PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG( Pimpinella pruatjan Molk .) SECARA AKUT TERHADAP FUNGSI HEPAR TIKUS PUTIH ( RATTUS NORVEGICUS ) JANTAN: UJI TOKSISITAS AKUT

  Pur woker t o

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL AKAR Pimpinella pruatjan Molk PURWOCENG ( .) SECARA AKUT TERHADAP RATTUS NORVEGICUS FUNGSI HEPAR TIKUS PUTIH ( ) JANTAN: UJI TOKSISITAS AKUT

  Oleh

  1

  2

  1 Fitranto Arjadi , Dhadhang Wahyu Kurniawan , Tomi Nugraha , Fikriah Rismi

  1

  

1

  1 Febrina , Emiliza Salman , Nafisah Putri Wyangsari

  1 Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia

   2 Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia Email ABSTRAK

  Latar Belakang: Purwoceng ( Pimpinella pruatjan Molk.), merupakan tanaman obat tradisional peningkat vitalitas pria. Senyawa aktif di dalam akar Purwoceng berpotensi toksik terhadap hepar. Tingkat keamaan Purwoceng sebagai obat tradisional belum banyak dipublikasikan sehingga dilakukan uji toksisitas akut. Tujuan: Menganalisis pengaruh pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng ( Pimpinella pruatjan Molk.) secara akut terhadap kerusakan gambaran histologi hepar dan kadar SGOT, SGPT tikus putih ( ) jantan.

  Rattus norvegicus

  Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan pendekatan post-test only terhadap lima belas tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi menjadi lima kelompok acak, yaitu kelompok kontrol (A) yang diberi aquades, kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5 mg/kgBB (B), 50 mg/kgBB (C), 300 mg/kgBB (D), dan 2000 mg/kgBB (E). Kerusakan gambaran histologi hepar dinilai dengan skor Roenigk termodifikasi dan kadar SGOT dan SGPT diukur dengan metode UV test . Hasil: Analisis kerusakan gambaran histologi hepar dengan Uji Kruskal-Wallis tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0.05).Uji One Way ANOVA terhadap kadar SGOT menunjukkanperbedaan tidak bermakna (p >0,05), sedangkan terhadap kadar SGPT menunjukkannilaibermakna (p <0,05). Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng secara akut berbagai dosis tidak merusak secara bermakna terhadap gambaran histologi hepar, tidak berpengaruh bermakna terhadap kadar SGOT akan tetapi berpengaruh secara bermakna terhadap kadar SGPT tikus putih ( Rattus norvegicus ) jantan.

  Kata Kunci: Purwoceng, Uji toksisitas akut, fungsi hepar, Rattus norvegicus

PENDAHULUAN

  Purwoceng, terutama akarnya merupakan contoh obat tradisional yang sering digunakan 1,2 untuk meningkatkan vitalitas pria. Tanaman Purwoceng ( Pimpinella pruatjan Molk.) tumbuh endemis di beberapa dataran tinggi di Indonesia. Tanaman ini diduga memiliki efek androgenik dan 1,3 anabolik.

  Penelitian terdahulu kepada hewan coba membuktikan bahwa kandungan akar Purwoceng memiliki efek androgenik yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan derajat spermatogenesis Pur woker t o

  dalam testis, meningkatkan jumlah dan motilitas sperma, memilikiefek antioksidan serta 2,3,4 meningkatkan kadar hormon LH dan testosteron. Uji fitokomia menunjukkan bahwa akar Purwoceng mengandung senyawa flavonoid, tanin, kumarin, saponin, sterol, alkaloid, 2,5,6 oligosakarida, eurikomalakton, dan amarolinda.

  Senyawa aktif hasil uji fitokimia yang terkandung di dalam akar Purwoceng merupakan senyawa xenobiotik yang akan mengalami biotransformasi dan ekskresi seperti halnya obat pada 7 umumnya. Sisa hasil biotransformasi obat dapat menjadi racun bagi tubuh manusia. Hepar sebagai organ utama biotransformasi obat dan ginjal sebagai organ utama ekskresi obat akan terpapar oleh 8 sisa metabolik, racun, dan mikroba sehingga rentan mengalami kerusakan.

