Perubahan Manajemen Keluarga menuju Mana

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah perusahaan, baik itu perusahaan kemitraan ( partnership ), keluarga ( business family ), atau tunggal ( sole proprietor ), membutuhkan manajemen yang baik di dalamnya untuk menggerakkan roda bisnis dan bertujuan agar dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin dengan pengeluaran biaya seminimal mungkin (prinsip kapitalis). Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Menurut data Indonesian Institute for Corporate and Directorship (IIDC, 2010; dalam Simanjuntak, 2010, p. 113) lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia merupakan perusahaan yang dimiliki maupun dikendalikan oleh keluarga. Itu berarti bahwa kegiatan bisnis keluarga telah lama memberi sumbangsih terbesar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Bahkan, di saat krisis ekonomi di tahun 1997, 1998 dan 2008, bisnis keluarga terus menunjukkan eksistensinya sebagai penopang sekaligus sebagai modal kekuatan dalam pemulihan ekonomi nasional.

Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga maka manajemen maupun kinerja perusahaan, baik yang berskala kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga. Namun, bisnis keluarga tentu tidak luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit dipecahkan. Misalnya adanya distrust atau ketidakpercayaan di antara sesama anggota keluarga, konflik dalam suksesi kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, isu putra mahkota (penerus tahta di perusahaan), perbedaan pola pikir manajerial antara generasi pertama dan generasi berikutnya, dan sebagainya. Akibatnya, tidak jarang bisnis keluarga mengalami Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga maka manajemen maupun kinerja perusahaan, baik yang berskala kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga. Namun, bisnis keluarga tentu tidak luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit dipecahkan. Misalnya adanya distrust atau ketidakpercayaan di antara sesama anggota keluarga, konflik dalam suksesi kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, isu putra mahkota (penerus tahta di perusahaan), perbedaan pola pikir manajerial antara generasi pertama dan generasi berikutnya, dan sebagainya. Akibatnya, tidak jarang bisnis keluarga mengalami

Masalah terjadi ketika bisnis sole proprietor yang memakai manajemen keluarga juga dalam menggerakkan roda perusahaan, menemukan bahwa perusahaan akan berada dalam posisi stagnan dan tidak berkembang jika tidak memakai jasa para ahli dalam mengatur perusahaan, apalagi saat kepemilikan sebuah perusahaan bukan hanya dimiliki oleh founder tapi sudah menjadi kepemilikan banyak pihak ( diverse ownership ).

Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol, dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi ( top manager ) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan.

Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan milik keluarganya. Meskipun demikian, seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur perusahaan keluarga, terutama dalam hal pergantian kepemimpinan. Sering pula muncul benturan-benturan antara kepentingan keluarga dengan kepentingan perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluarga untuk bekerja meskipun ia kurang kompeten dalam pekerjaannya sehingga akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan.

Dalam terminologi bisnis, perusahaan keluarga terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah Family Owned Enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Keluarga hanya berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan. Perusahaan seperti ini merupakan Dalam terminologi bisnis, perusahaan keluarga terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah Family Owned Enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Keluarga hanya berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan. Perusahaan seperti ini merupakan

Jenis perusahaan keluarga yang kedua adalah Family Business Enterprise (FBE), yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga pendirinya. Perusahaan tipe ini dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga. Jenis perusahan keluarga inilah yang banyak terdapat di Indonesia.

Perusahaan keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian negara dan sekaligus menjadi motor pengerak bagi tumbuh- kembangnya industri nasional. Dalam beberapa penelitian tentang perusahaan keluarga telah mencatat peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian suatu negara yaitu mampu memberi sumbangan antara 45 persen sampai 70 persen dari produk domestik bruto dan banyak menyerap tenaga kerja di berbagai negara.

Dunia bisnis dan dunia keluarga memang memiliki perbedaan yang amat curam. Jelas, dalam sebuah keluarga kepentingan keluarga akan mengalahkan kepentingan-kepentingan yang lain. Padahal, perusahaan menuntut sikap yang profesional. Termasuk juga dalam masalah kompensasi atau pembagian keuntungan.

Perusahaan profesional akan mendasarkan pemberian gaji pada nilai pasar dan riwayat kerja (kinerja) seseorang. Sedangkan keluarga mendasarkan pemberian gaji pada kebutuhan. Di sini terlihat betapa keluarga memiliki standar yang tidak jelas.

Dari masalah-masalah yang sering muncul dalam bisnis keluarga, terutama masalah profesionalisme, akhirnya muncul mitos, generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan.

Perusahaan keluarga yang sehat seharusnya dapat memisahkan peran kepemilikan ( ownership ) dengan manajemen yang profesional, kredibel, kompeten, dan yang terpenting, yakni objektif. Namun membangun bisnis Perusahaan keluarga yang sehat seharusnya dapat memisahkan peran kepemilikan ( ownership ) dengan manajemen yang profesional, kredibel, kompeten, dan yang terpenting, yakni objektif. Namun membangun bisnis

Inilah yang terjadi dengan kasus Pisa Kafe pada awalnya. Sebuah kafe kepemilikan ( ownership ) sebuah keluarga yang diatur dengan manajemen keluarga juga. Di mana di dalamnya terdapat begitu banyak kejadian indiscipline internal control , yang membentuk budaya perusahaan yang tidak sehat, karena adanya unsur fraternal. Di fase ini, dapat kita identifikasikan ke dalam kegagalan manajemen, yakni besar pasak daripada tiang. Kafe Pisa yang pada masa jayanya dan masih merupakan kafe tunggal, menghasilkan profit yang selalu lebih dari target, namun entah mengapa biaya yang dikeluarkan selalu lebih besar.

