MENULIS EKSPRESIF SEBAGAI TERAPI MENURUNKAN KECEMASAN DAN DEPRESI PADA MAHASISWA

MENULIS EKSPRESIF SEBAGAI TERAPI MENURUNKAN
KECEMASAN DAN DEPRESI PADA MAHASISWA
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pengantar Psikoterapi

Disusun Oleh:

Natasha Rahadianita

15010111140146

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga
makalah Psikoterapi yang berjudul “Menulis Ekspresif sebagai Terapi Menurunkan
Kecemasan dan Depresi pada Mahasiswa” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

terkait yang telah membantu, yaitu kepada:
1. Bu Farida Hidayati, S. Psi, M. Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar
Psikoterapi
2. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
3. Semua pihak terkait yang telah membantu
Penulis menyadari tanpa adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terkait yang
memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis, makalah Pengantar Psikoterapi
tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak tersebut yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
saran demi kelancaran penyusunan makalah Pengantar Psikoterapi.
Penulis pun juga menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan
apabila ditemui banyak kesalahan dalam proposal penelitian ini. Semoga makalah ini juga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Mei 2013

Penulis

1


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………

1

DAFTAR ISI …..…………………………………………………………….…………

2

PENDAHULUAN …………………………………………………..…

3

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………..…

3

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………...


5

C. Tujuan ……………………………………………………………..…………....

5

D. Manfaat ………………………………………………………………………....

6

TEORI ……………………………………………………………….....

7

A. Kecemasan ……………………………………………………………………...

7

Dampak Kecemasan …………………………………………………………….


8

B. Depresi ………………………………………………………………………….

8

Simtom Depresi …………………………………………………………………

9

Penyebab Depresi ………………………………………………………………

9

BAB I

BAB II

C. Terapi Menulis Ekspresif ……………………………………………………….


10

Menulis Ekspresif ………………………………………………………………

10

Teknik Menulis Ekspresif ………………………………………………………

12

Tujuan dan Manfaat Menulis Ekspresif ………………………………………..

14

BAB III

PEMBAHASAN ……………………………………………………..…

15


BAB V

PENUTUP ………………………………………………………………

18

A. Kesimpulan ………..………………………………………………………..

18

B. Saran ………………………………………………………………………..

19

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..

20

LAMPIRAN JURNAL


2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman yang serba maju ini, banyak sekali tuntutan yang harus dilakukan oleh
setiap orang untuk dapat bergerak dinamis sesuai dengan pergerakan zaman yang terkait
dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Seseorang dituntut untuk dapat beradaptasi
dengan kemajuan yang begitu pesat serta dituntut untuk dapat bersaing dengan orang lain
agar dapat diterima dan diakui. Seseorang dengan pendidikan rendah tentu tidak akan
mendapat pekerjaan bagus dengan penghasilan yang tinggi, kecuali jika memiliki
kreativitas yang tinggi. Inilah yang menuntut seseorang untuk mampu bergerak cepat
mengikuti perubahan agar tidak tertinggal dengan membuat inovasi-inovasi baru. Di
zaman dahulu, pendidikan sarjana sudah merupakan pendidikan yang sangat tinggi.
Berbeda dengan saat ini di mana sudah banyak sekali orang yang memperoleh gelar
sarjana. Bahkan banyak pengangguran yang berasal dari lulusan sarjana. Untuk zaman
sekarang, sarjana saja tidak cukup untuk mampu bersaing di dunia kerja. Saat ini juga
sudah banyak sekali orang dengan gelar master dan doktor dengan ribuan pengalaman
yang tentu saja lebih diincar oleh dunia pekerjaan. Tidak heran jika mahasiswa sekarang
dituntut untuk dapat berpikir maju dan diberikan wejangan oleh orang tua maupun guru

untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Mahasiswa merupakan generasi muda yang dicetak sebagai penerus bangsa.
Sebagai penerus bangsa, tentu mahasiswa dituntut memiliki keahlian dan keterampilan
yang lebih dengan pemikiran yang jauh ke depan sebagai upaya untuk mengatasi
tantangan global yang semakin kompleks. Namun, tentu banyak hal yang dihadapi oleh
mahasiswa terkait dengan permasalahan pada saat berada di dunia perkuliahan, seperti
tugas yang semakin rumit dan banyak, mahasiswa yang dituntut memiliki pemikiran
focus on problem solving dalam menjawab kasus di kehidupan nyata, masalah pribadi,
hingga penyusunan skripsi. Hal ini membuat emosi mahasiswa menjadi cenderung
sensitif dan labil. Banyak mahasiswa yang diliputi oleh kecemasan akan permasalahan di
kampusnya. Kecemasan ini tentu akan berdampak pada tingkat emosi yang lebih serius,
seperti depresi.
Kecemasan yang mahasiswa rasakan membuat mereka merasakan perasaan
tidak berdaya dan tidak nyaman. Kecemasan yang terus berlanjut dan tidak terselesaikan
3

dapat mengakibatkan munculnya gejala depresi hingga benar-benar muncul depresi.
Depresi merupakan hal yang normal jika masih berada pada ambang yang wajar. Namun,
depresi bisa menjadi abnormal jika sudah berada di luar ambang kewajaran. Depresi dan
berkurangnya kesejahteraan psikologis merupakan permasalahan kesehatan yang utama