  Senyawa aktif di dalam akar Purwoceng berpotensi toksik. Senyawa yang bersifat lipofilik seperti alkaloid, tanin, dan flavonoid dapat menyebabkan kerusakan pada sel tubuh, misalnya hepatosit dan ginjal. Kerusakan yang terjadi diakibatkan senyawa aktif tersebut lebih mudah berikatan dengan sel tubuh, dan meningkatkan durasi metabolisme dan ekskresi obat di dalam 9,10 tubuh. Senyawa aktif lain seperti fenol merupakan metabolit sekunder yang dapat menimbulkan 11,12 efek toksik dan mengiritasi sel tubuh. 13 Keamanan obat dapat digambarkan melalui uji toksisitas agar obat dapat dikatakan aman. Uji toksisitas adalah langkah awal dari uji toksisitas umum yang dilakukan untuk mengetahui 14 pengaruh pajanan zat toksik dengan waktu pemberian tertentu terhadap organ sasaran. Uji ini dilakukan untuk mendeteksi efek toksik yang muncul pada organ sasaran dalam waktu singkat 15 setelah pemberian obat dosis tunggal secara oral atau dosis berulang dalam waktu 24 jam. Penelitian uji toksisitas Purwoceng saat ini belum banyak dipublikasikan, sehingga dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (

  Pimpinella pruatjan Molk.) secara akut terhadap Hepar dan Ginjal.

METODE PENELITIAN Rancangan Studi

  Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan post-test only dengan kelompok kontrol. Persetujuan etik didapatkan dari KEPK Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

  Subjek

  Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih ( Rattus norvegicus ) jantan galur Wistar dengan kriteria inklusi: tikus jantan, berusia 8 – 12 minggu, dan memiliki berat badan diantara 150

  • – 200 gram. Hewan coba dieksklusikan apabila sakit dan mengalami perubahan berat badan 10% selama masa aklimatisasi. Hewan coba yang digunakan sebanyak 15 ekor dan dikelompokkan

  Pur woker t o

  dengan metode rancangan acak lengkap ke dalam lima kelompok, yaitu kelompok kontrol (A) yang diberi aquades, dan pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng dosis tunggal 5 mg/kgBB (B), 50 mg/kgBB (C), 300 mg/kgBB (D), dan 2000 mg/kgBB (E).

  Tata Urutan Kerja

  Ekstrak etanol akar purwoceng dibuat dengan teknik maserasi bertingkat. Aklimatisasi diberikan selama tujuh hari sebelum perlakuan dalam kandang berukuran 60 x 40 x 35 cm. Pemberian dosis tunggal ekstrak etanol akar Purwoceng diberikan melalui sonde oral pada hari pertama setelah proses aklimatisasi selesai. Pengamatan dilakukan selama 4 jam pertama setelah pemberian dosis untuk melihat tanda toksisitas umum berupa konvulsi, tremor, diare, agitasi, dan koma. Hewan diobservasi kembali pada waktu 24 jam kemudian dilakukan pengambilan sampel darah menggunakan pipet hematokrit melalui sinus orbitalis, kemudian dilakukan terminasi hewan coba dengan cara dislokasi servikal lalu dilakukan pengambilan organ hepar dan ginjal. Organ kemudian dibilas dengan larutan fisiologis NaCl 0,9% kemudian difiksasidenganlarutan Neutral Buffered Formaline dan dibuat preparat dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE).

  Pengambilan Data

  Pengambilan data perubahan gambaran histologi hepar dinilai berdasarkan skor Roenigk termodifikasi terhadap 20 hepatosit setiap lapang pandang. Skor 1 diberikan untuk sel normal, skor 2 untuk sel yang mengalami degenerasi parenkimatosa, skor 3 utuk sel yang mengalami degenerasi hidropik, skor 4 untuk sel yang mengalami nekrosis. Total skor dijumlahkan hingga pengamatan dilakukan sampai lima lapang pandang. Pengukuran kadar SGOT dan SGPT menggunakan metode kadar ureum menggunakan metode urease-GLDH (

  UV test, λ 340 nm).

  Analisis Statistik

  Uji validitas dan reliabilitas antarpengamat dilakukan menggunakan uji . Analisis

  Kappa

  univariat terdiri atas dan standar deviasi hasil pengamatan per kelompok. Analisis univariat

  mean

  dilakukan untuk mengetahui nilai rerata dan standar deviasi data. Selanjutnya, dilakukan uji normalitas dan analisis bivariat sesuai dengan hasil uji normalitas dan jenis data yang didapat untuk masing-masing variabel penelitian.

HASIL Gambaran Histologi Hepar

  Gambaran histologi hepar pada seluruh kelompok menunjukkan adanya variasi hepatosit yang beragam seperti terlihat pada Gambar 1. Gambaran histologi hepar normal dapat terlihat lebih banyak pada kelompok A, karena bentuk dan ukuran sel masih seragam dengan inti sel yang masih bulat dan di tengah, serta sinusoid terlihat melebar. Degenerasi parenkimatosa dapat terlihat dari hepatosit yang lebih besar dari ukuran normal dengan sitoplasma yang bergranul kemerahan akibat Pur woker t o

  adanya penumpukkan protein. Degenerasi hidropik dapat terlihat dari hepatosit yang lebih besar dari ukuran normal, akan tetapi terdapat vakuola pada sitoplasma yang berwarna jernih. Degenerasi dapat dilihat pada seluruh kelompok. Nekrosis dapat terlihat dari gambaran inti yang mengalami perubahan berupa piknotik, karioreksis, dan kariolisis. Piknotik merupakan gambaran intik yang memadat, karioreksis merupakan gambaran inti yang pecah menjadi fragmen-fragmen, sedangkan kariolisis merupakan gambaran inti sel yang memudar.

