OBJEKTIVITAS DAN SUBJEKTIVITAS TAFSIR TE

I lna Uitahtddin, Jvh

rssN

2007,hlm.

1 1

5-130

\rol.

6,

No.

2

1412-5188

OBYEIilIVITAS DAN SUBYEKTIVITAS TAFSIR TEOLOGIS: DARI METoDE

KOI{VENS I ONAL'ULOM AL-QUR'AN HINGGA HERMEI{EUTIKA
NASHR

'

HATT,TTO

ABO ZAYD

Wardani
A[ahasiswa S-3

IAIN

Sttnan Ampel Sarabala, e-rnail; u,ardani@yaltao.co.id

Diterima tanggal 22 Agustus 2007 /Disenjui tanggal 25 Septemb cr 2007

Absttaksi: Every Qur'anic exegesis, both in classical and modem style, has been rvritten in the
light of assumptions presupposed by its author. This makes no exegesis substantially can be

free from subjectivity of the interpreter in different degree. Besides, the interpreter's social,
educational, environmental, and, even, ideological orientadons constitute the subjective
dimensions of the Qur'anic exegesis. Although, the interpreter wi-ll be faced by the d:rnger of
his subiectivity, interpreting the Qut'anic verses is a must for explanation of God's messages to
His servants, so that the ulfrm al-pur'in (the sciences of the Qur'in), as systematized by eady
Islamic leading figures, such as az-Zarkas6, and as-Suy0thi, have been found to answer the
need of how the interptetation of the Qur'an should be built on objective pdnciples. Both
subiectivity and objectivity r.vithin the discourse of uliint al-pur'kn invariably nright be embodied
in both lafsir and ta'wi/. Within eDistemological context, the latter is fundamentaily the fonner,
but, as maintained by modem interpreter such as Nashr Himid Ab0 Zayd, ir ains at searching
for the deep meaning (r/,rglt;4 behind the extemal text (di/6lah). Finally, rhe present arrthoi
bdngs the discussion on the objectir-in' to the rvell-known apptoach to Qut'an, at-tufiir a/mawdhf i. Compared with analytical approach (ta/2/i/4, it seems to be "reacllrg" the
Qur'an more
objectively.

Kata kunci: Herineneutika, Tafsir, Ta's,il, Talu,in, Makna (Dilalnl),signitikansi
Ofngby\

PENDAHULUAN
Dalam st:gdr ulfrm a/-pur'6n, biasanya

dibedakan
tafsir dan /a'ui/.t Yang
^nt^ra
pertama terbatas pada upaya pemahaman

^y^t-^y^t

Alqur'an dari dimensi

sedangkan

kedua

luarnya,
mengandaikan

penelusuran yang lebih mendalam. WiJayah
kedua lebih rentan terhadap tuduhan
subyektivitas yang b"6oto tinggi
dibandingk2n yang pertarna. Para ulama,


lDi

antara ulama ada yang menyamakan,
namun sebagian lxsar membedakannya, seperti ar-

Righib al-Ashfihini dan Abri Thilib ats,Tsa'labi.
Lihat Nluhammad l{usyan adz-Dzahabi, at-Tafsir wa
al-M4fa.rsiriin (Beirut Dir al-Fikr, 1916/1316), juz I,
h.19-22.

termasuk lv{uhammad !{usa1n adz-Dzababi
dalam at-Tafiir ua al-fofrJasrifin, akhirnya,
mempetakan dua kecenderungan tafsir bi arra 1t kepada tqf:ir bi ar-ru
1 al-na4ntiid (tcrpuji)
dan lafsir bi ar-ra'y al-modryziim (tercela).z
Tentu saia, tidak sernua paker setuju dengan
klasifikasi ini" karena dianggap akan
mengengkang kebebasan berpikir dan
menjadikan pemeluk ageim^ iaruh ke dalam

kutatan teks. Namun, adz-Dzahabi menarik
akar la'wil dekat menyadi jauh karena a.da
faktor-faktor subyektivitas, sehingp apa
yang disebut rasional bisa dijadikan sebagai
"dalih" (plea), karcna tafsir sebenarnva iuga
adalah produk budava dalam pengertian
bahwa tafsir adalah pemahaman manusia

I16 \VARDANI

O b1e

terhadap teks yang sangat dikondisikan oleh
faktor-faktor yang mendahuluinya: prakonsepsi-pra-konsepsi, latarbelakang sosiohistotis, pendiclil:an, dan idcologi-ideologi
yang, ciisadari aiau ddak, mcrrrpcngaruhi
tafsir. Faktor-faktor tcrscbutlah yang
memtrnculkan polarisasi tafsir kepada bi ardan kecenderunganiuayah-ar-ra jt,
keccndcrungan Qtt/'ih). Di samping itu,
perbedaan aiir:rn dan kecenderungan juga
dikondisikan oleh perbedaan pemahaman

bahasa yang sesunepuhnya merupakan
faktor internal tcks.3 Dengan katz lain,
pemahaman rnanusia terhadap teks-teks alQur'an pal!t+
s

4,1

tt'.dJ..oll

,rs

y

,}lJr

,j *l,ul o$$ ti.

Jadi, ada dua macam kesalahan yang
disebabkan oleh tidak hanya kurangnya
kredibiltas keilmuan penafsir, juga katena


faktor ideologis, vaitu

kesalahan

menempatkan makna-makna Qna'iinfl vang
mendahului tcks (pra-konsepsi atau ideologi)
dan kekcliruan katcna kekakuan memahami
teks, tanpa mclihat konteks dan subvek yang
diruju. Kesalahan kategori pertame bisa

dikategorikan kepada

dua

kesaiahan.

Pertama, kesalahan karena "mencopot" atall
"membunuh" ungkapan teks, sckalipun
makna yang diinginkan tidak bertentangan


dengan teks. Kedua, kesalahan karena
rnenetapkan tta'nfr (pemahaman ,yang
menclahultri teks) yarg sebennmva sama
sekali tidak ditunjuki oleh unekapan teks
dan yang dimaksudkan. Jika pengettian vang
dipahsakan penafsir adalah keliru, maka

kesalahan tersebut adalah kesaiahan pada

nadlii/. Sedangkan, iik^ pengertian )'ang
dipaksak.rn kepada teks adalah benar,
namun tidak terkandung dalam teks, maka
kesalahan temebut adalah kesalahan pada
dalil, tidak pada nadlii/. Kesalehan bisa
teriadi pada keduanya.l5

2

I 19


Dcngarr dcnikian,

problem
pembacaan Alqur'an ada.lah problem
bagaimana penafsir mengintcraksikan sccafa
hati-hati dengan sejumlah perangkat
keilmuan tafsir dan dengan innl/ectua/ exertise
vang kuat antara dua kutub penting clalam
tafsir, vaitu lufT! dan ma'nd. Terlihat dengan
jelas, sebagaimana juga dijelaskan oleh
lrluhammad Abid al-Jibiri dalam konteks

epistemologi ltaldni (eksplanatif)

.vang

meniadi model berpikir fqahii',

nilaka//imin, dan para penafsrr, teks (naslt)

memiiilii otoritas (nrlrltal) y^ng kokoh,
sehingga pcmbacaan tcks meniscayakan

penlpasaan perangl