Dengan ketidakpuasan ini, pemilik saham minoritas akhirnya berhasil memiliki saham mayoritas Pisa Kafe, yang mana ia menjadi pemilik baru dengan kendali penuh di tangannya. Dia memiliki gagasan baru untuk memperbaiki praktik bisnis kafe ini dengan merubah sistem manajemen di Pisa Kafe, yang tadinya dihegemoni oleh keluarga pemilik, menjadi manajemen yang diatur oleh para ahli/profesional di bidangnya. Hal ini bertujuan sebagai purgasi dari praktek-praktek nepotisme yang sangat berisiko membahayakan perusahaan (Pisa Kafe).

Perubahan tipologi manajemen yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak dapat lepas dari bentuk manajemen perubahan dan juga teori keagenan yang mengharuskan dipisahkannya peran manajer dari pemilik. Hal ini sejalan dengan tata kelola perusahaan ( corporate governance ) yang disetujui oleh badan keuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni IMF ( International Monetary Fund ).

Perubahan tipologi manajemen adalah sebuah kasus yang penting bagi perkembangan unit usaha. Problema yang terjadi di dalam tubuh perusahaan yang menumbuhkan resersi dan proses perubahan tipologi manajemen membutuhkan tingkat keahlian yang baik dalam penanganannya, karena Perubahan tipologi manajemen adalah sebuah kasus yang penting bagi perkembangan unit usaha. Problema yang terjadi di dalam tubuh perusahaan yang menumbuhkan resersi dan proses perubahan tipologi manajemen membutuhkan tingkat keahlian yang baik dalam penanganannya, karena

Berawal dari latar belakang masalah di atas, penulis mencoba menguraikan dan menganalisa perubahan tipologi manajemen ini dengan judul:

“Analisis Perubahan Tipologi Manajemen dari Ownership Menuju Profesional (Studi Kasus pada Pisa Kafe Jakarta) ”

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, ada dua pokok masalah penting yang hendak dikaji dalam karya tulis ini, yaitu:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perubahan tipologi manajemen dalam kasus ini?

2. Bagaimana dinamika dan dampak yang terjadi oleh karena perubahan itu bagi perusahaan?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai perubahan tipologi manajemen yang terjadi di Pisa Kafe. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tipologi manajemen dalam kasus ini.

2. Untuk menguraikan dinamika dan dampak yang terjadi oleh perubahan itu bagi perusahaan.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu metode yang menjelaskan tuturan dan tafsiran kumpulan data dalam proses yang sedang berlangsung, serta menganalisanya lebih lanjut.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

a. Interview (Teknik Wawancara) Mengadakan wawancara secara langsung dengan General Manager,

CEO Holding, dan Owner Pisa Kafe.

b. Studi Administrasi dan Dokumentasi Penulis mencari data dan menganalisis bukti-bukti administrasi saat kasus terjadi dan setelahnya, beserta mempelajari bukti dokumentasi proses kepemilikan.

c. Studi Pustaka dan Literatur Dilakukan dengan mencari data tertulis dan tercatat dengan membaca buku, diktat, makalah, dan sumber bacaan lainnya yang behubungan dengan masalah.

E. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun Karya Tulis Akhir ini, penulis menguraikan materi menjadi beberapa bab yang terdiri dari:

BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, metode serta teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab ini berisi teori yang mendasari masalah yang akan diteliti.

BAB III : TINJAUAN UMUM PISA KAFE Bab ini berisi gambaran umum mengenai sejarah dan latar

belakang, fasilitas, dan struktur organisasi Pisa Kafe.

BAB IV : PEMBAHASAN MASALAH Bab ini berisi tentang pembahasan masalah yang diuraikan secara

deskriptif dan relevan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari keseluruhan penelitian

dan saran yang dapat diberikan penulis

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Manajemen Perusahaan Keluarga Perusahaan keluarga adalah sebuah perusahaan yang dimiliki, dikontrol,

dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua pekerja dalam perusahaan harus merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaan keluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan orang lain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi ( top manager ) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan.

Dalam hukum perdata ( private law ), bisnis keluarga tidak didefenisikan secara khusus. Tetapi, pengertian bisnis keluarga bisa dirunut dari pengertian keluarga ( family ) dan hubungan kekeluargaan atau pertalian darah menurut hukum. Menurut Stefan S. Handoyo (2010), family is a community of persons headed by a man and women, united in marriage and their offsprings as well as relatives to the third or fourth degree of consanguinity , yang memiliki arti bahwa bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh sejumlah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik suami-istri maupun keturunannya, termasuk hubungan persaudaraan. Dengan begitu, bisnis keluarga atau family business merupakan bisnis yang dimiliki dan atau dikelola oleh sejumlah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik suami-istri maupun keturunannya, termasuk hubungan persaudaraan. Definisi ini diperlengkapi lagi dengan definisi dari Dictionary of Law (2000) sebagai berikut: company where most of the shares are owned by members of the same family , yang artinya adalah perusahaan keluarga merupakan sebuah perusahaan dimana saham-sahamnya dimiliki oleh para anggota keluarga yang sama.

Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaan tersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasi tinggi

Bisnis keluarga memiliki peran yang sangat besar, di negara Amerika Serikat 90% dari 15 juta perusahaan yang ada merupakan bisnis keluarga ( family business ). Dari sebuah penelitian diketahui bahwa sepertiga dari 500 perusahaan yang masuk dalam daftar majalah Fortune merupakan bisnis keluarga. Bahkan family business telah menyumbang empat puluh persen GNP ( Gross National Product ) Amerika Serikat (Bisnis Indonesia, November 2003). Sebagian besar bisnis keluarga berukuran kecil, walaupun pada akhirnya berkembang menjadi perusahaan “raksasa” contohnya perusahaan

Motor Ford, SC Johson co , dan Wal-Mart . Bisnis keluarga adalah sebuah perusahaan yang anggota keluarganya

secara langsung terlibat di dalam kepemilikan dan jabatan atau fungsi ( Longenecker , 2001). Bisnis dilakukan secara bersama-sama di dalam keluarga. Partisipasi dari keluarga dapat menguatkan bisnis, hal ini disebabkan anggota keluarga bersikap setia dan berdedikasi pada perusahaan keluarga.

Efektif atau tidaknya peran keluarga dalam perusahaan dapat dilihat dari ketiga bentuk bisnis keluarga berikut. Karakter dari ketiga bentuk ini tidak sama. yaitu;

1. Family owned business (FOB). Pada bentuk FOB keluarga hanya sebagai shareholder , pengelolaan perusahaan diserahkan kepada eksekutif profesional dari luar lingkungan keluarga, dan saudara yang lain tidak ikut mengendalikan perusahaan.

2. Family business (FB). Pada FB, keluarga bertindak sebagai shareholder juga mengurus perusahaan artinya perusahaan dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga pendiri.

3. Business family (BF). Bentuk perusahaan BF keluarga sebagai pemilik perusahaan cenderung menekankan pada hubungan kekerabatan saja. 
Dalam membangun bisnis bersama keluarga atau pasangan terlebih dahulu harus jelas mendefinisikan bentuk usaha keluarga tersebut, yaitu family business atau business family .

Sebuah bisnis keluarga banyak yang akhirnya gagal karena manajemen yang tidak profesional dan tidak memiliki landasan budaya perusahaan yang kuat. Seperti organisasi lainnya, bisnis keluarga mengembangkan cara tertentu dalam menjalankan usahanya yang memberikan keunikan tersendiri pada perusahaan. Pola perilaku yang khusus dan unik akan membentuk budaya perusahaan. Budaya perusahaan yaitu pola perilaku dan keyakinan yang membentuk karakteristik perusahaan ( Longenecker , 2001).

Budaya perusahaan meliputi banyak tingkah laku dan keyakinan yang berbeda-beda. Budaya perusahaan akan menjelaskan cara berfungsinya suatu perusahaan. W.Gibb Dyer dalam Longenecker (2001), telah mengidentifikasi suatu tatanan pola budaya yang mempergunakan tiga fase perusahaan keluarga yaitu; bisnis sesungguhnya, keluarga dan pemerintah. Pola bisnis, pola keluarga dan pola pemerintah membentuk konfigurasi budaya secara keseluruhan sebagai budaya perusahaan keluarga.

B. Manajemen Keluarga dan Kemandirian Perusahaan

Ketika sebuah keluarga memutuskan untuk menjadikan Perseroan Terbatas (PT) sebagai bentuk badan usaha dalam menjalankan bisnis maka keluarga tersebut wajib memahami konsekuensi manajemen bisnis yang akan dijalankan perusahaan. PT didirikan oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki Ketika sebuah keluarga memutuskan untuk menjadikan Perseroan Terbatas (PT) sebagai bentuk badan usaha dalam menjalankan bisnis maka keluarga tersebut wajib memahami konsekuensi manajemen bisnis yang akan dijalankan perusahaan. PT didirikan oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki

Kemandirian PT ini terwujud dalam manajemennya yang terpisah dari manajemen bisnis keluarga si pemilik. Sebab, badan hukum identik dengan manusia buatan ( artificial person ), namun secara hukum dapat berfungsi seperti manusia biasa ( natural person ). Karena itu, menurut I.G. Rai Widjaya dalam Simanjuntak (2010), PT bisa menggugat maupun digugat, bisa membuat keputusan, bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, dan mempunyai harta kekayaan tersendiri.

Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT mendefinisikan PT sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Siapa saja boleh mendirikan PT asal tidak terdapat kesatuan harta di antara mereka (seperti harta bersama suami-istri), sebab lahirnya PT didasarkan pada perjanjian para pihak tersebut.

Sedangkan pasal 1 Angka 2 UU PT menyebutkan bahwa organ PT terdiri dari RUPS, direksi, dan dewan komisaris (pengawas). Dengan demikian, karakteristik PT adalah sebagai berikut:


1. Merupakan asosiasi modal.

2. Kekayaan dan utang perseroan terpisah dari kekayaan dan utang pemilik (pemegang saham).

3. Tanggung jawab pemegang saham terbat as pada 
modal yang disetorkan.

4. Pemegang saham tidak bertanggungjawab secara 
pribadi atas perikatan ya ng dibuat atas nama 
perseroan.

5. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

6. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus/direksi.

7. Mempunyai komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.

8. Kekuasaan tertinggi ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 
Kemandirian PT yang dijamin oleh undang-undang tersebut bukan lagi dijalankan para pemilik atau pemegang saham perusahaan, melainkan dijalankan oleh direksi. Karena itu, pasal 1 Angka 5 menyatakan bahwa direksi adalah organ perusahaan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Prinsip yang perlu digarisbawahi di sini ialah direksi mengurusi PT untuk kepentingan PT, bukan untuk kepentingan pemegang saham atau pemilik perusahaan. Dengan demikian, kemandirian PT perlu diimplementasikan dalam kemandirian direksi dalam mengambil keputusan operasional perusahaan, ter- masuk dalam mewakili perseroan dalam hubungannya dengan pihak ketiga atau di pengadilan. Jadi, apabila sebuah PT merupakan sarana dalam bisnis keluarga ( family business ) maka manajemen bisnis keluarga tidak boleh masuk ke dalam tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi dalam pengurusan PT.

