PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI L

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA YANG BERJUALAN
DI TROTOAR JALAN KOTA BALIKPAPAN
Galuh Praharafi Rizqia
Zulkifli
Universitas Balikpapan, Email : fakultas.hukum@law-uniba.ac.id
Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar jalan Kota
Balikpapan. Pedagang kaki lima merupakan bagian terkecil dalam suatau masyarakat yang melakukan
kegiatan ekonomi dengan tidak memiliki izin yang sah dan tidak terorganisir dengan baik sehingga
kerap kali menimbulkan permasalahan terkait dengan kenyamanan dan ketertiban umum di Kota
Balikpapan.Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima dapat dilakukan secara preventif dan
represif. Penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima sering terkendala oleh beberapa faktor
diantaranya ialah faktor aparat penegak hukum, faktor masyarakat serta fakto sarana dan prasarana.
Keywords: Pedagang Kaki Lima, Hukum, Penegakan Hukum.
Latar Belakang
Perkembangan suatu kota/daerah sering kali
menimbulakan
berbagai
permasalahan
terutama
menyangkut mengenai masalah
kenyamanan dan ketertiban umum di kota

tersebut. Kota Balikpapan yang saat ini
berkembang dengan pesat mengakibatkan ikut
berkembangnya kegiatan ekonomi di kota ini,
dikarenakan laju pertumbuhan penduduk dan
banyak berdatangannya para transmigran ke
tanah Kalimantan, khususnya di kota
Balikpapan. Banyak diantara para pendatang
ini yang mengadu nasib di kota Balikpapan
dengan
menjadi
pengamen,
pengemis,
berjualan koran di sekitar rambu lalu lintas,
hingga berjualan di trotoar jalan biasa dikenal
dengan sebutan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Pedagang kaki lima merupakan bagian kecil
dalam suatu masyarakat yang melakukan
kegiatan ekonomi dengan tidak memiliki izin
yang sah dan biasanya tidak terorganisir
dengan baik sehingga kerapkali kegiatan yang

mereka lakukan akan menggangu kenyamanan
khususnya bagi para pejalan kaki hal tersebut
dapat dibuktikan dengan banyaknya pedagang
kaki lima (PKL) yang menjajakan barang
dagangannya
ditempat
yang
tidak

diperuntuhkan baginya misalnya trotoar jalan
sehingga akan menggangu kepentingan umum
terlebih lagi bagi pejalan kaki fakta tersebut
dapat kita jumpai dikawasan karangjati gunung
malang dan berbagai tempat publik lainnya di
kotaBalikpapan.
Pasal 4 huruf (c) Peraturan Daerah Nomor
31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah kota Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota

Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Ketertiban Umum menyebutkan bahwa
melakukan kegiatan usaha dengan menggelar,
menempatkan, menumpuk barang dagangan,
dan sejenisnya di atas parit, trotoar, dijalan
umum kecuali mendapatkan izin dari kepala
daerah. Disamping itu, Pasal 19 ayat (1)
Peraturan daerah Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Ketertiban Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah kota
Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Peraturan Daerah Kota Balikpapan
Nomor. 31 Tahun 2000 Tentang Ketertiban
Umum, juga menyebutkan bahwa Pelanggaran
terhadap ketentuan larangan dan tidak
memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah ini, demikian pula tidak

mentaati perintah yang diberikan oleh Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam
surat izin yang diberikan berdasarkan Peraturan
Daerah ini diancam pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah).
Larangan tersebut dibuat tentunya agar para
pedagang kaki lima tidak menganggu
ketertiban yang telah ada. Berdasarkan hal
tersebut, maka dibutuhkan tindak lanjut
intervensi dari pemerintah daerah atau dalam
hal ini pemerintah kota Balikpapan, dalam hal
mengatasi permasalahan tersebut. Bentuk
intervesi tersebut bukan hanya terbatas pada
pembuatan aturan perundang- undangan yang
tekait dengan hal tersebut namun juga tiga)
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp
5.000.000,- (Lima juta rupiah). Larangan
tersebut dibuat tentunya agar para pedagang
kaki lima tidak menganggu ketertiban yang
telah ada. Berdasarkan hal tersebut, maka
dibutuhkan tindak lanjut

