PENENTUAN SIFAT HIDROLIKA DAN INFILTRASI

PENENTUAN SIFAT HIDROLIKA DAN INFILTRASI TANAH
MENGGUNAKAN MODEL GENUCHTEN DAN BAHASA
PEMROGRAMAN VISUAL BASIC
DETERMINATION OF HYDRAULICS AND SOIL
INFILTRATION CHARACTERISTICS USING GENUCHTEN
MODEL AND VISUAL BASIC PROGRAMMING LANGUAGE
Wirapraja Lazuardi1, Ario Wisnu Wicaksono2, Femylia Nur Utama3

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper, Kampus IPB
Dramaga, Bogor, 16680
wiraprajalazuardi@ymail.com1, awariowicaksono33@gmail.com2, femylia_utama@yahoo.com3
Abstrak : Air yang terdapat pada permukaan bumi dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya
gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Konsep infiltrasi ini relatif
baru, namun banyak kemajuan di dalam pengertian dan penentuannya yang telah dicapai pada
tahun-tahun tertentu. Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke
permukaan air tanah disebut infiltrasi. Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan
kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Kurva retensi air tanah menggambarkan jumlah air
yang dipertahankan dalam tanah di bawah ekuilibrium pada potensial matrik yang diberikan.
Perhitungan sifat hidrolika dan infiltasi tanah menggunakan data sekunder yang diambil di Kab.
Ogan Komering Ilir dengan contoh sampel sebanyak empat lokasi sampel dengan kedalaman 0-30
cm dan 30-60 cm. Berdasarkan hasil dari proses perhitungan tersebut, kadar air volumetrik jenuh

paling maksimum didapat di lokasi 1 pada kedalaman 0-30 cm sebesar 60.28 %. Serta kadar air
volumetrik residual paling maksimum berdasarkan perhitungan terdapat pada lokasi 4 di
kedalaman 0-30 cm sebesar 21.73 %. Hal tersebut menandakan pada lokasi dengan kadar air
volumetrik jenuh maksimum kadar airnya paling besar pada lokasi tersebut dibanding lokasi
sampling lainnya, dan untuk kadar air volumetrik residual terbanyak menandakan kadar air sisa
dari retensi yang paling besar kadarnya dibanding titik sampling lainnya.
Kata Kunci : Infiltrasi, Kurva Retensi Air, Model Genuchten, Visual Basic
Abstract: The water contained in the Earth's surface can be moved into the soil by the force of
gravity and capillary flow in a so-called infiltration. This infiltration is relatively new concept, but
a lot of progress in the understanding and determination that has been achieved in certain years.
The process of entry of rain water into the surface layer down to the surface of the soil and ground
water is called infiltration. Properties of a layer of the soil profile section also determines the
speed of entry of water into the soil. Soil water retention curves describe the amount of water
retained in the soil under equilibrium at a given matric potential. Calculation of hydraulics and
infiltration properties of soil using secondary data taken in the District of Ogan Komering Ilir
with examples of sample four locations to a depth of 0-30 cm and 30-60 cm. Based on the results
of the calculation process, the saturated volumetric water content obtained at the location 1 of the
maximum at a depth of 0-30 cm at 60.28%. As well as the residual volumetric water content
calculations are based on a maximum of locations 4 at a depth of 0-30 cm by 21.73%. This
indicates the location of the maximum volumetric water content of saturated water content is

greatest in those locations compared to other sampling locations, and for the residual volumetric
water content of most of the residual water content indicates the greatest retention levels than
other sampling points.
Keywords: Genuchten Model, Infiltration, Visual Basic, Water Retention Curves

