CIVIC SPHERE DAN KEBEBASAN BERAGAMA DI I

CIVIC SPHERE DAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA :
HAK BERIBADAH UNTUK PEREMPUAN DALAM ATURAN MILITER
INDONESIA
Mirza Hardian
Abstrak
The right to practice religion which accord to religion and believe is a
fundamental right and it is protected by the Indonesia constitution. Hijab is as a
form of religion identity and an obligation of muslimah. A right to use hijab is a
practicing of religion by muslimah which based on Islam rule . The use of hijab
is a legal action that is regulated by the constitution in Indonesia which is one of
human rights instrument in Republic of Indonesia. Banning or discrimination
action of the use of hijab in Indonesia is an unconstitutional act. The use of hijab
at military institutions in Indonesia is very rigid. A permission to use hijab for
women members of TNI applies only to the area of assignment in Nanggroe Aceh
Darussalam. Implicitly, the prohibition to use hijab out of the assignment area of
Nangroe Aceh Darussalam inconveniences musimah to practice worship that they
believe. This condition is one of discrimination policy toward the freedom to
practice the religion in Indonesia.
Indonesian National Police is a military institution that provides policy to regulate
the implementation of worship for female police officer. This policy is a form of
consciousness Indonesia National Police toward the awareness of spirituality

increase in Indonesia.
This study shows that the TNI as an official state agency do not uphold the
implementation of the women right as a members of the military to use hijab as a
religious activity as a citizen of Indonesia
Keyword : Hijab , Human right, Indonesian Army

1

I.

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang mempunyai populasi muslim terbesar di

dunia merupakan negara yang selalu dihadapkan terhadap polemik dalam
pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan isu agama. Isu yang sangat menyita
perhatian masyarakat indonesia dalam kurun waktu 2015 adalah penggunaan
jilbab pad instansi militer di Indonesia. Pembahasan mengenai jilbab di
lingkungan militer pada dasarnya telah dibahas sejak 2004 yang di tunjukkan
dengan adanya perkembangan aturan berjilbab untuk staff pegawai negeri sipil di
lingkungan TNI (Tentara Nasional Indonesia) walaupun untuk prajurit wanita

belum diperbolehkan.1
Aturan penggunaan jilbab yang rigid di lingkungan militer TNI dan
bersifat mengekang kebebasan untuk beribadah yang sesuai dengan agama islam
untuk anggota militer perempuan merupakan bentuk tindakan inkonstitusional.
Panglima TNI Jendral Moeldoko mengatakan bahwa penggunaan jilbab untuk
TNI hanya berlaku pada anggota TNI wanita yang bertugas di Aceh. 2 Pernyataan
ini menunjukkan secara eksplisit bahwa di dalam struktur TNI tidak di
perbolehkan menggunakan jilbab untuk anggota TNI wanita selain di Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam.
Aturan penegecualiaan penggunaan jilbab untuk TNI yang bertugas di
Provonsi Nangroe Aceh Darussala saja merupakan bentuk diskriminasi terhadap
hak untuk beragama dan menjalankan ibadah berdasarkan aturan islam, sebab
penganut agama islam tidak hanya ada di Aceh saja, melainkan tersebar di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kejadian ini dapat di kategorikan
sebagai bentuk pelanggaran hak-hak sipil (hak beribadah) yang telah di atur di
dalam konstitusi Indonesia pada pasal 28 E ayat 1 yang berbunyi “ setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
1 https://www.islampos.com/jilbab-tni-dan-perjuangan-tanpa-henti218463/#_ftn3 di akses pada tanggal 12 Desember 2015
2 Panglima TNI : Jilbab hanya untuk anggota TNI perempuan di Aceh
http://regional.kompas.com/read/2015/05/29/10474871/Panglima.TNI.Jilbab.Ha