  Sumber: Data primer peneliti

  

Gambar 1. Gambaran histologi hepar tikus pasca perlakuan. (A) Kelompok kontrol, kelompok

  perlakuan ekstrak etanol akar Purwoceng dosis tunggal (B) 5 mg/kgBB, (C) 50 mg/kgBB, (D) 300 mg/kgBB, dan (E) 2000 mg/kgBB. (1) hepatosit normal; (2) degenerasi parenkimatosa; (3) degenerasi hidropik; (4) nekrosis; (5) daerah porta; (6) sinusoid. Pewarnaan Hematoxylin-eosin (HE); Perbesaran 400x.

  Hasil rerata total skor Roenigk termodidikasi paling tinggi terdapat pada kelompok E, yang diikuti oleh kelompok B, kelompok C, dan kelompok D seperti terlihat pada Gambar 2. Hasil uji

  

Kurskal-Wallis didapatkan hasil p=0.363 (p>0.05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat

  perbedaan kerusakan gambaran histologi hepar yang bermakna antarkelompok. Analisis data dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan perubahan antara kelompok D dengan kelompok yang lain, sedangkan untuk kelompok A, B, C, dan E dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji T-independen. Hasil uji Mann-Whitney dan T independen didapatkan hasil p>0.05 sehingga perbedaan perubahan gambaran histologi hepar terbukti tidak memiliki perbedaan yang bermakna antarkelompok.

  Pur woker t o A B C D E

  Sumber: Data Primer Peneliti

  

Gambar 2. Rerata total skor Roenigk.KelompokA :Kontrol; Kelompok B : 5 mg/KgBB; Kelompok

C : 50 mg/KgBB; Kelompok D : 300 mg/KgBB; Kelompok E : 2000 mg/KgBB. Kadar SGOT dan SGPT

  Uji toksisitas akut bertujuan untuk mengetahui nilai LD 45 50 dan efek toksik pemberian akut suatu zat. Selama penelitian berlangsung, tidak terdapat hewan coba yang mati, sehingga belum dapat ditentukan kadar LD pada ekstrak etanol akar purwoceng. Nilai normal kadar SGOT dan 50 SGPT dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada sebesar 72,9-

  127,9 U/l dan 44,5-74,9 U/l. Terdapat rerata nilai SGPT yang diatas normal pada kelompok D (76,27±3,27 U/l) Rerata kadar SGOT tertinggi adalah kelompok E (121,53±16,31 U/l), kemudian kelompok C (109,23±7,95 U/l), kelompok B (108,46±12,41U/l), kelompok D (102,36±7,46 U/l), dan yang terkecil adalah kelompok A (99,06±8,1U/l). Rerata kadar SGPT tertinggi adalah kelompok D (76,27±3,27 U/l), dan terendah pada kelompok A (56,5±4,18 U/l). Urutan rerata SGPT kelompok perlakuan adalah kelompok C (64,1±4,76 U/l) lalu kelompok B (59,87±10,64 U/l) dan kelompok E (59,13±9,95 U/l) (Gambar 5).

  Pur woker t o

  Sumber: Data Primer Peneliti

  

Gambar 5. Rerata Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih Jantan. KelompokA :Kontrol; Kelompok

  B : 5 mg/KgBB; Kelompok C : 50 mg/KgBB; Kelompok D : 300 mg/KgBB; Kelompok E : 2000 mg/KgBB.

  Analisis bivariat menggunakan One Wa y ANOVA didapatkan hasil pada SGOT

nilai p=0,604 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara

  One Way ANOVA

  

kelompok data SGOT (p>0,05). Analisis pada data SGPT didapatkan

nilai p=0,033 (p<0,05), yang berarti terdapat minimal dua kelompok data yang memiliki

  post hoc

  perbedaaan rerata yang bermakna. Data bivariat SGPT kemudian dilakukan uji

  Bonferroni

  dan didapatkan terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara kelompok A dan kelompok D.