pada orang muda (Allgower dkk, 2001). Ditambahkan oleh Michael dkk (2006),
menyatakan bahwa perasaan depresi merupakan pengalaman yang cukup umum di
kalangan mahasiswa. Kecemasan dan depresi harus segera ditangani agar tidak
menimbulkan hal yang lebih parah. Simptom depresi harus segera dikenali dan jika
sudah berada pada depresi ringan harus segera ditangani agar tidak berlanjut pada depresi
yang lebih parah. Penyaluran emosi secara positif sangat diperlukan untuk mengurangi
kecemasan dan depresi pada mahasiswa. Salah satu cara yang positif untuk menyalurkan
emosi sedih, tertekan, cemas, hingga depresi adalah melalui menulis ekspresif.
Menulis ekspresif merupakan suatu psikoterapi di mana menulis memberikan
mereka jalan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran yang ada dalam otak
dengan poin yang terpenting dalam terapi tersebut adalah kegiatan menulis itu sendiri.
Penulis bisa mengungkapkan perasaan cemas yang mereka rasakan. Perasaan yang telah
tersalurkan melalui tulisan tersebut bisa sangat membantu seseorang dalam mengurasngi
kecemasan dan depresi serta emosi negatif dalam diri dan dapat meningkatkan emosi
positif. Hal ini tentu sangat membantu seseorang sebagai cara katarsis yang baik dalam
memulihkan kondisi jiwa yang kurang baik. Menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai
psikoterapi dalam membantu klien mengatasi dan mengontrol emosi seperti kecemasan
dan kondisi tertekan dan sedih seperti depresi.
Pennebaker juga menemukan bukti bahwa sel-sel T-limfosit para mahasiswa
menjadi lebih aktif dalam rentang waktu enam pekan setelah mereka menulis peristiwaperistiwa yang menekan. Indikasinya terletak pada stimulasi sistem kekebalan tubuh.

Studi-studi lain juga menunjukkan bahwa setelah mengikuti latihan menulis maka orang
cenderung lebih jarang mengunjungi dokter, bekerja lebih baik dalam tugas sehari-hari,
dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam uji psikologi.
Susan Bauer-Wu, seorang peneliti dari Harvard dan direktur The Cantor Center
for Nursing and Patient Care Research di The Dana Farber Cancer Institute, Boston
memberikan terapi yang disebut dengan menulis ekspresif sebagai teknik psikoterapi.
Bauer mengatakan, meluangkan waktu selama 30 menit setiap hari untuk menulis
membuat pengidap kanker merasa lebih baik, baik secara fisik maupun mental. Mereka
yang enggan karena merasa tidak pandai menulis mulai mencoba dan merasakan
4

manfaatnya. Pada terapi tersebut, pasien diminta mencurahkan seluruh perasaan mereka.
Baik tentang ketakutan yang dihadapi, hal-hal yang mengganggu pikiran, maupun
harapan. Dengan begitu, pasien terhindar dari stres berkepanjangan.
Dr Robin Fivush, profesor psikologi Emory University, Atlanta mengatakan
banyak pasien dapat mengungkapkan kegelisahan yang ada di dalam diri mereka. Terapi
ini bukan sekadar tentang berpikir, menulis, dan menumpahkan emosi dalam tulisan,
tetapi juga perenungan.
Menulis ekspresif ini perlu dikembangkan supaya karena selain berguna untuk
menyalurkan emosi negatif dengan cara positif, menulis ekspresif juga mampu

meningkatkan ketenangan dalam diri. Terapi melalui menulis ekspresif merupakan
pendekatan kontemporer di mana hal ini berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman yang ada di mana probematika yang dihadapi seseorang semakin kompleks.
Menulis ekspresif ini juga berkaitan dengan pendekatan kognitif behavior di mana klien
bisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya supaya lebih positif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
dibuat adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kecemasan dan depresi?
2. Apa yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan depresi?
3. Apa yang dimaksud dengan menulis ekspreif?
4. Bagaimana cara melakukan terapi menulis ekspresif?
5. Apa saja manfaat yang bisa diperoleh melalui menulis ekspresif?

C. Tujuan
Adapun tujuannya antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian kecemasan dan depresi.
2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang mengalami
kecemasan dan depresi.
3. Untuk mengetahui pengertian menulis ekspresif.
4. Untuk mengetahui cara melakukan terapi menulis ekspresif.
5. Untuk mengetahu manfaat yang bisa diperoleh melalui menulis ekspresif.

5

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui makalah mengenai terapi menulis
ekspresif ini, yaitu:
1. Secara praktis dapat menambah pengetahuan mengenai menulis ekspresif dan mampu
menerapkan menulis ekspresif sebagai teknik psikoterapi dengan menyalurkan
emosi melalui tulisan.
2. Secara teoritis dapat mengembangkan ilmu psikologi terutama mengenai psikologi
klinis dan psikoterapi.

