MAKALAH PERATURAN KEBIJAKAN DAN PERUNDANG UNDANGAN YANG BERLAKU DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
MAKALAH PERATURAN KEBIJAKAN DAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH :
1. Tessa Shintya Ernanda
2. Fina Rohma Linda
3. Yasni Nuria RJ
4. Angger Afrega
5. Ade Mahendra Yusuf
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alla SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat
bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing,
sehingga kami dapat menyelasikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses pembelajaran
dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan dan
doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat mengetahui tentang sejarah kesehatan dunia dan Indonesia. Makalah
ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.
Pringsewu, 23 Maret 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan............................. 3
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan..................................... 3
2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan.................................. 5
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan..... 6
2.5 Legislasi Keperawatan...................................................................... 8
2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan........................................... 11
2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Legislasi
Di
Indonesia
............................................................................................................
12
2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat................................ 13
2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat...................... 14
BAB III PENUTUP......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
3.2 Saran.................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,
pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental
maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan
orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah
kesehatan.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang
dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan
adanya
pembenaran
hukum
yaitu
diperkenannya
melakukan
intervensi
keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari
model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka
perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang
oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan
keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua
pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit
maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
1
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani
kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan
kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana
Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur
sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3
global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negaranegara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan.
Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang
yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum
memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan
Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body)
merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global,
apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar.
Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap
mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi
dan penerima jasa pelayanan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi
keperawatan di indonesia apabila tidak ada perundang-undangan yang berlaku
dam praktik keperawata.
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2.
Mengetahui sejarah perkembangan profesi keperawatan
3.
Mengetahui masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5.
Mengetahui alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan
6.
Mengetahui legislasi keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial,
spiritual
dan
kultural
yang
diberikan
kepada
klien
(pasien)
karena
ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons
klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan
keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14
kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson),
Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson),
Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya
(Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan
lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak
bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem
yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam
rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing
dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan
perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya
kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori
inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi
kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dari
perkembangan keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman Nabi
Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama
Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat
dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama
3
Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan
dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu
diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa
catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan
perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang
sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu
dikembangkan
berbagai
pendidikan
kekhususan
paramedis
diantaranya
pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga
perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan
mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama
pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah
eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3
tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi
dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda
sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4
tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan
perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan
tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya
diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai
menyadari bahwa pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan.
Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya
Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan
pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia,
yang
merupakan
pendidikan
tinggi
keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula
dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Undang-Undang
Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah Peraturan
pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan
4
sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia.
Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan
yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana
Keperawatan (Ners).
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners)
didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya antara lain UGM
(Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang),
UNBRAW (Malang), USU (Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar)
serta di beberapa universitas swasta. Pada periode ini perawat yang telah melalui
pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari bahwa profesionalisme
keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus.
2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan
Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana penyakit
degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (avian flu, HIV/AIDS)
muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan terjadinya berbagai bencana
alam yang mendera Indonesia secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir,
gunung meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yang
menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi kurang/buruk
akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga menurunkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak pada
pemborosan
sumber,
termasuk
menimbulkan
masalah-masalah
dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena adanya keterbatasan berbagai
sumber keperawatan, baik itu sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari
perawat dan bidan. Namun dalam hal ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners.
Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga
keperawatan sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada
Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system
pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.
5
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan
1.
Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan
seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai
upaya
kesehatan
kepada
seluruh
masyarakat
melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus
diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan
perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan
para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah
perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian
masalah yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan
keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI
mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan,
sarana
kesehatan,
perbekalan
kesehatan,
pembiayaan
kesehatan,
pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.
Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa:
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
3.
Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
6
a. Mengantisipasi
kebutuhan
masyarakat
akan
pelayanan
kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma
dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medical yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke
paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala
sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan
sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai
pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang
tenaga perawat.
c. Mendekatkan
keterjangkauan
masyarakat
terhadap
pelayanan
keperawatan.
d. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan.
e. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak
mendapakan pelayanan keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang
kompeten tanpa diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras
dll.
4.
Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap
perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam
pengambilan keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak
merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan
peluang sempit.
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.
7
2.5 Legislasi Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan
kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan.