DISKUSI Gambaran Histologi Hepar

  Rerata total skor Roenigk tertinggi terdapat pada kelompok E (279 ± 67.67), sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok D (218.33 ± 68.71). Kelompok B dan C berada diantara kelompok E dan D. Skor Kelompok B memiliki rerata 269.33 ± 54.88 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok C dengan rata-rata 250 ± 48.07. Hasil analisis total skor Roenigk dengan uji Kruskal-Wallis, yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dan uji T-Independen, menunjukkan nilai p>0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kerusakan gambaran histologi hepar yang bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol pada pemberian dosis tunggal ekstrak etanol akar Purwoceng secara akut pada seluruh kelompok perlakuan. Pur woker t o

  Kerusakan gambaran histologi hepar di dalam penelitian ini pada dasarnya diakibatkan oleh kandungan aktif ekstrak etanol akar purwoceng, seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol yang 9,10,12 memiliki potensi toksik terhadap hepar. Kerusakan yang tidak bermakna pada penelitian ini terjadi karena kandungan senyawa aktif pada akar Purwoceng selain memiliki potensi toksik juga memiliki sifat hepatoprotektif. Penelitian terhadap mencit yang diberikan karbon tetraklorida 16,17 menunjukkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas hepatoprotektif. Selain itu, sebuah penelitian mengenai pemberian obat herbal menunjukkan bahwa kandungan flavonoid memberikan efek 18 hepatoprotektif yang signifikan. Penelitian lain menunjukkan bahwa glikosida, flavonoid, 19 triterpenoid, dan fenol merupakan senyawa aktif yang memiliki aktivitas hepatoprotektif.

  Purwoceng juga mengandung beberapa senyawa aktif yang bersifat antioksidan seperti 5,20 flavonoid, tanin, triterpenoid, vitamin E. Terdapatnya senyawa antioksidan pada Purwoceng dapat memberikan mekanisme pertahanan hepar untuk menangkal radikal bebas hidroksil dan 21 hidrogen peroksida dengan cara melakukan metabolisme peroksida lipid. Selain itu, senyawa antioksidan yang terkandung di dalam Purwoceng dapat menghambat pembentukan Reactive 22 Oxygen Species dan mencegah menumpuknya lipid peroksidase. Kelompok D memiliki rerata total skor Roenigk paling rendah, karena obat herbal yang mengandung tanin dan flavonoid dengan dosis 200 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif terhadap kelinci yang 23 mengalami hepatotoksisitas akibat parasetamol. Gambaran histologi hepar pada kelompok kontrol (A) menunjukkan skor Roenigk yang bervariasi, dan tetap dapat ditemui kerusakan mulai dari degenerasi parenkimatosa hingga terjadi nekrosis karena beberapa faktor seperti faktor biologis, faktor kimia, faktor hereditas, dan faktor lingkungan.

  Faktor lingkungan telah dikendalikan dengan memberikan kandang dan suasana yang sama. Suasana tempat penelitian dikendalikan dengan menjaga temperatur, kelembaban, dan sirkulasi udara, selain itu kandang selalu dibersihkan setiap hari. Asupan makanan yang diberikan juga sama pada seluruh kelompok, tetapi jumlah pakan, riwayat pakan, dan riwayat minum pada hewan coba pada penelitian ini tidak diketahui. Jumlah asupan pakan yang kurang selama tiga hari menurut 24 sebuah penelitian dapat menyebabkan kerusakan ringan pada jaringan hepar .

  Faktor biologis diantaranya adalah adanya mikroorganisme berupa jamur pada pakan yang diberikan, diduga terdapat kelompok jamur yang hidup di dalam pakan hewan coba dan dapat 25 menghasilkan aflatoksin . Kandungan aflatoksin ini merupakan zat yang dapat menimbulkan efek 26 merusak pada hepar .

  Perlakuan pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam dengan pemberian obat dosis tunggal secara peroral untuk melihat respon organ terhadap dosis obat yang diberikan dalam waktu yang singkat. Kerusakan hepatosit pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antarkelompok karena regenerasi hepar dapat terjadi secara sempurna pada hari ke-2, ke-4 dan ke-8 Pur woker t o

  pasca reseksi hepar, sehingga hanya dapat diobservasi kerusakan hepatosit yang bersifat 27 ireversibel .

  Kerusakan sel pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu jejas reversibel dan jejas ireversibel. Jejas reversibel adalah suatu kondisi dimana sel yang mengalami kerusakan dapat mengkompensasi rusaknya integritas membran sel, gangguan pembentukan ATP, gangguan sintesis protein, dan rusaknya integritas apparatus genetik. Jika kompensasi gagal dilakukan, maka akan timbul jejas ireversibel yang menyebabkan disfungsi mitokondria dan gangguan fungsi membran yang luas. Degenerasi parenkimatosan dan degenerasi hidropik yang dihitung pada skor Roenigk merupakan bagian dari jejas reversibel, sedangkan nekrosis dikategorikan sebagai jejas 28 ireversibel .

