BAB I BAHASA PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

BAB I
BAHASA, PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN
BAHASA
Pengertian

-

-

Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary (2003, h.699)
“Sebuah sarana sistematis untuk mengkomunikasikan gagasan atau perasaan dengan
menggunakan isyarat, suara, gerak-gerik, atau tanda-tanda yang disepakati maknanya”.
Karya Pinker “The Language Instinct (1994, h.18)
Bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara
spontan, tanpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang
mendasarinya, secara kualitatif sama dalam diri setiap orang, dan berbeda dari kecakapankecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam dalam hal memproses informasi atau
berperilaku secara cerdas.
Pertanyaan tentang pemerolehan bahasa kedua:
- Karakteristik Pembelajar
- Faktor Linguistik
- Proses Pembelajaran

- Usia dan Pemerolehan
- Variabel Instruksional
- Konteks
- Tujuan

BERSUKACITA DALAM KEKALAHAN KITA
Mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum itu menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih tajam
dan terinci. Hal ini sudah menjadi pekerjaan yang sangat penting, sebab mampu mengajukan
pertanyaan yang tepat seringkali lebih berharga daripada mempunyai ilmu segudang.
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

-

Pembelajaran : “Penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah
ketrampilan dengan belajar, pengalaman atau instruksi”.
Menurut Slevin (2003, h.138) : sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman

-

Pengajaran : “Menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu,

memberi instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan,
menjadikan tau atau paham”
Pengajaran tidak dapat dipisahkan dengan Pembelajaran

B. MAZHAB PEMIKIRAN DALAM PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Kerangka Waktu
Awal 1900-an, 1940an dan 1950an

Mazhab Pemikiran

Tema Tipikal

Linguistic Struktural dan

Performa yang bisa diamati

Psikologi Behavioristik

Metode Ilmiah
Empirisme

Struktur permukaan
Pengondisian
Imbalan dan Hukuman

1960an, 1970an dan 1980an

Linguistik Generatif

Linguistik Generatif

Psikologi Kognitif

Penguasaan, bawaan
Antarbahasa
Sistematisitas
Tata Bahasa universal
Kompetensi
Struktur Mendalam

1980an, 1990an dan 2000an


Konstruktivisme

Wacana Interaktif
Variabel Sosiokultural
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Penemuan
Konstruksi Makna
Variabilitas antarbahasa

PENGAJARAN BAHASA PADA ABAD KE 19-20AN

-

Metode Klasik (Classical Method)
Metode Penerjemahan Tata Bahasa (Grammar Translation Method)
Metode Audiolingual atau ALM (Audiolingual Method) => Metode Langsung (Direct
Method)
Pengajaran Bahasa Komunikatif atau CLT (Communicate Language Teaching)


BABII
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
DEFINISI

-

-

Pemerolehan bahasa berasal dari istilah Inggris aquisition yaitu proses penguasaan bahasa
yang dilakukan oleh anak secara natural ketika anak belajar bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Proses anak mulai mengenal kominukasi dengan lingkungannya secara verbal.
Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali diperoleh oleh anak sejak kelahirannya.
bahasa pertama juga biasa disebut dengan bahasa ibu atau mother tongue.
TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA

-

-

-


Mendekut ( kebanyakan mengandung bunyi vokal)
Bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri. Yang paling jelas, aspek-aspek
komunikatif dari tanisan – entah diniatkan atau tidak- berfungsi cukup efektif. Namun
berdasarkan kemahiran berbahasanya, mendekutnya bayi-bayi yang paling membingungkan
ahli-ahli bahasa. Mendekut (cooing) adalah ekspresi oral bayi mengeksplorasi pemroduksian
bunyi vocal.Mendekutnya bayi di seluruh dunia, termasuk bayi-bayi tuli juga, tidak bisa
dibedakan di antara bayi -bayi dan bahasa-bahasa yang berbeda. Bayi-bayi sebenarnya lebih
baik ketimbang orang dewasa dalam memilihkan bunyi yang tidak bermakna bagi mereka
(Werker, 1989). Mereka bisa membuat pilihan fonetik yang sudah tidak bisa dibedakan lagi
oleh orang dewasa.
Meraban/ mengoceh (mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal)
Di tahap ini bayi-bayi tuli tidak lagi mengucapkan bunyi vokal. Bagi telinga kita,
merabannya bayi terus meningkat di antara pembicara-pembicara dari kelompok-kelompok
bahasa yang berbeda terdengar sangat mirip (Oller & Eilers, 1998). Bunyi diproduksi
berdasarkan perubahan di dalam pendengaran bayi. Meraban (babbling) adalah produksi yang
dipilih bayi terkait fonem-fonem yang terpilih – entah bunyi vokal maupun konsonannyayang merupakan cirri bahasa asal bayi (Locke, 1994; petitto & Marentette,1991). Oleh karena
itu, mendekutnya bayi diseluruh dunia esensinya sama, namun merabannya bayi berbeda.
Salama tahap Ini, kemampuan bayi untuk mencerap dan memproduksi fon-fon selain fonem
semakin memudar.

Ucapan Satu Kata
Pada akhirnya, bayi mengucapkan kata pertamanya. Ini diikuti dengan singkat oleh satu dua
kata lagi. Segara sesudahnya, beberapa kata lagi menyusul. Ucapan ini terbatas pada bunyi
vokal dan konsonan yang digunakan (Ingram, 1999). Bayi menggunakan satu kata ini –yang
disebut holo frase- untuk menyampaikan intense, keinginan dan tuntutan. Biasanya, kata-kata
adalah kata benda yang melukiskan objek yang dikenal, yang biasa dilihat anak (seperti
mobil, buku, bola,dll) atau keinginan (seperti mama. Papa, jus, kue, dll). Pada usia 18 bulan,
anak-anak biasanya memiliki kosakata 3 sampai 100 kata (Siegler, 1986). Namun, kosakata
anak kecil masih tidak bisa menuangkan semua keinginanny. Akibatnya, anak-anak banyak
melakukan kesalahan. Sebuah kekeliruan melebih-lebihkan isi (overextension error) adalah
perluasan sacara keliru makna kata-kata dari dalam leksikon untuk menuangkan hal-hal dan
gagasan-gagasan tetapi masih belum mrmiliki kata baru untuk mengekspresikannya.