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
Fungsi legislasi keperawatan
1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi keperawatan mencakup 3 komponen yaitu registrasi, sertifikasi, dan
lisensi.
Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada
badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah
terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar,
perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari
badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi
harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Tujuan registrasi :
a. Menjamin kemamapuan perawat untuk melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
8
b. Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif terhadap kasus
kelalaian tugas atau ketidak mampuan melaksanakan tugas sesuai dengan
standar kompetensi.
c. Mengidenttifikasi jumlah dan kualifikasi perawat professional dan
vokasional yang akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi masing-masing.
Registrasi meliputi 2 kegiatan berikut :
1. Registrasi administrasi adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untulk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilkakukan setiap 5 tahun
untuk
memperoleh
pengakuan
,mendapatkan
kewenangan
dalam
melakukan praktik keperawatan ,berlaku bagi perawat professional.
Perawat yang sudah teregistrasi mendapat Surat Izin Perawat(SIP) dan nomer
register.Perawat yang sudah melakukan registrasi akan memperoleh kewenangan
dan hak berikut :
1. Melakukan pengkajian
2. Melakukan terapi keperawatan.
3. Melakukan observasi.
4. Memberikan pendidikan dan konseling kesehatan.
5. Melakukan intervensi medis yang didelegasikan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan.
Perawat yang tidak teregistrasi ,secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut.Registrasi berlaku untuk semua perawat professional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara republic Indonesia,
termasuk perawat berijasah luar negeri.
Mekanisme registrasi terdiri dari mekanisme registrasi administrative dan
mekanisme registrasi kompetensi yang dilakukan melalui 2 jalur,yaitu :
1. Ujian registrasi nasional, dan
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Registrasi yang dilakukan perawat yang baru lulus disebut regustrasi awal
dan registrasi selanjutnya di sebut registrasi ulang.
9
Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap peningkatan pengetahuan,
keterampilan ,dan perilaku (kompetensi) seorang perawat dengan memeberikan
ijasah atau sertifikat.
Tujuan sertifikasi :
a. Menyatakan pengetahuan ,keterampilan ,dan perilaku perawat sesuai
dengan pendidikan tambahan yang diikutinya.
b. Menetapkan klasifikasi ,tingkat dan lingkup praktik keperawatan sesuai
pendidikan tambahan yang dimilikinya.
c. Memenuhi persyaratan registrasi sesuai area praktik keperawatan.
Lisensi
Lisensi berupa kewenangan kepada seorang perawat yang sudah teregristasi
untuk melaksanakan pelayanan praktik keperawatan.Lisensi merupakan suatu
kehormatan bukan suatu hak .Semua perawat seyogyanya mengamankan hak ini
dengan mengetahui standar pelayanan yang dapat diterapkan dalam suatu tatanan
praktik keperawatan.
Tujuan lisensi :
a. Memberi kejelasan batas kewenangan tiap katagori tenaga keperawatan
untuk melakukan praktik keperawatan.
b. Mengesahkan atau member bukti untuk melekukan praktek keperawatan
professional.
Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi) yang
diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat.
Registasi meliputi dua hal kegiatan berikut.
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untuk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk
memperoleh
pengakuan,
mendapatkan
kewenangan
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.
10
dalam
Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut. Regristrasi berlaku untuk semua perawat profesional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara Republik
Indonesia, termasuk perawat berijazah luar negeri. Mekanisme regristasi terdiri
dari mekanisme registrasi administratif dan mekanisme registrasi kompetensi
yang dilakukan melalui 2 jalur yaitu :
1. Ujian registrasi nasional
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Mekanisme Sertifikasi
1. Perawat teregistrasi mengikuti kursus lanjutan di area khusus praktik
keperawatan yang ddiselenggarakan oleh institusi yang memenuhi syarat.
2. Mengajukan aplikasi disertai dengan kelengkapan dokumen untuk
ditentukan kelayakan diberikan sertifikat.
3. Mengikuti proses sertifikasi yang dilakukan oleh konsil keperawatan.
4. Perawat register yang memenuhi persyaratan, diberikan serifikasi oleh
konsil keperawatan untuk melakuakan praktik keperawatan lanjut.
Mekanisme Lisensi
Perawat yang telah memenuhi proses registrasi mengajukan permohonan
kepada pemerintah untuk memperoleh perizinan / lisensi resmi dari pemerintah.