  Kadar SGOT dan SGPT

  Kandungan ekstrak etanol akar purwoceng diantaranya adalah alkaloid, tanin, flavoniod, 42,43,44 saponin, triterpenoid, fenol, glukosa, dan vitamin C. Senyawa lipofilik diantaranya alkaloid, flavoniod, saponin, dan tanin dapat merusak hepar dengan cara merusak membran sel dan menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sehingga terjadi peningkatan kadar SGOT dan 48 SGPT. Selain itu, tanin, vitamin C, flavonoid, saponin, dan fenol juga memiliki efek 46,47 hepatoprotektif dengan perannya sebagai antioksidan.

  Rerata tertinggi nilai SGOT yaitu kelompok E (2000 mg/kgBB) sebesar 121,53±16,31 U/l. Peningkatan kadar SGOT dapat terjadi karena kerusakan hepatosit. Peningkatan kadar SGOT juga bisa terjadi jika terdapat kerusakanjantung, otot, otak, dan ginjal sehingga tidak 49 spesifik. Peningkatan kadar SGOT dalam batas normal juga dapat disebabkan karena selain efek hapatotoksik, ekstrak etanol akar purwoceng juga bersifat hepatoprotektif.Pemberian tanaman lain yang mengandung alkaloid, flavonoid, triterpenod dan fenol pun menunjukkan hasil SGOT yang 50 meningkat tetapi masih dalam batas normal.

  Nilai SGPT lebih spesifik menunjukkan kerusakan akut hepatosit, karena sebagian besar enzim 51 ini terdapat di hepatosit. Letak enzim SGPT yang terdapat di sitosol hepatosit menyebabkan enzim 52 ini lebih cepat keluar saat terjadi kerusakan membran hepatosit. Rerata kadar SGPT tertinggi terdapat pada kelompok D (300 mg/kgBB) yaitu sebesar 76,27±3,27 U/l, sedikit meningkat daripada nilai normal. Peningkatan kadar SGPT menunjukkan disfungsi hepar sebagai akibat dari biosintesis enzim dan penurunan permeabilitas membran. Kerusakan hepar yang terjadi kemungkinan karena paparan langsung zat toksik pada saat proses detoksifikasi produk metabolit 53 dan senyawa xenobiotik.

  Rerata kadar SGPT menurun pada dosis yang lebih tinggi, yaitu pada kelompok E (59,13±9,95 U/l). Hal ini kemungkinan pada dosis yang lebih tinggi ekstrak etanol akar purwoceng lebih menunjukkan efek hepatoprotektif. Ekstrak etanol akar purwoceng mengandung fenol yang Pur woker t o

  menetralkan reaksi residual radikal bebas dan flavonoid yang dapat mengurai reactive oxygen 46,47

  

spesies (ROS) sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan di dalam tubuh. Penelitian

  mengenai pemberian ekstrak Dendrobium ovatum yang mengandung flavonoid, alkaloid, triterpenoid, glikosida, dan steroid menunjukkan kadar SGPT terendah pada kelompok perlakuan 47 dosis tertinggi (400 mg/kgBB) dibandingkan kelompok dosis yang lebih rendah.

KESIMPULAN

  Pemberian ekstrak etanol akar Purwoceng secara akut berbagai dosis tidak merusak secara bermakna terhadap gambaran histologi hepar dan ginjal, tidak berpengaruh bermakna terhadap kadar SGOT, ureum dan kreatinin, akan tetapi berpengaruh secara bermakna terhadap kadar SGPT tikus putih ( Rattus norvegicus ) jantan.

  REFERENSI 1.

  Dewoto, H. R. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka.

  Majalah Kedokteran Indonesia . 57(7): 205 – 2011.

  2. Eurycoma Longifolia dan Juniarto, A. Z. 2004. Perbedaan Pengaruh Pemberian Ekstrak

  Pimpinella Alpina Molk pada Spermatogenesis Tikus Sprague Dawley . Tesis . Universitas

  Diponegoro. Semarang. (Tidak dipublikasikan) 3.

  Pimpinella

  Usmiati, S., &Yuliani, S. 2010. Efek Androgenik dan Anabolik Ekstrak Akar

  alpina Molk (Purwoceng) pada Anak Ayam Jantan. Prosiding Seminar Nasional teknologi

  . 2010: 744 Peternakan dan Veteriner – 755.

  4. Pimpinella alpina Molk (Purwoceng) dan Akar Taufiqqurrachman. 1999. Pengaruh Ekstrak

  Eurycoma longifolia Jack. (Pasak Bumi) Terhadap Peningkatan Kadar Testosteron, LH, dan

  FSH serta Perbedaan Peningkatannya pada Tikus Jantan Sprague Dawley. Semarang: Tesis. Prodi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

  5. Pimpinella alpina ) terhadap Pribadi, W. A. 2012. Efektivitas Ekstrak Etanol Purwoceng (

  Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Bunting pada Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari.