Namun, motivasi keluarga yang masuk ke dalam struktur pemegang saham maupun pengendali utama PT untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar- besarnya acapkali meniadakan atau meng- hapus batas-batas manajemen bisnis keluarga di dalam PT tersebut. Akibatnya, menurut Stefan S. Handoyo dalam makalahnya yang berjudul

A Conceptual View of a Family-Owned Corporation , orientasi keluarga yang yeng terlalu banyak membawa perusahaan pada praktek bisnis yang tidak profesional, apalagi untuk menghindari konflik keluarga. Selain itu, pengaburan atau peniadaan batas- A Conceptual View of a Family-Owned Corporation , orientasi keluarga yang yeng terlalu banyak membawa perusahaan pada praktek bisnis yang tidak profesional, apalagi untuk menghindari konflik keluarga. Selain itu, pengaburan atau peniadaan batas-

Intervensi manajemen bisnis keluarga yang paling berbahaya terhadap PT ialah pengendalian secara tidak langsung (upaya ketidakjujuran) pemegang saham yang mendorong PT melakukan pelanggaran prinsip berbisnis dan hukum. Tidak jarang perbuatan PT yang melanggar prinsip dan aturan merupakan cetusan (manifestasi) dari aspirasi atau tekanan dari owner atau oknum-oknum berpengaruh di antara pemegang saham. Tekanan ke direksi bisa muncul karena target atau sasaran PT yang harus dicapai sesuai dengan tujuan-tujuan owner .

Ambisi dari pemilik atau pemegang saham perusahaan serta faktor moral yang labil dari direksi akan termanisvestasi ke dalam kegiatan PT yang cenderung menyalahi prinsip berbisnis dan hukum bisnis dalam meraih keuntungan terbesar. Keadaan direksi yang tidak mandiri ini muncul dalam perilaku bisnis PT yang tidak menghiraukan moralitas ( immorality ) dan tidak mempunyai rasa tanggung jawab ( irresponsibility ) terhadap akibat yang ditumbulkan oleh perilaku PT.

1. Kelebihan dan Kekurangan Manajemen Keluarga

Kelebihan dari manajemen oleh pemilik yaitu seperti apa yang dikatakan Manfred Kets De Vries , dalam bukunya The Neurotic Organization (1984), dibandingkan perusahaan publik perusahaan keluarga pada umumnya cenderung memiliki sudut pandang jangka panjang terhadap bisnisnya. Hal ini agak berbeda dengan perusahaan publik yang seringkali banyak bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan jangka pendek karena terkait dengan fluktuasi saham. Pemimpin dalam perusahaan keluarga mungkin memiliki pandangan yang berbeda dibandingkan karyawan, Kelebihan dari manajemen oleh pemilik yaitu seperti apa yang dikatakan Manfred Kets De Vries , dalam bukunya The Neurotic Organization (1984), dibandingkan perusahaan publik perusahaan keluarga pada umumnya cenderung memiliki sudut pandang jangka panjang terhadap bisnisnya. Hal ini agak berbeda dengan perusahaan publik yang seringkali banyak bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan jangka pendek karena terkait dengan fluktuasi saham. Pemimpin dalam perusahaan keluarga mungkin memiliki pandangan yang berbeda dibandingkan karyawan,

Sedangkan untuk kekuarangan dari manajemen perusahaan keluarga yaitu tentu saja perusahan keluarga juga mempunyai aspek-aspek yang merugikan. Misalnya munculnya confusing organization , organisasi yang membingungkan karena distribusi kekuatan anggota keluarga yang tidak sesuai struktur organisasi yang ada dan berakibat pada pengambilan keputusan. Dominasi keluarga acap pula menimbulkan alasan yang tidak berada dalam logika bisnis ( family reason over business logic ) dalam pengambilan keputusan bisnis. Juga munculnya sindrom anak manja ( spoiled child syndrome ), yang berupa toleransi terhadap anggota keluarga yang tidak kompeten dan yang terpenting adalah munculnya konflik keluarga yang membelah perusahaan. Kekeluargaan dapat menyatukan mereka, tetapi sekaligus dapat menciptakan konflik yang sifatnya sangat subyektif dan mendalam. Jika ini terjadi, seringkali sulit untuk melakukan resolusi.

C. Manajemen Profesional

Menurut Rahma Widyawati dan Melwin Syafrizal dalam jurnal Manajemen Profesional, kata profesional adalah kata sifat yang berasal dari kata 'profesi'. Profesional berarti totalitas pada suatu pekerjaan agar mendapatkan output yang terbaik. Ada tiga hal terkait di sini, yaitu kepuasan dari pengguna jasa atau barang yang dihasilkan, keahlian orang yang mengerjakan, dan imbalan dari pekerjaan tersebut.