Perawat yang telah teregistrasi dan sudah memiliki lisensi disebut perawat
register, dan dapat bekerja di tatanan pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan
keperawatan.
2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan
Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah kebijakan
atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas
profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
Tujuan Regulasi
Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat dan
perawat,sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan;
2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
11
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4. Menapis IPTEK keperawatan
5. Menilai boleh tidaknya praktik;
6. Menilai kesalahan dan kelalaian.
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem regulasi
yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut.(Marquis & Huston,1998;Rocchiccioli
& Tilbury,1998)
1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang ditentukan
2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar pelayanan
keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
3. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait
lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
4. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang
profesional.
5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan
efektif.
2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Legislasi Di Indonesia.
Leglasi keperawatan yang baku dan baik di Indonesia masih mereupakan
harapan di masa mendatang. Namun, ada beberapa upaya berikut ini yang dapat
mendukung teciptanya sistem regulasi keperawatan.
12
1.
Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan pekakuan sebagai
perawat tercatat, agar tenaga yang dituntut bertanggung jawab dan tanggung
gugatnya adalah tenaga keperawatan yang sebetulnya dariaspek pendidikan
mereka telah memahami tentang pelayanan keperawatan profesianal dan telah
memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini tidak memenuhi standar.
2.
Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan perundangundangan
bagi
seluruh
masyarakat
keperawatan.
Tujuannya
untuk
meningkatkan pemahaman tentang dampak hukum yang dapat terjadi apabila
pelayanan keperawatan yang diberikan tidak memenuhi standar.
3.
Mempercepat diwujudkannya praktik keperawatan professional diberbagai
jenjang tatana pelayanan kesehayan. Hal ini sebagai landasan diterapkannya
bentukpelayanan keperawatan profesional yang bukan hanya memenuhi
persyaratan dan standar profesional, tetapi juga memenuhi persyaratan hukum
keperawatan.
4.
Menyoasialisasikan berbagai kegiatan persiapan diterapkannya sistem
legislasi keperawatan. Kegiatan ini beetujuan untuk menghindarkan
ketidakmengertian,
kesalahan
persepsi/kesalahan
interprestasi
ataupun
kesalahan komunikasi tentang hukumm keperawatan.
5.
Menyepakati perkembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan di
Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh masyarakat
keperawatan di Indonesia ini tidak akan memungkinkan pihak lain untuk
membentuk jenjang keperawatan lain yang dapat mengaburkan nilai-nilai
profesionalisme yang kemungkinan dapat terperangkap dalam sistem ligislasi
yang akan dibakukan.
2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat
Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan dari hukum.
Dengan demikian hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu
13
terdapat banyak macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan
bersinggungan dengan peristiwa hukum. Jika demikian, lalu untuk apa lagi dibuat
istilah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),
baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum.
Menurut Hadjon seorang pakar Hukum Administrasi Negara UNAIR, bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat atau seseorang meliputi dua hal, yakni:
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana kepada rakyat atau seseorang diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif;
Kedua: Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Berdasartkan
dua
kategori
perlindungan
hukum,
maka
pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian serta kebahagian.
2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat
a.
Undang-Undang Dasar Negara RI 1945:
Secara konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI 1945 yang
menyebutkan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
14
dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan
hukum”.
Pasal 34 ayat (3)
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
b. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
Pasal 9 ayat 3 berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat”
c.
Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 4
berbunyi “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.
Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
- Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Tenaga
kesehatan
dalam
melaksanakan
tugasnya
berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.
- Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
d. Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 13
menyatakan
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib
memiliki surat ijin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentan peraturan perundang-undangan
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien
15
Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana yang
di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah
No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga
kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun
dentist ( dokter gigi ).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil
dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila
dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat
pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat
memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai
pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang
diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan
naskah akademis menjadi sangat penting.
3.2 Saran
1.
Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan
partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran
Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2.
Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap
mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan
dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut
berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3.
Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam
bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Sumber;
A.
Aziz
Alimul
Hidayat
(2007),Pengantar
Konsep
Dasar
Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta.
