Tampilan ANALISIS PEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TANPA RESEP DOKTER DI SALAH SATU APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA

  

ANALISIS PEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TANPA RESEP

DOKTER DI SALAH SATU

APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA

1) 1) Iwan Yuwindry

AKBID Bunga Kalimantan Banjarmasin

Masyarakat terlalu mudah untuk memperoleh antibiotik dan hal ini akan menimbulkan berbagai masalah.

  Pemberian antibiotik tanpa resep dokter mengakibatkan penggunaan antibiotik sulit untuk dikontrol sehingga menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan dan resistensi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyerahan antibiotik tanpa resep dokter dan mengetahui pemberian informasi tentang antibiotik kepada masyarakat serta mengukur pengetahuan masyarakat akan obat antibiotik dan manfaatnya. Penelitian ini dilakukan secara observasi dan menggunakan alat kuesioner dengan cara studi prospektif selama 3 bulan dari tanggal 21 Desember 2016 sampai 7 Februari 2017. Hasil observasi terhadap responden menunjukkan bahwa responden yang paling banyak adalah laki-laki 57 orang (54,3%) dan responden dewasa 70 orang (66,7%). Antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter sebanyak 49 obat (46,7%). Obat antibiotik yang paling banyak adalah amoksisilin tablet 38 obat (36,2%). Hasil kuesioner dan observasi menunjukkan 105 responden rata-rata tidak diberikan informasi obat antibiotik oleh Apoteker maupun dari Tenaga Teknis Kefarmasian. Tingkat pengetahuan dan perilaku responden terhadap ketentuan dan penggunaan antibiotik yang tepat dinyatakan kurang memadai sehingga sering terjadi kesalahan pengobatan. Nilai korelasi pada penelitian ini tergolong kuat (>0,600) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden adalah searah.

  Kata Kunci : Analisis, Antibiotik, Tenaga Teknis Kefarmasian, Resep, Apotek ABSTRACT

eoples are too easy to obtain antibiotics and this will cause problems. Giving antibiotics without a doctor's

prescription would be difficult to control and cause of medication errors and bacterial resistance. The aims

of this study was to determine giving antibiotics without a prescription and provision of information to the

public about antibiotics and measured public knowledge of antibiotics and its benefits. Observations on 3

months from date of december 21, 2016 until February 7, 2017 respondents indicated that most respondents

were male 57 (54,3 %) and adult 70 respondents (66,7%). Penicillin was the most type of antibiotic that

respondents obtained without a prescription, 49 drug (46.7%). The most widely used of antibiotics drug was

amoksisilin tablets, 38 drugs (36,2%). The results of the questionnaire and observations show an average

105 respondents were not given information on the antibiotic drug by Pharmacist and Technical Staff of

Pharmacy. The level of knowledge and attitudes of respondents to the provision and use of appropriate

antibiotics declared inadequate so that caused frequently the medication errors. Strong correlation values

in this study (> 0,600) and positive value indicated that the pattern of the relationship between knowledge

and behavior of the respondents is unidirectional.

  Key words : Analysis, Antibiotics, Technical staff, Prescription, Pharmacy

Pendahuluan yang dapat membahayakan pasien (WHO,

Penyebaran antibiotik di masyarakat sekarang 2001).

