KEPUASAN LANJUT USIA TERHADAP DUKUNGAN S

KEPUASAN LANJUT USIA TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL YANG
DITERIMA DARI KELUARGA: STUDI KASUS DI COMMUNITY WELFARE
CENTRE, SUKAMANAH, PANGALENGAN
(Elderly Satisfaction Toward Social Support Received from Their Family:
Case Study In Community Welfare Centre, Sukamanah, Pangalengan)
Husmiati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Kementerian Sosial RI
Email: [email protected]

ABSTRAK
Artikel ini merupakan hasil penelitian mengenai kepuasan lanjut usia terhadap
dukungan sosial yang mereka terima. Penelitian ini melibatkan 105 lanjut usia yang
mendapat pelayanan di Community Welfare Center di Sukamanah, Pangalengan,
Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk-bentuk
dukungan yang diterima lanjut usia dan kepuasan mereka terhadap dukungan yang
mereka terima tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial
yang diterima responden dari keluarga terdekat (pasangan, anak, menantu, saudara)
sangat bervariasi. Majoritas responden merasakan mendapat dukungan emosional
dan dukungan finansial. Selain itu responden merasakan dukungan dari keluarga
terdekat ketika memerlukan bantuan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut

kehidupan sehari-hari termasuk dalam hal pengobatan dan perawatan kesehatan.
Responden merasakan mendapat dukungan dari keluarga terdekat berupa bantuan
makan, rekreasi, hiburan dan transportasi.
kata kunci: lanjut usia, kepuasan, dukungan.

ABSTRACT
This article is the result of research on the satisfaction of the elderly to social support
that they receive. The study involved 105 elderly who receive services at the
Community Welfare Centre in Sukamanah, Pangalengan, Bandung regency. This
study aimed to examine the forms of support received by the elderly and their
satisfaction with the support they receive. The results showed that social support
received form the respondent of the immediate family (spouse, son, daughter, brother)
is highly variable. Majority of respondents felt the emotional support and financial
support. Besides the respondent feel the support of family nearby when requiring
assistance in making decisions related to daily life, including in terms of medicine
and health care. Respondent to feel the support of the immediate family of food aid,
recreation, entertainment and transportation.
keywords: elderly, satisfaction, support

1


LATAR BELAKANG
Proses menua (aging) adalah psoses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut usia. Memang tidak dapat dibantah, bila
seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahanlahan tetapi pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh, yang
pada akhirnya akan dapat mengurangi kesigapan seseorang. Secara umum menjadi tua
atau menua, ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai
gejala-gejala kemunduran fisik, disertai dengan kemunduran pada aspek-aspek lain.
Pada usia selanjutnya yaitu setelah usia di atas 60 tahun manusia akan
menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan
kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktifitas menurun, sering
mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat.
Pada fase ini, sikap keberagamaan (spiritualitas) pada lanjut usia mengalami
peningkatan dan untuk proses seksual justru mengalami penurunan. Manusia lanjut
usia dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang sudah tidak produktif lagi.
Kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah uzur ini
berbagai macam penyakit sudah siap untuk menggerogoti mereka. Dengan demikian
di usia lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada

sisa umur menunggu datangnya kematian. Sejalan dengan pendapat Okumagba
(2011), yang menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut
menyatakan tidak merasakan dalam keterasingan dan masih menunjukkan aktifitas
yang positif, akan tetapi perasaan itu (perasaan tinggal menunggu kematian) muncul
setelah mereka memperoleh bimbingan semacam terapi psikologi.
Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah
baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya
perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan ke
usia tua ini , perhatian mereka lebih tertuju kepada upaya menemukan ketenangan
batin. Sejalan dengan perubahan itu, maka masalah-masalah yang berkaitan dengan
kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka. Perubahan orientasi ini
diantaranya disebabkan oleh pengaruh psikologis. Di satu pihak kemampuan fisik
2

