Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 7
Jalan Permtakan Negara 29, Jakarta 10560 Telp. (021) 4287 2392, Fax. (021) 4287 2392
E-mail : jumal.kespro@gmail.com
Website : http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro
Jurnal ISSN:
Kesehatan 2087-703X Vol. 7
Halaman
Jakarta,
No. 2 No.1
71-144 1- 70
Agustus 2016 April 2016
e-ISSN:
Reproduksi
2354-8762
e-ISSN : 2354-8762
Jurnal
Kesehatan Reproduksi Reproductive Health Journal
Dewan Redaksi/ Editorial Board
Pelindung/Patronage : Kepala Badan Litbang Kesehatan / Director General of National Institute of
Health Research and Development
Penanggung Jawab / Editor-in-chief : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan / Director of Centre for Public Health Research and Development
Mitra Bestari / Advisory Board
: Dr. dr. Trihono, M.Sc.
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH dr. Sarimawar Djaja, M.Kes drg. Christiana R Titaley, MIPH, PhD Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, MS Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno Dr. Salahuddin Muhidin Atmarita, MPH, Dr.PH dr. Asri C. Adisasmita, MPH, M.Phil, PhD dr. Siti Nurul Qomariah , M.Kes, Ph.D Dr. Irwan M. Hidayana, M.Si Sandjaja, MPH, Dr.PH Dr. Melania Hidayat, MPH Soeharsono Soemantri, PhD
Ketua Dewan Redaksi / Editor in Chief
: Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Wakil Ketua Dewan Redaksi / Editor Section
: Tin Afifah SKM, MKM
Sudikno, SKM, MKM
Anggota Redaksi / Managing Editor : Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Prisca Petty Arfines, S.Gz, MPH (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM) dr. Ika Saptarini (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Andi Susilowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Penyunting Ahli / Copy Editor : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM) Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi, Puslitbang UKM) dr. Teti Tejayanti, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM) Nunik Kusumawardani, MSc.PH, Ph.D (Promosi Kesehatan, Puslitbang UKM)
Manajer Langganan / Subscription Manager
: dr. Yuwono Wiryawan, M.Kes
Sekretariat Pelaksana / Executive Secretariat
: Indra Cans Yunina, S.Sos
Puput Sumarta Puri, S.Gz Ahmad Rezha Gumilar, Amd
Penerbit/Publisher
: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta Telp. 021-42872392, Fax. 021-42872392 Email : jurnal.kespro@gmail.com
Diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Published by National Institute of Health Research and Development Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
p-ISSN: 2087-703X e-ISSN: 2354-8762 No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
Volume 7, No. 2, Agustus 2016
UCAPAN TERIMA KASIH REVIEWER
Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno
Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti
Atmarita, MPH, Dr.PH
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
dr. Sarimawar Djaja, M.Kes
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Sandjaja, MPH, Dr.PH
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Soeharsono Soemantri, PhD
Forum Masyarakat Statistik
Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Dr. Joko Irianto, M.Kes
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
KATA PENGANTAR
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 7 Nomor 2 Tahun 2016 merupakan edisi Bulan Agustus yang diproses secara full online jurnal system. Suatu pengalaman baru yang penuh tantangan dengan berbagai kendala teknis dan non teknis yang harus diatasi. Namun semangat 17 Agustus yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia menginspirasi dan memotivasi segenap pihak yang terlibat dalam nomor ini, jajaran Dewan Redaksi, Para Reviewer dan Penulis serta dukungan pimpinan dan berbagai pihak hingga akhirnya dapat terbit di penghujung minggu terakhir bulan Agustus.
Tahun ini merupakan peringatan kemerdekaan yang ke 71 tahun. Permasalahan kesehatan ibu dan anak masih merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan ini dalam upaya meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi. Permasalahan anemia pada wanita usia subur masih merupakan tantangan di bidang gizi kesehatan reproduksi. Demikian pula masalah konsumsi kalsium pada ibu hamil. Dua penelitian data primer yang terkait dengan gizi kesehatan reproduksi. Artikel berikutnya masih merupakan hasil penelitian data primer tentang implementasi kebijakan inisiasi menyusui dini (IMD) di satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Umum Daerah yang memberikan gambaran yang berbeda. IMD merupakan investasi bagi calon generasi bangsa sehingga diharapkan hasil temuan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelaksanaan IMD di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Tiga artikel berikutnya merupakan hasil analisis data sekunder dari data Riskesdas dan Survei Demoografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang kaya akan informasi sehingga perlu digali potensi ketersediaan data untuk menghasilkan suatu masukan bagi pihak terkait dengan kesehatan ibu dan anak. Dari analisis data sekunder diperoleh hasil bahwa usia reproduksi yang belum matang dan usia saat melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia reproduksi yang matang dan usia saat melahirkan yang aman. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan terbukti berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam perawatan kesehatan selama kehamilan dan kelangsungan perawatan selama kehamilan ini juga terbukti berhubungan dengan perolehan imunisasi dasar lengkap bagi anaknya. Hal ini memperkuat konsep pelayanan kesehatan ibu dan anak saling terintegrasi dalam paradigm continuum of care.
Terbukanya berbagai informasi tentang gizi kesehatan reproduksi dan perawatan kehamilan maternal kami harapkan dapat semakin membuka wawasan dan masukan bagi berbagai pihak terkait serta memunculkan pemikiran penelitian baru dari kesenjangan yang disajikan dari keenam artikel dalam edisi kali. Bangsa ini memerlukan dukungan informasi dan teknologi dalam mengisi kemerdekaan ini agar status kesehatan ibu dan anak menjadi lebih baik dan tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Merdeka !!