6

BAB II
TEORI
A. Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi emosional individu terhadap kejadian atau
situasiyang tidak pasti sehingga ketika harus menghadapi sesuatu yang tidak pasti, maka
timbul perasaan terancam. Hal ini yang ditandai dengan perilaku menghindar atau
melarikan diri (Kartono, 1981; Atkinson, Atkinson, dan Hilgard, 1981; Greenberg dalam
Romas & Sharma, 2000; Lubis, 2009).
Menurut Spielberger (dalam Carducci, 2009), kecemasan dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Kecemasan Sesaat (State Anxiety)
State anxiety merupakan respon individu terhadap suatu situasi. Hal ini terkait
dengan reaksi emosional yang terdiri dari perasaan yang tidak menyenangkan
kemudian secara sadar merasakan ketegangan dan ketakutan dengan aktivasi terkait
dengan sistem saraf otonom.
b. Kecemasan Dasar (Trait Anxiety)
Trait anxiety merupakan karakteristik individu yang pencemas akan mempengaruhi
intensitas cemas saat merespon berbagai macam situasi sebagai sesuatu yang
berbahaya atau mengancam.
Respon kecemasan individu merupakan state anxiety. Namun, respon
kecemasan seseorang tidak bisa terlepas dari trait anxiety karena trait anxiety merupakan
karakteristik pencemas dari seorang individu. Individu yang memiliki trait anxiety tinggi
akan cenderung merespon lebih cemas dibandingkan individu dengan trait anxiety
rendah. Menurut Spielberger (dalam Groth-Marnta, 2003) hanya trait anxiety yang bisa
diturunkan kecemasannya melalui intervensi.
Saat individu merasa cemas, mereka akan memilih salah satu teknik coping.
Lazarus Folkman (1985) membagi coping dalam dua jenis, yaitu:
a. Problem-Focused Coping
Fokus pada permasalahan yang terjadi.
b. Emotion-Focused Coping
Digunakan untuk mengelola emosi agar individu fokus pada tugasnya. Salah satunya
dengan terapi menulis seperti menulis ekspresif.
7

Dampak Kecemasan
Dampak kecemasan bermacam-macam. Berikut merupakan dampak kecemasan:
1. Menurunnya kapasitas kognitif seseorang dalam menyelesaikan persoalan yang
kompleks. Hal ini terjadi dikarenakan kemampuan kognitifnya terpecah antara
kecemasannya dan tugas yang ada (Eysenck dalam Suharnan, 2005)
2. Memengaruhi performance individu dalam aktivitasnya. Individu yang mengalami
kecemasan akan menampilkan performance yang berbeda daripada saat individu
tidak mengalami kecemasan (Powell, 2004).
3. Terjadi gangguan terhadap hubungan sosial dan depresi. Begitu seseorang mengalami
kecemasan, ia akan menghindari hal-hal yang membuatnya merasa terancam. Orang
tersebut menjadi menutup diri terhadap lingkungannya. Ketiadaan orang lain
membuat kecemasannya semakin parah hingga ke tingkat depresi (Clark dalam
Romas & Sharma, 2000).

B. Depresi
Depresi merupakan respon normal terhadap berbagai stress kehidupan. Depresi
dianggap abnormal bila di luar kewajaran dan berlanjut terus sampai saat-saat dimana
kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali (Atkinson, 1991). Ciri-cirinya antara lain
tidak ada harapan, patah hati, mengalami ketidakberdayaan berlebihan, selalu
memikirkan kekurangan diri dan rasa tidak berarti. Menurut Beck (1985), depresi
merupakan suatu “primary mood disorder” atau sebagai suatu “affective disorder”.
Kemudian Beck memandang depresi dalam komponen-komponen sebagai berikut:
a. Depresi merupakan kesedihan yang berkepanjangan dan keadaan jiwa yang apatis
(komponen afektif)
b. Depresi merupakan cara berpikir yang salah dalam memandang realitas di luar dan di
dalam diri sendiri, sehingga terbentuk konsep diri yang negatif yang berlanjut pada
perasaan rendah diri (komponen kognitif)
c. Depresi merupakan gangguan terhadap fungsi fisiologis yang antara lain
menyebabkan sukar tidur dan hilangnya nafsu makan serta seksual (komponen
fisiologis)
d. Depresi merupakan hilangnya kemampuan untuk berfungsinya secara wajar serta
hilangnya dorongan dan energi untuk bertindak (komponen perilaku)

8

Simtom Depresi
Beck (1985) mengungkapkan bahwa simptom depresi tidak hanya berupa
gangguan afek saja, tetapi dapat muncul dalam bentuk sebagai berikut:
a. Perubahan suasana hati yang spesifik, seperti kesedihan, merasa sendiri dan apatis.
b. Konsep diri yang negatif diikuti dengan menyalahkan diri dan mencela diri sendiri.
c. Keinginan regresif dan menghukum diri sendiri, keinginan untuk menghindar,
bersembunyi dan keinginan untuk mati.
d. Perubahan-perubahan vegetatif seperti anoreksi, insomnia dan kehilangan nafsu
makan.
e. Perubahan dalam tingkat aktivitas seperti retardasi dan agitasi.
Beck (1985) memandang gangguan depresi sebagai kontinuitas, jadi lebih
dipandang secara kuantitatif (ada perbedaan tingkat dan derajat simtomnya) daripada
kualitatif (ada tidaknya simtom). Perbedaan antara orang yang menderita depresi dengan
yang tidak hanya pada rentang dan derajat ada tidaknya simtom yang muncul.

Penyebab Depresi
Menurut sudut pandang psikoanalisa (Davison & Neale, 2001), timbulnya
gangguan depresi ditekankan pada konflik yang tidak disadari dihubungkan dengan
kesedihan dan kehilangan. Freud (Davison & Neale, 2001) menyatakan bahwa potensi
depresi dihasilkan sejak awal masa kanak-kanak. Selama periode oral, kebutuhan
seorang anak kurang terpuaskan atau terpuaskan secara berlebihan, menyebabkan
individu menjadi fiksasi pada tahap ini dan tergantung pada pemenuhan khusus secara
instingtif. Fiksasi pada tahap oral akan mengembangkan suatu kecenderungan untuk
tergantung pada orang lain dalam mempertahankan self-esteem.
Dalam kasus depresi, menurut Freud, penjelasan yang kompleks didasarkan pada
analisis kehilangan. Ide Freud adalah kepribadian oral akan menjadi depresi ketika
diikuti kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai. Hampir mirip dengan ide
tersebut adalah depresi ditimbulkan oleh peristiwa kehidupan yang menekan, dan hal ini
seringkali terkait dengan perasaan kehilangan.