nya.untuk.Anggota.TNI.Perempuan.di.Aceh

2

dann pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkanny, serta berhak kembal”. Oleh sebab
itu tindakan yang bersifat menghambat atau mempersulit warga negara Indonesia
melaksanakan ibadah merupakan salah satu bentuk kontradiksi dengan instrumen
hak asasi manusia di Indonesia.
Pada dasarnya kebutuhan untuk berjilbab untuk setiap wanita muslim
merupakan sebuah ketentuan yang wajib untuk dilaksanakan karena berdasarkan
ketentuan dari ajaran agama islam. Disisi lain, fenomena perubahan sosial di
masyarakat modern menunjukkan adanya trend positif kearah religius3 yang di
tunjukkan oleh munculnya gerakan sosial dan komunitas dengan jilbab sebagai
identitas. Fenomena ini sudah di jelaskan oleh Naisbitt & Aburdene dengan
menyebutkan 10 fenomena dunia yang cenderung akan timbul pada abad 21, yaitu
: (1) ledakan ekonomi global pada tahun 1990 an, (2) masa pencerahan pada
bidang seni, (3) munculnya pasar bebas sosialisme, (4) gaya hidup global dan
nasionalisem


kebudayaan,

(5)

privatisasi

di

negara-negara

maju,

(6)

berkembangnya wilayah pasifik, (7) timbulnya kepemimpinan wanita, (8) era
penelitian biologi berkembang, (9) kebangkitan agama di milenium, dan (10)
kemenangan individual.4
Kebangkitan agama pada era milenium menunjukkan bahwa pada awal
abad 21 agama menunjukan gejala perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi
ini di buktikan oleh Naisbitt & Aburdene memaparkan bahwa kondisi masyarakat

Amerika di akhir abad 20 mempunyai kecendrungan untuk menjadi pengikut
aliran-aliran kepercayaan dengan peningkatan secara kuantitas yang sangat pesat. 5
Selanjutnya Jalaludin juga mengemukakan bahwa dorongan untuk beragama
merupakan salah satu dorongan yang bekerja di dalam diri manusia sebagaimana
dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan, minum

3 http://www.bbc.com/future/story/20141219-will-religion-ever-disappear
diakses pada tanggal 14 desember 2015
4 Naisbit & Aburden, Megatrends 2000, Jakarta,1990. Hal 3
5 Ibid Hal 16

3

dan lain sebagainya.6 Oleh sebab itu praktik ibadah merupakan salah satu bentuk
prilaku manusia yang paling mendasar untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
Penggunaan jilbab sebagai salah satu wujud ibadah wanita muslim
merupakan sebuah prilaku atau tindakan yang wajar, sebab secara alamiah setiap
manusia yang beragama cenderung untuk melakukan aktivitas-aktivitas
peribadataan yang sesuai dengan agama yang diyakini. Oleh sebab itu
menggunanakan jilbab merupakan bagian dari kebutuhan bagi seorang wanita

muslim untuk mendapatkan hak untuk beribadah tanpa membedakan latar
belakang profesi mempunyai akses yang legal untuk menggunakan jilbab sebagai
bagian dari hak dari warga negara Indonesia yang di lindungi oleh konstitusi.
II.

Pembahasan
Kajian mengenai manusia merupakan tema kajian yang sangat kompleks

untuk di pahami tanpa pembahasan konsep manusia secara holistik Manusia
merupakan mahluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
karena manusia tidak hanya mahluk hidup yang tediri dari tampilan fisik secara
materiil, namun juga mencakup aspek mental dan spiritual.
Konsep emotional quotient yang di kembangkan oleh Stephen R Covery,
kemudian spitirtual quotient yang di kembangkan oleh Danah Zohar dan Ian
Marshall

menunjukkan

pengembangan


dimensi

kajian

tentang

manusia

membuktikan bahwa aspek religius merupakan sebuah kebutuhan mutlak dari
setiap manusia.Temuan dari Danah Zohar dan Ian Marshal tentang spiritual
quotient sejalan dengan temuan ahli syaraf Rachmachandrian (1997) mengenai
peran god spot dalam otak manusia yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat erat antara manusia dan agama.7
Hasil penelitian Muhammad Mahmud Abd Al Qadr seorang ahli biokimia
juga turut memberikan penekanan hubungan antara kebutuuhan manusia pada
aspek religius bahwa secara biologis tubuh manusia mempunyai kadar hormon
yang akan selalu seimbang pada kondisi normal yang disebut sebagai spektrum
6 Jalaludin,Psikologi agama, Jakarta,2010. Hal. 102
7 Ibid


