HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU

  HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU Aminah

  Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita diseluruh dunia. Dialami oleh lebih dari 1,4 juta perempuan diseluruh dunia (Ferlay et al,

  Di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh kanker leher rahim menempati urutan kedua dari kanker pada wanita. Angka estimasi insiden rate kanker leher rahim dibeberapa kota :Jakarta 100/100.000; Bali 152/100.000; Tasikmalaya 360/100.000; Sidoarjo 49/100.000 ( Buku Acuan KEMENKES RI, 2015)

  Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita. Kanker serviks telah menempati urutan terbanyak kedua setelah kanker payudara. Bahkan penderita kanker serviks semakin meningkat dari tahun ketahun terutama pada negara berkembang. Kanker serviks sulit dideteksi dan begitu terdeteksi sering kali sudah berada pada stadium lanjut sehingga sulit untuk ditangani. Hal tersebut menyebabkan kanker serviks menjadi momok bagi setiap penderitanya (Sisca Nida mayrita, 2012)

  Cancer Society,2014).

  ditemukan 528.000 kasus baru kanker serviks dan 85 % terjadi pada daerah yang kondisinya kurang berkembang. Dan 231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara berkembang, 1 dari 10 wanita berasal dari negara maju. Sementara Amerika Serikat pada tahun 2014 didapatkan 12.360 kasus baru terinfeksi kanker serviks yang mengakibatkan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks. Tingkat kematian akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini (American

  World Health Organization (WHO) 2013,

  terjadi dan sekitar 230.000 perempuan meninggal karena penyakit tersebut (Buku Acuan KEMENKES RI, 2015).

  2001). Setiap tahun, lebih dari 460.000 kasus

  Kata kunci : Alat Kontrasepsi ,displasia serviks, pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) PENDAHULUAN

  1

, Arman

  Dialami oleh lebih dari 1,4 juta perempuan diseluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk untuk menganalisis hubungan penggunaan alat kontrasepsi dengan kejadian displasia serviks melalui deteksi dini inspeksi visual asam asetat (IVA) di Kabupaten Barru.Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Barru. Dengan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study dengan populasi adalah seluruh Pasangan Usia Subur yang sudah menikah,berusia 15 sampai 49 tahun yaitu 123 responden.Tidak ada hubungan antara Pemakaian alat kontrasepsi terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.373), tidak ada hubungan antara umur ibu terhadap kejadian displasia serviks dcengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.249), dan ada hubungan antara usia menikah terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.023). dan ada hubungan antara paritas terhadap kejadian displasia serviks dcengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.008). Diharapkan Masyarakat terutama wanita agar menghindari pamaparan dan bisa terhindar dari risiko kanker serviks. Wanita yang berusia ≥ 35 tahun untuk melakukan pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker serviks.

  ABSTRAK Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita diseluruh dunia.

  (Alamat Korespondensi: Aminahmrm238@gmail.com/ 085343766970)

  3 Pasca Sarjana UMI Makassar

  2 Pasca Sarjana UMI Makassar

  1 Pasca Sarjana UMI Makassar

  3

  2 , Muh.Khidri Alwi

  Di Indonesia, prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk (Riskesdas 2013), serta merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi insidens kanker leher rahim tahun 2010 sebanyak 17 per 100.000 perempuan

  (Globocan/IARC 2012). Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan (Globocan/IARC 2012). Jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 adalah kanker payudara (28,7%), disusul kanker leher rahim (12,8)(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015)

  Skrining merupakan upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis yang belum jelas dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu. Upaya ini dapat dilakukan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesungguhnya menderita suatu kelainan. Skrining kanker serviks dilakukan dengan tes IVA.

  Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986 Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di Indonesia. Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining terhadap 904.099 orang (2,45%), hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang (4,94%), suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang (1,2 per 1.000 orang) (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015)

  Perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktor terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang wanita, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Wahyuningsih, 2014).

  Kebanyakan panduan menganjurkan untuk melakukan skrining pertama dalam waktu 3 tahun pertama setelah aktif secara seksual karena ada beberapa faktor yang menjadi resiko atau secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan Human Papilloma Virus (HPV) sehingga terjadi lesi prakanker (displasia). Beberapa faktor tersebut adalah ekonomi, faktor aktivitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan seks, multiparitas, kurang menjaga kebersihan genetalia, merokok, riwayat penyakit kelamin dan penggunaan kontrasepsi hormonal jangka panjang (Dianda, 2009).