REDAKSI
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X e-ISSN : 2354-8762 No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI DAFTAR ISI
Kata Pengantar
71 – 82 WANITA USIA SUBUR DI RUMAH TANGGA MISKIN DI
1. PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA
KABUPATEN TASIKMALAYA DAN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Sudikno, Sandjaja
2. KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN KALSIUM SERTA
83 – 93 HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN KALSIUM PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN JEMBER Oleh: Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani
95 – 108 PELAKSANAAN IMD: STUDI KASUS DI RS SWASTA X
3. DUKUNGAN
TENAGA
KESEHATAN
TERHADAP
DAN RSUD Y DI JAKARTA Oleh: Novianti Margareth Sihombing, Anissa Rizkianti
4. HUBUNGAN USIA GINEKOLOGI DAN USIA SAAT 109 – 118 MELAHIRKAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2010 Oleh: Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly Philipus
Senewe
5. PENGARUH STATUS KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN 119 – 133 TERHADAP PERILAKU IBU SELAMA KEHAMILAN DAN SETELAH KELAHIRAN DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI 2012) Oleh: Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulisttyowati
6. HUBUNGAN
135 –144 PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DENGAN
KESINAMBUNGAN
PEMANFAATAN
PEMBERIAN IMUNISASI LENGKAP DI INDONESIA Oleh: Dwi Sisca Kumala Putri, Nur Handayani Utami, Olwin
Nainggolan
PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA WANITA USIA SUBUR DI RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT
Prevalence and Risk Factors of Anemia among Women of Reproductive Age in Poor Household in Tasikmalaya and Ciamis District, West Java Province
Sudikno*, Sandjaja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes *E-mail: onkidus@gmail.com
Abstract
Background: Anemia in women of reproductive age remains a nutritional problem in developing countries, especially among poor households. Objective: This study aimed to determine the prevalence and risk factors for anemia among women of reproductive age (WRA) in poor households. Methods: The study design was cross-sectional. The research was conducted in June-July 2011 in two selected districts, namely Tasikmalaya and Ciamis, West Java Province. A sample was 146 WRA of poor households in
24 villages selected peri-urban. The inclusion criteria include healthy WRA age 15-35 years, did not suffer serious illness (chronic or acute), severe anemia (<7 g / dl), and had been wiling to participate in research by signing an informed consent. While, the exclusion criteria were WRA who were still breastfeeding, and WRA are pregnant Results: The prevalence of anemia among women of reproductive age (hemoglobin level <12 g / dl) in this study was 9.6 percent. The women of reproductive age with low ferritin status were 4.01 times likely to become anemic (95% CI: 1.03-15.48) compared with those with sufficient ferritin status after being controlled by vitamin A status and age. Conclusion: This study showed that there was a relationship between serum ferritin with anemia in women of reproductive age in poor households.
Keywords: risk factors, anemia, women of reproductive age, poor household
Abstrak
Latar belakang: Anemia pada wanita usia subur masih merupakan masalah gizi di negara berkembang, terutama pada rumahtangga miskin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko anemia pada wanita usia subur (WUS) di rumahtangga miskin. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Sampel sebanyak 146 WUS dari rumahtangga miskin di 24 desa peri-urban yang terpilih. Kriteria inklusi meliputi WUS yang sehat, usia 15-35 tahun, tidak menderita penyakit serius (kronis atau akut), dan tidak mengalami anemia yang serius (<7 g/dl), dan bersedia ikut dalam penelitian. Hasil: Prevalensi anemia WUS (kadar hemoglobin <12 g/dl) pada peneltian ini sebesar 9,6 persen. Pada WUS dengan status feritin yang kurang berisiko untuk menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48) dibandingkan dengan WUS dengan status feritin yang cukup setelah dikontrol oleh variabel status vitamin A dan umur. Kesimpulan: Adanya hubungan antara serum feritin dengan anemia pada wanita usia subur di rumah tangga miskin setelah dikontrol oleh status vitamin A dan umur.
Kata kunci: faktor risiko, anemia, wanita usia subur, rumah tangga miskin
Naskah masuk: 28 April 2016 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 31 Agustus 2016 Naskah masuk: 28 April 2016 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 31 Agustus 2016
PENDAHULUAN
seperti yang sering terjadi di negara-negara mempengaruhi jutaan orang di negara-negara 11 berkembang. Penelitian Pala K dan Dundar
berkembang dan tetap menjadi tantangan besar
1 N di Turki menunjukkan bahwa faktor lama bagi kesehatan manusia. Prevalensi anemia
menstruasi juga berhubungan dengan kejadian diperkirakan 9 persen di negara-negara maju,
anemia. 12 Berkaitan dengan penyakit infeksi, sedangkan
malaria dan kecacingan merupakan penyebab prevalensinya 43 persen. Anak-anak dan
anemia, terutama di daerah endemik. 10 Di wanita usia subur (WUS) adalah kelompok
kondisi sosial ekonomi yang paling berisiko, dengan perkiraan
samping
itu
rumahtangga juga terkait dengan kejadian prevalensi anemia pada balita sebesar 47
anemia. Beberapa penelitian menunjukkan persen, pada wanita hamil sebesar 42 persen,
angka kejadian anemia yang cenderung lebih dan pada wanita yang tidak hamil usia 15-49
2 tinggi pada rumahtangga miskin. tahun sebesar 30 persen. World Health
Organization (WHO) menargetkan penurunan
ini merupakan bagian dari prevalensi anemia pada WUS sebesar 50
Penelitian
3 penelitian Riset Khusus “Evaluasi Dampak persen pada tahun 2025. Fortifikasi Minyak Goreng Dengan Vitamin
A”, oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase anemia
2011 yang dilaksanakan di Kabupaten di Indonesia pada WUS tidak hamil (≥ 15
4 Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, Provinsi tahun) di perkotaan sebesar 19,7 persen. Jawa
Tujuan penelitian untuk Selanjutnya
Barat.
mengetahui prevalensi dan faktor risiko menunjukkan persentase anemia pada WUS
5 anemia pada WUS di rumah tangga miskin. umur 15-44 tahun sebesar 35,3 persen.
Kondisi anemia dapat meningkatkan risiko
METODE PENELITIAN
kematian ibu pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, janin
Desain penelitian yang digunakan adalah dan ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan
cross-sectional. Penelitian dilaksanakan pada meningkatkan risiko bayi lahir prematur. 6 Di bulan Juni-Juli 2011 di dua kabupaten terpilih,
Afrika dan Asia, anemia diperkirakan yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis berkontribusi lebih dari 115 000 kematian ibu
yang meliputi 4 kecamatan peri-urban (dekat dan 591 000 kematian perinatal secara global
di masing-masing per tahun. Konsekuensi morbiditas terkait
7 dengan
perkotaan)
kabupaten. Di tiap-tiap kecamatan dipilih 3 dengan
desa peri-urban, sehingga keseluruhan terdapat hilangnya
anemia kronis
gangguan kerja, gangguan kognitif, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang
8 Perhitungan sampel dengan menggunakan juga memberikan beban ekonomi. rumus estimasi proporsi dengan presisi absolut, tingkat kepercayaan 95%, presisi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya absolute (d) = 10 persen, dan prevalensi anemia pada populasi melibatkan interaksi 4 anemia WUS sebesar 19,7 persen , dan desain
kompleks dari faktor-faktor sosial, politik, efek = 2, diperoleh sampel minimal 122. ekologi, dan biologi. 9 Menurut Agragawal S Sampel merupakan anggota rumah tangga
bahwa penyebab utama anemia adalah gizi dan miskin di 24 desa peri-urban yang terpilih infeksi.