9

C. Terapi Menulis Ekspresif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990, h. 1180) menjelaskan terapi
sebagai usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan
oenyakit, dan perawatan penyakit. Sedangkan pada Kamus Besar Psikologi (Chaplin,
1999, h. 501) mendefinisikan terapi sebagai suatu perlakuan dan pengobatan yang
ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi psikologis.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990, h. 1219) menjelaskan menulis sebagai
membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya),
melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.

Menulis Ekspresif
Utari dan Kumara (2003, h. 1-22) menggunakan sebuah buku bernama Pelangi
Hatiku yang digunakan sebagai media terapi menulis dan menggambar pada pasien anakanak. Kedua peneliti tersebut mendefinisikan menulis ekspresif sebagai satu bentuk
terapi yang dilakukan dengan menulis pada media tertentu yang berguna sebagai sarana
pengenalan, pengelolaan, dan katarsis emosi untuk mengurangi stress dan distress.
Terapi menulis merupakan salah satu teknik yang digunakan di dalam terapi ekspresif
(Malchiodi, 2007).
Menulis ekspresif berbeda dengan menulis biasa karena dengan menulis
ekspresif, individu diberikan program menulis sehingga bentuk terapi yang diberikan
didampingi oleh pakar kesehatan (L’Abate, 2001).
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa menulis pengalaman emosional
mempunyai manfaat yang besar sebagai alat terapeutik dalam beberapa permasalahan
klinis. Penelitian yang dilakukan oleh O’Connor, dkk (2003) membuktikan bahwa terapi
menulis mampu meningkatkan perawatan diri bagi individu yang mengalami kesedihan
mendalam karena menulis digunakan sebagai media untuk membuka diri sehingga
individu tersebut lebih mampu untuk melakukan rawat diri dengan lebih baik. Baikie dan
Wilhelm (2006) juga melakukan penelitian menggunakan terapi menulis untuk penderita
depresi. Hasilnya adalah terapi menulis dinilai baik dan bermanfaat oleh para peserta
karena mampu mengurangi kecemasan dan perbaikan suasana hati. Menurut penelitian
Smyth, Hockmeyer, dan Tulloch (2010), menulis ekspresif juga memiliki pengaruh
positif dalam menurunkan respon fisiologis penderita PTSD (Post Traumatic Syndrome
Disorder). Terapi menulis tersebut membuktikan bahwa terapi menulis mampu

10

memperbaiki suasana hati dan pertumbuhan yang positif pasca trauma bagi para PTSD,
meskipun efek terapinya tidak mampu menurunkan tingkat keparahan gejala PTSD.
Sejalan dengan itu Pennebaker (1997), menjelaskan bahwa menulis mengenai
pengalaman emosional, peristiwa traumatik dan kejadian menekan yang menyebabkan
stres atau situasi stressful akan berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang,
kemampuan untuk mengelola dan menurunkan stres, mendapatkan insight atau
pemahaman, mengurangi keluhan-keluhan fisik, meningkatkan sistem kekebalan tubuh
bahkan meningkatkan prestasi akademik dan kinerja pekerjaan.
Penelitian terbaru Pennebaker berfokus pada sifat bahasa, dan emosi di dunia
nyata. Orang-orang menggunakan kata-kata yang kuat menjadi refleksi kepribadian
mereka dan dunia sosial. Selama ini, menulis ekspresif selalu dikaitkan dengan
keuntungan terhadap kesehatan dan meningkatnya sistem imun (Pennebaker dan Beall,
1986; Dalton dan Glenwick, 2009) dan meningkatkan pemikiran positif serta rasa
optimis pada caregiver manula yang mengalami stress sejak lama (Mackenzie,
Wiprzycka, Hasher, & Goldstein, 2008). Pennebaker (2002) mengatakan bahwa menulis
tidak hanya memberikan keuntungan kesehatan, tetapi juga mengurangi kecemasan dan
depresi.
Menulis merupakan suatu bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah
dipraktikkan selama bertahun-tahun (Riordan, 1996). Menurut Riordan, Benjamin Rush
yang seorang dokter memberikan instruksi kepada pasiennya untuk menulis simtom yang
mereka alami dan menemukan bahwa proses menulis dapat menurunkan tegangan pada
pasiennya dan memberikan informasi yang lebih banyak tentang masalah mereka.
Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional
dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik. Sebaliknya, menulis hal-hal
yang tidak sampai melibatkan unsur emosi di dalamnya, seperti membuat deskripsi
mengenai kegiatan sehari-hari atau deskripsi suatu tempat misalnya, tidak menghasilkan
efek yang sama.
Mekanisme proses terapeutik menulis pengalaman emosional sebenarnya sama
dengan mekanisme terapi-terapi yang lain. Mekanisme proses terapeutiknya berpusat
pada penyingkapan (disclosure) pengalaman-pengalaman emosional. Pengakuan dan
penyingkapan diri merupakan proses dasar yang muncul dalam psikoterapi, dan secara
alamiah muncul dalam interaksi sosial yang dianggap membawa manfaat secara
psikologis dan bahkan mungkin secara fisik (Pennebaker,1997). Lebih lanjut Pennebaker
(1997) menyatakan bahwa hampir dapat dipastikan psikoterapi membutuhkan dalam
11

derajat tertentu penyingkapan diri. Apakah terapi tersebut adalah bersifat direktif atau
evokatif, orientasi insight atau behavioral, pasien dan terapis harus bekerja bersama
untuk mendapatkan suatu cerita yang koheren yang menjelaskan masalah dan secara
langsung maupun tidak untuk menghasilkan suatu penyembuhan. Penyingkapan masalah
pribadi mungkin memiliki nilai terapeutik yang menakjubkan dalam dan pada dirinya
sendiri.