  Berdasarkan data riset kesehatan tahun 2013 jumlah penderita kanker serviks di indonesia sebanyak 98.692 kasus (Pusat data dan informasi 2015). Jumlah penderita kanker serviks dari tahun ketahun mengalami fluktuasi (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Provinsi sulawesi selatan). Pada tahun 2009 tercatat

  1.011 kasus, 1.141 kasus (2010), 210 kasus (2011), 2.066 kasus (2012) dan 536 kasus (2013). Berdasarkan survailans yang merupakan laporan tahunan penyakit menular untuk kanker serviks baik rawat jalan maupun rawat inap pada tahun 2010 dan 2011 tertinggi dikabupaten enrekang sebanyak 127 kasus, dan makassar menempati urutan ketiga sebanyak 60 kasus disusul kabupaten bone sebanyak 25 kasus. Fluktuasi kanker serviks dari tahun ketahun disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan perempuan yang sudah menikah tentang pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks. (Yunianti, 2014).

  Menurut data dari RSUD Barru didapatkan data Displasia serviks padatahun 2014 sebanyak 20 orang, tahun 2015 sebanyak 31 orang, tahun 2016 sebanyak 52 orang. Angka kejadian ini terus meningkat ditahun 2017 dengan adanya program pemerintah pelaksanaan deteksi dini displasia serviks menggunakan tes IVA di puskesmas.

  Untuk pemecahan masalah tersebut diatas maka perlu dilakukan metode skrining alternative yang mampu mengenali lesi prakanker (displasia). Metode alternatif tersebut skrining inspeksi visual asam asetat (cuka) kedalam leher rahim dapat ditangani secara dini (BKKBN,2006 dan Nova, 2012).

  Penelitian terkait resiko penggunaan kontrasepsi hormonal dan riwayat IMS dengan kejadian displasia serviks yang diteliti oleh Suriani (2011), antara lain menganalisis tentang kontrasepsi hormonal dengan kejadian lesi prakanker rahim menggunakan metode IVA yang dilakukan dikecamatan Payangan. Penelitian didaerah berbeda dengan metode yang sama, dilakukan triwahyuningsih tahun 2013 dijatinegara, didapatkan bahwa lama penggunaan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun mempunyai peluang 42 kali untuk mengalami kejadian displasia serviks dibanding dengan wanita yang menggunakan pil kontrasepsi < 4 tahun (Wahyuningsih T, 2013).

  Fitri D (2013), meneliti tentang pemakaian pil KB di Poliklinik Onkologi Rumah Sakit Dr sutomo Surabaya menyatakan bahwa pemakaian pil KB kombinasi tidak berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim. Lebih lanjut renee (2012), dalam penelitiannya di Nashville, Ttennessee menyatakan paparan progesteron pada kontrasepsi suntikan tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap perubahan hasil sitologi/Pap smear (Sudirtayasa, 2015).

  Berdasarkan survey awal yang dilakukan dikabupaten Barru dari 6608 pasangan usia pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat subur dan yang telah melakukan pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) sebanyak 48 (IVA). orang dan yang terdeteksi IVA positif

  c. Analisis Multivariat sebanyak 2 orang, dan yang aktif menjadi Analisis multivariat digunakan untuk akseptor keluarga berencana (KB) sebanyak melihat sejauh mana pengaruh masing- 4669 orang, dan yang menggunakan masing variabel independent yaitu kontrasepsi hormonal sebanyak 4106 yang penggunaan kontrasepsi hormonal, non terdiri dari pil, suntik dan implant, MOW hormonal dan non kontrasepsi dengan sebanyak 140 orang, Kondom sebanyak 215 variabel dependent yaitu displasia serviks orang sedangkan yang menggunakan AKDR dengan menggunakan analisis Korelasi sebanyak 208 orang. (Data BKKBN kab Barru, yang merupakan suatu analisis untuk 2016). mengetahui tingkat keeratan hubungan Berdasarkan data diatas peneliti tertarik antara dua variabel. untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi HASIL PENELITIAN dengan kejadian displasia serviks melalui

  1. Univariat pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan (IVA) di Kabupaten Barru” Hasil Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam

  Asetat di Kab. Barru

BAHAN DAN METODE

  Hasil IVA n %

  Lokasi, populasi, dan sampel

  Positif 16 13,0 Desain penelitian yang digunakan

  Negatif 107 87,0 dalam penelitian ini adalah penelitian Jumlah 123 100.0 kuantitatif..Sampel dalam penelitian ini adalah semua pelaksana program di puskesmas. Sampel diambil secara Total sampling, yaitu

  Tabel 1. diketahui bahwa 16 tehnik penentuan sampel dengan mengambil responden (13,0%) dengan hasil seluruh anggota populasi sebagai responden pemeriksaan IVA positif dan 107 atau sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah 123 orang. responden (87,0%) dengan hasil pemeriksaan IVA negative.