  ini sudah sulit untuk dikontrol. Kebutuhan Penggunaan antibiotik secara sembarangan ini masyarakat yang tinggi terhadap antibiotik didukung karena mudahnya masyarakat untuk memberikan peluang untuk penggunaan memperoleh antibiotik itu sendiri. Sekarang ini antibiotik secara bebas. Masyarakat antibiotik bisa diperoleh masyarakat tanpa menggunakan antibiotik secara kurang tepat, resep dokter, padahal penggunaan antibiotik antara lain untuk penyakit-penyakit yang harus menggunakan resep dokter. Obat keras sebenarnya tidak memerlukan antibiotik, sendiri diperoleh harus dengan resep dokter bahkan masyarakat seakan ketagihan dalam termasuk juga tidak boleh diulangi tanpa resep penggunaan antibiotik, dalam hal penyakit baru dari dokter. Masyarakat sendiri apapun antibiotik menjadi pilihan utama. beranggapan antibiotik merupakan obat yang Masyarakat kurang memahami akan bahaya sudah lumrah dan aman dikonsumsi meskipun antibiotik yang digunakan secara tidak tepat. tanpa resep dokter. Hal ini juga dipermudah Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif karena di apotek antibiotik bebas untuk tinggi menimbulkan berbagai permasalahan diperjualbelikan, padahal untuk penggunaan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik resep pada antibiotik sendiri sudah diatur dalam PP 51 tahun 2009 pasal 24 huruf c, yaitu dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan. Pemberian antibiotik tanpa resep dokter akan menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error ) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi obat. Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Dengan pemberian pelayanan informasi obat ini pasien akan mengetahui antibiotik yang mana saja yang harus diserahkan dengan resep dokter dan antibiotik yang mana saja yang dapat diserahkan tanpa resep dokter. Hal ini dikarenakan beberapa antibiotik untuk penggunaan tropikal termasuk dalam obat wajib apotek no. 1 (Tetrasiklin, Kloramfenikol, Framisetine SO4, Neomisin SO4, Gentamisin SO4, Eritromisin), sehingga dapat diserahkan tanpa menggunakan resep dokter. Dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak mengerti terhadap antibiotik dan penggunaannya, hal ini dapat mengancam kesehatan masyarakat itu sendiri (Anonim, 2009). Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat terhadap bebasnya penyebaran antibiotik tanpa resep dokter, maka peneliti bermaksud untuk melakukan analisis pemberian antibiotik oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK) tanpa resep dokter di salah satu apotek wilayah Banjarmasin Utara.

  Metodologi

  Penelitian ini menggunakan metode observasi (pengamatan) dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan.

  Metode penelitian ini meliputi penelusuran pustaka, penetapan kriteria obat, penetapan sampel, pengambilan data, pengolahan data meliputi (data karakteristik responden, data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik, data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya dan hasil penelitian), analisis dan penyajian data, pengambilan kesimpulan dan saran.

  Prosedur Kerja

  Desain penelitian utama yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian observasi (pengamatan) dan menggunakan bantuan alat pengumpulan data yaitu kuesioner dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini dimulai dengan langkah- langkah sebagai berikut : Penelusuran pustaka dilakukan dengan mengkaji beberapa pustaka yang berhubungan dengan antibiotik, apotek, pekerjaan kefarmasian dan resep. Untuk pustaka antibiotik meliputi teori pengertian antibiotika, aktivitas dan spektrum antibiotika, mekanisme kerja antibiotika, golongan antibiotika, resistensi antibiotika, epidemiologi kejadiaan resistensi bakteri terhadap antibiotika, penyalahgunaan antibiotika dikalangan masyarakat, epidemiologi pengobatan sendiri dengan antibiotika, prinsip penggunaan antibiotika secara rasional dan peraturan perundang-undangan tentang distribusi antibiotika. Untuk pustaka apotik pada penelitian ini menjelaskan tentang pengertian apotek, tugas dan fungsi apotek, persyaratan apotek. Kemudian untuk pustaka pekerjaan kefarmasian sendiri menjelaskan tentang pengertian pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian dan pelayanan Kefarmasian. Untuk pustaka resep sendiri pada penelitian ini menjelaskan tentang pengertian resep, bagian- bagian resep, ketentuan umum tentang resep, aspek etika resep dan obat, ketentuan pelayanan resep. Penetapan kriteria obat adalah semua obat antibiotik yang diberikan tanpa resep dokter oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) baik yang termasuk DOWA maupun yang tidak termasuk dalam DOWA. Obat antibiotik yang termasuk daftar wajib apotek sendiri meliputi obat kulit topikal antibiotik tetrasiklin atau oksitetrasiklin, kloramfenikol, framisetine SO4, neomisin SO4, gentamisin SO4, eritromisin. Kemudian obat luar untuk infeksi jamur lokal yaitu polimiksin B sulfat. Selain itu antiinfeksi umum untuk anti tubekulosis yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol. Kemudian obat-obat antibiotik untuk organ-organ sensorik yaitu obat mata dan obat telinga. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu responden yang datang ke apotek untuk membeli obat antibiotik yang diserahkan tanpa resep dokter oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek baik antibiotik yang termasuk dalam DOWA maupun antibiotik yang tidak termasuk dalam DOWA dengan semua klasifikasi usia yaitu anak, remaja, dewasa dan lanjut usia, baik itu pria maupun wanita. Pengambilan data obat dan data karakteristik responden menggunakan metode observasi dan menggunakan bantuan alat pengumpulan data yaitu kuesioner dengan cara studi prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan. Sementara itu, untuk data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik menggunakan alat pengumpulan data kuesioner terhadap responden dan observasi wawancara terhadap Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Alat pengumpulan data yang digunakan pada pengambilan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya yaitu menggunakan kuesioner. Metode observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Penggunaan metode observasi atau pengamatan terlibat sebagai metode pengumpulan data sesuai dengan sifat penelitian ini. Peneliti harus mencari data sendiri dengan cara terjun langsung kelokasi penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Studi prospektif (cohort) adalah penelitian yang bersifat melihat kedepan (forward looking), artinya penelitian dimulai dari variabel penyebab atau faktor resiko, kemudian diikuti akibatnya pada waktu yang akan datang. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan ke depan. Data yang diperoleh pada tahap sebelumnya dikaji berdasarkan data karakteristik responden yang ada, kemudian berdasarkan data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistik. Data karakteristik responden meliputi jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik yang datang ke apotek untuk membeli antibiotik non DOWA maupun antibiotik yang termasuk dalam DOWA tanpa resep dokter dan diserahkan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek tersebut. Data obat pada penelitan ini meliputi jenis obat antibiotik, golongan antibiotik, bentuk dan kekuatan obat, rute dan cara pemakaian, DOWA dan Non DOWA, pemberian obat antibiotik dan perbandingan obat antibiotik tanpa resep dokter dengan obat antibiotik menggunakan resep dokter di apotek. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik meliputi jumlah responden yang menerima informasi tentang antibiotik secara sangat jelas, jelas, kurang jelas serta jumlah pasien yang tidak menerima informasi tentang antibiotik dari Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya pada penelitian ini meliputi jumlah responden yang sangat tahu, tahu, kurang tahu dan tidak tahu tentang obat antibiotik serta meliputi jumlah responden yang selalu, sering, kadang-kadang dan tidak mematuhi tentang penggunaan antibiotik secara tepat.