-

Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik.
Secara bertahap, antara usia 1,5 sampaai 2,5 tahun, anak-anak mulai mengombinasikan katakata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata. komunikasi-komnikasi awal ini
tampaknya lebih lebih mirip telegram ketimbang percakapan. Kata depan, kata sambung dan
morfem-fungsi lainnya biasanya ditinggalakan.. oleh karena itu, para ahli bahasa menyebut
ucapan-ucapan awal ini mirip ujaran di dalam telegram.Ujaran telegrafis ini dapat digunakan

untuk menggambarkan ujaran dua atau tiga kata bahkan yang sedikit lebih panjang, namun
tidak memiliki fungsi.

-

Struktur Kalimat dasar Orang Dewasa (Pengembangan Gramatikal)
Kosakata mengembang dengan cepat. Ia berlipat lebih dari tiga kali, dari sekitar 300 kata
pada usia 2 tahun menjadi 1.000 kata pada usia 3 tahun.hampir secara menakjubkan, mulai
dari kira-kira usia 4 tahun, dengan kemahiran kosakata yang bertambah (lihat Bloom, 2000
untuk diskusi tentang mekanisme-mekanisme kemahiran ini) kemampuan anak mencapai
fondasi dan struktur bahasa orang dewasa. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak juga bisa
mengerti dan memroduksi konstruksi kalimat yang cukup kompleks dan tidak lazim. Pada
usia 10 tahun, bahasa anak secara fundamental sudah samaa seperti orang dewasa.
TEORI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA

Teori Behaviorisme

-

-


-

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan
antara hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respone). Dalam filosofi
Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong"
tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk
memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Teori mediasi (penengah)
yang disebut rantaian respons (response chaining). Teori ini didasarkan pada prinsip mediasi
yang diperkenalkan oleh Osgood. Tampak jelas bahwa faktor penengah dimainkan oleh otak
berperan penting dalam proses pembelajaran ‘rantaian respon’ itu.
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa,
sehingga memerlukan proses bealajar. Proses belajar ini melalui imitasi, modeling, atau
belajar reinforcement (Hetherington, 1998; Mussen dkk,1984; Monks dkk, 2001).
Ahli lain, Albert Bandura mencoba menerangkan dari sudut teori belajar sosial. Dia
berpendapat anak belajar bahasa karena menirukan suatu model. Tingkah laku imitasi ini
tidak mesti harus menerima reinforcement sebab belajar model dalam prinsipnya lepas
dari reinforcement dari luar.

Teori Nativis


-

Pelopor teori ini adalah Chomsky, seorang ahli linguistik. Ia berpendapat bahwa bahasa sudah
ada dalam diri anak, merupakan bawaan lahir, telah ditentukan secara biologis, bersifat
alamiah. Pada saat seorang anak lahir, ia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa
yang disebut Tata Bahasa Umum atau Universal Grammar. Jadi dalam diri manusia sudah
ada innate mechanism, yaitu bahwa bahasa seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada di
dalam tubuh manusia atau sudah diprogram secara genetik. Meskipun pengetahuan yang ada
di dalam diri anak tidak banyak mendapat rangsangan, anak tetap dapat mempelajarinya.
Anak tidak sekedar meniru bahasa yang didengarkannya, tetapi juga mampu menarik
kesimpulan dari pola yang ada.
Mcneil (1966)memaparkan LAD meliputi empat perlengkapan linguistic bawaan:

1) Kemampuan membedakan bunyi wicara dan bunyi – bunyi lain dilingkungan sekitar
2) Kemampuan menata data linguistiki kedalam berbagai kelas yang biasa
disempurnakan kemudian
3) Pengetahuan hanya jenis system linguistic tertentu yang mungkin sedangkan yang lain
tidak
4) Kemampuan untuk terus mengevaluasi system linguistic yang berkembang untuk

membangun kemungkinan system paling sederhana berdasarkan masukan linguistic
yang tersedia.
Teori Kognitivisme

-

-

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu
salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi
perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-urutan perkembangan kognitif.
Perkembangan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif tertentu, kemampuan
pengolahan informasi, dan motivasi. Piaget (Mussen dkk., 1984) dan pengikutnya
menyatakan bahwa perkembangan kognitif mengarahkan kemampuan berbahasa, dan
perkembangan bahasa tergantung pada perkembangan kognitif. Menurut Piaget struktur yang
kompleks itu bukan pemberian alam dan bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan
melainkan struktur itu timbul secara tak terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus
menerus antara tingkat fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya
Teori Interaksionisme

-

-

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi
antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu
berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan
yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak
sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa
anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan
seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak
telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan
berbahasa.

PERAN BAHASA PERTAMA
Fungsi bahasa dalam wacana. Bahasa pertama mempunyai peranan penting dalam pengembangan bahasa
selanjutnya. Hasil penelitian Dulay, Burt, dan Krashen (1982) mengatakan bahwa bahasa pertama
merupakan faktor utama dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Menurut teori Behavioristik Watson dan
Skinner, kebiasaan lama masuk dalam cara belajar kebiasaan baru yang berarti bahasa pertama
mempengaruhi bahasa kedua.
Behavioris
- tabula rasa

Teori Mediasi
-Responsmediasi (Rm)

Nativis

Fungsional

- predisposisi bawaan (LAD/UG)

- konstruktivis

- stimuli : Responslinguistik

- sistematik,pemerolehan diatur kaidah

- interaksi sosial

- Pengondisian

- konstruksi kreatif

- kognisi dan bahasa

- dukungan

- tata bahasa “poros”

