ANALISIS TEMUAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEMENTERIANLEMBAGA

Agung Dinarjito Politeknik Keuangan Negara STAN [email protected]

INFORMASI ARTIKEL

ABSTRACT

Diterima Pertama Audit Report of Compliance to Laws and Regulations conducted by [9 Februari 2017]

the Supreme Audit Agency always show management issues on NonTax Revenue. The findings were obtained repeatly in the

examination of Financial Statements of the Central Government in Dinyatakan Diterima

2013, 2014 and 2015. The needs for optimal management of non- [8 April 2017]

tax revenues is now indispensable in helping government to finance all government activities which are not sufficiently funded by tax

revenue and grants. Therefore, this study aims to identify the KATA KUNCI:

problems that often arise in the management of non-tax revenues Audit; Supreme Audit Agency (BPK); non-tax

and always been become the findings of the Supreme Audit Agency revenue; government institutions .

(BPK). This research is a descriptive qualitative study with normative-empirical juridical approach. The results showed that there are several problems in managing non-tax revenue, such as

late /has not been paid to the State Treasury, underinvoiced /not collected, levied without legal basis and disbursed immediately, levied with legal basis and disbursed immediately, and other problems. In addition, this study will also discuss recommendations that can be used to avoid the repetitive problems.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan selalu menunjukkan permasalahan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Temuan berulang selalu didapatkan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dari tahun 2013, 2014 dan 2015. Kebutuhan pengelolaan PNBP yang optimal saat ini mutlak dibutuhkan dalam membantu negara membiayai seluruh kegiatan pemerintahan yang tidak cukup didanai dengan penerimaan perpajakan dan hibah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan PNBP yang selalu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif-empiris. Hasil penelitian

beberapa penyebab permasalahan PNBP seperti terlambat/belum disetor ke kas negara, PNBP kurang/tidak dipungut, memungut tanpa dasar hukum dan digunakan langsung, memungut dengan dasar hukum dan digunakan langsung, dan permasalahan lainnyaSelain itu, penelitian ini akan membahas rekomendasi yang dapat digunakan untuk menghindari temuan berulang.

menunjukkan ada

Halaman 1

1. permasalahan dalam pengelolaan PNBP. Untuk itu, PENDAHULUAN

Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas,

1.1. Latar Belakang

maka dalam rangka mengoptimalkan penerimaan dan Peningkatan fiscal space dalam Anggaran

temuan-temuan atas Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini

pengelolaan PNBP

agar

pemeriksaan BPK tidak selalu berulang, perlu menjadi tantangan dalam pencapaian sasaran

dilakukan upaya yang dapat mendorong pengelolaan pembangunan nasional. Peningkatan pendapatan

yang lebih efektif dan efisien, sehingga optimalisasi negara dan efisiensi penggunaan anggaran untuk

penerimaan dan pengelolaan PNBP dapat tercapai. masing-masing

Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk dipandang mampu menjawab permasalahan tersebut.

Kementerian/Lembaga

(K/L)

menganalisis permasalahan pengelolaan PNBP yang Dalam postur APBN, Penerimaan Negara Bukan Pajak

menjadi temuan BPK dan kemudian mencoba (PNBP) merupakan salah satu sumber pendapatan

menganalisis rekomendasi yang dapat dipergunakan negara selain penerimaan perpajakan dan penerimaan

untuk penetapan kebijakan lebih lanjut. hibah. Untuk itu, dalam rangka peningkatan fiscal

1.2. Identifikasi Masalah

space, optimalisasi PNBP perlu dilakukan agar Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPP pendapatan negara mampu mencapai hasil yang Tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, terdapat maksimal. Hal ini juga dikarenakan realisasi

pengelolaan PNBP. target dan anggaran belanja negara semakin tahun

penerimaan perpajakan yang tidak selalu mencapai

beberapa

temuan terkait

Permasalahan dalam temuan tersebut cenderung semain naik. Hal ini yang menjadikan PNBP menjadi

berulang, sebagaimana disajikan dalam tabel-1. salah

satu alternatif

dalam

mengurangi

TABEL-1: Temuan BPK Atas Pengelolaan PNBP K/L

ketergantungan negara pada utang untuk mebiayai

Tahun 2011-2015

belanja negara tersebut.