  Data obat dianalisa dengan cara mengklasifikasikan kemudian mentabulasikan obat antibiotik berdasarkan jenis obat antibiotik, golongan antibiotik, bentuk dan kekuatan obat, rute dan cara pemakaian, DOWA dan Non DOWA, pemberian obat antibiotik dan perbandingan obat antibiotik tanpa resep dokter dengan obat antibiotik menggunakan resep dokter di apotek. Data karakteristik responden dianalisis dengan cara mengklasifikasikan dan mentabulasi berdasarkan jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik. Data obat dan data karakteristik responden disajikan dengan menggunakan grafik yang menunjukkan jumlah dan persentase berdasarkan kriteria- kriteria dari data obat dan data karakteristik responden yang telah ditetapkan. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dianalisis berdasarkan hasil dari kuisioner yang diberikan kepada responden dan hasil dari observasi wawancara terhadap Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di apotek yang kemudian ditabulasikan untuk memudahkan menganalisis. Kemudian untuk data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya dianalisis berdasarkan hasil dari kuisioner yang diberikan kepada responden yang kemudian ditabulasikan untuk memudahkan menganalisis. Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya disajikan menggunakan tabel yang menunjukkan jumlah dan persentase dari hasil analisis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Dari hasil analisis data secara kualitatif diambil kesimpulan dan saran mengenai pemberian antibiotik oleh tenaga teknis kefarmasian (TTK) tanpa resep dokter di salah satu apotek wilayah Banjarmasin Utara.

  Hasil Penelitian Dan Pembahasan

  Penelitian ini dilakukan di salah satu apotek wilayah Banjarmasin Utara. Data diambil secara prospektif (cohort) selama 3 (tiga) bulan dari tanggal 21 Desember 2016 sampai dengan tanggal 7 Februari 2017. Data yang diperoleh yakni sebanyak 105 responden. Data yang diperoleh meliputi data karakteristik responden, data obat, data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memberikan informasi tentang antibiotik dan data pengetahuan responden akan obat antibiotik serta penggunaannya.

Data Karakteristik Responden

  Data karakteristik responden yang dikaji terdiri dari jenis kelamin, sebaran responden berdasarkan usia dan sasaran responden pengguna antibiotik.

  Jenis Kelamin

  Menurut Hungu (2007) jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Data jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 57 responden atau 54% dan responden perempuan berjumlah 48 orang atau 46%.