Manajemen profesional dapat berarti, suatu aktivitas terorganisasi untuk menghimpun, mengarahkan dan mengendalikan seluruh komponen termasuk Manajemen profesional dapat berarti, suatu aktivitas terorganisasi untuk menghimpun, mengarahkan dan mengendalikan seluruh komponen termasuk

Penjelasan dan makna profesionalisme tidak bisa lepas dari tiga aspek, yaitu pengetahuan ( knowledge ), keahlian ( skill ), dan sikap mental ( attitude ). Ketiga aspek tersebut sama pentingnya dan setara sebagai fondasi dimana kualitas profesionalisme itu dibangun, dikembangkan dan diasuh terus menerus. Kombinasi ketiga komponen itulah substansi konsep profesionalisme. Beberapa aspek profesional tersebut selanjutnya menjadi dasar terbentuknya manajemen profesional.

Pembahasan mengenai ruang lingkup manajemen profesional inheren dengan fungsi-fungsi manajemen secara umum, yaitu Perencanaan/ planning, pengorganisasian/ organizing, Pengarahan/ leading dan pengawasan/ controlling . Penjelasan dari keempat fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan ( Planning ) Perencanaan pada hakekatnya adalah aktifitas pengambilan keputusan

tentang sasaran (obyektivita s ) apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambil dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran dan siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Perencanaan harus dibuat dengan menimbang pada tujuan yang akan dicapai, sehingga antara perencanaan dengan tujuan in line dan tidak rancu. Perencanaan dalam manajemen profesional mempunyai tujuh aspek kegiatan yang harus dilaksanakan. Ke tujuh aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Proyeksi; yaitu kemampuan untuk mengantisipasi secara dinamis dan sistematis perkembangan lingkungan strategis usaha, termasuk trend sosial, politik, dan ekonomi.

b. Sasaran; yaitu kejelian menentukan sejumlah sasaran yang hendak dicapai dengan menggunakan analisa prediksi sebagai referensi, Ini akan mendukung fokusnya kegiatan operasional.

c. Program kerja; yaitu rincian langkah-langkah strategis dan praktis yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran lewat aksi atau kegiatan- kegiatan yang nyata di lapangan.

d. Jadwal; yaitu batasan-batasan waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan urutan dan prioritas yang telah ditentukan.

e. Anggaran; yaitu yang melibatkan pekerjaan pengalokasian dana dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan

f. Prosedur; yaitu formulasi dan metode-metode baku yang dibuat untuk memudahkan implementasi tugas-tugas

g. Kebijakan; yaitu menentukan dan memformulasikan kebijakan sebagai patokan dalam mengalokasikan sumberdaya, memanfaatkan peluang, sampai kepada mengatasi masalah-masalah yang berpengaruh terhadap pencapaian sasaran secara umum.

2. Pengorganisasian ( Organizing ) Menurut G.R. Terry pengorganisasian adalah kegiatan mengalokasikan

seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang tertentu serta tanggung jawab masing-masing yang bertanggung jawab untuk setiap komponen kerja dan menyediakan lingkungan kerja yang sesuai dan tepat.

Definisi di atas dapat kita pahami bahwa pengorganisasian merupakan detil manajemen yang harus ditetapkan oleh pemimpin dengan rinci dan jelas. Pengorganisasian dalam manajemen profesional terdiri dari tiga aspek yang rinciannya adalah sebagai berikut: Definisi di atas dapat kita pahami bahwa pengorganisasian merupakan detil manajemen yang harus ditetapkan oleh pemimpin dengan rinci dan jelas. Pengorganisasian dalam manajemen profesional terdiri dari tiga aspek yang rinciannya adalah sebagai berikut:

yaitu manajemen mengidentifikasi dan mengelompokan tugas-tugas yang harus dilaksanakan secara rasional

struktur

organisasi;

b. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; yaitu yang memungkinkan manajer-manajer memberikan wewenang serta tanggung jawab kepada orang lain

c. Memantapkan hubungan kerjasama; yaitu yang mengharuskan manajer untuk menciptakan kondisi yang diperlukan sehingga keseluruhan anggota organisasi dapat bekerja secar efektif.

3. Penggerakan ( Leading ) Ada beberapa terminologi asing yang mempunyai arti penggerakan

yaitu; motivating, directing, staffing , dan leading. Masing-masing terminology tersebut mempunyai penekanan yang berbeda walaupun intinya sama yaitu kegiatan pengarahan.

Motivating yaitu usaha pemberian dorongan kepada seseorang, agar mau bertindak dengan cara-cara yang diinginkan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Directing yaitu menggerakan orang lain dengan memberikan petunjuk dan pengarahan-pengarahan.

Staffing yaitu menggerakan orang lain dengan menempatkannya pada fungsi-fungsi yang sesuai ataupun dengan memberikan jabatan-jabatan

tertentu. Leading yaitu menggerakkan orang lain dengan jalan mempengaruhi,

membimbing, mengarahkan dan menggerakkan ke arah tujuan tertentu.

4. Pengawasan ( Controlling ) Menurut George R. Terry pengawasan adalah proses penentuan apa

yang dicapai, yaitu standar, apa yang sedang dihasilkan, yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tindakan koreksi sehingga pelaksanaan dapat berjalan menurut rencana, yaitu sesuai dengan standar. Menurut Siagian, pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya

Kegiatan pengawasan dalam manajemen profesional meliputi beberapa tahapan yang antara lain sebagai berikut:

a. Menetapkan standard kerja; dimana manajer menetukan kriteria standar untuk menilai dan mengkur hasil-hasil kerja

b. Mengukur prestasi kerja; yaitu mendeskripsi atau mancatat dan menyusun laporan pekerjaan, baik yang sedadang berlangsung maupun yang telah selesai

c. Evaluasi prestasi kerja; yaitu menliti, mengamati, dan menilai pekerjaan-pekerjaan yang sedang berlangsung atau yang telah selesai

d. Mengoreksi hasil kerja; yaitu memperbaiki hasil kerja yang dianggap kurang baik atau tidak maksimal dan merekomendasikan atau membuat formula-formula baru untuk kesempurnaan kriteria standard.

