Konsep DAN LAPORAN DAN PPH

PETA PERMASALAHAN HUKUM
TERKAIT PENEGAKAN HUKUM
KEIMIGRASIAN
TERHADAP TENAGA KERJA ASING
DI WILAYAH DKI JAKARTA

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam

rangka

pelaksanaan

analisis

dan


evaluasi

hukum

nasional, Kementerian Hukum dan HAM telah membentuk Pusat
Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional sebagai salah satu unit eselon II
di Badan Pembinaan Hukum Nasional berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, c.q. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun
2015 tentang Struktur Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan
HAM.
Pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum merupakan salah satu
agenda “Revitalisasi Hukum” yang akan segera dikeluarkan oleh
Presiden Joko Widodo agar dapat mendeteksi peraturan perundangundangan

bermasalah

akibat

hyperregulasi,


tumpang

tindih,

disharmonis, kontradiktif, multitafsir, tidak efektif atau menyebabkan
biaya

tinggi,

serta

pencabutannya.

merekomendasikan

Mengingat

begitu


banyak

perubahan
dan

atau

kompleksnya

permasalahan yang ada, maka pelaksanaan kegiatan analisis dan
evaluasi harus memperhatikan peta permasalahan hukum yang ada di
seluruh daerah.
Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan peta permasalahan
hukum yang dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM perlu bersinergi dengan kegiatan analisis dan evaluasi
hukum nasional yang dilaksanakan oleh Pusat Analisis dan Evaluasi
Hukum

Nasional


Badan

rekomendasi

yang

penyusunan

pembangunan

informasi

dari

Pembinaan

dihasilkan

daerah


dapat

hukum

mengenai

Hukum
digunakan

secara

Nasional,
sebagai

nasional.

permasalahan

agar
bahan


Data

hukum

dan

sangat

diperlukan bukan hanya bagi pembangunan dan pembentukan hukum
di daerah yang bersangkutan, tetapi juga sebagai bahan bagi
perencanaan pembangunan hukum nasional agar pembangunan
tersebut aplikatif di daerah. Oleh karena itu data dan informasi yang
2

akurat mengenai permasalahan hukum di daerah akan sangat
membantu terciptanya perencanaan hukum terpadu dan sistematis
baik di pusat maupun di daerah.
Berdasarkan


Surat

Keputusan

Kepala

Kantor

Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Nomor : W10.HN.01.05 -64
Tahun 2016 tentang Tim Penyusunan Peta Permasalahan Hukum
Tahun 2016, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta
melakukan Penyusunan Peta Permasalahan Hukum Terkait Penegakan
Hukum Keimigrasian Terhadap Tenaga Kerja Asing Di Wilayah Dki
Jakarta. Topik ini dinilai sangat menarik melihat dari berbagai macam
peristiwa yang terjadi di Indonesia ini yang merupakan dampak
terhadap komunitas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Kota Jakarta
telah kedatangan banyak pekerja asing. Berdasarkan data Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, saat ini,

jumlah pekerja asing di Jakarta sudah mencapai 5.000 orang. 1 Mereka
bekerja di berbagai bidang pekerjaan seperti industri, garmen,
infrastruktur,

teknik

sipil,

bidang

teknologi

informatika

dan

sebagainya. Kepala Disnakertrans DKI Jakarta, Priyono mengatakan
Pemprov DKI tidak dapat melarang orang asing bekerja di Jakarta.
Apalagi sudah memasuki masa MEA, yang membuka peluang pekerja
asing dapat bekerja di Jakarta bersama-sama pekerja lokal. “Sampai

saat ini, ada sekitar 5.000 tenaga asing yang bekerja di Jakarta.
Selama

mereka

mempunyai

izin

bekerja

yang

legal

dan

perusahaannya tidak melanggar peraturan, maka tidak akan menjadi
masalah, akan tetapi permasalahan dapat terjadi jika para Tenaga
Kerja Asing itu melanggar ketentuan. Hal ini lah yang menjadi sorotan

kami melakukan penyusunan Peta Permasalahan Hukum Terkait
Penegakan Hukum Keimigrasian Terhadap Tenaga Kerja Asing.
Pada hakikatnya Keimigrasian merupakan suatu rangkaian
kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta
pengaman terhadap lalu lintas masuk serta keluar orang ke dalam

1

http://www.beritasatu.com/aktualitas/349285-5000-pekerja-asing-bekerja-di-dkijakarta.html

3

wilayah Republik Indonesia, serta pengawasannya dalam rangka
menjaga tegaknya kedaulatan negara.
Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran
Keimigrasian

dapat

diartikan


Keimigrasian. Dimana

konsep

dalam
ini

konsep

4

menyatakan

(empat)

fungsi

bahwa

sistem

Keimigrasian, baik ditinjau dari budaya hukum keimigrasian, materi
hukum (Peraturan

Hukum)

keimigrasian,

lembaga,

aparatur,

mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum
keimigrasian dalam operasionalisasinya harus selalu mengandung 4
(empat) fungsi keimigrasian yaitu Fungsi Pelayanan Keimigrasian,
Fungsi Penegakan Hukum, Fungsi Keamanan Negara, dan Fungsi
Fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat.
B. Metode Pengumpulan Data
Penulisan laporan Peta Permaslahan Hukum Terkait Penegakan
Hukum Keimigrasian Terhadap Tenaga Kerja Asing di Wilayah DKI
Jakarta ini menggunakan metode normatif, empirik.

4

BAB II
PENYAJIAN DATA PERMASALAHAN HUKUM
A. Dilihat dari Peraturan Keimigrasian
Keimigrasian
pemberian

merupakan

pelayanan

dan

suatu

rangkaian

penegakan

hukum

kegiatan
serta

dalam

pengaman

terhadap lalu lintas masuk serta keluar orang ke dalam wilayah
Republik Indonesia, serta pengawasannya dalam rangka menjaga
tegaknya kedaulatan negara.
Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran
Keimigrasian

dapat

Keimigrasian.

diartikan

Dimana

dalam

konsep

ini

konsep

4

menyatakan

(empat)

fungsi

bahwa

sistem

Keimigrasian, baik ditinjau dari budaya hukum keimigrasian, materi
hukum

(Peraturan

Hukum)

keimigrasian,

lembaga,

aparatur,

mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum
keimigrasian dalam operasionalisasinya harus selalu mengandung 4
(empat) fungsi keimigrasian yaitu:
1. Fungsi Pelayanan Keimigrasian
Salah

satu

fungsi

keimigrasian

adalah

fungsi

penyelenggaraan pemerintahan atau administrasi negara yang
mencerminkan aspek pelayanan. Dari aspek itu imigrasi dituntut
untuk memberikan pelayanan prima di bidang keimigrasian, baik
5

kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing
(WNA). Pelayanan bagi Warga Negara Indonesia terdiri dari:
 Pemberian Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), dan PLB
 Pemberian Tanda Masuk dan Tanda Keluar Pelayanan bagi
Warga Negara Asing terdiri dari:
a. Pemberian Dokumen Keimigrasian (Dokim) berupa : Kartu
Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap
(KITAP), Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM) bagi
Awak alat angkut.
b. Perpanjangan Izin Tinggal berupa : Visa Kunjungan Satu Kali
Perjalanan, Visa Kunjungan Saat Kedatangan.
c. Perpanjangan Dokim meliputi Perpanjangan KITAS, KITAP,
DAHSUSKIM.
d. Pemberian Izin Masuk Kembali, Izin Bertolak, Tanda Masuk
dan Tanda Keluar.