  Sebaran Responden Berdasarkan Usia

  Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Jumlah sebaran responden berdasarkan usia responden pada penelitian menunjukkan bahwa responden dewasa yang paling banyak memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter dengan jumlah 70 responden atau 66,7 %.

  Sasaran Responden Pengguna Antibiotik

  Responden menebus obat antibiotik tanpa resep dokter yang terbanyak yaitu ditujukan untuk penggunaan pada diri sendiri yaitu sebanyak 92 responden atau 87,6 %. Hal ini dikarenakan di apotek kebanyakan responden melakukan swamedikasi, sehingga obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter oleh responden mayoritas ditujukan untuk penggunaan diri sendiri.

  Data Obat Data Obat Berdasarkan Jenis Obat Antibiotik

  Jenis obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter adalah obat Amoksisilin tablet dengan jumlah 38 obat atau 36,2 %. Faktor-faktor yang mendukung amoksisilin menjadi obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter yaitu rendahnya tingkat pemberian informasi obat kepada responden sehingga responden tidak mengenal lebih dalam mengenai obat antibiotik tersebut dan selalu membelinya secara bebas tanpa resep dokter. Faktor lainnya juga dikarenakan kebiasaan petugas di apotek yang selalu langsung memberikan obat antibiotik amoksisilin apabila responden meminta diberikan obat antibiotik tanpa mengetahui jelas diagnosa dari penyakit yang dialami responden. Faktor selanjutnya dikaitkan dengan farmakoekonomi, apotek selalu membebaskan responden untuk memperoleh antibiotik tanpa resep dokter dikarenakan alasan keuntungan yang didapat, sehingga obat antibiotik ini sangat mudah diperoleh di apotek dengan harga yang murah.

  Data Obat Berdasarkan Golongan Antibiotik

  Golongan penisilin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter yaitu sebanyak 49 obat atau 46,7 %. Golongan penisillin merupakan golongan antibiotik spektrum luas yang memiliki contoh obat antibiotik yang paling popular dimasyarakat yaitu amoksisilin, sehingga golongan penisillin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh tanpa resep oleh responden.

  Data Obat Berdasarkan Bentuk dan Kekuatan Obat

  Hasil penelitian menunjukkan obat antibiotik yang diperoleh responden tanpa resep dokter yang paling banyak adalah antibiotik dengan bentuk kaplet dan kekuatan obat 500 mg yaitu sebanyak 47 obat atau 44,8 %. Faktor yang menyebabkan antibiotik dengan bentuk kaplet yang paling banyak dididapat oleh responden tanpa resep dokter karena dikaitkan dengan responden terbanyak dalam penelitian ini yang merupakan responden dewasa, sehingga sesuai dengan kebiasaan untuk orang dewasa sudah terbiasa untuk mengkonsumsi obat dalam bentuk kaplet dibanding dalam bentuk yang lainnya. Selain itu, faktor lainnya yang menyebabkan obat antibiotik yang terbanyak didapat oleh responden tanpa resep dokter dalam bentuk kaplet dan kekuatan obat 500 mg dikarenakan obat amoksisilin yang merupakan obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter merupakan obat dalam bentuk kaplet dan kekuatan obat 500 mg.

  Data Obat Berdasarkan Golongan (DOWA atau Non DOWA)

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter merupakan obat antibiotik yang tidak termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (Non DOWA) yaitu sebanyak 93 obat atau 88,6 %. Faktor yang menyebabkan obat antibiotik yang paling banyak diperoleh responden adalah non DOWA dikarenakan dari 13 jenis obat-obat antibiotik yang diperoleh responden tanpa resep dokter, 10 diantaranya merupakan antibiotik yang termasuk non DOWA dan hanya 3 jenis obat antibiotik dalam penelitian ini yang merupakan antibiotik termasuk DOWA.