  Skripsi . Bogor: Institut Pertanian Bogor 6.

  Buletin Plasma Darwati, I., & Rostika, I. 2006. Status penelitian Purwoceng di Indonesia. Nutfah. 12(1): 9 – 15.

  7. Drug Biotransformation dalam Basic & Clinical Pharmacology 10th Ed.

  Correia, M. A. 2007.

  New York: McGraw-Hill Companies.

  8. Robbins Basic Pathology 8th Ed.

  Kumar, V., Abbas, A.K, Fausto, N., & Mitchell, R.. 2007.

  Philadelphia: Saunders Elsevier Inc.

  9. Purwita, A. A., Indah, N.K., & Trimulyono, G. 2013. Penggunaan Ekstrak Daun Srikaya

  • – ( Annona squamosa ) Sebagai Pengendali Jamur Secara In Vitro. Lantera Biologi . 2(2): 179 183.

  10. Doostdar, H., Burke, M. D. & Mayer, R. T. 2000. Bioflavonoids: selective substrates and inhibitors for cytochrome P450 CYP1A and CYP1B1. Toxicology. 144(1-3): 31

  • – 38.

  11. Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. .

  Artikel Ilmiah Universitas Diponegoro. Semarang.

  12. Kyselova, Z. 2011. Toxicological aspects of the use of phenolic compounds in disease prevention. 4(4): 173

  Interdisciplinary Toxicology. – 183.

  13. Ekonomi Farmasi . Yogyakarta: Grasindo.

  Spillane, J. J. 2010.

  14. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko . Edi Nugroho, Lu, F. C. 2006. penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia. Pur woker t o 15.

  BPOM. 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo .

  16. Al-Jumaily, E. F., Raghad, S. A., &Jasim, M. A. 2014. Hepatoprotective Activity of Flavonoids Purified and Ethanolic Extract from Iraqi Propolis Against Carbon tetrachloride- Induced Liver Damage In Male Mice.

  IOSR Journal Of Pharmacy. 4(3): 22 – 27.

  17. Sannigrahi, S., Upal, K. M., Dilip, K. P., Arijit, M., & Souvik, R. 2009. Hepatoprotective Potential of Flavonoid Rich Fraction of Enhydra fluctuans Against CCl4-Induced Oxidative Damage in Rats. 2(2009): 575 Pharmacologyonline. – 586.

  18. Gupta A., Sheth, N. R., Sonia, P., Jitendra, S. Y., & Shrikant V. J. 2015. Screening of flavonoids rich fractions of three Indian medicinal plants used for the management of liver diseases. . 25(2015): 485 Brazilian Journal of Pharmacology – 490.

  19. Adewusi, E. A., &Afolayan, A.J. 2010. A review of natural products with hepatoprotective activity. Journal of Medicinal Plants Research . 4(13): 1318 – 1334.

  20. Pimpinela alpina Achmadi, P. 2011. Kajian Androgenik Ekstrak Etanol Akar Purwoceng ( KDS) Terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Betina Dara. Skripsi.

  Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  21.

  et al . 2013.

  Chen, Y., Dong, H., Thompson, D.C., Shertzer, H.G., & Nebert, D.W., Glutathione Defense Mechanism in Liver Injury: Insights from Animal Models. Food Chemical Toxicology . 2013 October ; 60: 38 –44.

  22. Adewole, S.O, & Ojewole, J.A.O. 2009. Protective Effects of Annona Muricata Linn.

  (Annonaceae) Leaf Aqueous Extract on Serum Lipid Profiles and Oxidative Strees in Hepatocytes of Streptozotocin-Treated Diabetic Rats. African Journal Traditional, . 6(1): 30-41.

  Complementary and Alternatives Medicines

  23. . 2015. Phytochemical Screening and Hepatoprotective Effect of Alhagi Rehman, J. U maurorum Boiss (Leguminosae) Against Paracetamol-Induced Hepatotoxicity in Rabbits.

  . 14(6): 1029 Tropical Journal of Pharmaceutical Research – 1034.

  24. Al-Qudah, M. M. 2012. The Histological Examination of Male Albino Rats Liver Which Was Exposed to Hunger Stress. World Applied Sciences Journal . 16(10): 1427 – 1431.

  25. Rachmawati, S., & Hamid, H. 2006. Pengaruh Penggunaan Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Terhadap Kandungan Residu Aflatoksin dalam Hati Itik dan Hubungannya dengan Aflatoksikon. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 3(1) : 25-30.

  26. Onyegeme-Okerenta, B. M., & Enyadike, N. U. 2015. Hepatotoxic Effect of Aflatoxin- Contaminated Agro Feeds (Groundnut, Maize & Melon Seed) on Wistar Albino Rats.