2. Fungsi Penegakan Hukum
Dalam pelaksanaan tugas Keimigrasian, keseluruhan aturan
Hukum Keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang
berada di dalam wilayah negara hukum. Negara Republik Indonesia
baik itu Warga Negara Indonesia atau WNA. Penegakan hukum
keimigrasian terhadap warga Negara Indonesia ditujukan pada
permasalahan:
 Pemalsuan Identitas
 Pertanggungjawaban Sponsor
 Kepemilikan Paspor Ganda
 Keterlibatan

dalam

pelaksanaan

pelanggaran

aturan

Keimigrasian Penegakan Hukum Keimigrasian kepada Warga
Negara Asing ditujukan pada permasalahan:
1. Pemalsuan Identitas Warga Negara Asing (WNA)
2. Pendaftaran Orang Asing (POA) dan Pemberian Buku
Pengawasan Orang Asing (BPOA)
6

3. Penyalahgunaan Izin Tinggal
4. Masuk secara tidak sah (Illegal Entry) atau Tinggal secara
tidak sah (Illegal Stay).
5. Pemantauan atau Razia
6. Kerawanan Keimigrasian secara Geografs dalam perlintasan.
Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan
oleh imigrasi Indonesia juga mencakup penolakan pemberian tanda
masuk,

tanda

keluar

pada

tempat

pemeriksaan

imigrasi,

pemberian izin tinggal keimigrasian dan tindakan keimigrasian.
Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat
administratif. Sementara itu, dalam hal penegakan hukum yang
bersifat Pro Justitiayaitu kewenangan penyidikan tercakup tugas
penyidikan

dalam

mencakup

(pemanggilan,

penangkapan,

penggeledahan,

penyitaan),

pelanggaran

keimigrasian

penahanan,
pemberkasaan

pemeriksaan,
perkara,

serta

pengajuan berkas perkara ke penuntut umum yang nantinya dalam
proses

pelaksanaan

tersebut

imigrasi

melakukan

koordinasi

dengan beberapa instansi terkait seperti Kepolisian, Pengadilan
Negeri, dan Kejaksaan.

3. Fungsi Keamanan Negara
Imigrasi berfungsi sebagai penjaga pintu gerbang negara.
Dikatakan demikian karena Imigrasi merupakan institusi pertama
dan terakhir yang menyaring kedatangan dan keberangkatan
orang asing ke wilayah Republik Indonesia. Pelaksanaan fungsi
keamanan

yang

ditujukan

kepada

warga

negara

Indonesia

dijabarkan melalui tindakan pencegahan ke luar negeri bagi warga
negara Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung,
Kepala

Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia,

Ketua

Komisi

Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Narkotika Nasional, atau
pimpinan

Kementerian/lembaga

yang

memiliki

kewenangan

pencegahan.
7

Sedangkan dalam pelaksanaan penangkalan bagi warga
negara Indonesia dikarenakan tidak sesuai dengan prinsip dan
kebiasaan Internasional yang menyatakan seorang warga negara
tidak boleh dilarang masuk ke negaranya sendiri. Pelaksanaan
fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara Asing
(WNA) adalah:
-

Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang
asing melalui pemeriksaan permohonan Visa,

-

Melakukan kerjasama dengan aparatur keamanan negara
lainnya khususnya di dalam memberikan supervise perihal
penegakan Hukum Keimigrasian,

-

Melakukan operasi Intelijen Keimigrasian bagi kepentingan
Negara,

-

Melakukan pencegahan dan penangkalan yaitu larangan bagi
seseorang

untuk

meninggalkan

wilayah

Indonesia

dalam

jangka waktu tertentu dan/atau larangan untuk memasuki
wilayah Indonesia dalam waktu tertentu.
4. Fungsi Fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat
Dampak
perekonomian

era

globalisasi

negara

telah

Republik

mempengaruhi
Indonesia

dan

system
untuk

mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundanganundangan,

baik

di

bidang

ekonomi,

industri,

perdagangan,

transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu
lintas orang dan barang. Perubahan tersebut diperlukan untuk
meningkatkan intensitas hubungan Negara Republik Indonesia
dengan dunia Internasional yang mempunyai dampak sangat besar
terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian.
Penyederhanaan prosedur Keimigrasian bagi investor asing
yang menanamkan modalnya di Indonesia perlu dilakukan antara
lain memberika kemudahan izin tinggal tetap bagi para penanam
modal yang telah memenuhi syarat tertentu sehingga diharapkan
akan tercipta investasi yang menyenangkan dan dalam hal itu akan
8

lebih menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, harus diingat
bahwa di era sekarang ini aspek hubungan kemanusian yang
selama

ini

bersifat

nasional

Internasional,

terutama

kesejahteraan.

Untuk

di

berkembang
bidang

mengantisipasinya,

menjadi

bersifat

perekonomian
perlu

menata

demi
atau

mengubah peraturan perundang-undangan, secara sinergi baik di
bidang

ekonomi,

industri,

perdagangan,

transportasi,

ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan
barang yang dapat menfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Perubahan
itu diperlukan guna meningkatkan intensitas hubungan negara
Republik Indonesia dengan dunia internasional yang mempunyai
dampak sangat besar pada pelaksanaan fungsi dan tugas pokok
keimigrasian serta menghindari adanya tumpang tindih peraturan.
Di dalam perkembangan 4 (empat) fungsi imigrasi merupakan
pergeseran dari perubahan Trifungsi Imigrasi sebelumnya yang
dituntut adanya perubahan yang disampaikan oleh Yusril Ihza
Mahendra yaitu:2
“Trifungsi Imigrasi yang merupakan ideology atau pandangan hidup
bagi setiap kebijakan dan pelayanan Keimigrasian harus diubah
karena perubahan zaman. Paradgima konsepsi keamanan saat ini
mulai bergeser, semula menggunakan pendekatan kewilayahan
(territory) yang hanya meliputi keamanan nasional (national security)
berubah menjadi pendekatan yang komprehensif selain keamanan
nasional juga keamanan warga masyarakat (human security) dengan
menggunakan pendekatan hukum. Mendukung konsepsi tersebut,
saya hanya memberi pesan agar insane Imigrasi mengubah cara
pandang mengenai konsep keamanan yang semula hanya sebagai
alat kekuasaan, agar menjadi aparatur yang dapat memberikan
kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan hukum dan
dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak
2

http://www.suduthukum.com/2016/11/fungsi-keimigrasian.html

9

dari

berbagai

tantangan

itu,

sudah

waktunya

kita

membuka

cakrawala berpikir yang semula hanya dalam cara pandang ke dalam
(inward looking) menjadi cara pandang ke luar (outward looking) dan
mulai mencoba untuk mengubah paradigma Trifungsi Imigrasi yang
pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum, dan
sekuriti agar diubah menjadi Trifungsi Imigrasi baru yaitu sebagai
pelayan masyarakat, penegakan hukum dan fasilitator pembangunan
ekonomi.”
Hal tersebut yang menjadi salah satu pemikiran perubahan
Trifungsi