  Data Obat Berdasarkan Pemberian Obat Antibiotik

  Metode observasi juga dilakukkan pada penelitian ini terhadap pemberian obat antibiotik yang diserahkan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) kepada responden, dimana pada pemberian obat antibiotik ini dikaji berdasarkan apakah responden memperoleh obat antibiotik atas permintaan sendiri atau berdasarkan indikasi yang dialami oleh responden. Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter yaitu atas permintaan sendiri dengan jumlah 78 obat atau 74,3 %. Faktor yang menyebabkan mayoritas responden memperoleh obat atas permintaan sendiri karena responden kebanyakan sudah mengenal dan pernah menggunakan obat antibiotik tersebut untuk mengobati penyakit yang dialaminya. Sehingga responden sudah tidak asing lagi dengan obat antibiotik yang diperolehnya. Selain itu, faktor lainnya yaitu responden sudah pernah memeriksakan penyakitnya kedokter dan mendapatkan resep antibiotik kemudian responden tersebut mengingat nama antibiotiknya yang selanjutnya apabila penyakitnya kembali, mereka akan menebus obat antibiotik itu tanpa memeriksakan lagi penyakitnya kedokter dan menebus obat antibiotiknya tanpa resep dokter.

  Perbandingan Obat Antibiotik Tanpa Resep Dokter dengan Obat Antibotik Menggunakan Resep Dokter di Apotek

  Penelitian ini membandingkan antara obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter dengan obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter di apotek. Periode waktu resep yang terdapat antibiotik sama dengan periode waktu penelitian. Jumlah obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter dengan obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

  Tabel 1 Perbandingan Obat Antibiotik Tanpa Resep Dokter Dengan Obat Antibotik Menggunakan Resep Dokter di Apotek

  No. Antibiotik Jumlah Persentase (%)

  1 Tanpa Resep Dokter 105 42,2 %

  2 Menggunakan Resep Dokter 144 57,8 % Jumlah Total 249 100 %

  Faktor yang menyebabkan obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter paling banyak yaitu selain memang seharusnya golongan obat keras diperoleh menggunakan resep dokter juga disebabkan karena pada apotek tersebut memiliki tempat praktek dokter sendiri, sehingga resep yang masuk keapotek kebanyakan dari praktek dokter di apotek tersebut. Namun dapat kita lihat juga jumlah dan persentase obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter cukup banyak, bahkan dalam 3 (tiga) bulan periode penelitian ini jumlah dan persentase obat antibiotik yang diperoleh menggunakan resep dokter dan tanpa resep dokter hampir berimbang.

  Data Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang Memberikan Informasi Tentang Antibiotik

  Hasil kuesioner dan observasi tersebut menunjukkan bahwa responden lebih banyak tidak diberikan informasi tentang antibiotik, dimana dari hasil kuesioner didapatkan sebanyak 79 responden atau 75,2 % tidak mendapatkan informasi tentang antibiotik, hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi yang dapat kita lihat pada tabel V.3 dimana sebanyak 80 responden atau 76,2 % tidak mendapatkan informasi tentang antibiotik.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petugas apotek lebih banyak tidak memberikan informasi tentang aturan pakai obat pada saat pemberian obat antibiotik kepada responden. dapat diketahui bahwa sebanyak 66 % pemberian obat antibiotik tidak disertai dengan informasi obat antibiotik tentang aturan pakai oleh petugas apotek.

  Hasil kuesioner dan observasi yang diperoleh, diketahui bahwa responden paling banyak tidak diberikan informasi mengenai aturan pakai antibiotik dimana sebanyak

  69 responden atau 65,7 % tidak diberikan informasi tentang aturan pakai antibiotik. Hasil kuesioner yang dilakukan diperoleh hasil bahwa responden paling banyak tidak diberikan informasi mengenai efek samping dari antibiotik, dimana sebanyak 95 responden atau 90,5 % tidak mendapatkan informasi tentang efek samping dari antibiotik. Hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi yang dilakukan yaitu sebanyak 97 responden atau 92,4 % tidak mendapatkan informasi tentang efek samping dari antibiotik.

  Hasil kuesioner dan observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua responden tidak mendapatkan informasi tentang resistensi antibiotik, dimana pada hasil kuesioner 100 responden atau 95,2 % tidak mendapatkan informasi tentang resisitensi antibiotik, bahkan pada hasil observasi seluruh responden yaitu sebanyak 105 responden atau 100 % tidak mendapatkan informasi tentang resisitensi antibiotik.

  Hasil kuesioner dapat diketahui bahwa responden paling banyak tidak diberikan informasi mengenai cara penyimpanan antibiotik, dimana sebanyak 101 responden atau 96,2 % tidak mendapatkan informasi dari petugas apotek tentang cara penyimpanan antibiotik, hal ini berbanding lurus dengan hasil observasi dimana sebanyak 104 responden atau 99 % tidak mendapatkan informasi dari petugas apotek tentang cara penyimpanan antibiotik.