Teknik Menulis Ekspresif
Teknik yang digunakan dalam penelitian Pennebaker dan Beall (Pennebaker,
2002 h. 51-53) adalah dengan membentuk sekelompok sukarelawan yang diminta untuk
menuliskan baik pengalaman traumatis maupun topik-topik khayalan. Setiap orang akan
dating sendiri-sendiri ke laboratorium dan menulis sesuai instruksi yang diberikan tanpa
menuliskan identitas. Sukarelawan ini diminta untuk menulis terus-menerus selama lima
belas menit setiap hari selama empat hari berturut-turut.
Lepore (1997, h. 1030-1036) melakukan penelitian dengan menggunakan
prosedur terapi menulis dari Pennebaker, yaitu tiga samapi emapt hari menulis selama 25
menit di ruangan laboratorium yang nyaman, private, pencahayaan rendah dalam
jaminan kerahasiaan yang terjaga. Pada penelitian ini kelompok eksperimen selama satu
pertemuan di laboratorium diminta terbuka menuliskan pikiran dan perasaan tentang
ujian yang akan dihadapi, dampak terhadap tujuan masa depan dan rencana alternative
yang dimilikinya.
Penelitian yang dilakukan Utami dan Kumara (2003, h. 1-22) dilakukan dengan
menyediakan sebuah buku bernama ‘Pelangi Hatiku’ sebagai sara pengekspresian emosi
dalam bentuk apresisasi seni melalui tulisan dan gambar. Dalam penelitian tersebut,
menulis lebih efektif karena minimnya penggunaan gambar yang mendukunng cerita
subjek. Gambar yang muncul tidak spontan, namun masih menggambarkna perasaan yag
dimiliki.
Menulis ekspresif dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan (Frisina, Borod,
& Lepore, 2004; Pennebaker 2004; Smyth, 1998). Dalam prosesnya, menulis
mengurangi kecenderungan seseorang merenungkan hal yang dikhawatirkannya karena
memungkinkan individu untuk menguji kembali situasi yang dialaminya sehingga
keinginan untuk memikirkan kekhawatirannya menurun (Klein, dan Boas, 2001).
Penelitian Pennebaker dan Beall (Pennebaker, 2002 h. 51-53) menggunakan
empat kelompok, yaitu orang-orang yang menuliskan tentang pikira dan perasaan tentang
12

trauma, orang-orang yang diminta menuliskan emosi-emosi yang terjadi di sekitar
trauma dan perasaan sekarang (tidak diminta mengisahkan trauma itu sendiri) , orangorang yang diminta menuliskan pengalaman dengan memusatkan diri pada faktasecara
detail, tanpa melibatkan emosi, serta kelompok kontrol yang hanya diminta untuk
menuliskan topik khayalan atau topik yang tidak relevan pada tiap sesi.
Instruksi yang diberikan kepada orang-orang yang diminta meuliskan pikiran dan
perasaan mengenai trauma adalah:
“Saat Saudara diminta untuk masuk ke dalam ruangan tempat Saudara menulis, dan
pintu sudah dirtutup, saya minta Saudara menulis tanpa berhenti tentang pengalaman
yang paling menggelisahkan atau paling traumatis dalam kehidupan Saudara. Saudara
tidak usah terallu memikirkan masalah tata bahasa, ejaan, atau struktir kalimat. Dalam
tulisan itu, saya minta Saudara membahas pikiran dan perasaan yang terdalam tentang
peristiwa tersebut, terserah kepada Saudara untuk menulis apa saja yang diinginkan.
Akan tetapi, apapun pilihan Saudara, itu haruslah yang sangat kuat mempengaruhi
Saudara. Idealnya, peristiwa itu belum pernah dibicarakan orang lain secara detail.
Meskipun demikian, Saudara harus membebaskan diri Saudara dan mengungkapkan
emosi dan pikiran terdalam yang dimiliki. Dengan kata lain, tulislah semua tentang apa
yang sudah terjadi dan apa perasaan Saudara tentang hal itu. Akhirnya, Saudara bisa
menulis tentang trauma yang berbeda atau trauma yang sama dalam setiap kegiatan di
ruang tertutup ini. Pilihan trauma yang akan Saudara tuliskan sepenuhnya terserah
Saudara.”
Sedangkan orang-orang yang hanya diminta menuliskan emosi yang terjadi di
sekitar trauma diberi instruksi umum yang sama, kecuali bahwa secara khusus tidak
diminta mengisahkan trauma itu sendiri. Mereka diminta menuliskan apa perasaan
mereka saat itu dan apa perasaan mereka sekarang. Orang-orang yang diminta
menuliskan pengalaman dengan memusatkan diri pada fakta hanya diminta untuk
mengungkapkan fakta itu secara detail, tanpa melibatakan emosi mereka sendiri.
Kelompok kontrol diminta menuliskan topik khayalan atau topik yang tidak relevan pada
setiap sesi (Pennebaker, 2002, h. 51-53).