Imigrasi

berdasarkan

perkembangan

jaman

dan

era

globaliasai sekarang ini menjadi 4 (empat) fungsi Imigrasi dengan
ditambah fungsi fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat .
Secara yuridis, Pasal 1 angka (1) UU No. 6 Tahun 2011
menegaskan sebagai berikut:“Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas
orang

yang

pengawasannya

masuk
dalam

atau

keluar

rangka

Wilayah

menjaga

Indonesia

tegaknya

serta

kedaulatan

negara”. Dengan demikian jelas bahwa beban orientasi fungsi Imigrasi
Indonesia lebih kepada menjaga pintu gerbang negara dari setiap
potensi ancaman orang asing. Sehingga fungsi pengawasan harus
diutamakan, demi tercapainya kedaulatan negara. Negara yang
berdaulat merupakan cerminan berfungsinya Imigrasi di negara
tersebut.
Dapat disebutkan satu dari sekian banyak ketentuan hukum
dalam UU No. 6 Tahun 2011 yang menjadi “khas Imigrasi” tentu Pasal
75 ayat (1) UU No 6 Tahun 2011. Pasal tersebut menyatakan
bahwa“Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Adminstratif
Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia
yang

melakukan

membahayakan
menghormati

kegiatan

keamanan
atau

tidak

berbahaya
dan

dan

ketertiban

menaati

patut

umum

peraturan

diduga

atau

tidak

perundang-

undangan”. Disadari atau tidak, pasal ini merupakan aturan hukum
yang menjadi dasar bagi setiap Pejabat Imigrasi untuk dapat secara
maksimal mengawal dan menjaga pintu gerbang negara dari setiap
ancaman orang asing yang hendak masuk ke wilayah Indonesia.
10

Berdasarkan pasal ini, setiap Pejabat Imigrasi dapat melakukan
tindakan administratif berupa pencatuman dalam daftar pencegahan
atau penangkalan, pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin
Tinggal, pengenaan biaya beban, bahkan melakukan deportasi dari
wilayah Indonesia (vide Pasal 75 ayat 2 UU No. 6 Tahun 2011). Pejabat
Imigrasi yang melakukan tindakan administratif dimaksud, dapat
bersandar pada klausul “dugaan” semata, atau menganggap orang
asing tersebut tidak memiliki manfaat (asas kemanfaatan) bagi
negara Indonesia, berdasarkan asas kebijakan selektif (selective
policy priniciple). Jadi dalam hal ini tidak berlaku asas praduga tidak
bersalah (presumption of innocence principle). Hal ini berbeda apabila
kita samakan dengan proses pro justitia (penegakan hukum) di bidang
hukum lain yang harus berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah dan
keyakinan hakim (Pasal 183 KUHAP). Disinilah letak hak ekslusif
(previlege rigths) setiap Pejabat Imigrasi yang tidak dimiliki oleh
penegak hukum di instansi lainnya.
Hukum Keimigrasian Indonesia merupakan cerminan harga diri
bangsa. Adagium populer menyebutkan: “Seseorang tidak akan
disebut besar, kalau ia tidak membesarkan dirinya sendiri”. Oleh
karena itu UU No. 6 Tahun 2011 beserta peraturan pelaksana lainnya
dapat menjadi penentu, apakah Imigrasi Indonesia berwibawa atau
tidak di mata internasional. Sehingga dalam konteks ini, pengawasan
terhadap orang asing menjadi hal yang penting. “Seharusnya fungsi
pengawasan harus diutamakan”
Orang Asing yang berencana untuk tinggal dalam waktu yang
relatif

lebih

melaksanakan

lama

di

kegiatan

Indonesia,

atau

sebagaimana

juga

Bekerja,

berencana

akan

Investasi,

Riset,

Belajar, Penyatuan Keluarga, Repatriasi, sebagai Wisatawan Lanjut
Usia Mancanegara maka dapat memilih jenis “Visa Tinggal Terbatas”.
Untuk memperoleh jenis visa ini, Orang Asing dapat mengajukan
permohonannya ke Kantor Perwakilan Republik Indonesia terdekat,
atau Penjaminnya dapat mengajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi
setelah melengkapi persyaratannya. Jenis visa ini terbagi menjadi
beberapa indeks yang setiap indeks memiliki persyaratan yang
11

berbeda dan kegunaan yang berbeda. Berikut persyaratan dan jenis
visa :
1. Visa Tinggal Terbatas untuk Bekerja (indeks 311 & 312)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku :
a. 18 bulan untuk 1 tahun masa tinggal;atau
b. 30 bulan untuk 2 tahun masa tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Rekomendasi dari Kementerian Ketenagakerjaan

2. Visa Tinggal Terbatas untuk Penanaman Modal Asing (indeks 313
& 314)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku :
a. 18 bulan untuk 1 tahun masa tinggal;atau
b. 30 bulan untuk 2 tahun masa tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing

3. Visa Tinggal Terbatas untuk Pelatihan dan Penelitian (indeks 315)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun masa
tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Rekomendasi

dari

Instansi

yang

membidangi

Penelitian

(RISTEK, LIPI)
4. Visa Tinggal Terbatas untuk Pendidikan (Pelajar) (indeks 316)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku :
a. 18 bulan untuk 1 tahun masa tinggal;atau
b. 30 bulan untuk 2 tahun masa tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
atau Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan inggi
12

5. Visa Tinggal Terbatas untuk Penyatuan Keluarga (indeks 317)
1. Untuk yang menikah dengan Warga Negara Indonesia
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun
masa tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Fortocopy surat nikah

2. Mengikuti istri atau suami pemegang ITAS/ITAP
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun
masa tinggal

-

Fotocopy surat nikah

-

Fotocopy KITAS/KITAP suami/istri

3. Anak sah dari orang tua WNI dan orang asing, anak dari orang
asing yang menikah dengan WNI (dibawah 18 tahun dan belum
menikah)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun
masa tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Fotocopy kartu keluarga