(clusters). Definisi rumah tangga miskin berkontribusi
Di antara faktor
gizi
yang
berdasarkan keberadaan kartu keluarga miskin kekurangan zat besi. Hal ini karena konsumsi
baik dari kriteria pemerintah pusat maupun makanan yang monoton, namun kaya akan zat
daerah setempat. Hanya rumah tangga yang yang menghambat penyerapan zat besi
memiliki kartu tersebut yang dipilih untuk (phytates) sehingga zat besi tidak dapat
menjadi sampel. Kriteria inklusi meliputi dimanfaatkan oleh tubuh. 10 Kekurangan zat WUS yang sehat, usia 15-35 tahun (usia
besi juga dapat diperburuk oleh status gizi produktif), tidak menderita penyakit serius
(kronis atau akut), dan tidak mengalami menggunakan High Performance Liquid anemia yang serius (kadar hemoglobin darah
Chromatography (HPLC). <7 g/dl), bersedia ikut dalam penelitian yang dibuktikan dengan menandatangani informed
hemoglobin dilakukan consent, dan adanya kelengkapan variabel data
Pemeriksaan
menggunakan metode Cyanmeth dengan yang dianalisis. Sedangkan kriteria eksklusi
Hemocue. Alat hemocue dipersiapkan dengan adalah WUS yang masih menyusui, dan WUS
membaca blangko terlebih dahulu, kemudian yang hamil.
membaca standar sebelum digunakan untuk pembacaan sampel guna melihat apakah alat
Pengumpulan data menggunakan kuesioner
stabil.
yang sudah dilakukan pengujian lapangan dan terstruktur
Pemeriksaan vitamin A dengan metode HPLC. enumerator/pewawancara yang sudah dilatih
Serum diekstraksi dengan SDS (Sodium terlebih
Dodecyl Sulfate) dan Ethanol Absolut, enumerator adalah Diploma III kesehatan yang
kemudian dicampur hingga homogen selama bekerja
satu menit. Selanjutnya ditambah dengan Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya
di Puskesmas maupun
Dinas
Heptan yang telah ditambah BHT (Butylated Kabupaten Ciamis. Pada saat pengumpulan
dan
Hydroxy Toluene), kemudian dicampur dengan data direkrut juga koordinator lapangan di
vortex selama satu menit. Setelah itu dilakukan kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis yang
serun menggunakan bertugas mengawasi secara langsung pada
pemisahan
cairan
centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan proses pengumpulan data.
2000 rpm sampai terbentuk cairan bening dan sedikit endapan. Cairan bening tersebut
Variabel yang dianalisis meliputi: variabel diambil dan diuapkan dengan gas N2 sampai dependen (status anemia pada WUS), variabel
kering. Kemudian diambahkan pelarut fase independen, yaitu: status vitamin A, status
gerak HPLC, dan dicampur dengan vortex feritin, umur, status kawin, pendidikan,
selama 45 detik. Cairan tersebut dipindahkan pekerjaan,
ke Vial Insert, dan siap untuk diperiksa dengan dilahirkan/paritas, riwayat keguguran, status
alat HPLC. Kemudian dilakukan pembacaan gizi, konsumsi zat gizi (energi, protein,
kurva sampel dengan dibandingkan kurva vitamin A, vitamin C, zat besi, dan zink).
standar.
Analisis kadar hemoglobin dan kadar vitamin Pengumpulan data sosiodemografi (umur,
A dilakukan oleh PT “P”. Data biokimia status kawin, pendidikan, pekerjaan, jumlah meliputi kadar hemoglobin dan kadar vitamin
anak yang pernah dilahirkan/paritas, riwayat
A. Anemia adalah keadaan dimana seseorang keguguran) dilakukan melalui wawancara mempunyai kadar hemoglobin di bawah nilai
dengan WUS. Pengukuran berat badan WUS normal berdasarkan jenis kelompok umur dan
dilakukan dengan menggunakan timbangan jenis
berat badan merk “AND” dengan ketelitian 0,1 dikategorikan anemia bila kadar Hb kurang
kelamin. Untuk
subyek
WUS
kg. Sedangkan pengukuran tinggi badan WUS dari 12,0 g/dl. 15,16 Kurang vitamin A apabila dilakukan dengan alat ukur tinggi badan kadar vitamin A kurang dari 20 ug/dL. 17 microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
Sedangkan kategori kurang feritin apabila kadar serum feritin kurang dari 15µg/l. 15
Selanjutnya pengumpulan data konsumsi Hemoglobin diukur menggunakan alat ukur
makanan dilakukan dengan metode food recall HemocueTM portabel dan hemocuvettes
2x24 jam, dengan hari yang tidak berurutan (Hemocue, Aangelsborg, Swedia). Pengukuran
untuk mengontrol terhadap variasi dan jumlah dilakukan langsung di fasilitas kesehatan desa 18 makanan yang dikonsumsi oleh sampel.
(balai desa/kelurahan, posyandu, pos bidan Wawancara recall konsumsi 2x24 jam desa), dan hasilnya dicatat pada formulir
ibu menyusui di individu dan dikomunikasikan kepada subyek
dilakukan
terhadap
rumahtangga. Beberapa makanan jadi yang yang bersangkutan. Untuk pemeriksaan serum
banyak dikonsumsi subyek di tiap desa terpilih retinol, serum yang disimpan dalam cool box,
yang belum diketahui bahan dan beratnya segera dikirim ke laboratorium pusat PT “P” di
dibeli dan ditimbang dengan food scale untuk Jakarta untuk dianalisa kadar retinol dengan
memperkirakan berat bahan makanannya lebih memperkirakan berat bahan makanannya lebih
digunakan untuk dengan menggunakan program nutrisoft.
logistic
regression
mengetahui faktor risiko anemia pada WUS. Pengelompokkan kandungan zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, zink)
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG).