13

Tujuan dan Manfaat Menulis Ekspresif
Salah satu bagian dari terapi ekspresif adalah terapi menulis yang digunakan
sebagai media menyembuhan dan peningkatan kesehatan mental (Malchiodi, 2007).
Secara umum tujuan dari terapi menulis diantaranya:
1. Meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain dalam bentuk tulisan
dan literatur lain
2. Meningkatkan kreatifitas, ekspresi diri dan harga diri
3. Memperkuat kemampuan komunikasi dan interpersonal
4. Mengekspresikan emosi yang berlebihan (katarsis) dan menurunkan ketegangan
5. Meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah dan beradaptasi
(Davis, 1990).
Manfaat menulis ekspresif berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Melianawati (2004) bahwa menulis ekspresif mampu menurunkan skor ketegangan
emosi pada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan emosinya.
Penelitian yang dilakukan oleh tim biomedis Amerika yang dipimpin psikolog
Pennebaker menemukan bahwa menulis ekspresif dapat membantu individu untuk
membantu sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi (Lowe, 2006). Jadi, dengan
menulis dapat menjadi sarana untuk merefleksikan kecemasan menyelesaikan masalah
yang dirasakan mahasiswa sebagai usaha mengurangi pengekangan yang mereka rasakan
akibat kecemasan yang dirasakan. Teori postulet perubahan kognitif (Pennebaker &
Seagal dalam Graybean, Sexton, & Pennebaker, 2002), menyatakan bahwa menulis juga
membantu seseorang mereorganisasi pikiran dan perasaan mengenai pengalaman
traumatik dan membuatnya lebih koheren atau terpadu mengenai kejadian di dalam
hidupnya.
Studi lain dilakukan oleh James W. Pennebaker, guru besar psikologi University
of Texas. Hasil penelitiannya selama 15 tahun yang dituangkan dalam buku “Opening
Up : The Healing Power of Expressing Emotions” mengungkapkan setidaknya ada tiga
manfaat menulis, yakni:
a. Menulis dapat meningkatkan kekebalan tubuh
b. Bercerita, juga lewat tulisan, dapat menyelesaikan separuh masalah psikis
c. Menulis sebagai katarsis (pelepasan emosi atau ketegangan).

14

BAB III
PEMBAHASAN
Menulis ekspresif memang memiliki beragam manfaat dalam meredakan masalah
atau konflik diri yang muncul di mana emosi yang disertakan merupakan emosi negatif
seperti perasaan sedih, marah, malu, tertekan, dan cemas. Bahkan menulis ekspresif dapat
dijadikan terapi yang efektif dalam menangani pasien yang mengalami stress dan depresi.
Dengan menyalurkan perasaan dan pikiran melalui tulisan, pasien diharapkan mampu
mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Setidaknya perasaan negatif itu sedikit berkurang
karena perasaan negatif yang dirasakan pasien ikut keluar beserta dengan tulisan yang dibuat.
Problem psikologis yang saat ini sering berkembang yaitu masalah yang dialami
oleh mahasiswa di mana selain dituntut untuk berpikir luas dan ke arah yang lebih maju,
mahasiswa memiliki segelintir problema yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Masalah tersebut meliputi masalah dengan mata kuliah di kampus, dosen, teman, skripsi,
masalah pribadi seperti dengan keluarga atau kekasih. Mahasiswa rentan untuk mengalami
kecemasan akibat rentetan masalah dan bisa berdampak pada depresi. Oleh karena itu,
diperlukan suatu metode terapi yang efektif di mana menulis ekspresif bisa membantu
mahasiswa mengurangi kecemasan dan depresi. Menulis ekspresif ini merupakan terapi yang
mudah dilakukan dan murah sekaligus memiliki berbagai manfaat yang luar biasa.
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai dampak positif dari menulis
ekspresif. Michael dan kawan-kawan (2006) yang menyatakan bahwa perasaan depresi
memang merupakan pengalaman yang cukup umum di kalangan mahasiswa. Bila tidak dapat
diantisipasi sejak dini akan menimbulkan masalah yang semakin berat di kemudian hari.
Terapi menulis ekspresif sebagai media katarsis memiliki pengaruh meringankan terhadap
depresi ringan. Efek terapeutik menulis dapat digambarkan oleh banyak dasar teori. Salah
satunya adalah teori inhibisi psikosomatis, yang menjelaskan bahwa represi pikiran, perasaan,
atau perilaku seseorang, khususnya pada hal-hal yang traumatis atau menyusahkan,
merupakan suatu bentuk kerja fisiologis dan psikologis (Riordan, 1996). Menyebut secara
verbal atau menggambarkan suatu trauma melalui tulisan memberikan seorang individu
melakukan proses kognitif mengenai peristiwa tersebut dan memperoleh suatu kontrol,
kemudian mengurangi inhibisi. Tepatnya, menulis mengurangi perenungan obsesif internal
dan melanjutkan emosi negatif yang dapat memperburuk kesehatan dan masalah psikologis.