-

Fotocopy surat nikah orang tua

-

Fotocopy Akte Kelahiran

-

Fotocopy KTP orang tua WNI

4. Anak dari orang asing pemegang KITAS / KITAP (dibawah 18
tahun dan belum menikah)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun masa
tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Fotocopy Kartu Keluarga
13

-

Fotocopy Surat Nikah Orang Tua

-

Fotocopy Akte Kelahiran

-

Fotocopy KITAS/KITAP Orang Tua

6. Visa Tinggal Terbatas untuk Repatriasi (indeks 318)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun masa
tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Dokuman yang membuktikan bahwa ia adlaah eks WNI
seperti : KTP, Akte Kelahiran, Kartu Keluarga

7. Visa Tinggal Terbatas untuk Wisatawan Lansia Mancanegara (usia
minimal 55 tahun) (indeks 319)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun masa
tinggal

-

Fotocopy buku tabungan

-

Curiculum Vitae

-

Asuransi

-

Pernyataan dari lembaga Bank akan tersedianya dana setara
USD 1.500 per bulan

-

Pernyataan untuk menyewa tempat tingal

-

Pernyataan untuk menggunakan Pramuwisma

-

NPWP Biro Wisata

-

Izin usaha Biro Wisata

8. Visa Tinggal Terbatas Kemudahan Bekerja samil Berlibur (indeks
320)
-

Surat permohonan + jaminan

-

Fotocopy paspor minimal berlaku 18 bulan untuk 1 tahun masa
tinggal

-

Rekomendasi dari instansi Keimigrasian din setempat
14

-

Ijazah universitas sebagai mahasiswa aktif selama 2 (dua)
tahun serta ID pelajar

B. Dilihat dari Peraturan Ketenagakerjaan
Masalah ketenagakerjaan pada dasarnya ada dua, yaitu
masalah kesempatan kerja dan masalah kualitas tenaga kerja. Laju
pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi mengakibatkan jumlah
angkatan kerja setiap tahunnya semakin meningkat, sedangkat
kesempatan kerja yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan
kerja

sesuai dengan jumlah pencari kerja yang ada. Hal ini

mengakibatkan ketidakseimbangan antara besarnya jumlah penduduk
yang membutuhkan pekerjaan dengan kesempatan kerja

yang

tersedia. Dilain pihak ditinjau dari segi mutu tenagakerjanya, tanaga
kerja Indonesia dapat dikatakan belum mempunyai keunggulan
kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara maju didunia,
Keunggulan kompetitif yang dimaksud disini adalah keunggulan
dalam hal penguasaan teknologi, padahal ditengah kemajuan dunia
yang sangat pesat sekarang ini tenaga kerja dituntut lebih menguasai
teknologi. Dengan adanya masalah seperti ini membuat bangsa
Indonesia kadang-kadang masih belum dapat memenuhi sendiri
kebutuhan tenaga kerja yang menguasai teknologi, padahal ditinjau
dari segi kualitas, Indonesia mempunyai banyak tenaga kerja. Secara
tidak langsung

penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam konteks ini

juga akan menambah tinggi tingkat persaingan

memperoleh kerja

dan menjadikan masalah pengangguran dinegara ini akan menjadi
semakin kompleks
Tenaga

Kerja

Asing (“TKA”) adalah

warga

negara

asing

pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. 3 Filosof
ketenagakerjaan

Indonesia

adalah

melindungi

tenaga

kerja

berkewarganegaraan Indonesia yang bekerja di Indonesia sehingga
jika ada kebutuhan yang khusus dan sangat membutuhkan untuk
3

Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (“Permenaker 16/2015”)

15

memakai

tenaga

kerja

asing,

harus

dibuat persyaratan

yang

ketat agar tenaga kerja Indonesia terhindar dari kompetisi yang tidak
sehat.
TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:4
a. memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan
diduduki oleh TKA;
b. memiliki sertifkat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja
sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5
(lima) tahun;
c. membuat
kepada

surat
TM

pernyataan

pendamping

wajib

yang

mengalihkan

dibuktikan

keahliannya

dengan

laporan

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;
d. memiliki NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam)
bulan;
e. memiliki bukti polis asuransi pada asuransi yang berbadan hukum
Indonesia; dan
f.

kepesertaan Jaminan Sosial Nasional bagi TKA yang bekerja lebih
dan 6 (enam) bulan.
Dengan catatan, persyaratan pada huruf a, huruf b, dan huruf c

tidak

berlaku

Komisaris

untuk

atau

jabatan

anggota

anggota

Pembina,

Direksi,

anggota

anggota

Pengurus,

Dewan
anggota

Pengawas.5 Selain persyaratan di atas, perlu diingat bahwa TKA dapat
dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu.6 Serta TKA dilarang menduduki jabatan
yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu. Ini
berarti hanya jabatan tertentu yang boleh diduduki oleh TKA.
Kementerian Tenaga Kerja telah menerbitkan Peraturan No. 3
Tahun

2015

tentang

Standar

Operasional

Prosedur

Penerbitan

Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Pelayanan Terpadu
4

Pasal 36 ayat (1) Permenaker 16/2015
Pasal 36 ayat (2) Permenaker 16/2015
6
Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
5

16

Satu

Pintu

di

Badan

Koordinasi

Penanaman

Modal

(BKPM).

Sebagaimana judul Peraturan Baru yang telah disebutkan, peraturan
tersebut mengatur prosedur baru untuk permohonan perizinan tenaga
kerja asing oleh Kementerian Tenaga Kerja (“Kemenaker”) di BKPM.
Peraturan Baru mengatur prosedur baru Kemenaker di BKPM
untuk perizinan tenaga kerja asing sebagai berikut:
1. Rencana

Penggunaan

Tenaga

Kerja

Asing

(“RPTKA”)

dan

(“IMTA”)

dan

perpanjangan RPTKA;
2. Rekomendasi Penerbitan Visa (“TA-01”);
3. Izin

Memperkerjakan

Tenaga

Kerja

Asing

perpanjangan IMTA
Untuk mendapatkan RPTKA Kemenaker di BKPM, perizinan
tenaga kerja asing harus melengkapi formulir pendaftaran secara
online

di www.tka-online.depnakertrans.go.id.

Setelah

pengguna

tenaga kerja asing mendapatkan tanda terima pendaftaran, mereka
harus meng-upload beberapa dokumen dalam system online tersebut.
Lebih lanjut, tanda terima online sistem harus diserahkan kepada
Kemenaker di BKPM. Untuk mendapatkan RPTKA, prosedur dalam
Peraturan Baru tersebut mengharuskan dokumen-dokumen berikut ini
untuk diupload kepada Kemenaker di BKPM:
1. Permohonan RPTKA
2. Formulir RPTKA
3. Izin usaha, izin prinsip dan izin perwakilan
4. Akta pendirian
5. Surat keterangan domisili
6. Nomor Pokok Wajib Pajak
7. Tanda Daftar Perusahaan
8. Struktur organisasi perusahaan
9. Salinan wajib lapor ketenagakerjaan
10.