intervensi dari
pemerintah daerah atau
dalam hal ini
pemerintah kota Balikpapan,
dalam hal
mengatasi permasalahan tersebut. Bentuk
intervesi tersebut bukan hanya terbatas pada
pembuatan aturan perundang- undangan yang
tekait dengan hal tersebut namun juga terhadap
instrumen penegakannya dan bagaimana
nantinya
regulasi
tersebut
dapat
di
implementasikan sesuai dengan apa yang
diharapkan bersama sehingga permasalahan
pedagang kaki lima yang berjualan disepanjang
trotoar jalan, dengan berbagai macam motifnya
baik itu dengan kendaraan bermotor maupun

yang tidak akan dapat teratasi dengan baik
sehingga visi kota Balikpapan untuk menjadi
kota layak huni ini dapat terwujud.
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota
Balikpapan.
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah usaha
sektor informal berupa usaha dagang yang
kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada
yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang
bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain

(menggunakan pikulan, kereta dorong)
menjajakan bahan makanan, minuman dan
barang-barang konsumsi lainnya secara eceran.
PKL umumnya bermodal kecil terkadang
hanya merupakan alat bagi pemilik modal
dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai
imbalan atau jerih payahnya ( Purwanti, &
Misnarti, 2010 : 1 ). Berdasarakan penelitian
dan hasil wawancara yang dilakukan oleh

penulis dengan Ibu Pranti Firdausi, S.H.
M.A.P. selaku Ketua Bidang Penegakan
Hukum Satpol PP Kota Balikpapan
menjelaskan bahwa PKL di Kota Balikpapan
memeiliki karakteristrik sebagai berikut :
1.

Lokasi
Secara garis besar umumnya para PKL yang
ada di Kota Balikpapan memilih lokasi
berjualan di tempat yang strategis dekat
dengan pusat keramaian dan sektor formal
berupa perkantoran, pelabuhan, dan pusat
keramaian lainnya. Kegiatan informal
(PKL) akan berkembang bila pada suatu
kawasan ada kegiatan formal yang dapat
menimbulkan
akumulasi
pengunjung.
Situasi ini dimanfaatkan oleh para pelaku

kegiatan informal dalam hal ini PKL untuk
mengembangkan kegiatannya, kondisi ini
sesuai dengan sifat PKL. (Purwanti, &
Misnarti, 2010 : 165 ) Misalnya di Jl.
Soekarno Hatta, Jl. Ahmad Yani, Jl.
Mulawarman, Jl. MT. Hariyono, Lapangan
Merdeka, Pasar Pandan Sari, Pelabuhan
Semayang Balikpapan, lokasi tersebut
menjadi lokasi yang banyak diminati bagi
PKL dikarenakan banyaknya aktivitas
masyarakat yang berlangsung di daerah
tersebut, sehingga dengan adanya aktivitas
masyarakat
tersebut
maka
akan
memunculkan
pola
interaksi
antara

masyarakat dan PKL.

2.Sarana Berdagang
Dalam
melaksanakan
aktivitas
perdagangannya
para
PKL
akan
menggunakan berbagai macam sarana yang

akan menampung barang
tersebut diantaranya ialah :

dagangannya

a.
Gerobak/kereta dorong
Gerobak atau kerota dorong umumnya

banyak digunakan oleh para PKL yang
berjualan dengan buah-buahan, makanan
dan minuman. Hal tersebut dapat dijumpai
di daerah Karang Anyar, Jl. MT. Haryono,
Jl.Soekarno-Hatta yang menjadi pusat
aktivitas perdagangan PKL yang berjualan
buah-buahan, makanan dan minuman.
b. Gelaran/Alas
Para PKL yang berjualan di sepanjang
trotoar akan menggunakan alas sebagai
media/sarana
berdagang
mereka
dikarenakan sarana tersebut
mudah
digunakan dan tidak membutuhkan biaya
yang tinggi dalam proses pembuatannya.
Hampir di setiap fasilitas umum atau tempat
strategis yang ada di Kota Balikpapan
dijumpai PKL yang berjualan dengan