15

Partisipan penelitian yang telah mengikuti terapi menulis ekspresif telah
menunjukkan terjadinya pelepasan emosi seperti apa yang telah diungkapkan oleh
Pennebaker dan Beall (dalam Baikie & Wilhelm, 2005), bahwa 17 partisipan menjadi
terbantu dengan membuat ia mampu untuk mengekspresikan masalah-masalah dan perasaanperasaannya pada orang yang membebaskan dan mengerti dirinya sehingga kelegaan yang
sangat setelah membeberkan perasaan dan keprihatinan mereka pada terapis. Adanya
penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman emosional inilah yang dianggap
oleh Riordan (1996) sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik.
Graf (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa seseorang memperoleh
keuntungan baik fisik dan psikologis setelah mengungkapkan suatu rahasia. Ekspresi emosi
dapat meningkatkan kemampuan mengatasi persitiwa kehidupan yang menekan, termasuk
gagasan bahwa ekspresi emosi meningkatkan insight dan self-understanding, resolusi
kognitif, dan melihat pengalaman masa lalu dengan cara yang berbeda. Masalah yang banyak
menekan mahasiswa dapat menimbulkan kecemasan berlebih hingga depresi bila tidak
ditindaklanjuti dengan benar. Adanya pengungkapan perasaan melalui tulisan dapat
mengurangi tekanan yang dialami oleh mahasiswa. Pengalaman menceritakan kisah hidup
emosional, termasuk lewat tulisan, memberikan kesempatan kepada individu untuk mengatur
dan membuat masuk akal pengalaman-pengalaman mereka.
Sedangkan Lipore (1997, h. 1030-1036) melakukan penelitian mengenai hubungan
ekspresi emosional (yang dilakukan dengan cara menulis) pikiran yang mengganggu dan
gejala depresi pada 70 orang yang akan mengikuti ujian. Proses menulis ini dilakukan untuk
memfasilitasi proses kognitif dari pengalaman yang memberikan tekanan dengan memaksa
seseorang untuk menghadapi (merenungkan dan mengevaluasi) stimulus stres dan
tanggapannya.
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan terapi menulis pengalaman
emosional diantaranya penelitian Susilowati (2009) menggunakan menulis ekspresif
pengalaman emosional untuk menurunkan depresi pada mahasiswa tahun pertama. Penelitian
ini menunjukkan bahwa menulis ekspresif pengalaman emosional merupakan sarana bantu
diri yang terbukti efektif menurunkan depresi pada mahasiswa tahun pertama. Penelitian yang
serupa juga dilakukan oleh Siswanto (2002) yang menggunakan menulis ekspresif
pengalaman emosional untuk menurunkan simtom-simtom depresi pada mahasiswa. Hasilnya
adalah menulis ekspresif pengalaman emosional merupakan mekanisme proses teraupetik
yang berpusat pada proses penyingkapan diri. Kaloeti (2007) juga melakukan penelitian
menggunakan terapi menulis pengalaman emosional untuk mengelola stres pada
16

penyalahguna NAPZA, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa menulis pengalaman
emosional dapat menurunkan tingkat distres karena membantu individu untuk belajar
membuka diri, bersentuhan dengan diri pribadi dan mengenal emosinya dengan lebih baik.
Menulis ekspresif merupakan emotional coping yang dapat membantu mahasiswa
mengekspresikan emosi di dalam diri. Menulis ekspresif dapat membantu mengeluarkan
segala bentuk emosi negatif dan mengurangi tekanan yang dialami. Hal ini membantu agar
mahasiswa lebih dapat berpikir jernih dalam menghadapi dan menyelesaikan segala persoalan
yang ada. Di dalam menulis ekspresif, mahasiswa dapat mengalami proses terapi di mana
segala hal yang menjadi penghambat dan penekan tersebut dikeluarkan. Setelah semua hal
buruk berhasil dikeluarkan melalui tulisan tersebut, mahasiswa akan mengalami proses yang
melegakan di mana beban yang dialami berkurang beserta tulisan tersebut. Saat proses akhir
ini terjadi di mana mahasiswa telah selesai menuliskan perasaannya, mereka akan merasa
lebih tenang dan plong. Dengan menulis ekspresif, mahasiswa akan mengalami suatu proses
katarsis dengan pelepasan emosi negatif melalui tulisan dan mengalami proses terapeutik.
Proses inilah yang menjadi proses terapi di mana dalam menulis ekspresif bukan tulisan biasa
yang dituliskan, tetapi tulisan yang mengekspresikan perasaan dan pikiran individu terkait
dengan pengalaman masa lalu yang mungkin kurang baik dan mengenai hal-hal yang ditakuti
supaya setelah hal yang kurang baik tersebut berhasil dikeluarkan, mahasiswa mampu
memiliki perasaan positif dan segala persoalan yang dihadapi mahasiswa tidak dijadikan
sebagai penghambat untuk maju.
Menulis ekspresif dapat dilakukan dan diterapkan oleh siapa saja dan di mana saja.
Banyak para ahli dan peneliti yang mendapatkan manfaat dari menulis ekspresif, seperti
pengidap kanker dan penyakit berat lainnya dapat merasa lebih baik secara fisik dan psikis
setelah menulis serta dapat membantu pasien yang mengalami trauma. Menulis ekspresif ini
juga sangat mudah dilakukan. Menulis ekspresif dapat dilakukan sebelum tidur dengan
menuliskan apa saja yang dialami setelah seharian penuh beraktivitas, baik pengalaman yang
bersifat baik maupun tidak. Dengan demikian, sebelum tidur seseorang dapat merelakskan
otak dan perasaannya tanpa membawa beban pikiran ke dalam tidurnya sehingga keesokan
harinya, individu dapat memulai hari baru dengan melakukan aktivitas dengan lebih
semangat dan berpikir positif.