Surat

pernyataan

kesanggupan

untuk

memberikan

pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia
11.

Surat

penunjukan

tenaga

kerja

Indonesia

sebagai

pendamping
17

12.

Formulir TKI pendamping

13.

Surat

tugas

dari

perusahaan

(jika

permohonan

RPTKA

dilaksanakan oleh pihak ketiga); dan
14.

Rekomendasi

dari

instansi

teknis

terkait

untuk

mempekerjakan tenaga kerja asing (jika diperlukan) Mendapatkan
TA-01 melalui Kemenaker di BKPM.
Untuk mendapatkan TA-01 melalui Kemenaker di BKPM,
pengguna tenaga kerja asing diwajibkan untuk mengikuti proses yang
sama dengan RPTKA. Untuk mendapatkan TA-01, prosedur baru dalam
Peraturan Baru mensyaratkan dokumen berikut ini untuk diserahkan
kepada BKPM:
1. Permohonan TA-01;
2. Formulir TA-01;
3. Persetujuan RPTKA;
4. Salinan paspor tenaga kerja asing;
5. Akta Pendirian;
6. Surat penunjukan tenaga kerja Indonesia pendamping;
7. Foto tenaga kerja asing; salinan ijazah sarjana atau sertikat
kompetensi tenaga kerja asing terkait dengan pekerjaan (tidak
berlaku untuk direksi, komisaris dan pekerjaan tertentu lainnya);
8. Sertifkat kemampuan berbahasa Indonesua (tidak berlaku untuk
direksi, komisaris dan pekerjaan tertentu lainnya);
9. Daftar riwayat hidup;
10.

Rekomendasi kompetensi;

11.

Surat penugasan dari perusahaan (jika pengurusan TA-01

dilaksanakan oleh pihak ketiga; dan
12.

Surat pernyataan untuk transfer teknologi kepada tenaga

kerja Indonesia.
Untuk

mendapatkan

IMTA

melalui

Kemenaker

di

BKPM,

pengguna tenaga kerja asing diwajibkan untuk mengikuti proses yang
sama dengan RPTKA dan TA-01. Untuk mendapatkan IMTA, prosedur
perizinan

tenaga

mensyaratkan

kerja

dokumen

asing
berikut

baru
ini

dalam
untuk

Peraturan

diserahkan

Baru
kepada

Kemenaker di BKPM:
18

1. Permohonan IMTA;
2. Salinan persetujuan TA-01;
3. Salinan surat persetujuan kawat visa (copy telex);
4. Salinan RPTKA;
5. Salinan polis asuransi tenaga kerja asing;
6. Salinan paspor tenaga kerja asing;
7. Bukti setor pembayaran DPKK;
8. Perjanjian kerja antara pengguna tenaga kerja asing dan tenaga
kerja asing;
9. Rekomendasi dari instansi teknis untuk mempekerjakan tenaga
kerja asing (apabila diperlukan);
10.

Foto tenaga kerja asing; dan

11.

Surat penugasan dari perusahaan (jika pengurusan IMTA

dilakukan oleh pihak ketiga).
Jika terdapat TKA yang bekerja di Indonesia tidak memenuhi
syarat

sebagaimana

ditetapkan

dalam

peraturan

perundang-

undangan, maka TKA tersebut tidak dapat dipekerjakan oleh pemberi
kerja. Ini karena untuk dapat mempekerjakan TKA, perusahaan atau
pemberi kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat
yang ditunjuk (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing - “IMTA”). 7
Yang mana untuk mendapatkan IMTA, harus dipenuhi syarat-syarat
yang telah disebutkan di atas.
Jika perusahaan atau pemberi kerja mempekerjakan TKA tanpa
mempunyai

izin,

berarti

perusahaan

tersebut

telah

melanggar

ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan. Atas pelanggaran tersebut,
pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. Ini merupakan
tindak pidana kejahatan.
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA kepada
Direktur atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota

7

Pasal 42 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

19

dengan tembusan kepada Dirjen.8 Laporan sebagaimana tersebut
meliputi:9
a. Realisasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan TKI pendamping di
perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali;
b. Berakhirnya penggunaan TKA.
Sejak awal dari pengajuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (“RPTKA”), pejabat sebelum mensahkan RPTKA tentunya
memeriksa apakah TKA yang dipekerjakan memenuhi syarat atau
tidak, baik syarat sponsor maupun administrasi. Jika tidak memenuhi
syarat,

maka

RPTKA

tidak

disetujui.

Jika

didapati

perusahaan

mempekerjakan TKA yang tidak memenuhi syarat, misalnya seorang
TKA memiliki kompetensi di Marketing, namun ia dipekerjakan di
bagian Financial Administration, maka syarat TKA tidak terpenuhi dan
IMTA perusahaan itu bisa dicabut.
Pegawai

pengawas

ketenagakerjaan

juga

berkewajiban

mengawasi penggunaan TKA pada suatu perusahaan. Hal ini diatur
dalam Pasal 60 Permenakertrans 16/2015 yang berbunyi:
“Pengawasan terhadap pemberi kerja TKA dilakukan oleh Pegawai
Pengawas

Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.”
Soal control / inspeksi / pengawasan ini, dalam praktiknya
pengawasan penggunaan TKA dilakukan secara teamwork antara lain
yang

terdiri

dari

unsur

pengawas

ketenagakerjaan,

imigrasi,

kementerian luar negeri, dan kepolisian.

8
9

Pasal 59 ayat (1) Permenaker 16/2015
Pasal 59 ayat (2) Permenaker 16/2015

20

BAB III
ANALISIS
Dalam pelaksanaan tugas Keimigrasian, keseluruhan aturan
Hukum Keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang berada di
dalam wilayah negara hukum baik itu Warga Negara Indonesia atau WNA,
penegakan hukum keimigrasian terhadap warga Negara Indonesia
ditujukan pada permasalahan:


