan terbuka 40% 42% 33%

c. Dijelaskan oleh petugas tanpa ditanya pengguna layanan 11% 12% 15%

d. Dijelaskan oleh petugas hanya jika ditanya pengguna layanan 15% 17% 20%

e. Tidak ada penjelasan 5% 5% 13%

Tabel 2.16. Tingkat Keterbukaan Informasi di Unit Layanan