etik (ethical clearance) dari Komisi Etik, Konsumsi zat gizi energi dikategorikan
dan Pengembangan menjadi dua, yaitu: defisit (<70% AKG) dan
Badan
Penelitian
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Nomor: cukup (≥70% AKG). Konsumsi zat gizi
KE.01.05/EC/262/2011.
protein dikategorikan menjadi dua, yaitu: defisit (<80% AKG) dan cukup (≥80% AKG). Sedangkan konsumsi zat gizi vitamin A,
HASIL
vitamin C, zat besi, zink dikategorikan menjadi dua, yaitu: defisit (<100% AKG) dan
Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 146 cukup (≥100% AKG).
wanita WUS. Tabel 1 menunjukkan rata-rata umur WUS adalah 23,6±0,5 tahun. Rata-rata
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui indeks massa tubuh (IMT) adalah 23,2±0,3 sebaran masing-masing variabel, dan untuk 2 kg/m . Rata-rata hemoglobin 13,6±0,1 g/dL,
mengetahui distribusi variabel
rata-rata serum retinol 44,2±1,4 µg/dL, dan kategori anemia pada WUS digunakan analisis
menurut
rata-rata feritin 60,8±3,4 (µg/l). bivariat. Selanjutnya analisis multivariate
Tabel 1. Karakteristik Sampel menurut Rata-rata Umur, IMT, Hemoglobin, Serum Retinol, dan Serum Feritin
Standar Error
Umur (tahun)
±0,51 IMT (kg/m 2 )
±0,38 Hemoglobin (g/dL)
±0,11 Serum Retinol (µg/dL)
±1,47 Serum Feritin (µg/l)
Distribusi karakteristik sampel dijelaskan pada massa tubuh (IMT) diketahui bahwa sebagian Tabel 2. Prevalensi anemia (kadar hemoglobin
besar WUS termasuk dalam kategori IMT
2 <12 g/dL) pada WUS didapatkan sebesar 9,6 19 normal (18,5-24,9 (kg/m ) , yaitu sebesar 54,1 persen. Persentase WUS dengan kekurangan
persen. Selanjutnya Tabel 2 juga menunjukkan vitamin A sebesar 4,8 persen. Sedangkan
distribusi sampel menurut konsumsi zat gizi. status feritin WUS yang kurang didapatkan
Konsumsi energi pada WUS sebagian besar, sebesar 11,6 persen. Umur WUS pada
yaitu 88,4 persen masih dalam kategori defisit. penelitian ini sebagian besar berkisar antara
Konsumsi protein juga sebagian besar masih 20-35 tahun (60,3%). Menurut status kawin
dalam kategori defisit, yaitu sebesar 71,9 diketahui bahwa 56,8 persen di antaranya
persen. Konsumsi vitamin A dalam kategori sudah menikah. WUS dengan pendidikan SD
diketahui sebesar 39,7 persen. ke bawah dan SMP masing-masing sebesar
defisit
Sedangkan konsumsi vitamin C, zat besi, dan 41,8 persen, dan hanya 16,4 persen yang
zink masih jauh dari angka kecukupan gizi berpendidikan SMA ke atas. Pekerjaan WUS
yang dianjurkan, sebagian besar masih dalam sebagian besar adalah sebagai ibu rumah
kategori defisit.
tangga (42,4%), yang masih sekolah sebesar 29,5 persen. WUS yang sudah pernah
Kejadian anemia pada WUS menurut status melahirkan satu anak sebesar 28,1 persen, dan
vitamin A dan status feritin dijelaskan pada yang pernah melahirkan dua anak atau lebih
Tabel 3. Persentase kejadian anemia pada sebesar 27,4 persen. Riwayat keguguran
WUS dengan status vitamin A kurang sebesar ditemukan pada 9 WUS (6,2%). Sedangkan
28,6 persen. Sedangkan kejadian anemia pada menurut status gizi, dengan indikator indeks
WUS dengan status feritin kurang sebesar 23,5 WUS dengan status feritin kurang sebesar 23,5
(p<0,25).
Tabel 2. Karakteristik Sampel menurut Sosiodemografi
Karakteristik
n % Status Anemia
Karakteristik
Riwayat keguguran
Status vitamin A
Status gizi 18 (kg/m 2 ) − Kurang
− IMT= 18,5-24,9
Status feritin
35 24,0 − Kurang
− IMT= 25-29,9
Umur (tahun)
Status kawin
119 81,5 − Belum kawin
Vitamin A
Pendidikan
58 39,7 − SD ke bawah
Vitamin C
− SMA ke atas
Zat Besi
− Bekerja
138 94,5 − Ibu rumah tangga
− Defisit
8 5,5 − Tidak bekerja
Jumlah anak yang pernah dilahirkan
Tabel 3. Persentase Kejadian Anemia menurut Status Vitamin A dan Status Feritin
Kejadian Anemia
OR Crude p 95% CI
Status Vitamin A
4,23(0,74-24,20) 0,105 Status Feritin
Tabel 4 menunjukkan bahwa prevalensi hanya 6 persen. Persentase anemia pada WUS kejadian anemia pada WUS berumur <20
dengan pendidikan SD ke bawah sebesar 11,5 tahun sebesar 13,8 persen lebih tinggi
persen, lebih tinggi dibandingkan WUS dibandingkan WUS yang berumur 20-35 tahun
dengan pendidikan SMP maupun SMA ke (6,8%). Persentase kejadian anemia pada WUS
atas. Menurut pekerjaan diketahui bahwa yang belum kawin sebesar 14,3 persen,
WUS yang masih sekolah persentase kejadian sedangkan pada WUS yang sudah kawin
aneminya lebih tinggi (16,3%) dibandingkan aneminya lebih tinggi (16,3%) dibandingkan
melahirkan persentase kejadian aneminya tinggi dari kelompok WUS dengan IMT
2 sebesar 13,8 persen lebih tinggi dari WUS 2 ≥18,5-24,9 kg/m , IMT =25,0-29,9 kg/m , dan yang sudah pernah melahirkan. Menurut 2 kelompok IMT ≥30,0 kg/m . Dari Tabel 4
riwayat keguguran diketahui bahwa persentase diketahui bahwa variabel umur, status kawin, kejadian anemia pada WUS yang tidak
pekerjaan, dan jumlah anak yang pernah mengalami keguguran sebesar 10,2 persen.
dilahirkan, masuk dalam tahap analisis Dari variabel status gizi diketahui bahwa
multivariat (p<0,25).