pada usia tersebut sedah mengalami penurunan. Sebaliknya di pihak lain, memiliki
khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan mereka di masa lalu yang pernah
diperoleh sudah tidak lagi memperoleh perhatian, karena secara fisik mereka dinilai
sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan batin. Apabila
gejolak batin tidak dapat di bendung lagi, maka muncul gangguan kejiwaan seperti
stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari pergaulan sebagai wujud rasa rendah

diri (inferiority).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 bahwa Lanjut Usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh ) tahun ke atas”. Hal senada
disampaikan oleh Kementerian Sosial RI dalam keputusan Menteri Sosial RI Nomor
36/HUK/1999: “Lanjut usia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik
secara jasmani, rohani maupun sosial”. Selanjutnya Hurlock (1997) mengemukakan
“usia enam puluhan dipandang sebagai

garis

pemisah antara usia madya dan

usia lanjut”. Dari pengertian tersebut menyatakan bahwa seseorang dikatakan lanjut
usia bila telah mencapai usia 60 tahun keatas. Proses menjadi tua menghadapkan
setiap orang secara alamiah mengalami perubahan berupa penurunan kemampuan
fisik, mental dan sosial. Akibat penurunan ini kenyataan menunjukkan lanjut usia
mengalami berbagai permasalahan (Fahrudin, 2013). Beberapa masalah umum yang
merupakan permasalahan lanjut usia, yaitu: (a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya,
sehingga harus tergantung pada orang lain. (b) Status ekonominya sangat terancam,

sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola
hidupnya. (c) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik. (d) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau
istri yang telah meninggal atau pergi dan atau cacat. (e) Mengembangkan kegiatan
baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. (f) Belajar untuk
memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa. (g) Mulai terlibat
dalam kegiatan masyarakat, yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa. (h)
Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan lama yang berat dengan kegiatan yang
lebih cocok. (i) Menjadi “korban” atau dimanfaatkan oleh para penjual obat,
buaya

darat,

dan kriminalitas

karena

mereka

tidak


sanggup

lagi

untuk

mempertahankan diri. Pendapat ini menunjukkan bahwa lanjut usia rentan akan
berbagai masalah yang rumit dan butuh orang lain untuk membantu atau
menolongnya (Greene, 2008; Chao, 2010).
3

Dewasa ini para ahli gerontologi sosial banyak memusatkan perhatian pada
pentingnya dukungan untuk lanjut usia, dan banyaknya dukungan sosial yang diterima
oleh lanjut usia (Okumagba, 2011). Pada masa lalu keluarga selalu memainkan
peranan yang sangat menentukan mengenai status dan keamanan orang lanjut usia.
Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
dan kualitas hidup lansia, dengan melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup
bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan lingkungan (fisik,
biologis, sosial-budaya, ekonomi), membantu penyelenggaraan pelayanan kesehatan

(promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif). Berbagai cara diberikan untuk peningkatan
status bagi lanjut usia dalam masyarakat. Berbagai bentuk diantaranya dengan
memberikan penghormatan, kewenangan, keamanan sosial dan ekonomi kepada lanjut
usia yang tinggal dalam keluarga besar (Fahrudin, 2012).
Menurut Zastrow dan Ashman (2013), lanjut usia memerlukan kesinambungan
bantuan dana dan fasilitas, selain itu juga penting untuk “mendapatkan cukup
perhatian” atau “di-orang-kan”. Pada dekade 1950-an dan 1960-an, sejumlah
pemerhati berpendapat bahwa sistem keluarga besar (extended family) mengalami
disintegrasi kedalam unit-unit keluarga-keluarga kecil. Hal ini mungkin saja
merupakan konsekuensi industrialisasi dan urbanisasi. Cowgill (1974) mengatakan
bahwa modernisasi, khususnya urbanisasi dan pendidikan massa, pembangunan
tempat tinggal dan keterpisahan secara sosial dan intelektual melalui mobilitas tempat
tinggal dan perubahan status dimana anak memperoleh status sosial yang lebih tinggi
berbanding orang tua mereka. Konsekuensinya, jika analisis ini benar adanya maka
orang lanjut usia akan mengalami putus dari keluarga dan putus dukungan yang
bersumber dari keluarga. Chi & Chou (2001) mengartikan dukungan sosial
kepada lanjut usia dapat dijelaskan dalam enam dimensi yaitu
ukuran jaringan sosial, komposisi, frekuensi kontak sosial, kepuasan
terhadap dukungan, jenis dukungan dan bantuan yang lainnya.
Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli menemukan bahwa