alas/gelaran.
c. Pikulan/Keranjang
Pikulan/Keranjang adalah media/sarana
dagang yang digunakan oleh PKL yang ada
di kota Balikpapan dalam menjajakan
dagangannya. Mayoritas PKL yang
menggunakan pikulan/keranjang dapat
dijumpai
di
Pelabuhan
Semayang
Balikpapan.
d. Kendaraan bermotor/Mobil
Para PKL yang memilih kendaraan
bermotor sebagai media dagangannya
dikarenakan kendaraan bermotor lebih
efisien dalam penggunannya dan dengan
kendaraan bermotor para PKL lebih leluasa
berpindah dari satu lokasi ke lokasi strategis
yang ada di Kota Balikpapan.
e. Warung Semi Permanen
Warung semi permanen yang digunakan
oleh PKL di Kota Balikpapan umumnya
terdiri dari beberapa gerobak yang diatur
berderet dan dilengkapi dengan kursi, meja,
bangku-bangku panjang. Bentuk sarana ini
beratap dengan menggunakan terpal/bahan
yang tidak tembus air. PKL yang

menggunakan sarana ini biasanya berjulan
makanan dan minuman.
3. Jenis Dagangan PKL
Secara garis besar jenis dagangan PKL di Kota
Balikpapan yang mendominasi adalah sebagai
berikut:
a. Makanan/minuman,buah
buahan,adalah
jenis dagangan yang paling banyak
diperdagangkan oleh PKL yang ada di Kota
Balikpapan.
Umumnya
mereka
menggunakan sarana dagangan berupa
gerobak/kereta dorong dan kendaraan
bermotor untuk menampung dagangan para
PKL tersebut.
b. Aksesoris, adalah jenis dagangan yang
banyak diperdagangkan oleh para PKL di
Kota Balikpapan, dengan sarana dagangan
menggunakan alas yang digelar ditanah/di
meja.
c. Kain/pakaian, adalah barang dagangan yang
diperjual belikan oleh para PKL di Kota
Balikpapan, dengan membuat warung semi
permanen untuk menampung kain/pakaian
tersebut.
Penegakan Hukum Terhadap Pedagang
Kaki Lima yang Berjualan di Trotoar Jalan
Kota Balikpapan
Penegakan
hukum
adalah
proses
dilaksanakannya upaya untuk menegakan atau
memfungsikan norma hukum secara nyata
sebagai pedoman prilaku hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
(Soekanto,2004:10) Penegakan hukum dan
keadilan harus menggunakan jalur pemikiran
yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti
untuk merealisasikan keadilan hukum dan isi
hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis,
adil tidaknya suatu perkara. Persoalan hukum
menjadi nyata jika para perangkat hukum
melaksanakan dengan baik serta memenuhi,
menepati aturan yang telah dibakukan sehingga
tidak terjadi penyelewengan aturan dan hukum
yang telah dilakukan secara sistematis, artinya
menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum

demi terwujudnya kepastian hukum dan
keadilan hukum (Ishaq, 2009: 44).
Kota Balikpapan merupakan kota yang
terkenal dengan citranya sebagai “pintu
gerbang Kalimantan Timur” sehingga menarik
perhatian bagi para pencari kerja untuk datang
ke kota Balikpapan. Diantara para pendatang
tersebut ada yang bekerja di sektor formal dan
sektor informal, sektor informal menjadi
incaran bagi para pendatang dikarenakan tidak
membutuhkan persyaratan administrasi yang
cukup rumit. Pedagang kaki lima (PKL) adalah
satu diantara kegiatan informal di sektor
perdagangan yang banyak digeluti oleh para
pendatang dan sebagian kecil warga Kota
Balikpapan. Umumnya kegiatan perdagangan
yang dilakukan oleh para PKL menempati
sektor-sektor publik yang ada di kota
Balikpapan, diantaranya ialah trotoar jalan,
taman, pinggir atau badan jalan, depan pusat
perbelanjaan hingga diatas saluran drainase.
Kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh
PKL tersebut di satu sisi mampu mengerakan
roda perokonomian yang ada karena dapat
menjadi sumber bagi pendapatan asli daerah,
dapat menjadi alternatif untuk mengurangi
pengangguran, dan dapat melayani kebutuhan
masyarakat
khususnya
bagi
golongan
masyarakat ekonomi menengah ke bawah,
namun disisi lain kegiatan tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadapan kenyaman
warga kota Balikpapan dan bertentangan
dengan upaya pemerintah kota Balikpapan
untuk mewujudkan ketertiban umum.
Pada
dasarnya
perdagangan
yang
dilakukan oleh para PKL di Kota Balikpapan
terutama yang berjualan disekitar trotoar jalan
adalah perbuatan yang merugikan terutama
bagi pejalan kaki, banyak trotoar jalan yang
berada di Kota Balikpapan beralih fungsi yang
tadinya diperuntuhkan bagi pejalan kaki
sekarang menjadi tempat berdagang bagi para
PKL. Berdasarkan Pasal 4 huruf (c) Peraturan
Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah kota Balikpapan