Pemalsuan Identitas



Pertanggungjawaban Sponsor



Kepemilikan Paspor Ganda



Keterlibatan dalam pelaksanaan pelanggaran aturan Keimigrasian
Penegakan

Hukum

Keimigrasian

kepada

Warga

Negara

Asing

ditujukan pada permasalahan:
1. Pemalsuan Identitas Warga Negara Asing (WNA)
2. Pendaftaran Orang Asing (POA) dan Pemberian Buku Pengawasan
Orang Asing (BPOA)
3. Penyalahgunaan Izin Tinggal
4. Masuk secara tidak sah (Illegal Entry) atau Tinggal secara tidak
sah (Illegal Stay).
5. Pemantauan atau Razia
6. Kerawanan Keimigrasian secara Geografs dalam perlintasan.
Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan
oleh imigrasi mencakup penolakan pemberian tanda masuk, tanda keluar
pada tempat pemeriksaan imigrasi, pemberian izin tinggal keimigrasian
21

dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan bentuk penegakan
hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal penegakan
hukum yang bersifat Pro Justitia yaitu kewenangan penyidikan tercakup
tugas

penyidikan

dalam

mencakup

pelanggaran

keimigrasian

(pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan,
penyitaan), pemberkasaan perkara, serta pengajuan berkas perkara ke
penuntut umum yang nantinya dalam proses pelaksanaan tersebut
imigrasi melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti
Kepolisian, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta
berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM DKI Jakarta Nomor : W.10.GR.03.02 – 092 Tahun 2016 Tentang Tim
Pengawasan Orang Asing Provinsi DKI Jakarta melakukan kegiatan
pengawasan keimigrasian terhadap kegiatan orang asing di wilayah DKI
Jakarta. Keanggotaan Tim Pengawasan Orang Asing Provinsi DKI Jakarta
terdiri dari berbagai Instansi terkait yang saling berkaitan dengan tugas
pengawasan orang asing, berikut susunan keanggotaan Tim Pengawasan
Orang Asing Provinsi DKI Jakarta:
NO

INST ANSI

KEDUDUKAN DALAM TIM

22

1.

Kepala Kantor Wllayah

2.

Kepala Divisi Keimigrasian
OKI Jakarta

3.

Kepala Bidang lntelijen, Penindakan dan lnformasi, Sarana Komunikasi

Kementerian Hukum dan HAM OKI Jakarta

Pengarah

Kantor Wllayah Kementerian Hukum dan HAM

Ketua
Wakil Ketua

Keimigrasian Kantor Wllayah Kementerian Hukum dan HAM OKI Jakarta
4.

Kepala Sub Bidang lntelijen dan Penindakan Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM OKI Jakarta

5.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi OKI Jakarta

6.

Kepala Bidang Pendidikan
Kesehatan RI

7.

Kepala Bidang Kewaspadaan Daerah Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan

8.

Sekretaris
Anggota Tetap

Berkelanjutan SOM Kesehatan Kementerian
Anggota Tetap

Masyarakat Daerah Provinsi DKI Jakarta

Anggota Tetap

Kepala Sub Direktorat POA Direktorat lntelijen Keamanan Kepolisian

Anggota Tetap

Daerah Metro Jaya
9.

Staf Perencanaan Operasi Badan lntelijen Negara Oaerah OKI Jakarta

10.

Asisten lntelijen Kodam Jaya

11.

Kepala Seksi lntelijen
Jakarta

12.

Kepala Seksi II Sosial dan Politik Kejaksaan Tinggi Provinsi OKI Jakarta

13.

Kepala Bidang Pengendalian Operasi Bad an Narkotika Provinsi

14.

Kepala Bidang Perlindungan

Anggota Tetap
Anggota Tetap

Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

Anggota Tetap
Anggota Tetap

OKI Jakarta

Anggota Tetap

Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi OKI Jakarta
15.

Anggota Tetap

Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Bea Dan Cukai Provinsi OKI Jakarta

16.

Anggota Tetap

Kepala Bidang Hukum dan Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama
Provinsi DKI Jakarta

17.

Anggota Tetap

Kepala Bidang lndustri

Pariwisata Din as Pariwisata dan Kebudayaan

Anggota Tetap

Provinsi OKI Jakarta

18.

Kepala Bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta

19.

Kepala Sub Bidang lnformasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian Kantor

Anggota Tetap
Anggota Tetap
Anggota Tetap

Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta

Tugas Tim Pengawasan Orang Asing Provinsi DKI Jakarta :
a.

Menyiapkan Agenda dan Jadwal Kerja Tim Pengawasan Orang Asing
Provinsi DKI Jakarta;

b. Mengadakan rapat koordinasi

pengawasan orang asing

instansi terkait mengenai keberadaan

dan kegiatan

antar

Orang Asing

di wilayah Provinsi DKI Jakarta;
c. Memberikan

saran dan pertimbangan

untuk melakukan
cepat, teliti

tindakan

preventif

dan terkoordinasi

kepada instansi
maupun

terhadap

represiv

terkait
secara

Orang Asing yang

melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.

Dapat melakukan operasi gabungan jika diperlukan;

23

e.

Melakukan

kegiatan pengawasan

yang bersifat khusus

dan

lapangan secara koordinatif

insidental terhadap keberadaan

dan

kegiatan Orang Asing di wilayah DKI Jakarta;
f.

Dalam hal Tim Pengawasan Orang Asing menemukan tindak pidana
dalam operasi

gabungan maka diserahkan

kepada badan atau

instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masingmasing;
g.

Melakukan pertukaran data dan informasi

antar

instansi terkait

mengenai keberadaan dan kegiatan Orang Asing di wilayah Provinsi
OKI Jakarta, meliputi perkembangan

terkini dan permasalahannya di

wilayah DKI Jakarta dan;
h. Menampung permasalahan Orang Asing yang menyangkut beberapa
instansi dan berdampak di wilayah DKI Jakarta dengan upaya mencari
pemecahannya;
Beradasarkan hasil dari tindakan dilapangan Tim Pengawasan Orang
Asing Provinsi DKI Jakarta dalam penegakan hukum Keimigrasian baik
berupa Tindakan Administrasi Keimigrasian (TAK) maupun Projustitia
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

Projustitia

1.

Januari

15

1

2.

Februari

17

3

3.

Maret

13

1

4.

April

13

2

5.

Mei

17

0

6.

Juni

12

6

7.

Juli

11

0

8.

Agustus

32

0

Keterangan

24

9.

September

1
0.
1
1.

13

1

Oktober

8

7

November

7

1

158

22

JUMLAH

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Barat
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

Projustitia

1.

Januari

11

2.

Februari

20

3.

Maret

4.

April

7

5.

Mei

3

1

6.

Juni

4

10

7.

Juli

13

8.

Agustus

26

9.

September

25

1
0.

Oktober

1
1.

November
JUMLAH

Keterangan

4

3

41

38

188

3
21

25

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno - Hatta
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

1.

Januari

2.

Februari

3.

Maret

4.

April

1

5.

Mei

1

6.

Juni

2

7.

Juli

1

8.

Agustus

9.

September

4

1
0.

Oktober

3

1
1.

November

1

JUMLAH

Projustitia

Keterangan

22
241
38

1

1

4
1

314

7

Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Timur
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

Projustitia

1.

Januari

7

1

2.

Februari

3

1

3.

Maret

1

1

4.

April

5.

Mei

3

2

6.

Juni

3

2

7.

Juli

4

2

Keterangan

2

26

8.

Agustus

4

9.

September

6

1
0.

Oktober

1
1.

November
JUMLAH

6

1

38

2

1

3

17

Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

1.

Januari

2.

Februari

3.

Maret

4.

April

5.

Mei

6.

Juni

7.