  Pengolahan Data

  Tabel

  2. Distribusi Responden

  a. Editing, yaitu proses dimana peneliti Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kab. melakukan klarifikasi, konsistensi dan

  Barru kelengkapan data yang sudah terkumpul untuk memastikan bahwa tidak ada Alat Kontrasepsi n % kesalahan dalam pengisian koesioner. Hormonal

  92 74,8

  b. Coding, yaitu memberikan kode tertentu

  Non Hormonal 31 25,2 pada setiap koesioner sehingga mudah Jumlah 123 100.0 dibaca oleh mesin pengelola data.

  c. Entering, yaitu memindahkan data yang

  Tabel 2. diketahui bahwa 92 telah diubah menjadi kode kedalam mesin responden (74,8%) dengan pengelola data. menggunakan alaat kontrasepsi hormonal

  d. Cleaning, yaitu memastikan bahwa seluruh

  dan 31 responden (25,2%) dengan data yang telah dimasukkan kedalam pengguna alat kontrasepsi non hormonal. mesin pengelolah data sesuai dengan yang sebenarnya.

  2. Bivariat Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi

  Analisis data

  dengan Hasil IVA

  a. Analisis Univariat Tabel 3. Hubungan Penggunaan Alat

  Pada analisis univariat data yang diperoleh Kontrasepsi dengan Hasil Inspeksi Visual dari hasil pengumpulan dapat disajikan Asam Asetat di Kab. Barru bentuk tabel distribusi frekuensi dan

  Hasil IVA persentase. Penggunaan Pos. Neg. Total

  b. Analisis Bivariat Alat KB

  n % n % n %

  Analisis bivariat digunakan untuk

  Hormonal 11 68,8 81 75,7 92 75,7

  mengetahui hubungan antara pemakaian

  Non hormonal 5 31,3 26 24,3 31 24,3

  alat kontrasepsi hormonal, non hormonal

  Total 16 100,0 107 100,0 123 100,0

  dan pemakaian non kontrasepsi dengan

  p = 0.373

  kejadian displasia serviks melalui

  Tabel 3. diketahui bahwa 123 responden dengan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan hasil positif sebanyak 11 orang (68,8%) dan yang negatife sebanyak 81 orang (75,7%) dan penggunaan kontrasepsi non hormonal dengan hasil positif sebanyak 5 orang (31,3%) dan yang negatife sebanyak 26 orang (24,3) dengan nilai p ≥ 0,05 yaitu 0,373 ≥ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian hasil Inspeksi Visual Asam Atetat.

  PEMBAHASAN

  Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Hasil Inspeksi Visual Asam Atetat Bahwa 123 responden dari tiga puskesmas, maka terdapat penggunaan alat kontrasepsi hormonal dipuskesmas Lisu sebanyak 42 orang (79,2%), di puskesmas Pekkae sebanyak 33 orang (70,2%) dan puskesmas Padongko sebanyak 17 orang (73,9) dan penggunaan alat kontrasepsi non hormonal dipuskesmas Lisu sebanyak 11 orang (20,8%), di puskesmas Pekkae sebanyak 14 orang (29,8%) dan puskesmas Padongko sebanyak 6 orang (26,1).

  Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil Gambaran pemakaian alat kontrasepsi responden yang mengikuti pemeriksaan IVA pemakaian alat kontrasepsi terbanyak menggunakan metode kontrasepsi efektif terpilih Metode kontrasepsi terpilih yang banyak dipilih responden yaitu KB suntik. Hasil wawancara kepada responden diketahui responden memilih memakai alat kontrasepsi suntik karena alat kontrasepsi suntik di nilai lebih efektif dan efisien dilihat dari harga, waktu dan cara penggunaan. KB suntik di nilai responden lebih efektif untuk menunda kehamilan berikutnya. Harga KB suntik yang terjangkau membuat KB ini dijadikan pilihan utama. Cara pemakaian yang mudah yakni dengan melakukan suntik di bokong dengan rentan waktu satu bulan atau tiga bulan di nilai lebih sederhana dari pada minum pil yang harus dilakukan setiap hari.