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 31
Tahun 2000 Tentang Ketertiban Umum
menyebutkan bahwa melakukan kegiatan usaha
dengan menggelar, menempatkan, menumpuk
barang dagangan, dan sejenisnya di atas parit,
trotoar, dijalan umum kecuali mendapatkan
izin dari kepala daerah, sehingga dengan
berdasarkan
peraturan
daerah
tersebut
perbuatan berjualan yang dilakukakan oleh
pedagang kaki lima (PKL) disepanjang trotoar
jalan kota Balikpapan adalah perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang
undangan yang ada.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
merupakan perangkat pemerintah daerah yang
dibuat dalam rangka menyelengarakan
ketenteraman dan ketertiban umum serta untuk
menegakan Peraturan Daerah itu sendiri.
Berdasarkan pada Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi
Pamong Praja, dalam melakukan kegiatannya
Satuan Polisi Pamong Praja memiliki
kewenangan dalam melakukan penertiban,
melakukan pemeriksaan dan melakukan
tindakan represif non yustisia. Tindakan
penertiban adalah tindakan dalam rangka upaya
menumbuhkan ketaatan warga masyarakat agar
tidak melanggar ketentraman dan ketertiban
umum serta Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah. Tindakan pemeriksaan adalah
pemeriksaan
awal
sampai
dengan
dilimpahkannya hasil pemeriksaan kepada
penyidik apabila ditemukannya bukti awal
adanya pelanggaran tersebut. Tindakan represif
non yustisia merupakan tindakan yang
dilakukan oleh Satpol PP terhadap anggota
masyarakat badan hukum lainnya yang
melanggar ketentuan dan obyek tertentu yang
tidak sesuai dengan serta Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah.
Aktivitas Pedagang kaki lima (PKL) yang
berjualan di trotoar adalah perbuatan yang
melanggar hukum, oleh karenanya Satpol PP
dalam melakukan penegakan/penerapan hukum

harus didasarkan pada ketentuan ketentuan
yang berlaku. Jika penerapan/ penegakan
hukum dilakukan tidak hati-hati, tergesa gesa,
penuh amarah dan sewenang-wenang maka
akan kontraproduktif, bagi ketertiban dan
kesejahteraan umat manusia. Hukum tidak
perlu ditakuti, jika hukum itu sendiri
sesungguhnya dilaksanakan dengan sentuhan
tangan bijak, amanah dan nurani kemanusiaan,
bukan dengan keanggukan, sakit hati dan
tanpa nurani, sebagaimana lambing “Dewi
Keadilan”. Mata ditutup tangan kanan
memegang pedang yang diturunkan kebawa
dan tangan kiri keatas sambil memegang
timbangan. Lambang tersebut penuh dengan
makna, seorang dewi melambangkan sosok
wanita yang diketahui penuh dengan nurani,
mata ditutup harus dimaknai, hukum tidak
membedakan siapa yang berbuat kejahatan;
dan tangan kanan memegang pedang yang
ditunkan, mencermingkan bahwa hukum bukan
alat untuk membunuh, jika tidak diperlukan
atau ultimum remidum saja sifatnya, dan tangan
kiri
diatas
memegang
timbangan,
mencerminkan hukum harus adil dan tidak
berpihak serta hukuman (pedang) yang
dijatuhkan harus seimbang dengan berat
ringannya perbuatan pelanggaran hukum
(Bakhri, 2014: 9-10).
Proses pelaksanaan penegakan hukum
terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang
berjualan disepanjang trotoar jalan kota
Balikkapan, dalam hal ini dilakukan oleh
Satpol PP telah melakukan berbagai upaya
diantaranya ialah :
1. Penegakan hukum secara preventif
Penegakan
hukum
secara
preventif
merupakan serangkaian upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dan aparat
penegak hukum lainnya sebelum terjadinya
perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan ketentuan yang ada, hal ini
terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah
suatu pelanggaran serta memberikan ramburambu
atau
batasan-batasan
dalam