D. Penyebab Perubahan Manajemen

1. Pentingnya Pemisahan

Perubahan tipologi manajemen yang terjadi dalam sebuah perusahaan manajemen keluarga didasari dengan pentingnya pemisahan kepemilikan dan kontrol (manajemen). Pemisahan kepemilikan dan kontrol mengacu

pada fenomena yang terkait dengan perusahaan bisnis milik publik di mana para pemegang saham (penuntut residual) memiliki sedikit atau tidak ada kontrol langsung atas keputusan manajemen. Referensi pemisahan kepemilikan dan kontrol, dan keprihatinan terhadap efeknya, menurut Agustinus Simanjuntak (2010), family members as owner or majority stakeholders in a company often making deep intervension to their company by ignore principles of business management. Therefore, boards of directors, after pressure by owner, often making decisions which is damaging others. One of that company form is limited corporation (ltd. corp) so that its management must be done professionally, yang memiliki arti anggota keluarga sebagai pemilik perusahaan maupun pemegang saham mayoritas seringkali membuat intervensi penting dalam perusahaannya dengan mengabaikan prinsip-prinsip manajemen bisnis. Oleh karena itu, direktur utama acap kali menekan pemilik dan akhirnya membuat keputusan yang dapat merugikan perusahaan, Salah satu bentuk perusahaan itu adalah perseroan terbatas (PT), sehingga manajemennya harus dilakukan secara profesional.

Kita dapat mendefinisikan pemisahan kepemilikan dan kontrol dengan mengacu pada keberhasilan pemilik perusahaan. Dalam perusahaan seperti ini, pemilik/manajer memiliki dua atribut utama. Pemilik/manajer membuat keputusan manajemen perusahaan dan memiliki klaim untuk keuntungan perusahaan. Dalam sebuah perusahaan besar publik yang diselenggarakan, para pemegang saham memiliki klaim residual tetapi tidak memiliki kendali langsung atas pengambilan keputusan manajemen. Sejalan dengan itu, manajer memiliki kontrol tetapi klaim residual yang relatif kecil.

Pada dasarnya, konsep perusahaan modern mulai muncul pada saat perusahaan tersebut dimiliki oleh banyak pihak, tidak lagi dimiliki oleh perorangan ( sole proprietorship ) ataupun hanya dimiliki beberapa pihak saja. Kebutuhan modal usaha dan pengembangan bisnis mungkin menjadi salah satu alasan mengapa keemilikan perusahaan dibuka kepada banyak Pada dasarnya, konsep perusahaan modern mulai muncul pada saat perusahaan tersebut dimiliki oleh banyak pihak, tidak lagi dimiliki oleh perorangan ( sole proprietorship ) ataupun hanya dimiliki beberapa pihak saja. Kebutuhan modal usaha dan pengembangan bisnis mungkin menjadi salah satu alasan mengapa keemilikan perusahaan dibuka kepada banyak

Inilah awal konsep separation of ownership and control . Pemisahan ini kemudian dikenal dengan teori keagenan ( agency theory/agency relationship ), di mana terdapat pihak principal ( stakeholders ) yang mendelegasikan wewenang untuk mengelola perusahaan kepada agent (manajemen) untuk bertindak mewakili kepentingan principal .

Di Indonesia, dalam rangka mewujudkan kemandirian PT sekaligus mencegah terjadinya pelanggaran prinsip-prinsip berbisnis dalam bisnis keluarga maka UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT (UU PT) telah memberi batas-batas keterlibatan atau peran manajemen keluarga dalam kegiatan bisnis perseroan. Yang jelas, manajemen bisnis keluarga harus terpisah dari manajemen PT.

Selain Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas, di Indonesia juga terdapat Komite Nasional Corporate Governance yang mengatur tata kelola perusahaan ( corporate governance ) yakni rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan ( stakeholder ) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan.

Tabel 1. Hasil Positif dari Pemisahan Pemilik dan Manajemen Positives

Impacts

Let the professional run the Company is being managed business

profesionally

Balancing between return Secure for long term growth and growth

Ability to raise fund from Support to go public capital market

Close monitoring Board Effective Board and make performance

changes if neccessary Sumber: Stefan S. Handoyo (2010)

2. Teori Perubahan Korporat

Teori Accounting turnaround oleh Harlan D. Platt (1998). lebih menekankan kepada akuntansi dan hukum. Teori ini menyatakan bahwa tidak semua korporat (organisasi) dapat diselamatkan atau untuk berubah, harus ada persyaratan untuk itu, diantaranya:

a. Adanya dukungan dari para stakeholder.

b. Masih adanya core business yang mampu mendatangkan cashflow.

c. Adanya tim manajemen yang kokoh, sumber-sumber pembiayaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Range Keputusan

A Reduksi Aset

B Peningkatan Pendapatan

C Efisiensi Biaya

D Operasi Normal

Teori Putarhaluan ( turnaround) dapat dilakukan oleh organisasi yang mengalami penurunan karena kerugian atau manajerial yang tidak baik. Guna melakukan perbaikan, hal pertama yang dilakukan adalah analisis keuangan organisasi. Platt (1998) membedakan strategi perubahan dalam tiga kelompok, yaitu transformasi korporat, turnaround , dan manajemen krisis. Ia juga membedakan strategic turnaround dengan operating turnaround . Strategic berhubungan dengan strategi untuk bersaing dalam bisnis yang sama, sedangkan operating turnaround berkaitan dengan peningkatan pendapatan, penurunan biaya, dan pengurangan harta-harta. Ketiga pilihan dalam operating turnaround itu dijelaskan oleh Hofer (1980) dalam hubungannya dengan break-eventpoint yaitu membandingkan total harga dengan total pendapatan pada jumlah produksi tertentu. Dengan demikian, perusahaan beroperasi normal kalau ia mampu menjual di atas titik impas yang memerlukan langkah-langkah efisiensi. Kalau perusahaan sudah berproduksi pada titik yang jauh di bawah titik impas (range A) mutlak dilakukan langkah-langkah penghapusan atau pengurangan (penjualan asset) sehingga beban biaya tetap berurang.