Tahun

Temuan

Optimalisasi dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan secara efektif dan

26 efisien. Saat ini, optimalisasi PNBP telah dilakukan

Pengelolaan

PNBP pada

Kementerian/Lembaga kurang/belum pada sektor Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA),

disetor sebesar Rp163 miliar, PNBP Minyak dan Gas Bumi (migas) dan Non-Migas, serta

terlambat setor sebesar Rp48,8 miliar, PNBP Lainnya yang bersumber dari PNBP fungsional

PNBP telah dipungut dan belum disetor dan umum pada K/L. Pengenaan dan pengelolaan

Rp23,74 miliar, pungutan sesuai tarif dan PNBP pada K/L didasarkan pada Peraturan Pemerintah

digunakan langsung sebesar Rp89.32 (PP) tentang Jenis dan Tarif PNBP pada masing-masing

miliar, pungutan tanpa dasar hukum dan K/L. Beberapa jenis penerimaan yang disetorkan

digunakan langsung sebesar Rp89,78 dalam pos PNBP K/L adalah SDA non-migas dan

miliar, permasalahan lainnya sebesar pungutan atas layanan pemerintah sesuai dengan

Rp24,84 miliar.

fungsi masing-masing K/L.

PNBP pada 44 K/L terlambat/belum Optimalisasi yang dilakukan saat ini cenderung

sebesar Rp361,41 miliar, bertujuan untuk meningkatkan penerimaan PNBP,

disetor

kurang/tidak dipungut sebesar Rp132,67 sehingga pengelolaannya belum mendapat perhatian

miliar, digunakan langsung di luar yang lebih, terutama perhatian dari K/L sebagai pihak

mekanisme APBN sebesar Rp304,53 miliar yang melakukan pemungutan atau yang memberikan

serta belum dikelola dengan tertib layanan PNBP. Seperti definisi di atas, hendaknya

sebesar Rp317,86 miliar dan USD28.24 optimalisasi ini dilakukan dengan mengoptimalkan

juta.

penerimaan, penggunaan dana dan pengelolaannya,

PNBP pada 30 K/L sebesar Rp384,98 miliar sehingga tujuan yang dinginkan dapat tercapai.

dan USD1.000.000,00 terlambat/belum Terkait pengelolaan PNBP, telah diterbitkan

kurang/tidak dipungut, beberapa ketentuan dan pedoman dalam mengelola

disetor,

berindikasi setoran fiktif, dan digunakan PNBP. Hal ini ditujukan untuk dapat menngoptimalkan

langsung di luar mekanisme APBN. penerimaan

Tidak terdapat rincian pengelolaannya, sehingga temuan Badan Pemeriksa

Masih ditemukan Pendapatan Negara Keuangan

Bukan Pajak (PNBP) pada 28 K/L sebesar pengelolaan PNBP tidak ada lagi.

RI (BPK)

atas pertanggungjawaban

Rp331,94 miliar dan USD2,01 juta yang Meskipun telah ada ketentuan yang memayungi

terlambat/belum disetor, kurang/belum pengelolaan

dipungut, dan digunakan langsung di luar permasalahan di dalam praktek pelaksanaannya.

mekanisme Anggaran Pendapatan dan Dalam laporan hasil pemeriksaannya, BPK selama

Belanja Negara (APBN). beberapa

tahun terakhir

ditemukan

adanya

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi Keuangan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

dan kriteria yang telah ditetapkan. Tahun 2011-2015 (diolah).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun Perbandingan besaran temuan BPK atas

2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung pengelolaan PNBP dapat dilihat pada tabel 2. Besaran

disebutkan bahwa temuan BPK atas pengelolaan PNBP cenderung

pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, menurun tiap tahun dari tahun 2013 sampai dengan

analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara tahun 2015.

independen, objektif, dan profesional berdasarkan

TABEL 2: Besaran Temuan BPK Atas Pengelolaan

standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,

PNBP K/L

kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi

No Temuan 2013

mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kemudian, pemeriksaan di bidang PNBP yang

1 PNBP Rp 10,210

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun Kurang

Rp

Rp 163

2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pungut /

milar dan

miliar

USD1,000,0 miliar Pajak, disebutkan bahwa pemeriksaan adalah Tidak

00 serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, Dipungut

mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam

2 PNBP Rp206,514

rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan Terlambat miliar

Rp

Rp

kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang- / belum

undangan di bidang PNBP.

Setor

2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak

3 Pengguna Rp166,471

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun an

Rp

Rp

1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Langsung

PNBP didefinisikan sebagai seluruh penerimaan dan

miliar

miliar

Pemerintah pusat yang tidak berasal dari Pungutan

dan Rp

penerimaan perpajakan. Dalam konteks Anggaran Tanpa

Pendapatan dan Belanja Negara, penerimaan hibah Dasar

miliar

dipisahkan dari PNBP.