  Agricultural and Biological Sciences Journal. 1(5): 190 – 196.

  27. Andersen, K. J. 2013. The natural history of liver regeneration in rats: Description of an

  • – animal model for liver regeneration studies. International Journal of Surgery . 11(2013): 903 908.

  28. Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel dalam Buku Ajar Mitchell, R. N. & Cotran, R.S. 2004.

  Patologi Robbins, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

  29. Suzery, M., Cahyono, B., &Taufiqurrahman. 2005. Produksi Senyawa Afrodisiak dari Purwoceng ( Pimpinella alpina Molk. ): Pengembangan Poten si “Natural Resources” Khas Jawa Tengah. Laporan Kegiatan Hibah Bersaing . Universitas Diponegoro. Semarang.

  30. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo .

  31. Flavonoid Pharmacokinetics: Methods of Analysis, Davies, N.M. &Yanez, J.A. 2013.

  Preclinical and Clinical Pharmacokinetics, Safety, and Toxicology . New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

  32. Sudha, Munuswamy, Gnanamani, A., Deepa, G., Sudha, M., Madhavacharyulu, E., Deivanai, K., & Sadulla, S. 2008. In Vivo Studies on Evaluation of Potential Toxicity of Unspent Tannins Using Albino Rats ( Rattus norvegicus ). Food and Chemical Toxicology . 46(6): 2288- 2295. Pur woker t o 33.

  Hsu Y.W., Tsai, C.F., Chen, W.K., Huang, C.F., &YenC.C. 2011. A Subacute Toxicity Evaluationof Green Tea ( Camellia sinensis ) Extract inMice. Food and Chemical Toxicology.

  49: 2624-2630.

  34. Zhang, J., Brown, R.P., Shaw, M., Vaidya, V.S., & Zhou, Y. 2008. Immunolocalization of Kim-1, RPA-1 and RPA-2 in Kidney of Gentamicin-Mercury, or Chromium-treated Rats: Relationship to Renal Distributions of iNOS and Nitrotyrosine.

  Journal of ToxicolPathol, 36(3): 397-409.

  35.

  . 2008.

  et al

  Bayrak, O., Bavbek, N., Karatas, O. F., Bayrak, R., Catal, F., &Cimentepe, E., Nigella sativa Protects Against Ischaemia/Reperfusion Injury in Rat Kidneys.

  Nephrol Dial Transplant . 23: 2206-2212.

  36. Gomes, I.B.S., Porto, M.L., Santos, M.C.L.F.S., Campagnaro, B.P., Pereira, T.M.C., Meyrelles, S.S., & Vasquez, E.C. 2014. Renoprotective, Anti-oxidative and Anti-apoptotic Effects of Oral Low-Dose Quercetin in the C57BL/6J Model of Diabetic Nephropathy. Lipids . 13: 184-193.

  in Health and Disease 37.

  Yousef, M.M., Alhusseini, N.F., Mohamed, H.A., Eldesoky, R., & Zaki, M.M. 2014. Role of Ginger Extract and N-acetylcysteine in Acute Tubular Necrosis: Histological, Immunohistochemical, and Gene Expression Study in Rats. Journal of Cell Biology and Genetics . 4(3): 27-39.

  38. Yokozawa, T., Akiko, S., Eun, J.C., Yoshiki, K., danYasumasa, I. 2005. Protective role of CoptidisRhizoma Alkaloids AgaintsPeroxynitrite-induced Damage to Renal Tubular Epithelial Cells. Journal of Pharmacy and Pharmacology . 57 (3): 367-374.

  39. Nasri, H., Nematbakhsh, M., Ghobadi, S., Ansari, R., Shahinfard, N., &Rafieian-kopaei, M.

  2013. Preventive and Curative Effects of Ginger Extract AgainstHistopathologic Changes Gentamicin-Induced Tubular Toxicity in Rats. International Journal of Preventive Medicine . 4(3): 316-321.

  40. Vandenberge, V. 2012. Transfer of Cross-Contamination Levels of Coccidiostats, Antibiotics and Anthelmintics from Feed to Poultry Matrices. Dissertation . Ghent University

  41. Atlas Histologi di FioreEdisi 11 . Jakarta: EGC.

  Eroschenko, V.P.2010.

  42. Rostiana, O., Haryudin, W., Aisyah, S., & Dadi. 2011. “Observasi Morfologi, Produksi, dan Mutu Purwoceng.” Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

  43. O., & Trisilawati, Pitono. 2012. “PengaruhCekamanDefisit Air TerhadapPembentukanBahanAktifpadaPurwoceng.” Bul. Littro 23(1): 34-47.