  Regresi Linier Hubungan Antara Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik Terhadap Perilaku Responden

  Regresi linier ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan responden tentang antibiotik terhadap perilaku responden mengenai penggunaan antibiotik tersebut. Hasil analisis diketahui bahwa korelasi parsial antara pengetahuan dan perilaku responden product moment by

  pearson . Hasil korelasi parsial didapat nilai r

  hitung sebesar 0,720. Nilai korelasi ini tergolong kuat (>0,600) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara pengetahuan dan perilaku responden adalah searah. Secara teoritis, ada hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku responden. Berdasarkan teori perilaku menunjukkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2007). Artinya, semakin tinggi pengetahuan responden terhadap antibiotik maka perilaku responden pun akan semakin tinggi. Koefisien determinasinya (KD) menunjukkan nilai sebesar 0,518 atau sebesar 51,80 %. Artinya variasi perubahan perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan sebesar 51,80 % dan sisanya 48,20 % dipengaruhi oleh faktor lain selain pengetahuan terhadap antibiotik.

  Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

  Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : Responden laki-laki merupakan responden yang paling banyak dalam penelitian ini yaitu sebanyak 54,3 % dan kelompok usia dewasa merupakan responden terbanyak yang memperoleh antibiotik tanpa resep dengan jumlah 66,7 %. Kebanyakan responden menggunakan antibiotik untuk dirinya sendiri sebanyak 87,6 %. Data obat menunjukkan gologan beta laktam khususnya penisilin merupakan golongan antibiotik yang paling banyak diperoleh responden tanpa resep dokter dengan jumlah 46,7 % dengan obat amoksisilin tablet merupakan obat yang paling banyak didapat responden tanpa resep dokter dengan jumlah 36,2 %. Kaplet 500 mg merupakan bentuk dan kekuatan obat antibiotik terbanyak dengan jumlah 44,8 %. Rute pemakaian antibiotik yang paling banyak adalah per oral sebanyak 88,6 % dan cara pemakaian yang terbanyak adalah ditelan dengan jumlah 77,1 %. Antibiotik yang masuk dalam golongan Non DOWA merupakan yang paling banyak diperoleh tanpa resep dengan jumlah 88,6 %. Penyaluran obat antibiotik tanpa resep paling banyak di apotek berdasarkan atas permintaan sendiri dari responden dengan jumlah 74,3 %. Penyerahan antibiotik menggunakan resep dokter sebanyak 57,8 %, lebih banyak dari pada penyerahan antibiotik tanpa resep dokter dengan jumlah 42,2 %.

  Hasil kuesioner dan observasi terhadap pemberian informasi obat antibiotik dari Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) menunjukkan bahwa responden masuk pada rentang interpretasi nilai 1,00 - 1,75, maka dapat diketahui dari 105 responden rata-rata tidak diberikan informasi obat antibiotik oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) pada saat penyaluran obat di apotek. Hasil kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dan perilaku responden terhadap ketentuan dan penggunaan antibiotik yang tepat masuk dalam rentang interpretasi nilai 1,76 - 2,51. Hasil ini menyatakan bahwa tingkat pengetahuan dan perilaku responden kurang memadai sehingga sering terjadi kesalahan pengobatan. Nilai korelasi pada penelitian ini tergolong kuat (>0,600) dan memiliki nilai positif sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara Kefarmasian di Sarana Kesehatan . pengetahuan dan perilaku responden adalah Jakarta. searah.

  Ganiswara G. 2005. Farmakologi dan Terapi

  Edisi ke 4 . Jakarta: Bagian Saran

  Farmakologi Universitas Kedokteran 1. Universitas Indonesia. Apoteker perlu memberikan pengawasan lebih terhadap penyaluran antibiotik Harvey R.A., Champe P.C. 2009. tanpa resep dokter untuk menjamin Pharmacology. 4nd ed . China: tecapainya efek terapi yang diinginkan Lippincott William & Wilkins.p.249- kepada pasien.

  60.

  2. Jawetz, E. 1997. Principle of antimicrobial Apoteker lebih bekerja keras dalam menunjukkan keberadaannya di apotek drug action. Basic and clinical kepada masyarakat untuk menjalankan pharmacology. Third edition . tanggung jawab apoteker yaitu Appleton and Lange, Norwalk. memberikan informasi obat kepada Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J.