Priharjo Robert. Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta
EGC,2008
Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC :
Jakarta.
http://pondokmerana.blogspot.com/2013/03/makalah-praktik-keperawatan.html
http://ekorudianta.blogspot.com/2015/03/makalah-peraturan-kebijakan-dan.html
18
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH :
1. Tessa Shintya Ernanda
2. Fina Rohma Linda
3. Yasni Nuria RJ
4. Angger Afrega
5. Ade Mahendra Yusuf
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alla SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat
bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing,
sehingga kami dapat menyelasikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses pembelajaran
dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan dan
doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat mengetahui tentang sejarah kesehatan dunia dan Indonesia. Makalah
ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.
Pringsewu, 23 Maret 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan............................. 3
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan..................................... 3
2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan.................................. 5
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan..... 6
2.5 Legislasi Keperawatan...................................................................... 8
2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan........................................... 11
2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Legislasi
Di
Indonesia
............................................................................................................
12
2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat................................ 13
2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat...................... 14
BAB III PENUTUP......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
3.2 Saran.................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,
pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental
maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan
orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah
kesehatan.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang
dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan
adanya
pembenaran
hukum
yaitu
diperkenannya
melakukan
intervensi
keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari
model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka
perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang
oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan
keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua
pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit
maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
1
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani
kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan
kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana
Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur
sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3
global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negaranegara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan.
Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang
yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum
memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan
Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body)
merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global,
apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar.
Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap
mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi
dan penerima jasa pelayanan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi
keperawatan di indonesia apabila tidak ada perundang-undangan yang berlaku
dam praktik keperawata.
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2.
Mengetahui sejarah perkembangan profesi keperawatan
3.
Mengetahui masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5.
Mengetahui alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan
6.
Mengetahui legislasi keperawatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial,
spiritual
dan
kultural
yang
diberikan
kepada
klien
(pasien)
karena
ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons
klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan
keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14
kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson),
Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson),
Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya
(Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan
lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak
bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem
yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam
rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing
dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan
perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya
kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori
inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi
kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dari
perkembangan keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman Nabi
Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama
Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat
dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama
3
Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan
dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu
diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa
catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan
perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang
sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu
dikembangkan
berbagai
pendidikan
kekhususan
paramedis
diantaranya
pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga
perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan
mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama
pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah
eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3
tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi
dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda
sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4
tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan
perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan
tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya
diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai
menyadari bahwa pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan.
Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya
Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan
pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia,
yang
merupakan
pendidikan
tinggi
keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula
dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Undang-Undang
Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah Peraturan
pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan
4
sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia.
Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan
yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana
Keperawatan (Ners).
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners)
didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya antara lain UGM
(Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang),
UNBRAW (Malang), USU (Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar)
serta di beberapa universitas swasta. Pada periode ini perawat yang telah melalui
pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari bahwa profesionalisme
keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus.
2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan
Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana penyakit
degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (avian flu, HIV/AIDS)
muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan terjadinya berbagai bencana
alam yang mendera Indonesia secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir,
gunung meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yang
menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi kurang/buruk
akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga menurunkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak pada
pemborosan
sumber,
termasuk
menimbulkan
masalah-masalah
dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena adanya keterbatasan berbagai
sumber keperawatan, baik itu sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari
perawat dan bidan. Namun dalam hal ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners.
Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga
keperawatan sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada
Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system
pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.
5
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan
1.
Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan
seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai
upaya
kesehatan
kepada
seluruh
masyarakat
melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus
diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan
perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan
para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah
perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian
masalah yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan
keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI
mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan,
sarana
kesehatan,
perbekalan
kesehatan,
pembiayaan
kesehatan,
pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.
Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa:
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
3.
Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
6
a. Mengantisipasi
kebutuhan
masyarakat
akan
pelayanan
kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma
dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medical yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke
paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala
sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan
sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai
pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang
tenaga perawat.
c. Mendekatkan
keterjangkauan
masyarakat
terhadap
pelayanan
keperawatan.
d. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan.
e. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak
mendapakan pelayanan keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang
kompeten tanpa diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras
dll.
4.
Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap
perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam
pengambilan keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak
merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan
peluang sempit.
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.
7
2.5 Legislasi Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan
kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan.
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
Fungsi legislasi keperawatan
1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi keperawatan mencakup 3 komponen yaitu registrasi, sertifikasi, dan
lisensi.
Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada
badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah
terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar,
perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari
badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi
harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Tujuan registrasi :
a. Menjamin kemamapuan perawat untuk melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
8
b. Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif terhadap kasus
kelalaian tugas atau ketidak mampuan melaksanakan tugas sesuai dengan
standar kompetensi.
c. Mengidenttifikasi jumlah dan kualifikasi perawat professional dan
vokasional yang akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi masing-masing.
Registrasi meliputi 2 kegiatan berikut :
1. Registrasi administrasi adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untulk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilkakukan setiap 5 tahun
untuk
memperoleh
pengakuan
,mendapatkan
kewenangan
dalam
melakukan praktik keperawatan ,berlaku bagi perawat professional.
Perawat yang sudah teregistrasi mendapat Surat Izin Perawat(SIP) dan nomer
register.Perawat yang sudah melakukan registrasi akan memperoleh kewenangan
dan hak berikut :
1. Melakukan pengkajian
2. Melakukan terapi keperawatan.
3. Melakukan observasi.
4. Memberikan pendidikan dan konseling kesehatan.
5. Melakukan intervensi medis yang didelegasikan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan.
Perawat yang tidak teregistrasi ,secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut.Registrasi berlaku untuk semua perawat professional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara republic Indonesia,
termasuk perawat berijasah luar negeri.
Mekanisme registrasi terdiri dari mekanisme registrasi administrative dan
mekanisme registrasi kompetensi yang dilakukan melalui 2 jalur,yaitu :
1. Ujian registrasi nasional, dan
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Registrasi yang dilakukan perawat yang baru lulus disebut regustrasi awal
dan registrasi selanjutnya di sebut registrasi ulang.
9
Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap peningkatan pengetahuan,
keterampilan ,dan perilaku (kompetensi) seorang perawat dengan memeberikan
ijasah atau sertifikat.
Tujuan sertifikasi :
a. Menyatakan pengetahuan ,keterampilan ,dan perilaku perawat sesuai
dengan pendidikan tambahan yang diikutinya.
b. Menetapkan klasifikasi ,tingkat dan lingkup praktik keperawatan sesuai
pendidikan tambahan yang dimilikinya.
c. Memenuhi persyaratan registrasi sesuai area praktik keperawatan.
Lisensi
Lisensi berupa kewenangan kepada seorang perawat yang sudah teregristasi
untuk melaksanakan pelayanan praktik keperawatan.Lisensi merupakan suatu
kehormatan bukan suatu hak .Semua perawat seyogyanya mengamankan hak ini
dengan mengetahui standar pelayanan yang dapat diterapkan dalam suatu tatanan
praktik keperawatan.
Tujuan lisensi :
a. Memberi kejelasan batas kewenangan tiap katagori tenaga keperawatan
untuk melakukan praktik keperawatan.
b. Mengesahkan atau member bukti untuk melekukan praktek keperawatan
professional.
Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi) yang
diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat.
Registasi meliputi dua hal kegiatan berikut.
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untuk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk
memperoleh
pengakuan,
mendapatkan
kewenangan
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.
10
dalam
Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut. Regristrasi berlaku untuk semua perawat profesional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara Republik
Indonesia, termasuk perawat berijazah luar negeri. Mekanisme regristasi terdiri
dari mekanisme registrasi administratif dan mekanisme registrasi kompetensi
yang dilakukan melalui 2 jalur yaitu :
1. Ujian registrasi nasional
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Mekanisme Sertifikasi
1. Perawat teregistrasi mengikuti kursus lanjutan di area khusus praktik
keperawatan yang ddiselenggarakan oleh institusi yang memenuhi syarat.
2. Mengajukan aplikasi disertai dengan kelengkapan dokumen untuk
ditentukan kelayakan diberikan sertifikat.
3. Mengikuti proses sertifikasi yang dilakukan oleh konsil keperawatan.
4. Perawat register yang memenuhi persyaratan, diberikan serifikasi oleh
konsil keperawatan untuk melakuakan praktik keperawatan lanjut.
Mekanisme Lisensi
Perawat yang telah memenuhi proses registrasi mengajukan permohonan
kepada pemerintah untuk memperoleh perizinan / lisensi resmi dari pemerintah.