  Kontrasepsi suntikan adalah pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medroxi Progesterone Acetate(DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot Intra Muskuler (IM) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid) (Maryani, 2005). Efektivitas kontrasepsi suntik adalah antara 99 % dan 100 % dalam mencegah kehamilan. Tingkat kegagalan kontrasepsi suntik sangat kecil. Keefektifannya 0,1 –0,4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama pemakaian (Everett, 2007).

  Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya praktis, harganya relatif murah dan aman (Mochtar, 2005).

  Hasil Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suprijono yang menyebutkan penggunaan alat kontrasepsi pada respondennya yang terbanyak menggunakan KB suntik yaitu sejumlah 34 orang (28,3%) (Suprijono, 2008). Pengguna KB paling banyak memilih menggunakan suntik dengan persentase tertinggi pada kelompok perempuan usia 20-24 tahun sebesar 42,5 %. Pilihan berikutnya adalah pil dengan persentase tertinggi pada kelompok perempuan usia 35-39 tahun (Wijaya, 2010).

  Dari hasil penenlitian bahwa 123 responden dengan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan hasil positif sebanyak 11 orang (68,8%) dan yang negatife sebanyak 81 orang (75,7%) dan penggunaan kontrasepsi non hormonal dengan hasil positif sebanyak 5 orang (31,3%) dan yang negatife sebanyak 26 orang (24,3) dengan nilai p ≥ 0,05 yaitu 0,373 ≥ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian hasil Inspeksi Visual Asam Atetat. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan wanita yang melakukan pemeriksaan IVA tidak berisiko kanker serviks. Hal ini dikarenakan wanita memiliki pola hidup yang sehat. Kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat yaitu dengan makan- makanan berupa sayuran dan buah, mengurangi makanan berlemak dan berpengawet serta melakukan aktivitas fisik paling tidak 30 menit setiap hari. Karakteristik pemeriksaan IVA di menunjukkan paritas anak <3 dan frekuensi status kawin menikah satu kali tidak termasuk berisiko kanker serviks. Hasil penelitian inidukung oleh penelitian sebelumnya yang manyatakan hasil pemeriksaan IVA dengan hasil pemeriksaan negatif adalah (92.1 %) ( Ari, 2012).

  Masyarakat desa memiliki gaya hidup yang sehat dengan hampir setiap hari hanya mengkonsumsi sayur - sayuran. Mereka jarang makan daging, lemak, jeroan, makanan kaleng, yang dapat memicu timbulnya zat karsionegenik. Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan berkhasiat advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang- kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan ( Syifanoe, 2009).

  Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai koefisien kontingensi lebih mendekati nol, maka hubungan yang terjadi lemah.Hasil output diatas diketahui bahwa signifikansi (Approx Sig)adalah 0,406 lebih dari 0,05 maka Ho di terima, jadi tidak ada hubungan penggunaan alat kontrasepsi terhadap kejadian dispalsia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual asam Asetat.

  Beberapa penemuan hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan adanya hubungan pemakaian alat kontrasepsi dengan risiko kanker serviks. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker serviks pada wanita pekerja seks.

  Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode kontrasepsi barier ( diafragma atau kondom ) akan menurunkan risiko kanker serviks. Hal ini dikarenakan serviks dilindungi dari kontak langsung bahan karsinogen dari cairan semen. Hampir semua spersimida mengandung surfaktan kimia aktif untuk menghentikan virus yang ditularkan secara sexual.

  Adanya peningkatan risiko karsinoma serviks akibat alat kontrasepsi suntik sangat sulit karena banyaknya factor yang membingungkan, tetapi semua kontrasepsi hormon, termasuk suntik sedikit berperan dalam meningkatkan risiko karsinoma serviks (Glasier, 2006).

  Peneliti tidak mendapatkan informasi mengenai lama pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan karena sebagian penelitian menyebutkan bahwa penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi hormonal dipercaya berhubungan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Semakin lama seseorang menggunakan kontrasepsi hormonal, semakin tinggi risiko untuk mendapatkan kanker serviks. Hormon yang terkandung pada kontrasepsi hormonal dapat mengubah kepekaan sel serviks terhadap HPV. Penelitian lain menunjukkan bahwa risiko kanker serviks semakin meningkat selama seorang wanita menggunakan kontrasepsi oral, tetapi resikonya kembali turun lagi setelah kontrasepsi oral dihentikan. Penelitian terbaru di dapatkan hasil bahwa risiko kanker serviks adalah dua kali lipat pada wanita yang mengambil pil KB lebih dari 5 tahun, namun resiko kembali normal 10 tahun setelah mereka hentikan ( Melva, 2008 ).