PENDAHULUAN
Air yang terdapat pada permukaan bumi dapat bergerak ke dalam tanah
dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi.
Konsep infiltrasi ini relatif baru, namun banyak kemajuan di dalam pengertian dan
penentuannya yang telah dicapai pada tahun-tahun tertentu. Laju infiltrasi aktual
(fac) adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap waktu dengan
gaya-gaya kombinasi gravitasi, viskositas dan kapilaritas. Laju maksimum
presipitasi yang dapat diserap oleh tanah pada kondisi tertentu disebut kapasitas
infiltrasi (fc), untuk suatu intensitas curah hujan (i). Proses masuknya air hujan ke
dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah disebut
infiltrasi. Air yang menginfiltrasi itu awalnya diabsorbsi untuk meningkatkan
kelembaban tanah, kemudian akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke
samping (Asdak 1995).
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang
ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah

yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah
dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan
miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori
besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis
tanah tanah tersebut akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan
kapasitas infiltrasinya akan lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang
berstruktur berat.Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan.
Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung
terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama
kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah,
struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah
hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan
udara yang terdapat dalam tanah (Asdak 1995).
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi
adalah tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang
jenuh, kadar air atau lengas tanah, pemadatan tanah oleh curah hujan,
penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan
dari partikel liat, pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh
alat olah, struktur tanah, kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar
mati (bahan organik), proporsi udara yang terdapat dalam tanah, topografi atau

kemiringan lahan, intensitas hujan, kekasaran permukaan tanah, kualitas air yang
akan terinfiltrasi serta suhu udara tanah dan udara sekitar (Kodoatie dan Roestam
2005).
Besarnya laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh retensi tanah atau
kemampuan tanah untuk menahan air.Penentuan kurva retensi air tanah
merupakan langkah penting dalam pengelolaan air tanah untuk berbagai
keperluan, seperti irigasi pertanian, transpor pestisida dalam tanah, residu pupuk
dalam tanah,bahan-bahan polutan dari limbah industri ataupun perumahan yang
mengalir di dalam tanah. Kurva retensi yang merupakan hubungan antara
tegangan air tanah (hPa) dengan kadar air (cm3) menggambarkan karakteristik
penahanan matriks tanah terhadap air, kemampuan tanah untuk menyediakan air
tanaman, ataupun pola distribusi pori tanah.Pengukuran tegangan air tanah secara
konvensional dilakukan menggunakan tensiometer (Sutanto 2005).

TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan
tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas
tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Kapasitas infiltrasi terjadi
ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban
tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi,

maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya
dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu
millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer
melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir
ke sungai disekitar (Sastrodarsono dan Takeda 1999).
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan
masuknya air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah,
maka proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian
atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui poripori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan
oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga
biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi
dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air
mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan
kering (Asdak 2002).
Kurva retensi air tanah (SWC), yang didefinisikan sebagai hubungan antara
kadar air tanah dan potensi hidrolik, adalah sifat fisik penting dari materi tanah.
SWC sangat diperlukan ketika mempelajari proses aliran air dan pemodelan
pergerakan air dan zat terlarut melalui tanah yang jenuh atau ketika menghitung
ketersediaan air bagi tanaman. Rumus empiris banyak digunakan untuk

menggambarkan SWC, diantaranya Van Genuchten (VG) persamaan ini hampir
tepat untuk semua tekstur tanah.Namun, empat parameter perlu ditentukan dalam
persamaan VG, dan parameter yang tepat mempengaruhi dalam pemecahan
masalah nonlinier (Sutanto 2005).
Kurva retensi air tanah (SWC) menggambarkan jumlah air yang
dipertahankan dalam tanah (dinyatakan sebagai kadar air massa atau volume, θm
atau θv) di bawah ekuilibrium pada potensial matrik yang diberikan. SWC adalah
sifat hidrolik penting yang berhubungan dengan ukuran dan ruang pori tanah,
maka
sangat
dipengaruhi
oleh
tekstur
dan
struktur
tanah,
dan dengan konstituen lainnya termasuk bahan organik. Pemodelan distribusi air
dan aliran dalam tanah sebagian jenuh membutuhkan pengetahuan tentang SWC,
oleh karena itu SWC memegang peran penting dalam pengelolaan air dan
prediksi zat terlarut serta transportasi kontaminan dalam lingkungan. Biasanya

SWC sangat nonlinear dan relatif sulit diperoleh secara akurat. Karena potensial
matrik meluas selama beberapa kali lipat untuk rentang kadar air biasa ditemui
dalam aplikasi praktis, potensial matriks sering diplot pada skala logaritmik
(Kodoatie dan Roestam 2010).