4

hidup, selanjutnya perubahan terhadap spektrum hidup kearah positif

sangat

ditentukan pada saat manusia dalam melakukan aktivitas ibadah sesuai dengan
keyakinannya.8 Hubungan ini memberikan gambaran bahwa secara ilmiah
manusia merupakan mahkuk yang pada dasarnya mempunyai kehendak beragama,
sehingga hubungan antara manusia dan agama merupakan hubungan yang
terbentuk secara kodrat dan alamiah dalam penciptaan manusia.
Hubungan antara manusia dan agama dapat dilihat dalam bentuk aktivitas
beribadah berdasarkan agama yang diyakini kebenarannya. Jilbab merupakan
pakaian perempuan muslim yang dianggap dapat memenuhi kriteria menutup
aurat dan merupakan kewajiban bagi setiap wanita muslim. Kewajibanuntuk
menutup aurat bagi wanita muslim di jelaskan di Alquran pada QS An-Nur ayat
31, artinya:
Dan katakanlah kepada perempuan beriman, agar mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan

hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya.” (QS.24:31)9.
Landasan untuk menutup aurat untuk perempuan muslim yang tercantum pada
Alquran menunjukkan landasan kewajiban wanita muslim untuk mengenakan
jilbab. Pada konteks ini kewajiban untuk menggunakan jilbab bagi seorang wanita
muslim merupakan salah satu bentuk konsep beribadah yang sesuai dengan aturan
dan ketentuan islam.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai penduduk mayoritas muslim
mempunyai sejarah tersendiri dengan jilbab. Jilbab sebagai pakaian muslimah
mulai merebak di Indonesia sejak tahun 1978, pemakaian jilbab ini dimulai dari
Bandung lalu menyebar ke kota-kota lain.10 Pada awalnya jilbab kurang direspon
di Indonesia, yang ada hanya kerudung yang biasa dipakai kaum wanita di
beberapa tempat seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi yang di
8 ibid
9 Departemen Agama, Syaamil Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004
10 Tempo No. 11 Tahun XIX, 13 Mei 1989, ”Islam Sebagai Baju Zirah di Kalangan Kaum
Muda”,
hal, 76.

5


gunakan pada acara keagamaan. Jilbab merupakan penanda seorang muslimah,
terutama ketika mereka membaca kitab suci Alquran dan mengikuti acara
keagamaan.11
Pada saat ini penggunaan trend menggunakan jilbab semakin marak di
Indonesia. Jilbab sebagai simbol keagamaan tidak lagi hanya menjadi konsumsi
di ruang privat di Indonesia, namun telah menjalar pada area-area publik seperti
instansi pemerintah dan sekolah sekolah negeri. Penggunaan jilbab sebagai bentuk
aktivitas ibadah bagi wanita muslim merupakan hak yang paling asasi bagi setiap
warga negara Indonesia. Hak untuk menggunakan jilbab ini juga dapat
diselaraskan dengan pendapat Marshall bahwa hak untuk beragama merupakan
bagian dari hak sipil warga negara yang harus di lindungi oleh negara. 12
Indonesia sebagai negara yang mempunyai mayoritas berpenduduk
muslim mempunyai sejarah kelam tentang penggunaan jilbab di area publik.
Kebijakan pemerintah Orde Baru

melalui Departemen Pendidikan Nasional

dengan Surat Keputusan 052/C/Kep/D/82 Tentang Pedoman Pakaian Seragam
Sekolah menunjukkan bahwa adanya pelarangan penggunaan jilbab secara

implisit karena aturan mengenai aturan baku mengenai model pakaian siswa di
sekolah, sehingga penggunaan jilbab di anggap sebagai tindakan pelanggaran
terhadap peraturan tersebut. Kebijakan pemerintah melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indnesia mengeluarkan Surat Keputusan
052/C/Kep/D/82, yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam sekolah di
sekolah-sekolah negeri merupakan kebijakan yang menganulir peraturan
sebelumnya yang mengatur peraturan seragam sekolah ditetapkan oleh masingmasing sekolah negeri secara terpisah. Dengan adanya SK tersebut, maka
peraturan seragam sekolah menjadi bersifat nasional dan diatur langsung oleh
Departemen P dan K.
Pada saat ini juga telah terjadi kondisi yang sama pada masa pemerintahan
orde baru dengan pelarangan penggunaan jilbab di lingkungan TNI secara
implisit. Hal ini di tunjukkan oleh pernyataan Panglima TNI Moeldoko
11 Op. Cit, Tempo No. 11 Tahun XIX, 13 Mei 1989.
12 Marshal,T.H., Citizenship and social class, London, 1950. Hal 10