Tabel 4. Persentase Kejadian Anemia menurut Karakteristik Sosiodemografi
Kejadian Anemia
OR Karakteristik
20-35 tahun
2,18(0,71-6,67) 0,169 Status kawin
2,60(0,82-8,18) 0,103 Pendidikan
Belum pernah
SMA ke atas
1,42(0,27-7,40) 0,673 Pekerjaan
SD ke bawah
Tidak bekerja
Ibu rumah tangga
4,27(0,49-37,14) 0,188 Jumlah anak
1 yang pernah
0,15(0,01-1,27) 0,083 dilahirkan
0,69(0,19-2,41) 0,563 Riwayat
NA* keguguran
Status gizi −
1 (kg/m 2 )
IMT= 18,5-24,9
IMT= 25-29,9
* NA: Not Applicable
Tabel 5. Persentase Kejadian Anemia menurut Konsumsi Zat Gizi
Kejadian Anemia
OR Konsumsi Zat Gizi
3,82(0,48-30,43) 0,205 Protein
0,81(0,21-3,14) 0,766 Vitamin A
1,58(0,52-4,79) 0,412 Vitamin C
0,09(0,00-1,68) 0,110 Zat besi
* NA: Not Applicable
Tabel 5 menjelaskan kejadian anemia menurut kategori defisit, persentase kejadian anemia konsumsi zat gizi. Persentase kejadian anemia
didapatkan sebesar 9,7 persen. Dari Tabel 5 sebesar 10,1 persen pada WUS dengan
diketahui bahwa hanya variabel konsumsi konsumsi energi kategori defisit. Pada WUS
vitamin C yang masuk dalam tahap analisis dengan konsumsi protein kategori defisit,
multivariat (p<0,25).
persentase kejadian anemia sebesar 10,5 persen. Persentase kejadian anemia sebesar
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa WUS 12,1 persen pada WUS dengan konsumsi
dengan status feritin yang kurang berisiko vitamin A kategori defisit. Sedangkan pada
sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48) untuk WUS dengan konsumsi vitamin C kategori
menjadi anemia dibandingkan dengan WUS defisit, persentase kejadian anemia didapatkan
dengan status feritin yang cukup setelah sebesar 9 persen. Selanjutnya persentase
dikontrol oleh variabel status vitamin A dan kejadian anemia sebesar 10,1 persen pada
umur (Tabel 6).
WUS dengan konsumsi zat besi kategori defisit, dan pada WUS dengan konsumsi zink
Tabel 6. Regresi Logistik Multivariat Faktor Risiko Anemia Wanita Usia Subur (WUS) di Rumah Tangga Miskin
Variabel
OR Adjusted
95% CI
Status feritin
0,04 Status vitamin A
Uttarakhand, India mendapatkan prevalensi anemia pada WUS sebesar 64,28 persen.
Prevalensi anemia wanita usia subur (kadar hemoglobin <12 g/dl) pada peneltian ini
Dilihat dari variabel umur tidak menunjukkan sebesar 9,6 persen, termasuk masalah
adanya hubungan antara umur WUS dengan kesehatan masyarakat dengan kategori sedang
kejadian anemia. Hasil ini sejalan dengan
menurut WHO (5,0%-19,9%). 24 Hasil ini penelitian Mirzaie F, dkk. di Kerman (Iran), masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil 25 Swarnlatha di Andhra Pradesh (India). Riskesdas 2007 di perkotaan maupun hasil
Gartner A, dkk. 26 di Maroko dan Tunisia. Riskesdas 2013. 4,5 Penelitian Buseri FI, dkk. di
Sebaliknya hasil penelitian Yi S-W, dkk. Nigeria mendapatkan angka prevalensi anemia
menunjukkan adanya hubungan antara umur pada WUS yang tidak hamil sebesar 16,7
27 dengan kejadian anemia pada WUS. persen, dan pada WUS yang hamil sebesar
23,2 persen. 20 Penelitian Pala K dan Dundar N Menurut pendidikan juga tidak menunjukkan di Turki mendapatkan angka prevalensi 12 adanya hubungan antara tingkat pendidikan
anemia WUS sebesar
persen. dengan kejadian anemia. Penelitian Nik Sedangkan di Etiopia menurut Ethiopian
Rosmawati NH, dkk. 28 di Malaysia, Gartner A, Demographic and Health Survey (EDHS),
dkk. 26 di Maroko dan Tunisia yang juga prevalensi anemia pada WUS menyusui adalah
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak 29,9 persen pada tahun 2005 dan 18,5 persen
berhubungan dengan kejadian anemia. Namun pada tahun 2011. Persentase anemia di antara
sebaliknya pada penelitian Sanku DEY, dkk. 14 WUS yang hamil sebesar 30,6 persen pada
di India, Mirzaie F, dkk. 24 di Iran, Yi S-W, tahun 2005 dan 22 persen pada tahun 2011.
27 dkk. 29 di Korea, Patavegar BN, dkk. di India, Selanjutnya persentase anemia pada WUS
Wilunda C, dkk. 30 di Tanzania menunjukkan yang tidak hamil atau menyusui sebesar 23,9
pendidikan berhubungan persen pada tahun 2005 dan 15 persen pada
bahwa
tingkat
23 dengan kejadian anemia pada WUS. Dari hasil tahun 2011.
Penelitian Dabral M, dkk. di Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa Penelitian Dabral M, dkk. di Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa
4 rendah prevalensi anemia. 2 24,9 kg/m (normal), walaupun dalam penelitian ini belum menunjukkan hubungan
Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya yang bermakna. Hasil penelitian ini sejalan hubungan antara status kawin dengan risiko 30 dengan penelitian Wilunda C, dkk. (2013) di
kejadian anemia. Hasil penelitian ini sejalan Tanzania. Namun, pada penelitian Yi S-W,
Korea menunjukkan adanya di Maroko dan Tunisia, Wilunda C, dkk. 30 di hubungan antara IMT dengan kejadian
26 dengan penelitian Gartner A, dkk. 27 pada WUS dkk. di
Tanzania. Hasil penelitian ini menunjukkan anemia. Menurut Qin Y, dkk. bahwa wanita bahwa ada kecenderungan kejadian anemia
obesitas memiliki pada WUS yang belum kawin dibandingkan
yang
mengalami
kecenderungan asupan zat besi lebih tinggi WUS yang sudah kawin. 32 daripada wanita kurus.