- fungsi bahasa

- pemrosesan terdistribusi paralel

- wacana

BAB III
“USIA DAN PEMEROLEHAN”
Pemerolehan bahasa pertama di mulai pada masa balita hingga anak-anak. Namun tidak menutup
kemungkinan pemerolehan bahasa kedua diperoleh ketika sudah dewasa dengan cara sebagai berikut:
MEMBUANG MITOS
Langkah pertama dalam meneliti usia dan pemerolehan adalah dengan membuang mitos mengenai
hubungan antara pemerolehan bahasa pertama dan kedua. H. H Stern (1970) meringkas sejumlah
penjelasan yang merekomendasikan metode dan pengajaran bahasa kedua berdasarkan pada
pemerolehan bahasa pertama.
1. Dalam pemelajaran bahasa, kita harus terus menerus berlatih.
2. Pembelajaran bahasa adalah masalah peniruan.
3. Pertama,kita latih berbagai bunyi, lalu kata-kata, kemudian kalimat.
4. Saksikan perkembangan wicara seorang anak.
5. Seorang anak kecil mendengar dan berbicara dan tak seorang pun yang membuatnya membaca dan
```menulis.
6. Anda tak perlu menerjemahkan pada waktu anda kecil.
7. Seorang anak kecil menggunakan bahasa begitu saja. Sehingga tidak perlu belajar tata bahasa.
Pertanyaan di atas mewakili pandangan orang-orang yang beranggapan bahwa “cara belajar bahasa
pertama adalah impian bagi setiap guru bahasa asing. Seorang murid secara misterius menguasai kosa
kata yang pelafalanya sempurna dengan hanya satu dua kesalahan, sementara morfologi dan sintaksis
datang kepadanya seperti sebuah mimpi dan bukan seperti rasa pening yang terus menerus
(Stren,1970). Namun pembelajaran pada anak tidak bisa diterapkan begitu saja pada orang dewasa.
Anak-anak memperoleh bahasa mereka begitu saja tanpa adanya paksaan dan tekanan. Anak-anak
cenderung memperoleh bahasa sambil bermain. Sedangkan pada orang dewasa, mereka sudah
mempunyai banyak pemikiran-pemikiran. Mereka tidak memili waktu yang cukup uuntuk
memperoleh bahasa begitu saja seperti anak-anak. Sehingga orang dewasa dalam belajar bahasa kedua
tidak memperolaeh namun harus mencari sendiri. Ada kekeliruan dalam ke tujuh pernyataan diatas.
Terkadang kekeliruan terletak pada asumsi mengenai pembelajaran bahasa pertama. Maka dari itu kita
harus bisa menghilangkan mitos-mitos tersebut agar semakin mudah mempelajari bahasa kedua.
JENIS PERBANDINGAN DAN KONTRAS
Pemerolehan bahasa pertama pada anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua pada orang dewasa
merupakan kategori yang menarik untuk di bandingkan. Namun tidaklah logis mmembandingkan
pemerolehan bahasa pertama pada anak dengan pemerolehan bahasa kedua pada orang dewasa

HIPOTESIS PERIODE KRITIS
Para peneliti seperti Lenneberg (1967) dan Bickerton(1981) mmenyatakan bahwa kemampuan-

kemampuan tertentu tidak mungkin berkembang sebelum dan sesudah rentang waktu tertentu. Titik
keritis untuk pemerolehan bahasa ke dua terjadi sekitar usia akil balik. Lepas dari waktu itu orang
sepertinya relatif tak mampu menguasai bahasa kedua. Argumen ini telah menggiring orang untuk
beranggapan secara tidak tepat, bahwa setelah usia 12 atau 13 orang sudah “kehabisan bensin” untuk
mencapai keberhasilan dalam pembelajaran bahasa kedua. Anggapan ini juga harus dibuang agar tidak
menghambat pembelajaran.
PERTIMBANGAN NEUROLOGIS
- Lateralisasi Hemisferik
Ketika otak orang semakin dewasa, fungsi-fungsi tertentu di tempatkan atau “diliteralkan” ke belahan
kiri otak. Dan fungsi tertentu lainya kebelahan kanan. Fungsi intelektual, logika, dan analitis sebagian
besar adalah otak kiri. Sementara belahan kanan mengontrol fungsi yang terkait dengan kebutuhan
emosional dan sosial. Dan fungsi-fungsi bahasa di kendalikan dengan otak kiri. Eric Lenneberg(1967)
dan yang lain menunjukkan bahawa laterasasi adalah sebuah peroses pelan yang dimulai pada sekitar
usia dua tahun dan menjadi lengkap sekitar akil balik.
Tomas scovel(1969) menjelaskan hubungan antara lateralisasi dan pemerolehan bahasa kedua. Ia
menunjukkan bahwa plastisitas otak sebelum akil balik memungkinkan anak-anak menguasai tak
hanya bahasa pertama tetapi juga sebuah bahasa kedua, atau setidaknya pemerolehanya.
- Jadwal Biologis
Walsh dan Diller (19981) mengutarakan bahwa aspek-aspek yang berbeda dari bahasa kedua di
pelajari secara optimal pada usia yang berbeda-beda. Peroses-proses tingkat rendah seperti pelafalan
tergantung pada sirkuit-sirkuit makroneural yang cepat matang dan kurang adaptif, sehingga logatlogat asing sulit di kuasai setelah masa kanak-kanak. Fungsi bahasa tingkat tinggi, seperti hubungan
semantik, lebih tergantung pada sirkuit-sirkuit netral yang lambat matang, sehingga ini mungkin bisa
menjelaskan mengapa mahasiswa mampu belajar tata bahasa dan kosakata dalam jumlah jauh lebih
banyak ketimbang murid sekolah dasar dalam rentang waktu tertentu. Dengan demikian, kita sekarang
memiliki dukungan bagi periode kritis berdasarkan neurologis, terutama dalam bidang pemerolehan
logat otentik (seperti penutur asli).
- Partisipasi Hemisferik Kanan
Obler (1981) mencatat bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua, ada partisipasi penting belahan otak
kanan dan bahwa “pertisipasi ini terutama aktif selama tahap-tahap awal pembelajaran bahasa kedua”.
Para peneliti lain (Genesee,1982;Seliger,1982) juga menemukan keterlibatanotak kanan dalam bentuk
pemrosesan bahasa yang kompleks dan tidak demikian pada pemerolehan bahasa awal.

- Bukti Anropologis
Beberapa orang dewasa di ketahui berhasil menguasai logat otentik dalam bahasa kedua setelah usia
akil balik. Tetapi orang-orang semacam ini sangat sedikit jumlahnya. Biasanya mereka menikah

dengan orang di luar kelompok mereka, dan karenanya seseorang hampir selalu menikahi orang yang
berbicara bahasa lain.
SIGNIFIKANSI LOGAT
Teori-teori yang dikemukakan sebelumnya tidak berarti dalam hal signifikansi logat. Menurutnya,
pelafalan bukanlah satu-satunya kriteria pemeroleh bahasa ataupun kriteria yang paling penting.
Orang – orang yag sudah melewati masa akil baliknya tak akan memperoleh apa yang disebut
pelafalan otentik(penutur asli) bahasa kedua. Kemungkinan – kemungkinan yang menyebabkan sudah
dibahas : kelunturan neuromuscular, perkembangan otak, program – program sosiobiologis, dan