melakukan sutu kewajiban. Satpol PP Kota
Balikpapan sebagai lembaga yang diberikan
wewenang dalam melaksanakan/menegakan
peraturan daerah dalam hal ini melakukan
penegakan terhadap PKL yang berjualan
disepanjang trotoar jalan, telah melakukan
berbagai macam upaya yang sifatnya lebih
kepada pencegahan, berupa sosialisasi,
berbagai kegiatan penyuluhan, dan lain lain
seperti melakukan himbauan dengan
menggunakan mobil call center patroli di
sepanjang lokasi PKL berjualan serta
memasang berbagai papan himbauan di
wilayah strategis Kota Balikpapan.
Selain itu, Satpol PP Kota Balikpapan
juga melakukan patroli setiap hari yang
mana dalam satu hari dilakukan 3 (tiga) kali
patroli dengan tujuan untuk menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Ketertiban Umum sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perubahan
Peraturan
Daerah
Kota
Balikpapan Nomor 31 tahun 2000 tentang
Ketertiban Umum. Ada 6 (enam) regu
patroli wilayah yang berpatroli setiap
harinya yang tersebar di setiap kecamatan di
Balikpapan diantaranya :
a. Regu Patroli Wilayah Utara
b. Regu Patroli Wilayah Selatan
c. Regu Patroli Wilayah Tengah
d. Regu Patroli Wilayah Barat
e. Regu Patroli Wilayah Timur
f. Regu Patroli Wilayah Kota
Upaya-upaya preventif yang dilakukan oleh
Satpol PP adalah rangkaian dari upaya
penegakan hukum yang bertujuan untuk
menertibkan para PKL agar tidak berjualan
disepanjang trotoar jalan kota Balikpapan, dan
diharapkan dengan tidak berjualannya PKL
maka akan memberikan kenyamanan dan
ketertiban masyarakat Kota Balikpapan.
2. Penegakan Hukum Secara Represif
Penegakan
hukum
secara
represif
merupakan upaya selanjutnya yang

dilakukan oleh Satpol PP apabila upaya
preventif yang telah dilakukan masih belum
dapat memberikan pengaruh kepada para
PKL untuk tidak berjualan di sepanjang
trotoar jalan Kota Balikpapan. Penegakan
hukum refresif merupakan penegakan yang
dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran
yang dimaksudkan untuk menanggulangi
persoalan hukum berupa penegakan hukum
administrasi, penegakan hukum pidana dan
penegakan hukum perdata, dalam hal
melakukan penegakan hukum secara
represif Satpol PP melakukan tindakan
pengenaan sanksi andministratif kepada
para PKL berupa denda, sebelum
memberikan sanksi Satpol PP telah
memberikan himbauan berupa peringatan
kepada para PKL agar tidak berjualan di
sepanjang trotoar jalan kota Balikpapan.
Apabila setelah diberikan peringatan
sebanyak 3 (tiga) kali tidak dihiraukan maka
Satpol PP beserta jajarannya akan menindak
para PKL dengan cara meminta KTP dari
PKL sebagai bukti jaminan, namun apabila
dilapangan PKL tersebut tidak memiliki
KTP maka barang dagangan dari PKL
tersebut akan disita sebagai bukti bahwa
PKL tersebut telah melanggar aturan yang
termuat dalam Pasal 4 huruf (c) Peraturan
Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor
31 tahun 2000 tentang Ketertiban Umum
yang menyebutkan bahwa melakukan
kegiatan
usaha
dengan
menggelar,
menempatkan,
menumpuk
barang
dagangan, dan sejenisnya di atas parit,
trotoar, dijalan umum kecuali mendapatkan
izin dari Kepala Daerah, selanjutnya PKL
tersebut diwajibkan mengikuti proses
persidangan tindak pidana ringan yang
dilaksanakan di Kantor Satpol PP tersebut.
Namun, tidak sedikit dari para PKL yang
memiliki cara tersendiri agar mendapat KTP