Selanjutnya penelitian ini menunjukkan bahwa Menurut pekerjaan diketahui bahwa WUS
konsumsi zat gizi WUS (energi, protein, yang masih sekolah persentase kejadian
vitamin C, zat besi, dan zink) sebagian besar aneminya lebih tinggi dibandingkan dengan
masih di bawah angka kecukupan gizi yang WUS yang bekerja, tidak bekerja dan ibu
penelitian tidak rumah tangga. Sedangkan pada Riskesdas
dianjurkan.
Hasil
hubungan antara 2007 menunjukkan bahwa ibu rumah tangga
menunjukkan
adanya
konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A, mempunyai prevalensi anemia tertinggi
vitamin C, zat besi, dan zink). Hasil penelitian dibandingkan di antara jenis pekerjaan yang
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
lain. 33 Hasil pada penelitian ini tidak Wallace LJ, dkk. di Kandal, Kamboja yang membuktikan
menunjukkan bahwa konsumsi makanan pekerjaan dengan risiko kejadian anemia pada
harian belum memenuhi, terutama konsumsi WUS. Penelitian ini sejalan dengan Gartner A,
zat besi dan vitamin A. Sedangkan pada dkk. 26 di Maroko dan Tunisia. Sebaliknya pada penelitian Batool Z, dkk. di Punjab, Pakistan penelitian Sanku DEY, dkk. 14 menunjukkan
konsumsi energi bahwa jenis pekerjaan berhubungan dengan
menunjukkan
bahwa
berhubungan dengan kejadian anemia pada kejadian anemia pada WUS.
WUS.
Pada penelitian ini variabel paritas tidak Hasil analisis regresi logistik multivariat pada menunjukkan adanya hubungan dengan risiko
penelitian ini menunjukkan bahwa WUS kejadian anemia pada WUS. Penelitian ini
dengan status feritin yang kurang berisiko sejalan dengan penelitian Wilunda C, dkk. 30 di menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI:
Tanzania. Sedangkan pada penelitian Mirzaie 1,03-15,48) dibandingkan dengan WUS
24 F, dkk. 26 di Kerman (Iran), Gartner A, dkk. dengan status feritin yang cukup setelah di Maroko dan Tunisia, 27 Yi S-W , dkk. di
dikontrol oleh variabel status vitamin A dan Korea menunjukkan adanya hubungan antara
umur. Sebagaimana diketahui bahwa serum paritas dengan risiko kejadian anemia. Pada
feritin diproduksi secara intraseluler yang penelitian ini menunjukkan kecenderungan
merespon terhadap peningkatan kandungan zat kejadian anemia pada WUS yang belum
besi. Jika cadangan zat besi meningkat, maka pernah melahirkan dibandingkan WUS yang 34 konsentrasi serum feritin juga meningkat.
sudah pernah melahirkan. Menurut WHO, serum feritin merupakan cadangan zat besi di dalam tubuh. Molekul
Selanjutnya hasil
protein intraseluler menunjukkan adanya hubungan antara riwayat
penelitian ini
berongga yang terdiri dari 24 subunit yang keguguran dengan kejadian anemia. Meskipun
mengelilingi inti zat besi yang berisi sebanyak demikian, kehilangan darah selama keguguran
4.000-4.500 atom besi. Di dalam tubuh, menunjukkan peningkatan kejadian anemia
sebagian kecil feritin disekresikan ke dalam secara signifikan. 31 plasma. Konsentrasi plasma (atau serum)
feritin berkorelasi positif dengan ukuran total Dilihat dari variabel status gizi diketahui
simpanan zat besi tubuh dengan tidak adanya bahwa kejadian anemia pada WUS cenderung 35 peradangan. Konsentrasi feritin yang normal
terjadi pada WUS dengan IMT kurang dari bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin.
2 18,5 kg/m (underweight) dibandingkan Konsentrasi tinggi pada saat lahir, meningkat 2 18,5 kg/m (underweight) dibandingkan Konsentrasi tinggi pada saat lahir, meningkat
konsentrasi mulai naik lagi dan terus pemberian tablet tambah darah. Shrivastava D, meningkat hingga dewasa. 37 dkk. menambahkan perlu adanya monitoring kepatuhan yang baik dalam pelaksanaan
Sedangkan vitamin A diduga berperan dalam 45 pemberian suplemen zat besi. Di samping itu penyerapan zat besi dan atau pemanfaatan
perlu adanya upaya penyuluhan tentang cadangan zat besi untuk produksi heme baru. 38 makanan seimbang kepada kelompok WUS.
Penelitian Suharno, dkk. menunjukkan bahwa Kelompok bahan makanan atau makanan pengaruh suplementasi besi pada konsentrasi
hewani yang relatif murah dan mudah hemoglobin
diperoleh, seperti: telur ayam, ikan segar dari penambahan vitamin A. 39 sungai/kolam/laut sangat baik bagi WUS,
karena memiliki bioavailabilitas besi yang Pola
penyerapan zat besi (Inhibitor) berpengaruh terhadap dengan status anemia. Makanan yang
penyerapan zat besi (inhibitor) yaitu tanin dan oksalat yang banyak terkandung dalam
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa makanan seperti kacang-kacangan, pisang,
anemia pada wanita usia subur di rumahtangga bayam, coklat, kopi, dan teh. 40 Penelitian Putri miskin masih menjadi masalah kesehatan
dan Sumarmi pada pengantin wanita (19-29 masyarakat dengan kategori sedang. Pada tahun) di Kabupaten Probolinggo juga
WUS dengan status feritin yang kurang menunjukkan bahwa konsumsi zat besi
(defisit) mempunyai risiko untuk menjadi sebagian besar adalah dari non-heme, dan
anemia sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan kurang makanan sumber zink. 41 WUS dengan status feritin yang cukup setelah
dikontrol oleh variabel status vitamin A dan Menurut WHO perlu adanya intervensi
umur.
peningkatan sumber
bioavailabilitas tinggi dalam makanan wanita usia reproduksi. Selain itu perlu adanya
SARAN
diversifikasi makanan, suplementasi zat besi, dan
fortifikasi yang
universal
untuk
Pemberian tablet tambah darah kepada
kelompok WUS diharapkan masih menjadi Bhutta, dkk. bahwa meningkatkan status zat
menurunkan 42 tingkat anemia. Menurut
prioritas program. Di samping itu perlu adanya besi pada masa pra konsepsi sama seperti
upaya penyuluhan tentang makanan seimbang, pemberian suplemen mikronutrien besi folat
terutama makanan hewani yang murah dan selama kehamilan yang akan menurunkan
mudah diperoleh.
kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR). 43
Penelitian Taha A, dkk. menyimpulkan bahwa
status zat besi pada janin dan status zat besi
UCAPAN TERIMA KASIH
bayi yang baru lahir tergantung pada status besi ibu hamil dan oleh karena itu, kekurangan
Ucapan terima kasih disampaikan kepada zat besi pada ibu berarti bahwa janin yang
Kepala Badan Peneitian dan Pengembangan tumbuh mungkin akan kekurangan zat besi
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Kepala
44 juga. 29 Selanjutnya Patavegar BN Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, menambahkan bahwa faktor kecacingan juga
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis dapat menyebabkan anemia, namun pada
beserta staf, dan kepada almarhum Bapak penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan
Robert L. Tilden selaku konsultan dalam kecacingan pada WUS.
penelitian ini.