6

mengatakan bahwa “penggunaan jilbab dalam bertugas hanya untuk anggota Wan
TNI yang sedang bertugas di Aceh dan bagi Wan TNI yang ingin berjilbab tinggal
mengajukan ke atasannya untuk bertugas ke Aceh”. 13 Pernyataan ini menunjukkan
penegasan bahwa tidak ada kesempatan bagi anggota TNI yang bertugas di luar
Aceh untuk menggunakan jilbab selama menajalani aktivitas profesi mereka.
Larangan penggunaan jilbab secara eksplisit oleh Panglima TNI Moeldoko
secara jelas menunjukkan sikap antipati terhadap akses anggota wanita TNI untuk
mendapatkan hak untuk beribadah yang diatur di dalam konstitusi. Pasal 28 E ayat
2 yang berbunyi “ setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan,

memilih

tempat

tinggal

di

wilayah

negara

dan

meninggalkannya, serta hak kembali”. Selanjutnya, pasal 29 ayat 2 berbunyi
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Kedua pasal di konstitusi Indonesia ini menjamin setiap warga negara Indonesia
untuk mendapatkan hak dalam menjalan ibadah mereka tanpa adanya diskriminasi
dan membedakan latar belakang profesi.
Pernyataan Panglima TNI Moeldoko juga menunjukan sikap diskriminasi
yang secara jelas tidak sesuai dengan pasal 28 I ayat 2 yang berbunyi “Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.” Pasal ini memberikan jaminan bahwa setiap warga negara
terbebas dari tindakan diskriminasi dalam bentuk apapun. Dalam hal ini makna
yang terkandung dari pasal 29 ayat 2 menunjukkan Setiap orang berhak atas
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah. Oleh sebab itu, negara
berkewajiban untuk menghormati dan menjamin kebebasan beragama untuk
setiap warga negara tanpa adanya asas pengecualian latar belakang profesi.
Kebijakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi polemik penggunaan
jilbab di kalangan militer di Indonesia dianggap tidak mencerminkan sikap yang
13 https://www.islampos.com/jilbab-tni-dan-perjuangan-tanpa-henti218463/#_ftn3 diakses pada tanggal 14 desember 2015

7

menjunjung tinggi pelaksanaan hak asasi manusia. Kementrian Agama dan
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak menunjukkan sikap tegas dalam
merespon kebutuhan hak beribadah dikalangan anggota wanita TNI. Hal ini di
buktikan dengan tidak adanya kebijakan yang diberlakukan setelah tuntutan
terhadap penggunaan jilbab untuk anggota wanita TNI.
Praktik penggunaan jilbab di lingkungan militer seharusnya dapat
mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28 ayat E dan pasal 29 ayat 2
merupakan instrumen HAM baku di Indonesia, sehingga berbagai bentuk
kebijakan dan aturan hukum yang terindikasi bersifat diskriminatif terhadap
golongan tertentu dianggap bertentangan dengan konstitusi dan dianggap batal
demi hukum.
Kebijakan penggunaan jilbab untuk anggota wanita TNI yang bertugas di
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menunjukkan bahwa jilbab sebagai simbol
keagamaan dan wujud aktivitas ibadah seorang wanita muslim tidak menjadi
halangan atau kendala dalam melaksanakan tugas profesi sebagai anggota TNI.
Kebijakan berbeda yang di berlakukan oleh Instansi TNI merupakan tindakan
kebijakan dari panglima TNI yang tidak mencerminkan nilai-nilai hak asasi
manusia. Hal ini justru memberikan stigma negatif pada kubu TNI yang seolaholah bebas dari nilai-nilai hak asasi manusia.
Kepolisian Republik Indonesia merupakan institusi militer Indonesia yang
mempunyai kebijakan dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang populis.
Peraturan Polri melalui Kep Kapolri Nomor : 245/III/2015, Tanggal 25 Maret
2015 tentang Perubahan Atas Sebagin Isi Surat Keputusan Kepala Kepolisian
Negara RI No Pol: SKEP/702/IX/2005 tanggal 30 September 2005 tentang
Sebutan, Penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS POLRI.14 Kebijakan
POLRI terkait penggunaan jilbab untuk anggota polisi wanita merupakan bentuk
kesadaran dari institusi POLRI dalam bentuk pemenuhan hak untuk beribadah
yang diatur oleh konstitusi Indonesia.