keluarga besar berfungsi secara efektif dalam pemberian dukungan emosional, sosial
dan finansial kepada lanjut usia. Greene (2008) menemukan bahwa anak terutama
yang belum menikah sangat efektif sebagai pemberi dukungan kepada lanjut usia
berbanding setelah nanti mereka menikah. Chi dan Chou (1999) mengatakan
4

kunjungan kepada orang tua yang lanjut usia merupakan aspek penting dalam
memelihara dukungan sosial termasuk bantuan materi, dan terpenting lagi adalah
dukungan sosial dan psikologis. Migrasi desa-kota dikalangan orang muda juga telah
mengurangkan ketersediaan dukungan fisik kepada lanjut usia (Cruz & Obcena,
1991). Pengaturan kehidupan bagi lanjut usia menjadi faktor penting untuk mengenali
status lanjut usia yang memerlukan pelayanan sosial oleh lembaga atau program
jaminan sosial bagi lanjut usia. Keteraturan hidup lanjut usia merupakan fungsi dari
banyak faktor termasuk status perkawinan, status kesehatan, ketergantungan keuangan
sebagaimana halnya tradisi budaya seperti kekerabatan dan ketersediaan dukungan
sosial

untuk lanjut usia (Okumagba, 2011). Persoalan perawatan kesehatan dan

masalah keuangan merupakan masalah umum ditemukan pada lanjut usia. Faktorfaktor ini perlu menjadi perhatian karena semua ini dapat menjadi faktor penting bagi

kesejahteraan lanjut usia dan pemberian dukungan sosial lanjut usia sebaiknya berasal
dari jaringan keluarga. Hal ini juga sebagaimana ditegaskan oleh

Neysmith &

Edward (1999) dan Sijuade (1991) bahwa perawatan keluarga dan dukungan keluarga
dipercayai sangat menentukan dan diperkuat oleh nilai budaya dalam masyarakat itu
sendiri. Hasil penelitian Chao (2010), menyimpulkan bahwa luasnya jaringan sosial
dan banyaknya kontak sosial mempengaruhi kepuasan terhadap dukungan sosial yang
diterima. Lanjut usia yang menerima dukungan sosial berupa emosional dan finansial
berhubungan yang signifikan dengan rendahnya depresi dan tingginya kepuasan kerja.
Berdasarkan paparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
bentuk dukungan yang diterima lanjut usia dan bagaimana pula kepuasan yang
dirasakan lanjut usia terhadap dukungan yang diberikan anggota keluarganya. Secara
khusus penelitian ini dilakukan di wilayah pedesaan dimana lanjut usia yang diteliti
merupakan lanjut usia yang menerima pelayanan di Community Welfare Center, yaitu
sebuah unit pelayanan dibawah Yayasan Kesejahteraan Sosial Asiana yang berlokasi
di desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Berdasarkan data
dan paparan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk;


1. Memperoleh data lanjut usia di Pangalengan
2. Memperoleh informasi dan penjelasan empirik mengenai bentuk-bentuk
dukungan yang diterima lanjut usia

3. Memperoleh informasi dan penjelasan empirik mengenai kepuasan lanjut usia
terhadap dukungan yang diterimanya dari keluarga
5