17

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menulis ekspresif sebagai satu bentuk terapi yang dilakukan dengan menulis
pada media tertentu yang berguna sebagai sarana pengenalan, pengelolaan, dan katarsis
emosi untuk mengurangi stress dan distress. Terapi menulis merupakan salah satu teknik
yang digunakan di dalam terapi ekspresif (Malchiodi, 2007).Menulis merupakan suatu
bentuk ekspresi katarsis dan self-help yang telah dipraktikkan selama bertahun-tahun
(Riordan, 1996). Adanya penyingkapan emosi yang dialami pada menulis pengalaman
emosional dianggap sebagai faktor yang menghasilkan efek teraupetik.
Problem psikologis yang saat ini sering berkembang yaitu masalah yang dialami
oleh mahasiswa meliputi masalah dengan mata kuliah di kampus, dosen, teman, skripsi,
masalah pribadi seperti dengan keluarga atau kekasih. Mahasiswa rentan untuk
mengalami kecemasan akibat rentetan masalah dan bisa berdampak pada depresi. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode terapi yang efektif di mana menulis ekspresif bisa
membantu mahasiswa mengurangi kecemasan dan depresi.
Michael dan kawan-kawan (2006) yang menyatakan bahwa perasaan depresi
memang merupakan pengalaman yang cukup umum di kalangan mahasiswa. Terapi
menulis ekspresif sebagai media katarsis memiliki pengaruh meringankan terhadap
depresi ringan. Proses katarsis yang diperoleh ketika menulis ekspresif pengalamanpengalaman emosional pada seseorang yang mengalami gangguan depresi akan dapat
memberikan keuntungan bagi dirinya untuk menurunkan simtom-simtom yang
mengganggu dan meningkatkan kesejahteraan psikologis maupun fisik.
Manfaat menulis ekspresif bahwa menulis ekspresif mampu menurunkan skor
ketegangan emosi pada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
emosinya. Menulis ekspresif dapat membantu individu untuk membantu sistem
kekebalan tubuh dalam melawan infeksi (Lowe, 2006). Jadi, dengan menulis dapat
menjadi sarana untuk merefleksikan kecemasan menyelesaikan masalah yang dirasakan
mahasiswa sebagai usaha mengurangi pengekangan yang mereka rasakan akibat
kecemasan yang dirasakan.

18

B. Saran
Mahasiswa dapat mengekspresikan perasaannya dengan menulis kapan saja.
Menulis ekspresif dapat dilakukan sebelum tidur dengan menuliskan apa saja yang
dialami setelah seharian penuh beraktivitas, baik pengalaman yang bersifat baik maupun
tidak. Dengan demikian, sebelum tidur seseorang dapat merelakskan otak dan
perasaannya tanpa membawa beban pikiran ke dalam tidurnya sehingga keesokan
harinya, individu dapat memulai hari baru dengan melakukan aktivitas dengan lebih
semangat dan berpikir positif. Karena, di dalam menulis ekspresif, mahasiswa dapat
mengalami proses terapi di mana segala hal yang menjadi penghambat dan penekan
tersebut dikeluarkan. Setelah semua hal buruk berhasil dikeluarkan melalui tulisan
tersebut, mahasiswa akan mengalami proses yang melegakan di mana beban yang
dialami berkurang beserta tulisan tersebut. Saat proses akhir ini terjadi di mana
mahasiswa telah selesai menuliskan perasaannya, mereka akan merasa lebih tenang dan
plong. Dengan menulis ekspresif, mahasiswa akan mengalami suatu proses katarsis
dengan pelepasan emosi negatif melalui tulisan dan mengalami proses terapeutik. Proses
inilah yang menjadi proses terapi di mana dalam menulis ekspresif bukan tulisan biasa
yang dituliskan, tetapi tulisan yang mengekspresikan perasaan dan pikiran individu
terkait dengan pengalaman masa lalu yang mungkin kurang baik dan mengenai hal-hal
yang ditakuti supaya setelah hal yang kurang baik tersebut berhasil dikeluarkan,
mahasiswa mampu memiliki perasaan positif dan segala persoalan yang dihadapi
mahasiswa tidak dijadikan sebagai penghambat untuk maju. Menulis ekspresif
merupakan salah satu teknik psikoterapi yang perlu dikembangkan dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.

19

DAFTAR PUSTAKA
Aku

Suka

Menulis.

2011.

Menulis

Itu

Menyehatkan,

(online),

(http://akusukamenulis.wordpress.com/2011/09/29/menulis-itu-menyehatkan/).
Diakses tanggal 02 Mei 2013
Fikri, Harry Theozard. 2012. Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional dalam Terapi
Ekspresif terhadap Emsoi Marah Para Remaja. Jurnal Universitas Putra Indonesia
YPTK, Padang, Sumatera Barat Vol. IX No. 2
Herdiani, Wahyuning Sri. 2012. Pengaruh Expressive Writing pada Kecemasan
Menyelesaikan Skripsi. Jurnal Ilmiah Vol. 1 No. 1 Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya
Mardyaningrum, Maria Bernadette Sri. 2007. Efektivitas Terapi Menulis terhadap Emosi
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas
Soegijapranata, Semarang
Maryadi,

Kalina.

Divonis

Kanker,

Menulislah!,

(online),

(http://indonesiaindonesia.com/f/14283-divonis-kanker-menulislah/).

Diakses

tanggal 02 Mei 2013
Qonitatin, Novi, Sri Widyawati, Gusti Yuli Asih. 2011. Pengaruh Katarsis dalam Menulis
Ekspresif sebagai Intervensi Depresi Ringan pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro Vol. 9 No. 1

20

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25