Kontribusi kelompok ini dianggap penting karena memberikan pegangan kuantitatif terhadap situasi yang dihadapi ketika perusahaan sedang menurun. Sedangkan ilmu manajemen secara umum hanya memberikan petunjuk bagaimana cara mengelola perusahaan. Berikut adalah penjelasannya:

1. Transformasi Manajemen Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang sehat atau sudah mulai

menangkap sinyal-sinyal yang kurang menggembirakan. Tujuannya adalah agar perusahaan dapat melompat mulus ke kurva berikutnya yang lebih baik. Pertanyaan penting yang perlu dijawab oleh perusahaan ini adalah hal-hal yang tidak patut apa yang telah kita lakukan, hal-hal apa yang mampu membuat kita lebih baik.

2. Manajemen Turnaround Biasanya dilakukan perusahaan yang sudah mulai menghadapi persoalan agak pelik, namun masih memiliki sumber daya (aset) dan waktu yang memungkinkan untuk melakukan perbaikan. Ciri-cirinya: masih memiliki produk unggulan, aset yang kurang produktif, masih memiliki reputasi yang memadai, persediaan kas masih memadai untuk jangka waktu tertentu.

3. Manajemen Krisis Biasanya dilakukan pada saat perusahaan sudah memasuki masa krisis. Ciri-cirinya: kehilangan motivasi dan reputasi, tagihan dan kewajiban jangka pendek tidak dapat dipenuhi, arus kas negatif, sumber daya manusia handal keluar, dan banyak asset yang tua dan tidak terpelihara dan gambaran kesuraman lainnya.

3. Budaya Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan ( corporate governance ) adalah rangkaian

proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan ( stakeholder ) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan ( stakeholder ) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan

Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Teori corporate governance berkaitan dengan teori keagenan ( agency theory ) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan ( principal ) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional ( agents ) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari.

La Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer and Visny (LLSV) dalam Miko Kamal (2011) membenarkan hasil studi Berle dan Means. Dengan melakukan serial studi empirik tentang proteksi terhadap investor, LLSV berpendapat bahwa konsep dasar corporate governance adalah untuk melindungi investor luar ( outsiders ) dari penyelewengan aset-aset mereka oleh insiders ( Djankov, La Porta, Lopez-de-Silanes dan Sheilfe r 2008: 430).

LLSV mengelompokkan pemegang saham mayoritas ( controlling shareholders ) dan manajer sebagai insiders , sedangkan investor dan pemegang saham minoritas mereka sebut sebagai outsiders . Penyelewengan uang outsiders oleh insiders terjadi karena terdapat ketimpangan informasi antara insiders dan outsiders . Oleh karena itu, sangat dapat dipahami manakala LLSV mendefinisikan “ corporate governance is, to a large extent, LLSV mengelompokkan pemegang saham mayoritas ( controlling shareholders ) dan manajer sebagai insiders , sedangkan investor dan pemegang saham minoritas mereka sebut sebagai outsiders . Penyelewengan uang outsiders oleh insiders terjadi karena terdapat ketimpangan informasi antara insiders dan outsiders . Oleh karena itu, sangat dapat dipahami manakala LLSV mendefinisikan “ corporate governance is, to a large extent,

Asas transparansi, akuntabiliti, responsibiliti, independensi dan kesetaraan ( fairness ) adalah prinsip umum kode corporate governance ini. Kode menyarankan perusahaan dalam menjalankan aktifitas agar memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan prinsip kesetaraan. Kesetaraan maksudnya adalah sebuah perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk menyatakan pendapatnya demi kepentingan perusahaan dan perusahaan harus memberikan pelayanan yang setara kepada seluruh pekerja tanpa diskriminasi.

BAB III TINJAUAN UMUM PISA KAFE

A. Sejarah Pisa Kafe

Pisa Kafe adalah bentuk evolusi perubahan sebuah bisnis dalam bidang food & beverage . Dibangun pertama kali pada tanggal 24 April 1993 oleh Bapak Alm. Bambang Pramono Sungkono, Andiyani Sungkono, dan Matteo Guerinoni , dengan nama Pisa Ice Cream dan dibawahi oleh PT. Mugi Rahardjo. Produk yang dijual saat itu adalah ice cream khas Italia, yang awam disebut gelato. Pisa Ice Cream akhirnya mengalami pengembangan produk, bukan hanya gelato yang dijual, namun merambah ke produk makanan khas Italia seperti pizza, pasta, steak , dan lainnya, sehingga menjadi Pisa Kafe pada tahun 1997. Pada tahun inilah, pembentukkan konsep kafe yang hommey dibangun. Logo kafe pun diubah menjadi menara pisa, yang hingga sekarang tidak berubah.