pengaruh – pengaruh sosiokultural.
PERTIMBANGAN KOGNITIF
Kognisi manusia berkembang pesat selama 16 tahun pertama dan tidak secepat itu lagi setelahnya.
Beberapa perubahan kognitif berlangsung pada waktu yang sangat menentukan. Jean Piaget
merangkum jalannya perkembangan intelektual pada seorang anak melalui beberapa tahap:
a. Tahap Sensorimotor
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah
laku bayi lebih banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan.
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan awal. Kebiasaan dibuat
dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia
mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh
untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang
tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda
yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana bendabenda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini
menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru.
Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak
mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda
itu dapat dilihat secara serentak.
Periode 6 : Representasi (umur 18 – 24 bulan)
Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut.
Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a.Berfikir melalui perbuatan (gerak),
b.Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan
berbicara,
c.Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya,
d.Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
b. Tahap Pra-Operasional
Tahap Pra-Operasional Piaget (preoperational stage), yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun,
merupakan tahap kedua menurut Piaget. Tahap ini dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu:
- Sub Tahap Fungsi Simbolik
Sub tahap fungsi simbolik merupakan sub tahap pertama dari pemikiran pra operasional yang terjadi
antara usia 2 hingga 4 tahun. Dalam sub tahap ini, anak kecil memperoleh kemampuan untuk
membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik. Kemampuan ini secara cepat dapat
memperluas mental anak. Anak-anak kecil menggunakan coretan-coretan untuk merepresentasikan
manusia, rumah, mobil, awan, dan sebagainya. Mereka mulai menggunakan bahasa dan terlibat dalam
permainan pura-pura. Meskipun dalam sub tahap ini anak-anak kecil sudah membuat kemajuan yang
berarti, pemikiran mereka masih terbatas. Dua bentuk keterbatasan ini adalah egosentrisme dan
animisme.
a. Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan antara perspektif dirinya sendiri dengan
perspektif orang lain.
b. Animisme adalah keyakinan bahwa benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup
dan mampu beraksi.
-

Sub Tahap Berpikir Intuitif
Sub tahap berpikir intuitif adalah sub tahap kedua dari berpikir pra operasional dan berlangsung
ketika anak berusia 4 hingga 7 tahun. Pada sub tahap ini, anak-anak mulai menggunakan penalaran
primitif dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis pertanyaan. Pada usia 4 tahun, seorang
anak sudah mulai mengembangkan ide-idenya sendiri, namun idenya masih sederhana, dan ia belum
terlalu baik dalam menyelesaikan masalah.
Salah satu contoh nyata dari adanya teori pra operasional Piaget ini adalah ketika anak diberikan dua
buah gelas berisi sirup merah. Satu gelas berbetuk lebar dan pendek, gelas yang lain berbentuk
ramping dan tinggi. Seorang anak pada masa pra operasional pasti akan lebih memilih gelas berisi
sirup merah yang berukuran tinggi dan ramping. Padahal volume dari kedua gelas tersebut sama.
Dalam pemikiran sang anak, sesuatu yang terlihat lebih tinggi berarti mempunyai isi atau ukuran yang
lebih banyak dari pada sesuatu yang lebih pendek. Hal inilah yang disebut dengan konservasi.

Tahap Operasinal
-

Tahap Operasi Konkret

Tahap ini terjadi pada usia sekitar 7-11 tahun. Menurut Suparno, dalam periode ini siswa berpikirnya
sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logiknya
didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi konkret hanyalah menunjukkan kenyataan
adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan
dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengalaman khusus.
- Tahap Operasi Formal
Tahap ini terjadi pada usia sekitar 11 tahun ke atas. Menurut Ginsburg dan Opper, seseorang pada
tahap ini sudah mempunyai tingkat ekuilibrium yang tinggi. Ia dapat berfikir fleksibel dan efektif,
serta mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Ia dapat berfikir fleksibel karena dapat
melihat semua unsur dan kemungkinan yang ada. Ia dapat berpikir afektif karena dapat melihat
pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.
PERTIMBANGAN AFEKTIF
Wilayah afektif meliputi banyak faktor: empati, kepercayaan diri, ekstroversi, hambatan, peniru,
kecemasan, sikap. Contoh tipikal adalah peran egosentrisitas, dimana ego tersebut berpengaruh tak
hanya dalam soal bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri tetapi juga bagaimana mereka
menggapai sesuatu diluar diri mereka, bagaimana mereka menjalin hubungan sosial dengan yang lain,
dan bagaimana mereka menggunakan proses komunikatif untuk mendatangkan ekulibrium afektif.
PERTIMBANGAN LINGUISTIK
a. Bilingualisme
Pada dasarnya, mereka belajar dua bahasa pertama, dan kunci keberhasilan terletak dalam
kemampuan membedakan konteks masing-masing bahasa.
b. Interferensi antara Bahasa Pertama dan Kedua
Secara umum, penelitian membenarkan bahwa proses kognitif dan lingistik dalam pembelajaran
bahasa kedua di kalangan anak belia berlangsug serupa dengan proses bahasa pertama.
c. Urutan Pemerolehan
Menurut Heidi Dulay dan Merina Burt bahwa mereka menyatakan bahwa anak-anak yang belajar
bahasa kedua menggunakan sebuah proses konstruksi kreatif, seperti yang mereka lakukan dalam
bahasa

MENINJAU ULANG PERMASALAHAN DALAM PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
1. Kompetensi dan Performa
“Mendapatkan” kompetensi Linguistik dalam bahasa kedua maupun pertama adalah sama sulitnya.
Bagi anak-anak, penjelasan gramatikal mungkin memicu efek “pop go weasel” Bahasa kedua.. Orang