METODE PRAKTIKUM
Perhitungan sifat hidrolika dan infiltasi tanah menggunakan data sekunder
yang diambil di Kab. Ogan Komering Ilir dengan contoh sampel sebanyak empat
lokasi sampel dengan kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Perhitungan kurva
retensi air tanah dapat dibuat dengan beberapa pendekatan, pada praktikum ini
menggunakan model Genuchten berikut, yaitu :
[ ]

Keterangan :
θ
: Kadar air volumetrik (cm3/cm3)
θs
: Kadar air volumetrik jenuh (cm3/cm3)
θr
: Kadar air volumetrik residual (cm3/cm3)

h
: Hisapan tanah(cm)
α
: Hisapan tanah pada saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah (cm)
n dan m: Koefisien (m = 1 – 1/n)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air tanah pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh nilai
retensinya.
Retensi air tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan air
yang ada di dalamnya. Semakin tinggi nilai retensi air tanah menyebabkan
semakin besar kemampuan tanah untuk menahan air tanah, sehingga kadar air
tanah semakin tinggi. Selain dipengaruhi oleh retensi, kadar air tanah juga
dipengaruhi oleh kedalaman tempat beradanya air tanah tersebut.
Setelah melakukan perhitungan dan percobaan menggunakan model
Genuchten dan Visual Basic, dari keempat sampel lokasi dan dua kedalaman yang
berbeda (0-30 cm dan 30-60 cm) didapat beberapa data untuk kurva retensi air
tanah yaitu nilai θs; θr ; α; n dan m pada masing-masing sampel tanah. Data
tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Perhitungan Kurva Retensi Air Tanah Contoh Sampel

Lokasi 1

Lokasi 2

Lokasi 3

Lokasi

Lokasi 4

d (cm)
0-30

30-60

0-30

30-60

0-30


30-60

0-30

30-60

θs

60,28%

51,22%

47,41%

47,21%

49,62%

44,63%


51,93%

53,24%

θr

20,00%

20,00%

20,00%

20,00%

20,00%

20,00%

21,73%

20,00%

α

100

100

100

100

100

100

100

100

n

1,368968671

1,379370595

1,403934751

1,400795537

1,434697724

1,504715706

1,337396721

1,264519926

m

0,27

0,28

0,29

0,29

0,30

0,34

0,25

0,21

Berdasarkan Tabel tersebut, pada lokasi 1 pada kedalaman 0-30 cm kadar air
volumetrik jenuh sebesar 60.28 %, kadar air volumetrik residual sebesar 20 %,
hisapan tanah pada saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah sebesar 100 cm,
koefisien n sebesar 1.368968671 dan koefisien m sebesar 0.27. Pada lokasi 1 dan
kedalaman 30-60 cm kadar air volumetrik jenuh sebesar 51.22 %, kadar air
volumetrik residual sebesar 20 %, hisapan tanah pada saat udara mulai masuk ke
pori-pori tanah sebesar 100 cm, koefisien n sebesar 1.379370595 dan koefisien m