1. Evidensi Manajemen Keluarga Pisa Kafe

Berikut ini adalah kronologi ihwal manifesto manajemen yang masih dipegang oleh pemilik (manajemen keluarga) dengan bukti-bukti notaris perusahaan serta hasil wawancara dengan beberapa sumber.

a. PT. Boga Rahardjo Utama melahirkan usaha dagang Pisa Kafe Ice Cream pada tangal 24 April 1993, yang mana detail mengenai kepemilikannya terdapat pada akta notaris tanggal 1 Agustus 1994, dengan struktur kepemilikan sebagai berikut:

1) PT. Mugi Rahardjo memiliki 34 saham senilai dengan Rp 34.000.000,00 (tiga puluh empat juta rupiah).

2) Bambang Lumaksono Sungkono memiliki 4 saham senilai dengan Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

3) Andiyani Sungkono memiliki 2 saham senilai dengan Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

b. Pisa Ice Cream merubah namanya menjadi Pisa Kafe dengan lambang menara pisa sebagai trademark bisnisnya pada tahun 1997. Pada tahun ini, manajemen yang berlaku dalam perusahaan adalah manjemen oleh pemilik (manajemen keluarga), terbukti dengan susunan organisasi seperti berikut:

1) Andiyani Sungkono sebagai Direktur Utama

2) Bambang Witjaksono Sungkono sebagai Direktur

3) Bambang Lumaksono Winardi sebagai Komisaris Utama Dewan Direksi dipegang sepenuhnya oleh Andiyani Sungkono sebagai

keluarga yang paling sulung dan karenanya berindak sebagai direktur utama. Dan tipe ownership dalam perusahaan keluarga ini diidentifikasikan ke dalam sibling partnership karena pemilik dan organisator adalah kakak-adik. Kepemilikan di tingkat kemitraan saudara juga menciptakan sejumlah tantangan dalam keluarga seperti memenuhi kebutuhan keuangan beberapa keluarga, berbagi kepemimpinan di antara beberapa keluarga, munculnya pemegang saham aktif yang memiliki saham tetapi tidak bekerja dalam bisnis dan pengembangan atau adaptasi dari struktur pemerintahan untuk mencerminkan konteks baru di mana keputusan dibuat dalam keluarga, bisnis dan kepemilikan sub-sistem, serta menjalani sistem perusahaan keluarga secara keseluruhan.

2. Evidensi Manajemen Profesional Pisa Kafe

Berikut ini adalah kronologi ihwal manifesto manajemen yang sudah dipegang oleh profesional dengan bukti-bukti notaris perusahaan serta hasil wawancara dengan beberapa sumber.

a. Pada tanggal 15 Agustus 2008, PT. Boga Rahardjo Utama (Pisa Kafe) telah memiliki seribu jumlah saham, dengan anggaran perusahaan yang dirubah, karena sudah ada beberapa pemegang saham ekternal yang masuk. Berikut adalah struktur pemegang sahamnya:

1) Andiyani Sungkono memiliki 68 saham senilai dengan Rp 68.000.000,00 (enam puluh delapan juta rupiah).

2) Bambang Lumaksono Winardi memiliki 120 saham senilai dengan Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

3) Denny Januar Ali memiliki 156 saham senilai dengan Rp 156.000.000,00 (seratus lima puluh enam juta rupiah).

4) Dra. Siti Aisyah S. memiliki 205 saham senilai dengan Rp 205.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

5) Raden Mira Jusifandria Pramono memiliki 68 saham senilai dengan Rp 68.000.000,00 (enam puluh delapan juta rupiah).

Pada era ini, di mana PT. Boga Rahardjo Utama telah memiliki beberapa pemegang saham, terjadi penyimpangan yang dilakukan perusahaan kepada para pemegang saham, yakni tidak adanya pembagian deviden seperti yang telah disepakati sebelumnya.

Dan pada tanggal 15 Februari 2010, Denny Januar Ali membeli saham dari Dra. Siti Aisyah S. sehingga kepemilikannya menjadi mayoritas. Strategi yang diambil Denny Januar Ali, yang telah memiliki 35% saham di Pisa Kafe Menteng adalah mengembangkan perusahaan waralaba. Caranya adalah dengan mengurangi sahamnya yang ada di Pisa Kafe Menteng kedalam saham perusahaan waralaba sebesar 7% dan dikonversikan ke saham waralaba menjadi 35%. Hal ini dapat terjadi karena nilai satu saham di perusahaan waralaba masih sangat kecil dibandingkan dengan satu saham di Pisa Kafe Menteng. Ini adalah strategi pertama yang diambil oleh Denny Januar Ali sebagai langkah awal untuk pemisahan manajamen; manajemen yang mengatur pusat (Pisa Kafe Menteng), yang masih dipegang oleh Dan pada tanggal 15 Februari 2010, Denny Januar Ali membeli saham dari Dra. Siti Aisyah S. sehingga kepemilikannya menjadi mayoritas. Strategi yang diambil Denny Januar Ali, yang telah memiliki 35% saham di Pisa Kafe Menteng adalah mengembangkan perusahaan waralaba. Caranya adalah dengan mengurangi sahamnya yang ada di Pisa Kafe Menteng kedalam saham perusahaan waralaba sebesar 7% dan dikonversikan ke saham waralaba menjadi 35%. Hal ini dapat terjadi karena nilai satu saham di perusahaan waralaba masih sangat kecil dibandingkan dengan satu saham di Pisa Kafe Menteng. Ini adalah strategi pertama yang diambil oleh Denny Januar Ali sebagai langkah awal untuk pemisahan manajamen; manajemen yang mengatur pusat (Pisa Kafe Menteng), yang masih dipegang oleh