dewasa bisa memilih di antara dua bentuk alternative, dan kadang kala mereka memperlihatkan
kepahaman gramatikal dalam bahasa kedua. Orang dewasa umumnya tidak mampu secara sadar
menyebutkan “aturan-aturan” dan paradigma-paradigma bahkan dalam bahasa asli mereka.
2. Pemahaman dan Produksi
Sekalipun pemahaman muncul dari tingkat kompetensi tertentu, bagaimanapun ada perbedaan
universal antara pemahaman dan produksi. Pengajaran mesti memperhatikan baik pemahaman
maupun produksi dan mempertimbangkan sepenuhnya kesenjangan dan perbedaan antara kedua hal
tersebut.
3. Bakat Alam atau pengaruh lingkungan
Yang kita tahu adalah bahwa orang dewasa dan anak-anak tampaknya sama-sama punya kapasitas
untuk memperoleh bahasa kedua pada usia kapanpun. Praktis, satu-satunya trik agar bakat alam tetap
berperan dalam diri orang dewasa adalah dengan mengesampingkan pemerolehan logat otentik. Hal
ini akan tetap memberi ruang bagi properti-properti bahasa yang sesungguhnya mungkin lebih efisien
diperoleh dalam usia dewasa.
4. Karakteristik Universal
Penelitian pada SLA anak menunjukan bahwa pengembangan gramatikal bahasa kedua oleh anakanak sungguh dibatasi oleh UG ( Lakshmanan, 1995). Hal ini mengiring beberapa peniliti untuk
menyimpulkan bahwa pembelajar bahasa kedua hanya memiliki “akses parsial” kepada UG
( O’Grady, 1996). Namun Nley Vroman (1998) melangkah lebih jauh dengan menyatakan posisi
“tanpa akses” untuk orang dewasa yang belajar bahasa kedua: orang dewasa memperoleh sistem
bahasa kedua tanpa rujukan apapun pada UG.
5. Sistematisitas dan Variabilitas
Pemerolehan bahasa kedua , baik pada anak maupun dewasa, dicirikan oleh sistematisitas dan
variabelitas. Perkembangan linguistik bahasa kedua dalam banyak contoh meniru proses pemerolehan
bahasa pertama, yaitu pembelajar membuat aturan, melakukan generalisasi melalui sebuah kategori,
menggeneralisasikan secara berlebihan, dan menjalani tahap-tahap perkembangan.
6. Bahasa dan pemikiran
Bahasa membantu membentuk pemikiran dan juga sebaliknya. Pembelajar bahasa kedua dibebani
tugas yang sangat berat untuk menemukan makna baru dalam bahasa kedua, sesuatu yang mirip
dengan pemikirian lama tetapi tidak cukup sejajar, dan mungkin benar-benar tugas untuk memperoleh
konsep yang sepenuhnya baru
7. Peniruan
Anak-anak merupakan peniru yang baik (berpusat pada makna) dan peniruan merupakan salah satu
strategi penting yang dipakai anak dalam pemerolehan bahasa. Menirukan berulang-ulang adalah
strategi penting dalam pembelajaran bahasa dan merupakan aspek penting penguasaan fonologis usia
dini. Sedangkan orang dewasa lebih berhasil menirukan struktur permukaan (dengan metode hafalan)
jika mereka diberi perintah untuk melakukannya.
8. Latihan dan Frekuensi
Sebagian besar psikolog kognitif setuju bahwa frekuensi stimulus dan jumlah waktu yang dihabiskan

untuk berlatih bentuk tidaklah sangat penting dalam mempelajari sebuah item.
9. Masukan
Dalam kasus pembelajaran bahasa kedua di kelas, masukan guru menggantikan orang tua
10. Wacana
Kita baru di tahap sangat awal dalam kemungkinan-kemungkinan analisis wacana bahasa kedua. Kala
kita mencari cara-cara mengajarkan kompetensi komunikatif untuk bahasa kedua, penelitian terhadap
pemerolehan wacana menjadi kian penting.
METODE PENGAJARAN BAHASA
- Respons Fisik Total
Seorang anak saat belajar bahasa pertama, lebih banyak mendengar sebelum berbicara. Kegiatan
mendengar disertai respon-respon fisik. Contoh : meraih, meraba,bergerak,melihat. Pendekatan Alami
Keterampilan komunikasi antarpribadi dasar, yaitu situasi bahasa harian. Contoh : percakapan,
belanja, mendengarkan radio. Beberapa faktor mempengaruhi umur dan pemerolehan bahasa antara
lain :
a. Inhibitasi
b. Ego Bahasa
c. Sikap
d. Tekanan dari kawan sebaya
- Pendekatan Alami
Menurut Krashen, orang dewasa seharusnya memperoleh bahasa kedua seperti halnya yang dilakukan
anak-anak, mereka harus diberi kesempatan untuk “mendapatkan begitu saja” sebuah bahasa dan tidak
harus dipaksa “mempelajari” tata bahasa di kelas. Pendekatan Alami menjurus pada keterampilan
komunikasi antarpribadi dasar, yaitu situasi bahasa sehari-hari.

BAB IV
PEMBELAJARAN MANUSIA
BEHAVIORISME KLASIK PAVLOV

1.
2.

3.
4.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian
asosiatif stimulus-respons. Menurut teori conditioning Pavlov, belajar itu adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(response). Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan
penghapusan sebagai berikut:
Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan
bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan
Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan
stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan
stimulus tidak terkondisi berupa makanan.
Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan
sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan
US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Eksperimen Pavlov:
Anjing, bila diberikan sebuah makanan maka secara otonomatis anjing akan mengeluarkan air liur.
Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur. Sehingga dalam
eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan setelah diberikan bunyi bel terlebih dahulu, sehingga
anjing akan mengeluarkan air liur akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara
berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel tanpa diberikan makanan, secara otonomatis
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya.

OPERANT CONDITIONING SKINNER
Skinner membedakan perilaku atas :
1. Perilaku alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai clasical ataupun respondent
behavior, yaitu perilaku yang diharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku
yang bersifat refleksif.
2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak
diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan
Operant Concitioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan
(penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan. Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara
spontan dan bebas berbeda dengan perilaku responden dalam pengkondisian Pavlov yang muncul
karena adanya stimulus tertentu. Contoh perilaku operan yang mengalami penguatan adalah: anak
kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak

tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud
tersebut. Tersenyum adalah perilaku operan dan permen adalah penguat positifnya.

TEORI PENAMBATAN AUSUBEL
David Ausubel berpendapat bahwa pembelajaran terjadi dalam diri manusia melalui proses bermakna
yang mempertalikan peristiwa atau hal baru dengan konsep kognitif atau dalil-dalil yang sudah ada.
A. Pembelajaran Hafalan versus Pembelajaran Bermakna
Dalam persepektif pembelajaran hafalan, konsep pembelajaran bermakna memberikan tantangan baru.
Ausubel memaparkan pembelajaran hafalan sebagai proses penguasaan materi yang dalam hal ini
dilakukan sebagai satuan-satuan terpisah yang dikaitkan pada struktur kognitif hanya dalam secara
acak dan harafiah, yang tidak memungkinkan pembentukan hubungan bermakna (1968, h.108).
Tegasnya, pembelajaran hafalan melibatkan tindakan mengingat item-item yang sedikit atau sama
sekali tidak terkait dengan struktur kognitif yang ada.
Di lain pihak, pembelajaran bermakna atau penambatan (subsumption) yaitu proses
menghubungkan dan menggabungkan materi baru pada hal-hal mapan yang ada dalam struktur
kognitif. Fakta bahwa materi itu benar-benar bisa digabungkan yaitu memungkinkan untuk dikaitkan
dengan elemen-elemen stabil dalam struktur kognitif, menyebabkan kebermaknaannya.
Setiap situasi pembelajaran bisa bermakna jika:
1.
Pembelajar memiliki perangkat pembelajaran bermakna yaitu sebuah kecenderungan untuk
mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan apa yang sudah mereka ketahui
2.
Kegiatan pembelajaran itu sendiri punya kemungkinan bermakna bagi pembelajar yaitu bisa
dihubungkan dengan struktur pengetahuan pembelajar.
Perbedaan antara pembelajaran hafalan dan bermakna mungkin tampak tidak penting pada mulanya
karena dalam kedua acara tersebut materi bisa dipelajari. Tetapi arti pentingnya muncul ketika
menimbang efisiensi relatif kedua jenis pembelajaran itu sehubungan dengan penyimpanan atau
memori jangka panjang.
B. Lupa Sistematis
Materi-materi yang dipelajari dengan hafalan tidak sungguh-sungguh berinteraksi dengan struktur
kognitif, mereka dipelajari berdasarkan hukum-hukum asosiasi dan penyimpanan mereka dipengaruhi
terutama oleh efek-efek gangguan dari materi-materi hafalan serupa yang dipelajari tepat sebelum
atau sesudah kegiatan pembelajaran (umumnya disebut sebagai hambatan proaktif dan retroaktif).
Lupa yang terjadi dalam cara jauh yang lebih disengaja dan diniatkan karena ia merupakan
kesinambungan dari proses penggabungan itu sendiri. Lupa sesungguhnya adalah tahapan kedua atau
penghapusan dari penggabungan dicirikan sebagai penurunan ingatan ke tingkat yang paling kurang
umum (Ausubel, 1963, h.218).
Lupa yang terjadi dalam cara jauh yang lebih disengaja dan diniatkan karena ia merupakan
kesinambungan dari proses penggabungan itu sendiri. Lupa sesungguhnya adalah tahapan kedua atau
penghapusan dari penggabungan dicirikan sebagai penurunan ingatan ke tingkat yang paling kurang
umum (Ausubel, 1963, h.218).

PSIKOLOGIS HUMANISTIC ROGERS
Psikologi humanistik Rogers memiliki fokus lebih afektif ketimbang kognitif, sehingga bisa dikatakan
termasuk dalam perspektif pandangan konstruktivis pembelajaran. Tujuan pendidikan adalah
mempermudah perubahan dan pembelajaran.

1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

8.

-

JENIS PEMBELAJARAN
Robert M. Gagne membedakan 8 jenis pembelajaran yaitu :
Signal Learning (belajar Isyarat)
Tipe belajar ini merupakan suatu signal atau isyarat untuk mengambil sikap tertentu, misal, sesorang
melihat wajah ibunya menimbulkan rasa senang, wajah ibu disini merupakan isyarat yang
menimbulkan perasaan senang. Jika dikaitkan dalam dalam proses pembelajaran bahwa peserta didik
akan merasa bersemangat, termotivasi atau meyenangkan terhadap suatu pembelajaran tergantung
dengan signal learning seorang pendidik yang disampaikan dalam lingkungan pembelajaranya.
Stimulus respon learning (belajar stimulus respon)
Kegiatan di tipe belajar ini adalah penguatan terhadap rangsangan atau masukan stimulus agar terjadi
respon yang biasanya diperkuat dengan pengulangan imbalan atau reward dalam proses pembelajaran.
Chaining (rangkaian)
Tipe belajar ini menekankan pada pembelajaran yang berstruktur atau sekuens.
Verbal association (asosiasi verbal)
Dalam tipe belejar ini dimisalkan pendidik memperlihatkan anak suatu bentuk geometris, dan anak
tersebut dapat mengatakan "bujur sangkar" atau mengatakan "itu bola saya" bila yang dilihatnya
bolanya.
Dicrimination learning (belajar diskriminasi)
Contoh dari tipe belajar ini, anak dapat membedakan manusia yang satu dari yang lain, tanaman, dan
lain-lain.
Concept learning (belajar konsep)
Dengan menguasai konsep, diharapkan anak mampu menggolongkan dunia sekitarnya menurut
konsepnya dan mengabstraksinya, misal konsep warna, bentuk, besar dan sebagainya.
Rule learning (belajar aturan)
Disetiap pembelajaran pasti ada aturan yang harus dipatuhi peserta didik agar pembelajaranya
mencapai goal yang sudah ditentukan dan membuat anak faham akan apa yang ia pelajari.
Problem solving (memecahkan masalah)
Tipe pembelajaranan ini mengajak anak untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran yang
diajukan oleh pendidik ataupun memecahkan persoalan dalam lingkungan belajar dalam proses
pembelajaran.

TRANSFER, INTERFERENSI, DAN GENERALISASI BERLEBIHAN
Transfer adalah istilah umum yang menjelaskan pengalihan performa atau pengetahuan sebelumnya
kedalam pembelajaran berikutnya. Transfer ada dua macam yaitu positif dan negatif. Transfer positif
terjadi ketika pengetahuan terdahulu menunjang kegiatan pembelajaran selanjutnya. Transfer negatif
terjadi ketika pembelajaran sebelumnya mengganggu pembelajaran sesudahnya.

-

-

Interferensi yaitu ketika mater-materi yang dipelajari sebelumnya mencampuri mater-materi
berikutnya. Dalam pembeljaran bahasa kedua interferensi yaitu efek-efek interferensi bahasa asli