  2007. Basic & Clinical pasien.

  3. Pharmacology, 11th Ed . New Masyarakat harus lebih aktif untuk meminta informasi obat kepada petugas York:McGraw-Hill.

  Keputusan Menteri Kesehatan tentang apotek pada saat penyaluran antibiotik.

  4. Persyaratan Apotek. 2002. No.

  Masyarakat harus mematuhi penggunaan antibiotik secara tepat sesuai dengan 1332/Menkes/SK/X/2002. informasi yang diberi petugas apotek Keputusan Pemerintah Republik Indonesia untuk menjamin tercapainya tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. keberhasilan terapi, memaksimalkan 2009. Nomor 51 Tahun 2009. efek terapi dan meminimalkan resiko Kimin, A. 2009. Antibiotika Baru : Berpacu

  dengan Resistensi Kuman. Available efek samping.

  from : Accesed February 15th 2009. Lüllmann, H., H. Mohr, L. Hein and D.

  Anonim.(1990).Keputusan Menteri Bieger. 2000. Color Atlas of Pharmacology 2 rd ed, 266-280.

  Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan

  dan Ilmu Prilaku . Jakarta : Penerbit Wajib Apotik.

  Anonim.(2009).Peraturan Pemerintah Rineka Cipta.

  Setiabudy, R. 2008. Pengantar Antimikroba Republik Indonesia NOMOR 51 TAHUN 2009 Tentang Pekerjaan Farmakologi dan Terapi Edisi 5.

  Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Kefarmasian.

  Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan World Health Organization. (2001).

  Antimicrobial Resistance.

  Klinik Departemen Kesehatan. 2006.

  Pedoman Konseling Pelayanan

Dokumen yang terkait

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN DIREKTUR, MOTIVASI KERJA DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA DOSEN AKBID BUNGA KALIMANTAN BANJARMASIN DIAN PURNAMA SARI, S.SiT., M.Pd AKBID BUNGA KALIMANTAN BANJARMASIN LATAR BELAKANG - Tampilan KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN DIREKTUR, MO

0 0 16

PENGARUH TERAPI GETAR DALAM MENGURANGI NYERI SELAMA PENGAMBILAN SPESIMEN DARAHPADA ANAK USIA 3 – 6 TAHUN DI RUMAH SAKIT H. ANDI ABDURRAHMAN NOOR KABUPATEN TANAH BUMBU HERDY JUNIAWAN, Ners., M.Kep STIKES DARUL AZHAR BATULICIN ABSTRAK - Tampilan PENGARUH TE

0 0 10

LATAR BELAKANG - Tampilan GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG CARA MEMANDIKAN BAYI YANG BAIK DAN BENAR DI BPS SARIWATI JL.PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2015

0 0 14

HUBUNGAN STATUS EKONOMI DENGAN GIZI IBU HAMIL DI PUSKESMAS PELAMBUAN BANJARMASIN TAHUN 2015 DIAN PURNAMA SARI, S.ST AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan HUBUNGAN STATUS EKONOMI DENGAN GIZI IBU HAMIL DI PUSKESMAS PELAMBUAN BANJARMAS

0 0 12

GAMBARAN PENGETAHUAN KADER TENTANG DETEKSI FAKTOR RISIKO DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANJIR MUARA KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2015

0 0 10

Sixtia Kusumawati, S.SiT.,MM Akademi Kebidanan Bunga Kalimantan Email : sixtia_wibowoyahoo.co.id Abstrak - Tampilan PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN DAN MINATBELAJAR TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG PEMASANGAN AKDR PADA MAHASISWA SEMESTER II AKADEMI KEBIDANAN BUNG

0 0 10

PERBEDAAN MINAT SKRINING KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE IVA ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PADA WUS DI DESA PARIMATA TAHUN 2015 NOR ANIAH, S.ST., MM AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN ABSTRAK - Tampilan PERBEDAAN MINAT SKRINING KANKER SERVIKS ME

0 0 10

HUBUNGAN ANTAR PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP FREKUENSI PEMERIKSAAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG PADA BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI JINGAH BANJARMASIN TAHUN 2015 MARIYANA, S.SiT., MM AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN ABSTRAK - Tampilan HUBUNGAN ANTAR PEN

0 2 10

Tampilan HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI 0 – 12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDASTANA KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2015

0 0 8

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDASTANA KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2017 YERIKA ELOK N, S.SiT., MM AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN ABSTRAK - Tamp

0 0 6