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif . Sasaran penelitian ini adalah
lanjut usia yang menerima pelayanan di Community Welfare Center di Pangalengan
Bandung yang dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Sosial ASIANA. Teknik sampling
yang digunakan adalah teknik sampel bertujuan (purposive sampling), artinya lanjut
usia yang tercatat dan menerima pelayanan di Community Welfare Center dijadikan
responden dalam penelitian ini. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan
penelitian ini adalah wawancara berstruktur, yaitu pengumpulan data dengan
mengajukan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan
pertimbangan banyak diantara responden penelitian tidak bisa membaca atau
kesulitan membaca karena kesehatan mata mereka. Oleh karena penelitian ini adalah
penelitian deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan terbatas pada analisis

menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Data dianalisis menggunakan
program komputer SPSS versi 19.0.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Demografi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 105 orang responden yang dikaji terdiri dari
43,8% laki-laki dan 56,2% perempuan.
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persenase
1.
Laki-laki
46
43,8
2.

Perempuan
Jumlah

59
105

56.2
100.0

Berdasarkan kategori umur, hasil penelitian menunjukkan 31,4% termasuk dalam
kategori pra lansia, sementara 68,6% responden masuk dalam kategori lanjut usia
karena berusia 60 tahun ke atas.

Tabel 2. Karakteristik umur berdasarkan kelompok umur
No.
Umur
Frekuensi
Persentase
1.
45 – 49 tahun
33
31.4
2.
60 tahun keatas
72
68.6
Total
105
100.0
6

Status perkawinan menggambarkan apakah responden pernah kawin/menikah dan
mempunyai keluarga. Majoritas responden lanjut usia masih terikat dalam status
perkawinan (75.2%), sementara 13.3% berstatus janda dan 11.4% berstatus duda.
Tabel 3. Karakteristik berdasarkan status perkawinan
No. Status perkawinan
Frekuensi
Persentase
1.
Janda
14
13.3
2.
Duda
12
11.4
3
Kawin
79
75.2
Total
105
100.0
Tingkat pendidikan bagi seorang lanjut usia penting untuk melihat kemampuan
responden dalam menerima realita sebagai orang yang berusia lanjut. Tingkat
pendidikan seseorang akan menentukan corak yang bersangkutan dalam bertingkah
laku dan berpikir. Berikut karakteristik responden berdasarkan pendidikan:
Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
1.
SD
59
56.2
2.
SMP
18
17.1
3
SMA
22
21.0
4.
SARJANA
6
5.7
Total

105

100.0

Berdasarkan tabel 4 di atas diperoleh gambaran bahwa tingkat pendidikan responden
sebagian besar adalah SD yaitu sebanyak 59 orang (56,2 %). Tingkat pendidikan
seperti ini memberi kemungkinan besar responden mengalami kesulitan dalam upaya
pemecahan masalah yang mereka hadapi. Sedangkan responden yang berpendidikan
tingkat SLTP sebanyak 18 orang (17,1%) dan tingkat SLTA berkisar 22 orang (21%).
Dari keseluruhan respoden terdapat 6 orang (5,7%) mempunyai tingkat pendidikan
sarjana.

Secara keseluruhan sebenarnya tingkat pendidikan responden cukup

memadai untuk dijadikan sumber internal yang dapat dimanfaatkan dalam membuat
program penanganan masalah.
Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan kondisi tinggal di rumah
No.
Kondisi tinggal di rumah
Frekuensi
Persentase
1.
Tinggal dengan Pasangan
44
41.9
2.
Tinggal dengan Anak
54
51.4
7

3

Dengan Keluarga lain

.