Juli

8.

Agustus

10

9.

September

16

1
0.

Oktober

21

1
1.

November

13

JUMLAH

67

Projustitia

Keterangan

7

12

12

27

Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Utara
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

Projustitia

1.

Januari

19

2.

Februari

20

3.

Maret

17

4.

April

3

5.

Mei

1

6.

Juni

3

1

7.

Juli

8.

Agustus

9

2

9.

September

3

1
0.

Oktober

1
1.

November
JUMLAH

Keterangan

3

9

87

1

4

Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Priok
N
o

Bulan

Peningkatan Penegakan Hukum Keimigrasian
TAK

Projustitia

1.

Januari

3

1

2.

Februari

3

1

3.

Maret

4.

April

5.

Mei

6.

Juni

7.

Juli

Keterangan

28

8.

Agustus

9.

September

1
0.

Oktober

1
1.

November
JUMLAH

6

2

29

STATUS ORANG ASING DI WILAYAH DKI JAKARTA
N
O
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

UPT

L

P

IMIGRASI KELAS I KHUSUS SOEKARNO HATTA
IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN
IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA BARAT
IMIGRASI KELAS I JAKARTA TIMUR
IMIGRASI KELAS I JAKARTA PUSAT
IMIGRASI KELAS I JAKARTA UTARA
IMIGRASI KELAS TANJUNG PRIOK

237
13884
2988
1090
5400
6007
215
29821

138
8555
1793
526
2685
2836
2
16525

JUMLA
H
375
22439
4781
1616
8085
8843
217
46356

CINA

JEPANG

KORSEL

INDIA

152
860
2361
260
1729
4491
126
9979

10
6206
158
75
1471
199
0
8119

6
3965
300
282
349
1185
0
6087

18
2081
184
133
1580
913
30
4939

Negara Asal terbanyak :
1. China
2. Jepang
3. Korsel
4. India
Jumlah WNA di DI Jakarta yang mempunyai Dokumen Keimigrasian : 46.356
Laki – laki = 29.821
Perempuan = 16.535

30

“Imigrasi hanya memberikan Izin Tinggal saja, sedangkan Izin
Kerja

merupakan

kewenangan

Kementerian

Ketenagakerjaan”,

pernyataan ini kerap diucapkan oleh Pejabat Imigrasi yang berdinas ketika
ditanya persepsinya mengenai Izin Kerja bagi Orang Asing. Hal ini memicu
ketertarikan kami untuk menelaah secara singkat dengan analisa logika
yang mudah untuk mencoba mengkritisi pendapat sebagian besar Pejabat
Imigrasi tersebut.
Pertama, Melirik Perizinan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi dan Kementerian Ketenagakerjaan terkait Perizinan bagi
Orang Asing yang bekerja di Indonesia / Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai
berikut:
1. Direktorat Jenderal Imigrasi, menerbitkan VISA DENGAN MAKSUD
BEKERJA;
2. Kementerian Ketenagakerjaan, menerbitkan IZIN MEMPEKERJAKAN
TENAGA KERJA ASING (IMTA).
Berdasarkan nomenklatur perizinan tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak ada istilah Izin Kerja Bagi Orang Asing di Indonesia.
Lebih lanjut, Petugas Imigrasi di lapangan kadangkali meminta
Orang Asing untuk menunjukkan IMTA-nya dengan perkataan sebagai
berikut: “Excuse me Sir, Do you have your IMTA?” yang dari sisi bahasa
dapat diartikan sebagai “Apakah anda memiliki IMTA?” yang mana jika
singkatan tersebut dilengkapi, kalimatnya menjadi “Apakah anda memiliki
Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing?”. Disini menurut kami terdapat
kejanggalan dari sisi bahasa, bagaimana mungkin Seorang Asing memiliki
Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing? Karena dari sisi bahasa saja kita
bisa menilai bahwa IMTA merupakan perizinan yang diperuntukkan bagi
Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing di Indonesia, bukan perizinan bagi
Orang Asing untuk bekerja.

31

Memandang IMTA dari sisi peraturan perundangan, sebagaimana
tercantum

pada

Undang-undang

No.

13

Tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan, Pasal 42 menyatakan Pemberi Kerja yang menggunakan
TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri Ketenagakerjaan, subjek
dalam hal ini adalah Pemberi Kerja yang diwajibkan memiliki IMTA
tersebut, bukan Tenaga Kerja Asingnya.
Dari sudut pandang lain ketika kita melihat dari sisi Orang Asing
yang akan bekerja, perizinan yang wajib dimiliki Orang Asing tersebut
adalah Visa / Izin Tinggal dengan maksud bekerja yang sesuai dengan
peruntukannya. Beberapa jenis visa yang diperuntukkan untuk bekerja
sebagai berikut:
a. Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja dengan indeks visa C312
b. Visa Tinggal Terbatas Penyatuan Keluarga dengan indeks visa C317
bagi Orang Asing yang kawin secara sah dengan WNI dan anak dari
Orang Asing yang kawin sah dengan WNI (Boleh bekerja berdasarkan
Pasal 61 UU No. 6 Tahun 2011)
c. Visa Tinggal Terbatas Kemudahan Bekerja Sambil Berlibur dengan
indeks visa C320 dengan Visa / Izin Tinggal sebagaimana tersebut
diatas Orang Asing dapat melakukan kegiatan bekerja di Indonesia.
ATURAN PIDANA TERKAIT TENAGA KERJA ASING
Melirik ketentuan pidana terkait Tenaga Kerja Asing (TKA), Keimigrasian
dan Ketenagakerjaan memiliki perannya masing-masing sesuai dengan
kewenangannya.
UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
Mengatur = Orang Asing yang bekerja
Perizinan = Visa dengan maksud bekerja
Ketentuan Pidana menjerat :
o Orang Asing yang melakukan kegiatan tidak sesuai maksud dan tujuan
pemberian izin tinggal terhadapnya
32

o Penjamin yang memberi kesempatan Orang Asing menyalahgunakan
izin tinggal
UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Mengatur = Pemberi Kerja
Perizinan = Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
Ketentuan Pidana menjerat :
Pengguna TKA yang tidak memiliki Izin dari Menteri Ketenagakerjaan
(IMTA)

CONTOH KASUS 1 :
a. Penjamin Orang Asing / Pemberi Kerja suatu perusahaan bernama “PT.
A” telah mendapatkan IMTA untuk mempekerjakan seorang asing
yang bernama “Mr. X”
b. Karena suatu hal yang mendesak, “Mr.X” tidak dapat melakukan
pengajuan visa di Kedutaan Indonesia, dan memasuki Indonesia
dengan Visa On Arrival;
c. Setibanya di Indonesia, “Mr.X” melakukan kegiatan bekerja di “PT. A”.
Perspektif Keimigrasian
Pada contoh kasus sebagaimana diatas, jelas dalam hal ini walaupun sang
pemberi kerja dari “Mr. X” yaitu “PT. A” memiliki IMTA, namun mereka
melanggar ketentuan pada UU keimigrasian, yaitu Pasal 122 huruf a
ditujukan kepada “Mr.X” dan Pasal 122 huruf b kepada “PT. A”, karena
“Mr.X” tidak menggunakan Visa dengan maksud bekerja untuk melakukan
kegiatan bekerja di Indonesia.
Perspektif Ketenagakerjaan
sedangkan dari perspektif ketenagakerjaan, tidak ada pelanggaran dalam
hal ini, karena “PT. A” sudah memiliki IMTA, dan ketentuan pidana
peraturan ketenagakerjaan tidak menjangkau TKA.