lagi dengan cara mengajukan laporan
kehilangan terhadap KTP tersebut kepada
pihak kepolisian. Tetapi Satpol PP juga ikut
tidak kehabisan cara dimana pihak Satpol
PP juga membuat surat validasi ke Kantor
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Balikpapan mengenai NIK milik PKL agar
tidak bisa mengurus KTP baru karena NIK
telah diblokir.
Dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan daerah
Nomor 31 tahun 2000 tentang Ketertiban
Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah kota Balikpapan Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan
Daerah Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun
2000 Tentang Ketertiban Umum, juga
menyebutkan bahwa Pelanggaran terhadap
ketentuan larangan dan tidak memenuhi
kewajiban yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah ini, demikian pula tidak mentaati
perintah yang diberikan oleh Kepala Daerah
atau pejabat yang ditunjuk tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan dalam surat izin
yang diberikan berdasarkan Peraturan Daerah
ini diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Namun,
berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis
dengan bapak Siswanto, Sos selaku Kepala
Seksi Operasional dan Pengendalian Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Balikpapan
menyatakan bahwa umumnya sanksi yang
diberikan kepada PKL adalah sanksi
administrasi berupa denda dengan kisaran
Rp.100.000, hingga
Faktor
Faktor
yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum terhadap PKL yang
Berjualan di Trotoar
Jalan di Kota
Balikpapan
Permasalahan terkait penegakan hukum
terhadap pedagang kaki lima sering kali
mengalami kendala yang disebabkan oleh
beberapa faktor yakni :
1. Penegak Hukum
Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Ketertiban Umum sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perubahan
Peraturan
Daerah
Kota
Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Ketertiban Umum, merupakan aturan yang
mengatur tentang larangan bagi para PKL
untuk berjualan di fasiltas umum,
khususnya trotoar jalan. Menurut Siswanto
selaku Kasi Operasional dan Pengendalian
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kota Balikpapan aturan tersebut belum
memberikan efek yang jera terhadap para
PKL untuk berjulan disepanjang trotoar
jalan kota Balikpapan, sekalipun dalam
Perda tersebut dijelaskan bahwa para PKL
yang berjualan di trotoar jalan akan
diberikan sanksi administratif berupa denda
sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (Lima
juta rupiah). Namun dalam kenyataannya
didalam persidangan tindak pidana ringan
(Tipiring) yang dilakukan satu bulan sekali
di kantor Pengendalian Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Kota Balikpapan,
Majelis hakim dalam hal ini bertindak
sebagai penegak hukum hanya memberikan
sanksi administrasi berupa denda sebanyak
Rp.100.000, hingga Rp. 500.000,- kepada
PKL yang melanggar ketentuan yang
termuat dalam Perda ketertiban umum
tersebut, sehingga dengan pemberian sanksi
berupa denda yang terbilang tidak terlalu
mahal atau berat dan ditambah dengan
tuntatan kehidupan yang cukup tinggi
membuat para PKL untuk kembali berjualan
d fasilitas umum terutama trotoar jalan di
Kota Balikpapan.
2. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum terhadap PKL yang
berjualan di trotoar jalan juga
dipengaruhi oleh faktor masyarakat yang
ada di Kota Balikpapan. Masyarakat di
Kota Balikpapan umumnya memilih
berbelanja di daerah kawasan PKL
berjualan dikarenakan lokasi tersebut
mudah dijangkau karena berada dekat
dengan lokasi strategis dan barang