  44. R. M.; Samanhudi; danRahayu, M. 2013.

  Dewi,

  Pimpinellapruatjan Molk.)

  “ResponPertumbuhandanHasilTanamanPurwoceng ( diBoyolaliTerhadapPemberianPupukOrganikdanCendawanMikorizaArbuskula.” Journal of

  Agronomy Research 2(4): 52-59.

  45. Serta Amiria, F.D. 2008. “Uji Toksisitas Akut Bahan Herbal „X‟ Ditinjau dari Nilai LD 50 Fungsi Hati dan Ginjal pada Mencit Putih.” Skripsi. Depok: FMIPA Universitas Indonesia.

  46. Adriani, L.,Rochana, A.,Yulianti, A.,Mushawwir, A.,&Indrayani, N. 2014. “Profil Serum Glutamate Oxaloacetat Transaminase (SGOT) and Glutamate Pyruvate Transaminase (SGPT) Level of Broiler that was Given Noni Juice (Morindacitrifolia) and Palm Sugar . 62 (1): 101-105. (Arengapiata).” LucrariStiintifice-SeriaZootehnie 47. Ganapaty, S., Ramaiah, M., Yasaswini, K., Nuthakki, V. K., & Harikrishnareddy, D. 2013. “

  Quantitative Phytochemical Estimation and Evaluation of Hepatoprotective Activity of Methanolic Extract of Dendrobium ovatum (L.) Kraenzl. Whole Plant Against CCl4 Induced Hepatotoxicity.” Journal of Pharma cognosy and Phytochemistry .2(3):113-118.

  48. Cantella asiatica Praptiwi, Wulansari, D.,&Chairul. 2010. “ Efek Toksisitas Ekstrak Pegagan (

  Linn.) pada Organ dan Jaringan Mencit ( Mus musculus Majalah Farmasi Indonesia. 21(1): ).” 40-47.

  49. Gupta, A. K., Ganguly, P., Majumder, U. K., & Ghosal, S. 2009. “ Hepatoprotective and Antioxidant Effects of Total Extracts and Stereoidal Saponins of Solanum xanthocarpum and Pur woker t o Phamacologyonline . 1(5):

  Solanum nigrum in Paracetamol Induced Hepatotoxicity in Rats.” 757-768 50. Kinjo, J.; Okawa, M.; Udayama, M.; Sohno, Y.; Hirakawa, T.; Shii, Y.; dan Nohara, T. 1999.

  “Hepatoprotective and Hepatotoxic Actions of Oleanic Acid-Type Triterpenoidal Glucoronids on Rat Primary Hepatocyte Cultures.” Chemistry Pharmacy Bull. 42(2): 290-292.

  51. Mahanani, A. I. 2015. “Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat (Persea aamericana Mill.) Terhadap Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase Darah pada Tikus Sprague Dawley.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  52. Giannini, E.D., Testa, R., &Savarino, V. 2005. Liver Enzyme alteratsion: a guide for clinicians. . 172 (3): 367-79.

  CMAJ 53.

  Abd-Elhady, H. K.; &Abou-Elghar, G. E. 2013. “Abamectin Induced Biochemical and Histopatological Changes in the Albino Rat, Rattusnorvegicus . Journal of Plant Protection 53(3):263-270.

  Research.

  54. Ma‟mun, S. S., F. Manoi, B. S., Sembiring, T., Sukmasari, A. G., Tjitjah, F., & Kustiwa, D.

  2006. Teknik Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Purwoceng. Laporan Pelaksanaan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik : 314 – 324.

  55. Yadav, Y.C., &Srivastava, D.N. 2013. Nephroprotective and Curative Effects OfFicusReligiosa Latex Extract Against Cisplatin-Induced Acute Renal Failure. Pharmacy

  ;51(11):1480-5

  Biology 56.

  Karami, M., Nokabadi, F.K., Ebrahimzadeh, M.A., & Naghshvar, F. 2014. Nephroprotective Effects of Feijoa sellowiana Leaves Extract on Renal Injury Induced by Acute Dose of Ecstasy (MDMA) in Mice. 17(1):69-72

  Iranian Journal of Basic Medical Sciences 57.

  Sonkar, N., Ganeshpurkar, A., Yadav, P., Dubey, S., Bansal, D., &Dubey,N.. 2014. An Experimetal Evaluation Of Nephroprotective Potential Of Buteamonosperma Extract In Albino Rats. 46(1): 109-112

  Indian Journal of Pharmacology 58.

  World Journal of Achyut, D., & Mulukuri, S. 2014. Flavonoids in Kidney Protection. Pharmacy and Pharmaceutical Sciences ;4(3): 362-382 59.

  Jakarta : Priyanto. 2009. Toksikologi, Mekanisme, Terapi, AntidotumdanPenilaianRisiko. Leskonfi