Dengan demikian program pemberian tablet
tambah darah pada WUS, termasuk remaja
putri diharapkan masih menjadi program
prioritas. Perlu adanya upaya menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA
pregnancy: Prevalence and possible risk factors in Kakamega County, Kenya.
1. World Health Organization. The world Science Journal of Public Health 2014; health report. Reducing risks, promoting
216-222. doi: healthy life. Geneva: World Health
10.11648/j.sjph.20140203.23. Organization, 2002.
http://www.sciencepublishinggroup.com/j/
2. McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla
sjph
14. Sanku DEY, Goswami S, Goswami M. anaemia, WHO Vitamin and Mineral
D, de Benoist B. Worldwide prevalence of
Prevalence of anaemia in women of Nutrition Information System, 1993–2005.
reproductive age in Meghalaya: a logistic Public Health Nutr 2009; 12: 444–54.
regression analysis. Turk J Med Sci. 2010;
3. World Health Organization. WHA Global
40 (5): 783-789. doi:10.3906/sag-0811-44 Nutrition Targets 2025: Anaemia Policy
deficiency anaemia: Brief.
15. WHO.
Iron
assessment, prevention and control, a Organization. 2014.
guide for programme managers. Geneva,
4. Departemen Kesehatan. Laporan Nasional
Organization, 2001. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
World
Health
from: 2007 Badan Penelitian dan Pengembangan
Available
http://www.who.int/nutrition/publications/ Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
micronutrients/anaemia_iron_deficiency/ Jakarta: 2009.
WHO_NHD_01.3/en/index.html .
5. Kementerian Kesehatan
16. WHO. Worldwide prevalence of anaemia Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan
RI.
Riset
1993–2005: WHO global database on Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
anaemia. Geneva, Switzerland: World Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2013.
Health Organization, 2008.
6. Kementerian Kesehatan
17. WHO. Serum retinol concentrations for Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
RI.
Profil
determining the prevalence of vitamin A Kementerian Kesehatan RI. 2015.
deficiency in populations. Geneva: WHO,
7. Ezzati M, Lopez AD, Rodgers AA,
Available Murray CJL. Comparative quantifi cation
http://www.who.int/vmnis/indicators/retin of health risks: global and regional burden
ol.pdf .
of disease attributable to selected major
18. Nelson M, Erens B, Bates B, Church risk factors. Geneva, Switzerland: World
S, and Boshier T. 23-hour recall Health Organization, 2004.
instruction. London: University of
8. Horton S, Ross J. The economics of iron London, (tanpa tahun). deficiency. Food Policy 2003; 28: 51–75.
19. World Health Organization. Obesity:
9. Balarajan Y, Ramakrishnan U, Özaltin E, Preventing and Managing the Global Shankar AH, Subramanian SV. Anaemia
Epidemic. Report of a WHO Consultation. in
Geneva: WHO. 2000. countries.
20. Buseri FI, Uko EK, Jeremiah ZA,Usanga DOI:10.1016/S0140736(10)62304-5.
EA. Prevalence and Risk Factors of
10. Agrawal S, Misra R, Aggarwal A. Anaemia Among Pregnant women in Anemia in rheumatoid arthritis: high
Nigeria. The Open Hematology Journal. prevalence of iron-deficiency anemia in
2008; 2:14-19.
Indian patients. Rheumatol Int (2006) 26:
Statistical Agency (CSA) 1091–1095. DOI 10.1007/s00296-006-
21. Central
Ethiopia. Demographic and Health Survey 0133-4.
Addis Ababa, Ethiopia and
11. Kaur K. Anaemia ‘a silent killer’ among Calverton, Maryland, USA: CSA and women in India: Present scenario. Euro J
ORC Macro, 2011.
Zool Res, 2014, 3 (1):32-36.
22. Central
Statistical Agency (CSA).
12. Pala K, Dundar N. Prevalence & risk Demographic and Health Survey 2005. factors of anaemia among women of
Addis Ababa, Ethiopia and Calverton, reproductive age in Bursa, Turkey. Indian
Maryland, USA: CSA and ORC Macro, J Med Res 128. 2008:282-286. 2005.
23. Dabral M, Kothiyal P. Prevalence Of SD, Wanyonyi WA.
13. Siteti MC, Namasaka SD, Ariya OP, Injete
Anaemia
in
Anemia Among Reproductive Age Group
Tribal Women In Uttarakhand, India. Faisalabad, Punjab, Pakistan. Pak. J. Agri. Indian Journal of Pharmaceutical Science
Sci. 2010; 47(1):59-65. & Research. 2015; 5(4): 301-304.
32. Qin Y, Melse-Boonstra A, Pan X, Yuan B,
24. Mirzaie F, Eftekhari N, Goldozeian S, Dai Y, Zhao J, Zimmermann MB, Kok FJ, Mahdavinia J. Prevalence of anemia risk
Zhou M, Shi Z. Anemia in relation to body factors in pregnant women in Kerman,
mass index and waist circumference Iran. Iranian Journal of Reproductive
among chinese women. Nutrition Journal. Medicine. 2010;8(2): 66-69.
doi:10.1186/1475-2891-12-
25. Swarnlatha. Prevalence of Anaemia and its
Socio Demographic. Determinants among http://www.nutritionj.com/content/12/1/10 Pregnant Women Attending Government
Maternity Hospital,
33. Wallace LJ, Summerlee AJS, Dewey CE, Sudanese Journal Of Public Health.
Tirupati,
A.P.