terhadap bahasa kedua. Pembelajaran bahasa kedua tak lain adalah upaya mengatasi pengaruh bahasa
asli. Seseorang akan menggunakan apapun pengalamannya terdahulu dengan bahasa untuk
memudahkan proses pembelajaran kedua.
Generalisasi berlebihan adalah sub himpunan khusus generalisasi. Menggeneralisasi berbarti
membuat atau menurunkan sebuah hukum, kaidah atau kesimpulan, biasanya dari pengamatan
terhadap kejadian-kejadian tertentu. Pembelajaran bermakna sesungguhnya adalah generalisasi yaitu
item yang dihimpun atau digeneralisasi (dalam katagori-kategori besar demi kepentingan pengingatan
bermakna).
PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Penalaran induktif dan deduktif adalah dua aspek penting dalam proses generalisasi. Penalaran
induktif yaitu mengumpulkan sejumlah contoh khusus dan menyimpulkan serta merangkum contohcontoh khusus itu. Penalaran deduktif adalah penalaran dari generalisasi menuju contoh-contoh
spesifik yaitu fakta-fakta khusus ditarik atau disimpulkan dari prinsip umum. Pembelajaran bahasa
pertama maaupun bahasa kedua banyak melibatkan proses induktif dimana pembelajar harus
menyimpulkan kaidah dan makna tertentu dari data disekelililng mereka. Metode-metode
pembelajaran induktif maupun deduktif sama-sama bisa efektif tergantung pada tujuan dan konteks
situasi pengajaran bahasa tertentu.
BAKAT BAHASA
Bakat bisa dikaitkan dengan sebuah konsep tentang pemerolehan bahasa kedua yang meliputi
pemrosesan masukan, pembelajaran induktif, strategi-strategi keluaran dan kefasihan. Sebagaian
orang memang mamapu mempelajari bahasa asing lebih cepat dan lebih efisien ketimbang sebagian
yang lain. Salah satu perspektif untuk memandang kecakapan semacam itu adalah dengan mengenali
sejumlah karakteristik pada pembelajar yang sukses.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA
Kecerdasan didefinisikan dan diukur sehubungan dengan kemampuan linguistic dan logis matematis.
Menurut Gardner ada delapan kecerdasan berganda, yaitu:
Linguistik
Logis matematis
Musikal yakni kemampuan memahami dan menciptakan pola-pola dan titinada.
Spasial yakni kemampuan menemukan jalan yang harus dilalui di sebuah lingkungan, membentuk
gambaran mental realitas dan mentransformasi gambaran itu dengan mudah
Kinestetik tubuh yaitu gerakan motorik sempurna
Naturalis yaitu kepekaan terhadap objek-bjek alam
Antar personal yakni kemampuan memahami orang lain, apa yang dirasakan, apa yang dapat
memotivasi dan bagaimana berinteraksi satu sama lain.
Kecerdasan intrapersonal yakni kemampuan memandang diri sendiri dan mengembangkan
pemahaman tentang identitas diri.

BAB V
GAYA DAN STRATEGI

-

-

-

-

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

-

-

-

PROSES, GAYA, DAN SRATEGI
Proses juga dapat diartikan karakteristik semua manusia. Karena semua manusia terlibat dalam
proses-proses universal tertentu. Seperti halnya kita memerlukan air, udara dan makanan untuk
kelangsungan hidup, begitu pula semua manusia dengan kecerdasan normal menjalani tingkat-tingkat
atau tipe-tipe tertentu pembelajaran. ( Prinsip pembelajaran Bahasa H. Douglas Brown 2008.126).
Gaya adalah kecondongan atau kesukaan yang konsisten dan agak tahan lama didalam diri seseorang.
Gaya juga dapat diartikan karakteristik umum kerja inte lektual yang berkenaan dengan Anda sebagai
individu , dan yang membedakan Anda dari orang lain.
Strategi adalah metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas, langgam-langgam operasi untuk
meraih tujuan tertentu, rancangan tersusun untuk mengendalikan dan memanipulasi tertentu.
GAYA PEMBELAJARAN
Skehan (1991,h.288) mendefinisikan gaya pembelajaran sebagai “ sebuah kecenderungan umum,
sukarela atau tidak , untuk melakukan pemrosesan informasi dalam sebuah cara tertentu”. Gaya
pembelajaran menjembatani emosi dan kognisi. Misalnya, sebuah gaya reflektif pastilah tumbuh dari
pribadi yang reflektif. Sebaliknya, gaya impulsif biasanya muncul dari sebuah keadaan yang
emosional yang impulsif.
Ehrman & Leaver (2003) meneliti relevansi sembilan gaya untuk pemerolehan bahasa kedua:
Dependensi-independensi bidang
Acak (nonliner) vs. berurutan (linier)
Umum vs. khusus
Induktif vs.deduktif
Sintesis vs. analistis
Analog vs. digital
Konkret vs. abstrak
Penyetaraan vs. penajaman
Impulsif vs. reflektif
INDEPENDENSI BIDANG
Independensi bidang artinya kemampuan dimana Anda melihat sebuah item atau faktor tertentu yang
relevan di sebuah “bidang” yang tersusun atas item-item yang mengacaukan.
Depedensi bidang artinya kecenderungan untuk “tergantung” pada bidang total sehingga bagianbagian yang melekat dalam bidang itu tidak mudah dikenali.
Gaya bebas bidang (Tidak Terpengaruh Lingkungan), atau field independent (FI) memungkinkan
Anda membedakan bagian-bagian dari suatu keseluruhan, berkonsentrasi pada sesuatu ( semisal
membaca di stasiun kereta yang gaduh ).
Ketergantungan bidang (Terpengaruh Lingkungan) atau field dependent (FD) Anda melihat gambar
keseluruhan, pemandangan yang lebih luas, konfigurasi umum dari sebuah problem,ide, atau
peristiwa.
Dependensi-independensi bidang atau field independence-dependence (FID) adalah sifat yang
relative stabil pada usia dewasa.

DOMINASI DAN KARAKTERISTIK OTAK KIRI-KANAN

Dominasi otak kiri ( cerdas intelektual)
Intelektual
Ingat nama
Merespon intruksi verbal dan penjelasan(auditif)
Mencoba secara sistematis & dengan kontrol
Membuat penilaian objektif
Terencana dan terstruktur
Menyukai informasi tertentu yang pasti
Pmbaca analitis
Mengandalkan bahasa dalam berfikir
Menyukai bicara dan menulis
Menyukai tes pilihan ganda
Tak pintar menafsir bahasa tubuh
Jarang menggunakan metafora
Condong pada pemecahan masalah secara logis

Dominasi otak kanan (kreatif)
Intuitif
Ingat wajah
Merespon intruksi yang diperagakan (visual)
Mencoba secara acak dan tidak terlalu menahan diri
Membuat penilaian subjektif
Mengalir dan spontan
Menyukai informasi tak pasti yang sulit dipahami
Pembaca yang membuat sintesis ( kreatif)
Mengandalkan citra saat berfikir dan mengingat
Menyukai gambar dan objek bergerak
Menyukai pertanyaan terbuka