33

kesimpulan

dari

kasus

ini,

keberadaan

IMTA

tidak

serta

merta

menyebabkan Orang Asing di Indonesia boleh bekerja, IMTA tersebut
mengizinkan pemberi kerja untuk menggunakan TKA, sedangkan Orang
Asingnya boleh bekerja ketika ia menggunakan Visa/Izin Tinggal dengan
maksud bekerja
CONTOH KASUS 2 :
a. “Mr.X” merupakan seorang asing yang menikah dengan WNI dan
merupakan pemegang Izin Tinggal Terbatas;
b. “Mr.X” bekerja di “PT. A”
c. “PT. A” tidak memiliki IMTA untuk mempekerjakan “Mr.X”
Perspektif Keimigrasian
Pada contoh kasus sebagaimana diatas, “Mr. X” sebagaimana ketentuan
Pasal 61 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, menggunakan
Visa/Izin Tinggal yang dapat untuk melakukan kegiatan bekerja dan atau
usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Sehingga
keberadaan “Mr.X” yang bekerja pada “PT.A.” telah sah secara hukum
keimigrasian karena telah tepat jenis visa/izin tinggal yang digunakan
yaitu izin tinggal terbatas penyatuan keluarga yang secara khusus
diperbolehkan untuk bekerja.
Perspektif Ketenagakerjaan
sedangkan dari perspektif ketenagakerjaan, “PT. A” yang tidak memiliki
IMTA untuk mempekerjakan “Mr.X” melanggar ketentuan Pasal 185 UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Atas pelanggaran tersebut,
pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta Ini merupakan tindak
pidana kejahatan dan ketentuan pidana peraturan ketenagakerjaan tidak
menjangkau TKA.

34

kesimpulan dari kasus ini, dengan visa yang tepat, Orang Asing dapat
melakukan pekerjaan, sedangkan pemberi kerja yang tidak memiliki IMTA
tersebut untuk ditindak dengan ketentuan yang berlaku yaitu ketentuan
Ketenagakerjaan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tantangan dan kendala yang dihadapi dalam perizinan tenaga
kerja asing di Indonesia adalah dalam hal kesiapan tenaga kerja
Indonesia

menghadapi

persaingan

dengan

tenaga

kerja

asing.

Tantangan dan kendala tersebut antara lain tingkat pendidikan,
tingkat ketrampilan, pembatasan kesempatan kerja, image bahwa
tenaga kerja asing lebih berkualitas dari pada pekerja lokal, perbedaan
penghargaan terhadap tenaga kerja Indonesia dengan Tenaga kerja
Asing, dan kelengkapan pekerja dengan kualitas yang sesuai dengan
kebutuhan formasi. Berdasarakan permasalahan, tantangan dan
kendala tersebut, maka pemerintah dan masyarakat Indonesia mutlak
35

harus meningkatkan kualitas tenaga kerjanya agar mampu bersaing
dengan tenaga kerja Asing. Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat
dilakukan melalui jalur formal, seperti sekolah umum, sekolah
kejuruan dan kursus-kursus dan jalur non formal, yaitu melalui latihan
kerja, magang, meningkatkan kualitas mental dan spiritual tenaga
kerja, meningkatkan pemberian gizi dan kualitas kesehatan, dan
meningkatkan pengadaan seminar, workshop yang berkaitan dengan
pekerjaan tertentu.
Disamping kendala tersebut diatas, permasalahan TKA illegal
yang banyak beredar di Indonesia ini juga merupakan masalah yang
sangat serius yang harus dapat cepat diselesaikan bersama-sama
tidak bisa hanya mengandalkan satu lembaga atau instansi saja. Peran
masyarakat juga sangat diperlukan sebagai bentuk tindak pengawas
awal di tempat atau daerah yang mana menjadi wilayah kerja tenaga
kerja asing illegal tersebut,
Melihat beragam masalah dalam konteks tersebut, maka kita
perlu mengembalikan fungsi imigrasi yang sebenarnya. Pengawasan
dan penegakan hukum dalam menjaga kedaulatan negara perlu
dikedepankan, cara berpikir kita soal fungsi Imigrasi perlu diluruskan
kembali. Kembalikanlah fungsi Imigrasi kepada ruh-nya. Jangan karena
pelayanan memberikan sumbangsih kepada pendapatan negara, lalu
kita terlena kepada fungsi utama yaitu Pengawasan dan penegakan
hukum dalam menjaga kedaulatan negara perlu dikedepankan.

B. Rekomendasi
Berdasarkan pada kesimpulan diatas, maka Tim Kegiatan Peta
Permasalahan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
DKI Jakarta, memberikan rekomendasi untuk masalah penegakan
hukum keimigrasian terhadap tenaga kerja asing sebagai berikut :
1. Pemerintah Negara Indonesia, khususnya Kementerian Tenaga Kerja
dan

Instansi-instansi

mengutamakan

terkait

pengupayaan

dalam
dalam

hal

tenagakerja,

mencari

cara

harus
untuk
36

meningkatkan kualitas tenaga kerjanya agar mampu bersaing
dengan tenaga kerja asing baik itu mengenai pendidikan dan
pelatihan

tenaga

kerja

maupun

dalam

hal

regulasi

atau

peraturannya.
2. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini Direktorat
Jenderal Imigrasi, harus mengutamakan masalah ini lebih serius lagi
dalam program kerjanya kedepan dengan lebih mengutamakan
peningkatkan pengawasan maupun penegakan hukum keimigrasian
sebagai salah satu fungsi utama Direktorat Jenderal Imigrasi.
3. Pemerintah Indonesia juga harus lebih lagi meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pengawasan tanga kerja asing ini sebagai
pengawas permulaan atau ujung tombak diwilayah mereka tinggal.
Demikian

Rekomendasi

yang

dapat

diberikan

oleh

Tim

Kegiatan Peta Permasalahan Hukum Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta semoga dapat digunakan
untuk mengatasi masalah Penegakan Hukum Keimigrasian terhadap
Tenaga Kerja Asing di Wilayah Provinsi DKI Jakarta pada khususnya dan
bermanfaat bagi perkembangan hukum di Negara Indonesia pada
Umumnya.

37