Total

7

6.7

105

100.0

Tabel 5 di atas, hasil penelitian menunjukkan 51,4% responden hidup dan tinggal
bersama dengan anak mereka, diikuti dengan hidup sendiri dengan pasangannya
(suami/isteri), dan hanya terdapat 6,7% lanjut usia yang terpaksa tinggal bersama
dengan keluarga lainnya. Hal ini menunjukkan potensi dukungan sosial yang dapat
diberikan oleh anak-anak mereka terhadap lanjut usia masih tersedia. Karena keluarga
merupakan sumber dukungan bagi seorang lanjut usia maka lanjut usia yang tinggal
sendiri dengan pasangannya (41.9%) merupakan lanjut usia yang rawan ketiadaan
dukungan. Padahal pada usia lanjut dukungan dan kedekatan dengan keluarga
merupakan aspek terpenting untuk pemeliharaan kehidupannya.
Bentuk Dukungan Keluarga Terhadap Lanjut Usia
Berdasarkan hasil penelitian bentuk dukungan sosial yang diterima responden dari
keluarga terdekat (pasangan, anak, menantu, saudara) sangat bervariasi. Majoritas
responden merasakan mendapat dukungan emosional (66,7%) sementara 33,3%
merasa tidak mendapat dukungan emosional. Selain itu dalam hal dukungan financial,
sebanyak 53,3% responden merasa mendapat dukungan financial untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, sementara itu terdapat 46,7% responden tidak merasa
mendapatkan dukungan financial dari keluarga terdekat.
Tabel 6. Bentuk dukungan yang dirasakan oleh responden
Bentuk Dukungan
Kategori
Frekuensi
Dukungan emosional Ya
70
Tidak
35
Dukungan Finansial
Ya
56
Tidak
49
Bantuan dalam
Ya
58
pembuatan keputusan Tidak
47
Bantuan aktivitas
Ya
63
hidup sehari-hari
Tidak
42
Bantuan perawatan
Ya
63
dan pengobatan
Tidak
44
Entertain/mentraktir
Ya
61
Tidak
44
Transportasi dan
Ya
44
menemani
Tidak
61
8

Persentase
66,7
33,3
53,3
46,7
55.2
44.8
60
40
58
42
58
42
42
58

Berdasarkan tabel 6 diatas, sebanyak 55,2% responden merasakan dukungan dari
keluarga terdekat ketika memerlukan bantuan dalam pembuatan keputusan yang
menyangkut kehidupan sehari-hari termasuk dalam hal pengobatan dan perawatan
kesehatan, sementara 44,8% tidak merasakan dukungan dari keluarga berkaitan
dengan dukungan dalam pembuatan keputusan.
Dalam hal perawatan dan pengobatan, 58% responden merasakan mendapat
dukungan dari keluarga terdekat, sementara 42% responden tidak merasakan
dukungan tersebut. Sementara itu, 58% responden merasakan keluarga terdekat
seringkali melakukan kegiatan entertain atau mentraktir dalam soal makan/minuman
atau bentuk rekreasi dan hiburan, sementara 42% responden tidak merasakan adanya
dukungan dari keluarga dekat dalam bentuk entertain dan mentraktir baik dalam soal
makan/minum maupun dalam bentuk rekreasi dan hiburan. Terakhir, dalam soal
transportasi companionship dari keluarga,

hanya 42% yang merasakan adanya

dukungan sementara 58% tidak merasakan adanya dukungan dari keluarga.

Tabel 7. Kepuasan yang dirasakan responden atas bantuan/dukungan keluarga
No. Kepuasan yang dirasakan
Sangat tidak puas
1
Tidak puas
2
Puas
3
Sangat puas
4
Total

Frekuensi
4

Persentase
3.8

30

28.6

58

55.2

13

12.4

105

100.0

Berdasarkan tabel 7 di atas, lanjut usia menyatakan sangat puas (55.2%) terhadap
bantuan dan dukungan yang diberikan keluarganya, terdapat dan 12,4% responden
menyatakan puas dan sangat puas, selebihnya menyatakan tidak puas dan sangat tidak
9