Perawat yang telah teregistrasi dan sudah memiliki lisensi disebut perawat
register, dan dapat bekerja di tatanan pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan
keperawatan.
2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan
Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah kebijakan
atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas
profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
Tujuan Regulasi
Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat dan
perawat,sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan;
2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
11
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4. Menapis IPTEK keperawatan
5. Menilai boleh tidaknya praktik;
6. Menilai kesalahan dan kelalaian.
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem regulasi
yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut.(Marquis & Huston,1998;Rocchiccioli
& Tilbury,1998)
1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang ditentukan
2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar pelayanan
keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
3. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait
lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
4. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang
profesional.
5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan
efektif.
2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Legislasi Di Indonesia.
Leglasi keperawatan yang baku dan baik di Indonesia masih mereupakan
harapan di masa mendatang. Namun, ada beberapa upaya berikut ini yang dapat
mendukung teciptanya sistem regulasi keperawatan.
12
1.
Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan pekakuan sebagai
perawat tercatat, agar tenaga yang dituntut bertanggung jawab dan tanggung
gugatnya adalah tenaga keperawatan yang sebetulnya dariaspek pendidikan
mereka telah memahami tentang pelayanan keperawatan profesianal dan telah
memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini tidak memenuhi standar.
2.
Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan perundangundangan
bagi
seluruh
masyarakat
keperawatan.
Tujuannya
untuk
meningkatkan pemahaman tentang dampak hukum yang dapat terjadi apabila
pelayanan keperawatan yang diberikan tidak memenuhi standar.
3.
Mempercepat diwujudkannya praktik keperawatan professional diberbagai
jenjang tatana pelayanan kesehayan. Hal ini sebagai landasan diterapkannya
bentukpelayanan keperawatan profesional yang bukan hanya memenuhi
persyaratan dan standar profesional, tetapi juga memenuhi persyaratan hukum
keperawatan.
4.
Menyoasialisasikan berbagai kegiatan persiapan diterapkannya sistem
legislasi keperawatan. Kegiatan ini beetujuan untuk menghindarkan
ketidakmengertian,
kesalahan
persepsi/kesalahan
interprestasi
ataupun
kesalahan komunikasi tentang hukumm keperawatan.
5.
Menyepakati perkembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan di
Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh masyarakat
keperawatan di Indonesia ini tidak akan memungkinkan pihak lain untuk
membentuk jenjang keperawatan lain yang dapat mengaburkan nilai-nilai
profesionalisme yang kemungkinan dapat terperangkap dalam sistem ligislasi
yang akan dibakukan.
2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat
Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan dari hukum.
Dengan demikian hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu
13
terdapat banyak macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan
bersinggungan dengan peristiwa hukum. Jika demikian, lalu untuk apa lagi dibuat
istilah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),
baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum.
Menurut Hadjon seorang pakar Hukum Administrasi Negara UNAIR, bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat atau seseorang meliputi dua hal, yakni:
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana kepada rakyat atau seseorang diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif;
Kedua: Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Berdasartkan
dua
kategori
perlindungan
hukum,
maka
pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian serta kebahagian.
2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat
a.
Undang-Undang Dasar Negara RI 1945:
Secara konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI 1945 yang
menyebutkan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
14
dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan
hukum”.
Pasal 34 ayat (3)
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
b. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
Pasal 9 ayat 3 berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat”
c.
Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 4
berbunyi “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.
Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
- Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Tenaga
kesehatan
dalam
melaksanakan
tugasnya
berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.
- Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
d. Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 13
menyatakan
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib
memiliki surat ijin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentan peraturan perundang-undangan
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien
15
Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana yang
di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah
No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga
kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun
dentist ( dokter gigi ).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil
dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila
dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat
pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat
memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai
pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang
diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan
naskah akademis menjadi sangat penting.
3.2 Saran
1.
Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan
partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran
Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2.
Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap
mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan
dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut
berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3.
Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam
bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Sumber;
A.
Aziz
Alimul
Hidayat
(2007),Pengantar
Konsep
Dasar
Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta.
Priharjo Robert. Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta
EGC,2008
Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC :
Jakarta.
http://pondokmerana.blogspot.com/2013/03/makalah-praktik-keperawatan.html
http://ekorudianta.blogspot.com/2015/03/makalah-peraturan-kebijakan-dan.html
18