sebesar 0.28. Pada lokasi 2 pada kedalaman 0-30 cm kadar air volumetrik jenuh
sebesar 47.41 %, kadar air volumetrik residual sebesar 20 %, hisapan tanah pada
saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah sebesar 100 cm, koefisien n sebesar
1.403934751 dan koefisien m sebesar 0.29. Pada lokasi 2 pada kedalaman 30-60
cm kadar air volumetrik jenuh sebesar 47.21 %, kadar air volumetrik residual
sebesar 20 %, hisapan tanah pada saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah
sebesar 100 cm, koefisien n sebesar 1.400795537 dan koefisien m sebesar 0.29.
Pada lokasi 3 pada kedalaman 0-30 cm kadar air volumetrik jenuh sebesar 49.62
%, kadar air volumetrik residual sebesar 20 %, hisapan tanah pada saat udara
mulai masuk ke pori-pori tanah sebesar 100 cm, koefisien n sebesar 1,434697724
dan koefisien m sebesar 0.30. Pada lokasi 3 pada kedalaman 30-60 cm kadar air
volumetrik jenuh sebesar 44.63 %, kadar air volumetrik residual sebesar 20 %,
hisapan tanah pada saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah sebesar 100 cm,
koefisien n sebesar 1.504715706 dan koefisien m sebesar 0.34. Pada lokasi 4 pada
kedalaman 0-30 cm kadar air volumetrik jenuh sebesar 51.93 %, kadar air
volumetrik residual sebesar 21.73 %, hisapan tanah pada saat udara mulai masuk
ke pori-pori tanah sebesar 100 cm, koefisien n sebesar 1.337396721 dan koefisien
m sebesar 0.25. Pada lokasi 4 pada kedalaman 30-60 cm kadar air volumetrik
jenuh sebesar 53.24 %, kadar air volumetrik residual sebesar 20 %, hisapan tanah
pada saat udara mulai masuk ke pori-pori tanah sebesar 100 cm, koefisien n
sebesar 1.264519926 dan koefisien m sebesar 0.21.
Tabel 2 Variabel pada Contoh Sampel Lokasi 1 Kedalaman 0-30 cm
pF

h (cm)

Data

Model

1

10

52,60%

52,87%

2

100

48,70%

48,75%

2,54

347

43,60%

42,99%

4,2

15849

28,30%

28,70%

Pada data yang berada pada tabel 1 dapat terlihat 4 data yang satu sama
lainya saling memengaruhi, yaitu pF, kedalaman (h), data (nilai kadar air yang
sesuai dengan pengukuran di lapangan, dan model (nilai kadar air tanah
berdasarkan hasil dari perhitungan menggunakan VB). Berdasarkan tabel 1 dapat
terlihat hubungan antara kedalaman dan kadar air yang berbanding terbalik,
artinya pada kedalaman tanah yang semakin dalam kadar air akan semakin
rendah. Jika dihubungkan dengan nilai retensinya dapat diketahui bahwa pada
kedalaman tanah yang semakin dalam, nilai retensinya semakin menurun.

Hisapan Matrik / h (cm)

100000
10000
1000
100
10
1
0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

VWC (%)
Gambar 1 Kurva Retensi Air Logaritmik untuk Lokasi 1 Kedalaman 0-30 cm

Pada kurva logaritmik diatas ditunjukkan hubungan antara kedalaman
tanah dengan nilai kadar air tanahnya. Selain hubungan antara kedalaman dan
kadar air tanah, ditunjukkan jugan hubungan air tanah dengan pF. Pengertian pF
yaitu logaritma tekanan air dalam satuan cm H2O. Pada tabel satu ditunjukkan
bahwa nilai pF berbanding terbalik dengan kadar air tanah pada kedalaman
tertentu, artinya semakin tinggi logaritma tekanan air menyebabkan kadar air
tanah semakin tinggi.
Software yang digunakan yaitu Visual Basic dan Solver . Visual basic
digunakan dengan membuat rumusnya terlebih dahulu untuk selanjutnya
digunakan untuk perhtungan yang lain, cara tersebut mampu menghemat waktu
pengerjaan pemodelan. Solver digunakan untuk menentukan kadar air yang ideal,
yaitu dengan membuat nilai kadar air pada perhitungan melalui Visual Basic
tidak berbeda jauh dengan nilai kadar air pada pengkuran langsung. Pada tabel 1
dapat terlihat bahwa perbedaan antara nilai kadar air data dengan model sedikit
yaitu 0.05-0.40% saja dengan perbedaan tertinggi pada nilai pF = 4.2 dan yang
terendah pada nilai pF = 2. Pada praktikum kali ini nilai kadar air model dengan
kedalaman dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti saturated VWC, residual
VWC, dan air entry suction.
Tabel 3 Parameter Kurva Retensi Air Lokasi 1 Kedalaman 0-30 cm
Parameters