puas. Meskipun secara keseluruhan lanjut usia menyatakan puas terhadap dukungan
keluarga yang diterimanya, namun terdapat 32.4% lanjut usia yang menyatakan tidak
puas terhadap dukungan yang diberikan keluarganya. Hal ini bisa menjadi potensi
keterlantaran lanjut usia baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun psikologis.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berbagai persoalan yang dihadapi lanjut usia telah diupayakan pemecahannya oleh
pemerintah dan swasta, namun demikian ternyata belum semua program pelayanan
bagi lanjut usia tersebut dapat menyentuh semua lanjut usia khususnya di pedesaan.
Lanjut usia umumnya di pedesaan menghadapi masalah kekurangan dukungan sosial
dari keluarga akibat modernisasi khususnya migrasi dan perubahan struktur keluarga
dari keluarga besar menjadi keluarga kecil.
Hasil penelitian menunjukkan umumnya lanjut usia masih tinggal dengan
anggota keluarga baik itu anak maupun pasangannya. Dengan demikian dukungan
keluarga yang dirasakan lanjut usia dalam berbagai bentuk dan umumnya mereka
merasakan kepuasan terhadap dukungan yang diterima dari keluarga.

Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti merekomendasikan kepada beberapa pihak
yang terkait dalam memberikan pelayanan bagi lanjut usia, sebagai berikut:
1.

Agar pemerintah pusat dan daerah

membuat dan

melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan yang dialami lanjut
usia. Perlu optimalisasi dan perluasan jangkauan layanan Day Care bagi lanjut
usia tidak hanya di perkotaan namun juga di wilayah pedesaan. Dalam hal ini
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam
mendirikan Day Care bagi lanjut usia.
2. Lembaga pengkajian /penelitian agar meningkatkan pengkajian tentang lanjut
usia baik fisik maupun psikis, karena belum banyak masyarakat/lembaga
10

pengkajian yang mau dan mampu melakukan pengkajian tentang lanjut usia. Oleh
karena itu, peneliti berharap pada lembaga pengkajian/penelitian dapat
melakukan pengkajian/penelitian tentang dukungan sosial lanjut usia dan
memperkuat penelitian pada aspek-aspek psikososial lanjut usia

DAFTAR PUSTAKA
Cowgill D. (1974). Aging and modernization: A revision of the theory. In: J. Gubrium
(Ed.): Late Life Communities and Environmental Policies. Springfield,
Illinois:Thomas, pp. 123 - 146.
Cruz, TM, & Obcena, A (1991). Future directions for aging policy in Philippines. In:
Population Aging in Asia. Asian Population Studies Series 10 No. 108
(Bangkok Escap), pp. 54 – 60.
Chao, S.F. (2010). Life transitions, social support and psychological
well-being among the elderly in taiwan: A Longtudinal study.
Unpublished PhD Dissertation. New York: University at Albany,
State University of New York
Chi, I., & Chou, K. L. (1999). Financial strain and depressive symptoms among Hong
Kong Chinese elderly: A longitudinal study. Journal of Gerontological Social
Work,32(4), 41-60.
Chi, I., & Chou, K. L. (2001). Social support and depression among elderly Chinese
people in Hong Kong. International Journal of Aging and Human
Development, 52(3), 231-151
Elizabeth B. Hurlock. (1997). Psikologi perkembangan. Jakarta. Erlangga.
Fahrudin, A. (2013). Social work and social welfare in Indonesia. Dalam Sharlene
Furuto (ed.), Social welfare in East Asian and Pacific Island. New York:
Columbia University Press.
Fahrudin,A.(2012). Pengantar kesejahteraan sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Greene, R.R. (2008). Social work with the aged and their families (3 rd edition). New
Brunswick: Aldine Transaction.
Neysmith S, Edward J. (1999). Economic depending in the 1990s: Its impact on the
third world elderly. Aging and Society, 14(1): 21-44.
Okumagba, P.O. (2011). Family Support for the Elderly in Delta State of Nigeria. In
Stud Home Comm Sci, 5(1): 21-27 (2011)

11

Sijuwade P. (1991). Sex differences in perception of aging among the Nigerian
elderly. Social Behaviour and Personality: An International Journal, 19(4): 289
–296.
Zastrow, C. H. & Kirst-Ashman, K. K. (2013). Understanding human behavior and
the social environment (9th ed.). Belmont, CA: Wadsworth/Thomson Learning.

12