Pintar menafsir bahasa tubuh
Sering menggunakan metafora
Condong pada pemecahan masalah secara intuitif

Stevick (1982) menyimpulkan bahwa pembelajar bahasa kedua yang dominan otak kiri lebih baik saat
memproduksi kata-kata terpisah, mengumpulkan hal hal spesifik dari bahasa, dan penyusunan ulang.
Pembelajar yang dominan otak kanan, di sisi lain terlihat lebih baik saat menghadapi citra keseluruhan
makna dalamtahap-tahap awal, dan lebih menganalisis serta memantau diri sendiri dalam tahap-tahap
belakangan.
TOLERANSI - AMBIGUITAS
Gaya ini membahas sejauh mana Anda secara kognitif bersedia menerima ide atau dalil yang
bertentangan sistem kepercayaan atau struktur pengetahuan Anda sendiri. Beberapa orang misalnya,
relatif berpikiran terbuka dalam menerima idiologi, kejadian, dan fakta yang berlawanan dengan
pandangan mereka sendiri. Mereka adalah sosok toleran ambiguitas, yang sanggup
mempertimbangkan dan bahkan menyerap dalil-dalil yang berlawanan. Orang lain, yang berpikiran
lebih tertutup dan dogmatis, cenderung menolak item-item yang berlawanan atau bahkan sedikit tidak
sejalan dengan sistim mereka. Dalam intoleransi ambiguitas tersebut, mereka ingin melihat semua
dalil bisa dimasukan kedalam organisasi kognitif mereka, jika tidak dalil ini ditolak.
REFLEKTIVITAS dan IMPULSIVITAS
Reflektif adalah membuat keputusan yang lebih lambat dan penuh perhitungan.
Impulsif adalah seseorang cenderung membuat tebakan cepat atau untung-untungan dalam
menjawab pertanyaan.
Kesimpulannya, orang dengan gaya impulsif bertransisi lebih cepat pada tahapan
semigramatikal SLA, sementara orang-orang reflektif condong lebih lama pada sebuah tahapan

tertentu dengan lompatan “lebih besar” dari tahap satu ke berikutnya.

-

GAYA VISUAL, AUDITORIS, dan KINESTESIS
Pembelajar visual condong menyukai tabel, gambar, dan informasi garafis lainya.
Pembelajar Auditoris lebih senang mendengar ajaran dan audiotape.
pembelajar Kinestesis memperlihatkan kesukaan pada demonstrasi dan aktivis fisik yang melibatkan
penggerakan tubuh.
Temuan penelitian tentang gaya-gaya pembelajaran menggaris bawahi pentingnya mengenali berbagai
kecondongan pembelajar.
OTONOMI, KEMAFHUMAN, dan TINDAKAN
Holec, 1979 mendefinisikan otonomi pembelajar adalah kemampuan untuk melakukan
pembelajaran bagi diri sendiri. Belakangan ini beberapa kursus bahasa memberikan kesempatan
kepada pembelajar menjadi paham apa sesungguhnya pembelajaran bahasa dan apa yang mereka bisa
lakukan agar menjadi pembelajar yang lebih baik. Kini, dengan latar belakang penelitian kemafhuman
dan “penggugahan kesadaran”, program-program bahasa menawarkan lebih banyak kesempatan bagi
pembelajar untuk mengembangkan sebuah kemafhuman metakognitif atas proses berlanjut
pembelajaran mereka.
Terkait dengan konsep otonomi adalah tuntutan kepada pembelajar untuk menjadi mafhum
akan proses pembelaran mereka sendiri.
Kemafhuman saja tanpa tindakan (action) adalah relative tak akan berguna. Begitu para
pembelajar menjadi paham akan kecenderungan, gaya, dan kekuatan serta kelemahan mereka, mereka
bisa mengambil langkah tepat dalam bentuk berbagai strategi yang tersedia bagi mereka.

STRATEGI
1. Strategi Belajar
Strategi ini terkait dengan masukan – dengan pemrosesan, penyimpanan, dan penerimaan, yaitu
memasukan pesan dari orang lain. Oxford mendefinisikan srategi belajar sebagai tingkah laku atau
tindakan yang dipakai oleh pembelajar agar supaya pembelajar bahasa lebih berhasil, terarah dan
menyenangkan.
Strategi belajar juga dibagi kedalam tiga kategori utama, yaitu:
- Strategi metakognitif suatu istilah yang digunakan dalam teori pemrosesan informasi untuk
menunjukan fungsi “eksekutif” artinya strategi yang melibatkan perencanaan belajar, pemikiran
tentang proses pembelajaran yang sedang berlangsung, pemantauan produksi dan pemahaman
seseorang, dan evaluasi pembelajaran setelah sebuah aktivitas selesai (Purpura,1997).
- Strategi Kognitif lebih terbatas pada tugas-tugas pembelajaran spesifik dan melibatkan pemanfaatan
yang lebih langsung terhadap materi pembelajaran itu sendiri.
- Strategi Sosioafektif berkenaan dengan aktivitas mediasi social dan interaksi dengan yang lain.
2. Strategi Komunikasi
Strategi ini berhubungan dengan keluaran artinya bagaimana kita cara produktif mengungkapkan
makna, dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada yang lain. Strategi komunikasi adalah
sebagai “rencana-rencana yang sepertinya sadar untuk memecahkan apa yang menjadi masalah dalam
peraihan sebuah tujuan komunikatif tertentu”. Strategi komunikasi melekat pada pemakaian

mekanisme verbal dan nonverbal untuk komunikasi dan informasi produktif.
-

Strategi Penghindaran
Penghindaran adalah sebuah strategi komunikasi lazim yang bisa dipecah kedalam beberapa
subkategori. Jenis yang paling umum dari strategi penghindaran adalah penghindaran sintaksis atau
leksikal didalam kategori semantik. Pertimbangan percakapan berikut antara seorang pembelajar dan
penutur asli.
Pembelajar :
I lost my road
Penurur asli :
You lost you road?
Pembelajar :
Uh,…. I lost. I lost got lost.
Si pembelajar menghindari item leksikal road sepenuhnya, karena tak bisa memikirkan kata way pada
saat itu.

-

-

-

Strategi Kompensatoris
Para pembelajar tingkat awal, misalnya biasanya mengingat beberapa frase atau kalimat tertentu tanpa
menanamkan pengetahun dari komponem-komponem frase itu. Potongan potongan bahasa yang
diingat ini, dikenal sebagai pola tinggal pakai, sering ditemui dibuku saku frase bilingual, yang
mendaftar ratusan kalimat untuk berbagai keadaan. Misalnya,
“Berapa Harganya?”
“Dimana Toiletnya?”
“Saya tak bicara bahasa Inggris”
“ Saya tak memahamimu”
Frase-frase semacam ini diingat melalui hafalan untuk dipakai sesuai dengan konteks mereka.
INTRUKSI BERBASIS STRATEGI
Sebagian besar kerja peneliti dan guru atas penerapan strategi pembelajaran maupun komunikasi di
ruang kelas telah dikenal secara umum sebagai pembelajaran bebasis strategi atau strategies-based
instruction (SBI) ( Mc Donough, 1999; Cohen, 1988), atau sebagai pelatihan strategi pembelajar.
Cohen (1998) suk