Value

θs

53,24%

Saturated VWC

θr

20,00%

Residual VWC

α

100

n

1,264519926

Parameter
1-1/n

m

0,21

R2

1,00

Error

0,000

Unit

cmH20

Notes

Air Entry Suction

Tabel 3 di atas menunjukkan beberapa parameter yang digunakan dalam
perhitungan untuk mendapatkan data pemodelan. Pengetahuan tentang kadar air
dalam pemodelan menggunakan dapat bermanfaat dalam bidang teknik sipil dan
lingkungan. Pengetahuan tersebut dapat membantu dalam perhitungan dengan
data yang sangat banyak, sehingga dapat meminimkan waktu yang terpakai. Pada
bidang teknik sipil dan lingkungan pengetahuan tersebut sangat bermanfaat dalam
menentukan desain atau jenis bangunan yang ingin dibuat, dengan menyesuaikan
terhadap nilai pF dan kadar air tanahnya.
Berdasarkan hasil dari proses perhitungan tersebut, kadar air volumetrik
jenuh paling maksimum didapat di lokasi 1 pada kedalaman 0-30 cm sebesar
60.28 %. Serta kadar air volumetrik residual paling maksimum berdasarkan
perhitungan terdapat pada lokasi 4 di kedalaman 0-30 cm sebesar 21.73 %. Hal
tersebut dapat berbeda-beda hasilnya tergantung dari ketelitian yang digunakan,
tetapi tidak akan berbeda jauh rentang error antara alat yang satu dengan yang
lain sehingga hasil yang didapat akan tetap valid walaupun berbeda.

SIMPULAN
Kadar air volumetrik jenuh paling maksimum didapat di lokasi 1 pada
kedalaman 0-30 cm sebesar 60.28 %. Serta kadar air volumetrik residual paling
maksimum berdasarkan perhitungan terdapat pada lokasi 4 di kedalaman 0-30 cm
sebesar 21.73 %. Hal tersebut menandakan pada lokasi dengan kadar air
volumetrik jenuh maksimum kadar airnya paling besar pada lokasi tersebut
dibanding lokasi sampling lainnya, dan untuk kadar air volumetrik residual
terbanyak menandakan kadar air sisa dari retensi yang paling besar kadarnya
dibanding titik sampling lainnya.

Saran
Untuk mengoptimalkan sifat hidrolika dan infiltrasi pada tanah, sebaiknya
untuk daerah drainase dan irigasi tidak dibangun bangunan beton atau
infrastruktur yang dapat menghambat masuknya air ke dalam tanah karena akan
mengurangi kapasitas retensi dari tanah tersebut sehingga apabila tetap dibangun,
maka akan berdampak banjir di daerah tersebut. Sebaiknya dilakukan pengelolaan
yang banyak agar fungsi retensi dari tanah tetap berjalan dengan baik.

Daftar Pustaka
Asdak C.1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID)
: Gadjah Mada Press.
Kodoatie RJ, Roestam S. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta (ID) : Andi.
Kodoatie RJ, Roestam S. 2010. Tata Ruang Air . Yogyakarta (ID) : Andi.
Sastrodarsono S, Takeda K. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Bandung (ID) :
Pradnya Paramitha.
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan . Yogyakarta
(ID) : Kanisius.

LAMPIRAN 1 Screenshot Bahasa Program