barang yang diperjualbelikan oleh para
PKL terbilang cukup murah dan
beragam serta didalamnya terjadi proses
tawar menawar. Dengan adanya
kebiasaan masyarakat yang membeli
barang dagangan pada PKL yang
berjualan di fasilitas umum khususnya di
trotoar jalan, secara tidak langsung
masyarakat tersebut telah mencipatakan
motivasi bagi para PKL untuk tetap
berjualan di fasilitas umum atau trotoar
jalan. Disamping itu, banyak PKL yang
berani berjualan di pinggir jalan padahal
melanggar Pasal 4 huruf (c) Peraturan
Daerah Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Ketertiban Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah kota
Balikpapan Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perubahan Peraturan Daerah
Kota Balikpapan Nomor 31 Tahun 2000
Tentang Ketertiban Umum adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya karena
tidak ada pekerjaan lain yang bisa
mereka lakukan untuk mencari nafkah.
3. Faktor Sarana dan Prasana
Penegakan hukum terhadap PKL di kota
Balikpapan juga dipengaruhi oleh faktor
sarana dan prasarana yang ada. Banyak
PKL yang tetap berjualan di fasilitas
umum,
khususnya
trotoar
jalan
dikarenakan mereka tidak memiliki
sarana dan prasarana lain yang dapat
digunakan untuk berdagang. Banyak
PKL yang ketika lapak dagangan mereka
dibongkar, menuntut relokasi dari
pemerintah kota Balikpapan. Namun
dalam kenyataanya, mereka tidak pernah
mendapat tempat khusus untuk berjualan
(relokasi) yang susuai dengan apa yang
diharapkan. Sekalipun pihak pemerintah
telah menyediakan sarana dan prasarana
berupa lokasi khusus untuk para PKL,
namun bagi para PKL lokasi yang telah
disediakan oleh pemerintah tersebut
terbilang cukup mahal dan didalamnya
terdapat aturan yang memberatkan bagi

para PKL dan lokasi loaksi yang
ditawarkan oleh pemerintah adalah
lokasi yang kurang strategis sehingga
akan mempengaruhi penghasilan dari
PKL itu sendiri.
Kesimpulan
1. Penegakan hukum terhadap pedagang kaki
lima (PKL) yang berjulan di trotoar jalan di
Kota Balikpapan dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam
melakukan penegakan hukum terhadap PKL
yang berjualan di trotoar jalan kota
Balikpapan, Satpol PP menggunakan upaya
penegakan hukum secara preventif berupa
pemberian sosialisasi terhadap PKL,
pemasangan papan himbauan di lokasilokasi strategis tempat PKL berdagang.
Disamping itu, terdapat upaya hukum
represif yaitu dengan cara merazia para
PKL yang berjualan di trotoar jalan kota
Balikpapan. Dalam razia tersebut, Satpol PP
akan menyita KTP atau barang dagangan
para PKL sebagai jaminan untuk mengikuti
proses persidangan tindak pidana ringan
(Tipiring).
2. Faktor yang mempengaruhi para PKL untuk
tetap berjualan disepanjang trotoar jalan
diantaranya yaitu faktor penegak hukum,
dikarenakan banyak aparat penegak hukum
yang memberikan sanksi ringan kepada
PKL yang terbukti berjulan di sepanjang
trotoar jalan. Disamping itu, faktor
masyarakat
karena
masih
banyak
masyarakat yang tetap mau membeli
dagangan kepada PKL yang berjualan di
sepanjang trotoar jalan. Faktor sarana dan
prasarana juga mempengaruhi, yaitu banyak
PKL yang tetap berjualan di trotoar jalan
dikarenakan mereka tidak memiliki wadah
(sarana dan prasarana) untuk ditempati
berjualan dan lokasi berdagang yang
ditawarkan oleh pihak pemerintah adalah
lokasi yang kurang strategis sehingga akan
berdampak pada penghasilan PKL itu
sendiri.

Daftar Pustaka
1. Purwanti, H dan Misnarti, 2010 : Usaha
Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki
LimadiKabupatenLumajangArgumentum,V
ol.10/No.1/2010, hlm.1
2. Soekanto,S. 2004, Faktor Faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
3. Ishaq.2009.Dasar-Dasar Ilmu Hukum.Sinar
Grafika. Jakarta
4. Bakhri,S. 2014.Sistem Peradilan Pidana
Indonesia . Pustaka Pelajar. Yogyakarta