  Faktor risiko kanker serviks yang lain menurut karakteristik responden yaitu usia ≥35 tahun. Sebagian besar kanker banyak terjadi pada usia lanjut, risikonya meningkat dua kali lipat setelah umur 35 tahun. Meningkatnya risiko ini merupakan gabungan dari meningkat dan bertambah lamanya pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh karena bertambahnya umur ( Setyarini, 2009 ). Selain itu paparan asap rokok juga sapat menjadi faktor risiko kanker serviks. Bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam rokok seperti nikotin setelah terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh melalui aliran darah sampai ke serviks. Penelitian meyakini bahwa bahan- bahan kimia tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel serviks dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker serviks. ( Nurwijaya dkk, 2010 ).

  KESIMPULAN

  1. Karakteristik responden yang melakukan pemeriksaan IVA di kabupaten Barru adalah sebagian besar Usia ≥35 tahun,

  2. Pemakaian alat kontrasepsi responden yang mengikuti pemeriksaan IVA di Kabupaten Barru sebagian besar responden menggunakan metode kontrasepsi efektif terpilih.

  3. Tidak ada hubungan antara Pemakaian alat kontrasepsi terhadap kejadian displasia serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat. ( p = 0.373).

  SARAN

  Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pemakaian alat kontrasepsi, risiko kanker serviks dan pentingnya pemeriksaan IVA untuk mendeteksi secara dini risiko kanker serviks. Kegiatan yang dapat dilakukan di Puskesmas dengan menggiatkan program IVA dan tindak lanjut ke Dinas Kesehatan Kabupaten bagi responden yang berisiko kanker serviks untuk melakukan pengobatan dan kryoterapi .

DAFTAR PUSTAKA

  Abdul rahman. 2010. Batasan Umur Perkawinan Menurut Hukum Islam. (Online) (akamabbas.co.id/2014/02/batas-umur-perkawinan-menurut-hukum.html, diakses tanggal 07/02/2017) Batasan Usia Pernikahan dalam Undang-Undang, Alga, Kartiman. 2012.

  (Online)(Http://www.bbc/indonesia/berita indonesia/2015/06/150618 indonesia mk nikah, Diakses tanggal 8/02/2017) American Cancer Society. 2014. Cervical cancer causes, risk factor n prevalention topics. (Http ://wwwcancer.org/Cancer/Cervicalcencer/detailedguide/cervical-cencer-risk-faktor, diakses tanggal 08

  Februari 2017) Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional Meteri Konseling. Jakarta : BKKBN. BKKBN. 2012. Evaluasi Program Kependudukan dan KB. Semarang : BKKBN Depkes RI. 2012. KepMenKes RI Nomor 796/MenKes/SKVIII/2012. Tentang Pedoman Tehnis Pengendalian

  Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. (WWW.Hukor.Depkes.go.id diakses tanggal 08 januari 2017).

Dokumen yang terkait

View of PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT KUNJUNGAN ULANG PASIEN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS TAHUN 2017

0 0 6

PENGARUH EDUKASI MENGGUNAKAN VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG CEDERA OLARGA, INTENSITAS LATIHAN DAN POLA TIDUR PADA ATLET KLUB BOLA VOLI UNHAS MAKASSAR

0 0 6

View of ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DM TIPE II DI RSUD DAYA MAKASSAR TAHUN 2017

0 0 6

PENGARUH BIMBINGAN TEKHNIK MENYUSUI DAN PEMBERIAN MINUMAN LOKAL TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN DALAM MENYUSUI PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR TAHUN 2017

0 0 5

View of ANALISIS PERILAKU MEROKOK SEDANG DAN MEROKOK BERAT MAHASISWA D-III KEPERAWATAN PPNI KENDARI DI SULAWESI TENGGARA

0 0 6

View of PENGARUH DIABETES SELF MANAGEMENT EDUCATION (DSME) TERHADAP KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES TYPE II DI BALAI BESAR LABORATORIUM KESEHATAN MAKASSAR

0 0 7

View of FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) DI PUSKESMAS MINASA UPA KOTA MAKASSAR

0 1 6

View of PENGARUH DISCHARGE PLANNING TERHADAP SELF CARE BEHAVIOUR PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

0 0 5

View of EKSPLORASI KENDALA TIM PPI DALAM PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

0 0 6

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP KEJADIAN DISPLASIA SERVIKS DENGAN PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI KABUPATEN BARRU

0 0 6