14 https://www.islampos.com/akhirnya-jilbab-disahkan-di-polri-ini-diapenampakannya-172213/ di akses 14 desember 2015

8

Aturan penggunaaan jilbab untuk anggota polisi wanita merupakan bentuk
kebijakan POLRI untuk mengakomodasi kebutuhan dari anggota polisi wanita
untuk mendapatkan hak-hak dalam melaksanakan ibadah di ruang publik tanpa
adanya intimidasi secara struktural organisasi. Oleh sebab itu kebijakan yang di
keluarkan oleh KAPOLRI ini menunjukkan sebuah contoh yang sangat relevan
untuk TNI agar memberikan kesempatann kepada anggota wanita TNI untuk
mendapatkan hak beribadah dalam menjalankan profesi tanpa mengurangi sikap
profesionalisme anggota wanita TNI dalam bertugas.
III.

Kesimpulan
Seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan dijamin oleh negara

untuk dapat melaksanakan ibadah dan kepercayaan yang sesuai dengan agama
yang diyakini oleh pemeluknya dan telah di atur di dalam konstitusi Indonesia.
Jumlah mayoritas penduduk Indonesia beragama islam dengan persentase 87,18
%15 mempunyai pengaruh sosial yang sangat signifikan terhadap interaksi
individu terhadap komitmen dalam beragama.
Hubungan antara individu dan agama di Indonesia yang mempunyai
penduduk mayoritas muslim pada saat ini menunjukkan semangat religius yang
cukup tinggi, kondisi demikian ditunjukkan dengan fenomena penggunaan
simbol-simbol keagamaan seperti jilbab di area-area publik. Namun, polemik
penggunaan jilbab sebagai hak untuk wanita terjadi di lingkungan militer,
terutama di kalangan anggota wanita TNI.
Kebijakan TNI yang memberikan larangan untuk menggunakan jilbab
pada dasarnya di tegaskan oleh Panglima TNI moeldoko secara implisit.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa di dalam institusi TNI seolah-olah bebas dari
nilai-nilai hak asasi manusia. Disisi lain, penggunaan jilbab yang di kategorikan
sebagai hak beribadah bagi kalangan wanita muslim sudah di jamin didalam
konstitusi Indonesia pada pasal 28 E ayat 2 dan pasal 29 ayat 2. Oleh sebab itu di
butuhkan kebijakan struktural dari Presiden sebagai pemimpin tertinggi militer di
15 http://www.satuharapan.com/read-detail/read/demografi-agamamenunjukkan-pluralitas-indonesia/ di akses pada 14 desember 2015

9

Indonesia untuk memberikan instruksi langsung kepada panglima TNI untuk
memberikan hak kepada seluruh anggota wanita TNI agar dapat menggunakan
jilbab

sebagai

hak

mereka

untuk

beribadah

tanpa

mengurangi

sikap

profesionalisme dalam menjalankan tugas.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. (2004). Syaamil Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung:
Syaamil Cipta Media.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 16 Februari 1991. Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen pendidikan dan
Kebudayaan tentang penyempurnaan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 052/C/Kep/D.82 (Pedoman Pakaian
Seragam Sekolah). No.100/C/Kep/D/1991. Ditandatangani oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
http://regional.kompas.com/read/2015/05/29/10474871/Panglima.TNI.Jilbab.Han
ya.untuk.Anggota.TNI.Perempuan.di.Aceh diakses pada tanggal 12
desember 2015
http://www.bbc.com/future/story/20141219-will-religion-ever-disappear diakses
pada tanggal 14 desember 2015
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/demografi-agama-menunjukkanpluralitas-indonesia/ di akses pada 14 desember 2015
https://www.islampos.com/jilbab-tni-dan-perjuangan-tanpa-henti-218463/#_ftn3
di akses pada tanggal 12 Desember 2015
Islam Sebagai Baju Zirah di Kalangan Kaum Muda. (13 mei 1989). Tempo,
Tempo

No. 11 Tahun XIX

Jalaludin. (2010).Psikologi agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Naisbit,J. & Aburden,P. (1990).Megatrends 2000. Jakarta : Binarupa Aksara.

10

Marshall,T.H. (1950). Citizenship and social class. London : Cambridge
University Press.

11