Hak C, Hall A, Charles CV. Women’s 2013;8 (3):104-106.
nutrient
intakes
and food-related
26. Gartner A, Ati JE, Traissac P, Bour A, knowledge in rural Kandal province, Berger J, Landais E, Hsaı¨ni HE, Rayana
Cambodia. Asia Pac J Clin Nutr CB, Delpeuch F. A Double Burden of
2014;23(2):263-271. doi: Overall or Central Adiposity and Anemia
10.6133/apjcn.2014.23.2.02. or Iron Deficiency Is Prevalent but with
34. Baynes RD. Assessment of iron status. Little Socioeconomic Patterning among
Clinical biochemistry. 1996;29(3):209- Moroccan and Tunisian Urban Women. J.
35. WHO. Serum ferritin concentrations for doi:10.3945/jn.113.178285.
the assessment of iron status and iron http://jn.nutrition.org/content/suppl/2013/1
deficiency in populations. Vitamin and 2/11/jn.113.178285.DCSupplemental.html
Mineral Nutrition Information System. . Geneva, World Health Organization, 2011
27. Yi S-W, Han Y-J, Ohrr H. Anemia before (WHO/NMH/NHD/MNM/11.2). pregnancy and risk of preterm birth, low
(http://www.who.int/vmnis/indicators/seru birth weight and small-for-gestational-age
m_ferritin. pdf.)
birth in Korean women. European Journal
36. Domellof M, Dewey KG, Lonnerdal B, of Clinical Nutrition (2013) 67, 337–342. Cohen RJ, Hernell O. The diagnostic
28. Nik Rosmawati NH, Mohd Nazri S, Mohd criteria for iron deficiency in infants Ismail I. The Rate and Risk Factors for
be reevaluated. Journal of Anemia among Pregnant Mothers in Jerteh
should
Nutrition, 2002, 132:3680-3686. Terengganu, Malaysia. J Community Med
37. Gibson R. Principles of nutritional Health
assessment, 2nd ed. Oxford, UK, Oxford doi: 10.4172/2161-0711.1000150.
University Press, 2005.
38. Zimmermann MB, Biebinger R, Rohner F, S. Prevalence of anaemia and its
29. Patavegar BN, Kamble MS, Langare-Patil
Dib A, Zeder C, Hurrell RF, and Chaouki epidemiological correlates among women
N. 2006. Vitamin A supplementation in of reproductive age in a rural setting.
children with poor vitamin A and iron International Journal of Basic and Applied
erythropoietin and Medical Sciences. 2014; 4 (2): 155-159.
concentrations without
30. Wilunda C, Massawe S, Jackson C. changing total body iron. Am J Clin Nutr. Determinants
anaemia among women of reproductive
39. Suharno D, West CE, Muhilal, Karyadi D, age in Tanzania: analysis of data from the
and Hautvast JG. Supplementation with 2010 Tanzania demographic and health
vitamin A and iron for nutritional anaemia survey.
in pregnant women in West Java, International Health. 2013; 18 (12): 1488-
Indonesia. Lancet 1993: 342:1325-1328. 1497. doi:10.1111/tmi.12199.
40. Masthalina H, Laraeni Y, Dahlia YP. Pola
31. Batool Z, Zafar MI, Maann AA, Tanvir Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer Ali T. Socio-Cultural Factors Affecting
Fe) Terhadap Status Anemia Remaja Putri. Anemia and Their Effects on Mother, and
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015; 11 Child Health in Rural Areas of District
(1): 80-86.
41. Putri SI, Sumarmi S. Perbandingan Hassham Hassan Bin Asad2, Kousar R, Konsumsi Zat Gizi, Status Gizi, dan Kadar
Karim S, Tariq I, Syed Saeed ul Hassan, Hemoglobin Pengantin Wanita di Wilayah
Hussain I. Iron Deficiency Anaemia In Pantai
Reproductive Age Women Attending Probolinggo. Media Gizi Indonesia. 2013;
dan Pertanian
Kabupaten
Obstetrics And Gynecology Outpatient Of 9(1):72–77.
University Health Centre In Al-Ahsa,
42. Chaparro C, Oot L, Sethuraman K. 2014. Saudi Arabia. Afr J Tradit Complement Overview of the Nutrition Situation in
2014;11(2):339-342. Seven Countries in Southeast Asia.
Altern
Med.
http://dx.doi.org/10.4314/ajtcam.v11i2.19. Washington, DC: FHI 360/FANTA.
45. Shrivastava D, Mukherjee S, Lohana R,
43. Bhutta, Z. et al. Maternal and child Khemka S. Determinants of Factors for undernutrition and overweight in low-
Anaemia in Pregnancy in a Rural Medical income and middle-income countries. The
College. Global Journal of Medical Lancet. 2013; 382(9890):427–451.
research Gynecology and Obstetrics.
44. Taha A, Azhar S, Lone T, Murtaza G, 2013;13(2) Version 1.0 Khan SA, Mumtaz A, Muhammad
KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN KALSIUM SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN KALSIUM PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN JEMBER
Calcium Supplementation Compliance and Its Relationship to Calcium Adequacy among Pregnant Women in Jember
Galih Purnasari*, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani
Departemen Ilmu Gizi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
*E-mail: maretku16@gmail.com
Abstract
Background: World Health Organization (WHO) recommended supplementation of 1500-2000 mg/day calcium to be integrated into antenatal care (ANC) programmes to prevent pre-eclampsia, but the current program has not followed these recommendation. There was limited information about factors related to calcium supplements compliance and calcium adequacy in pregnant women in Indonesia. Objective: The study aims to analyze factors related to calcium supplements compliance and calcium adequacy in pregnant women. Method: This research was observational with cross sectional design. Subjects were 96 pregnant women received calcium supplements and attended ANC in Sumbersari and Ambulu Community Health Centre, Jember Regency. Data was analyzed using logistic regression to assess factors related to calcium intake compliance. Result: Factors associated to calcium supplements compliance were family support (OR= 3.40; 95% CI: 1.29–9.01) and perceived calcium benefits (OR= 3.02; 95% CI: 1.22-7.48). A high number of subjects (76.1%) was below estimated average requirement (EAR) of calcium. The average contribution of calcium intake from supplements was only 2.6% of subject’s EAR. Conclusion: This study implies that family support can improve compliance among the pregnant women and the needs of optimizing calcium supplementation program in Indonesia.
Keywords: Calcium supplements, calcium adequacy, pregnant women, ANC
Abstrak