Hukum

2.3. Penyusunan Target dan Pagu Penggunaan

4 Permasal Rincian

Rp

Rp

Dana PNBP

ahan tidak

Target PNBP adalah jumlah atau besaran dalam lainnya

angka rupiah dari PNBP yang diperkirakan akan diterima pada satu Tahun Anggaran yang akan datang.

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Target PNBP mencerminkan rencana kerja pelayanan Keuangan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

instansi pemerintah yang disertai pungutan PNBP. Tahun 2013-2015 (diolah). Ketentuan kewajiban K/L untuk menyampaikan rencana PNBP diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang

1.3. Tujuan Penulisan

Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP, yang Secara garis besar, penelitian ini dilakukan

menyatakan bahwa ”Instansi Pemerintah yang dalam rangka menganalisis permasalahan pengelolaan

ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat PNBP pada K/L yang menyebabkan temuan berulang

(1), wajib menyampaikan rencana dan laporan oleh BPK dan memberikan usulan rekomendasi atas

realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak secara temuan permasalahan tersebut.

tertulis dan berkala kepada Menteri.” Selanjutnya,

2. KERANGKA TEORI tata cara penyampaian rencana PNBP dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004

2.1. Pemeriksaan

tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Berdasarkan Gay dan Simnett (2013), Auditing

Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak. didefinisikan sebagai “a systematic process of

Target PNBP harus disusun sebagai bagian dari objectively obtaining and evaluating evidence

keseluruhan pendapatan dalam APBN. Target PNBP regarding assertions about economic actions and

suatu instansi pemerintah harus disusun juga untuk events to ascertain the degree of correspondence

mendapatkan berapa besarnya pagu yang dapat between those assertions and established criteria and

dicantumkan dalam DIPA instansi pemerintah. communicatin g the result to interested users.”

Dari jumlah target PNBP yang telah disusun Kemudian, Arens, Elder, dan Beasley (2012)

dihitung pagu penggunaan sebagian dana PNBP mengartikan auditing sebagai pengumpulan dan

berdasarkan izin penggunaan yang telah ditetapkan. evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan

Pagu penggunaan PNBP adalah jumlah atau besaran Pagu penggunaan PNBP adalah jumlah atau besaran

2.5. Pemungutan, Pembayaran, dan Penyetoran

dalam porsi/persentase berdasarkan Keputusan Pemungutan, pembayaran dan penyetoran Menteri Keuangan untuk pelayanan PNBP dan

aktivitas utama dalam kegiatan lainnya yang diizinkan sesuai peraturan

merupakan

beberapa

pengelolaan PNBP. Pemungutan dapat didefinisikan sebagai aktivitas pejabat instansi pemerintah yang

perundangan. Pagu penggunaan dirinci menjadi jenis- ditunjuk untuk mengambil sejumlah uang PNBP yang jenis belanja dalam DIPA instansi pemerintah.

besarnya ditetapkan dalam peraturan perundangan

(termasuk kontrak) sebagai ma dalam proses penhak Tarif adalah jumlah mata uang yang harus

2.4. Penetapan Tarif

negara atas pemberian pelayanan jasa atau barang dibayar untuk mendapatkan suatu jenis layanan jasa

dari masyarakat pengguna (wajib bayar). Kemudian, atau barang dalam satuan tertentu yang ditetapkan

pembayaran adalah pemberian sejumlah uang yang dalam peraturan perundang-undangan. Penetapan

sudah ditetapkan dalam peraturan perundangan oleh tarif dalam peraturan perundang-undangan sesuai

masyarakat yang meminta layanan jasa atau barang dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan

baik diberikan di awal (sebelum pelayanan) maupun di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 adalah sebagai

akhir (setelah pelayanan), sedangkan penyetoran dasar hukum dalam pemungutan PNBP. Ini menjadi

dapat didefinisikan sebagai kegiatan menyampaikan awal dari tata kelola PNBP yang baik karena pungutan

sejumlah uang sebagai penerimaan PNBP oleh PNBP dilakukan secara legal, terdapat akuntabilitas

bendahara penerima maupun secara langsung oleh dalam pengelolaan, dan transparansi bagi seluruh

masyarakat pengguna (wajib bayar) ke rekening kas pemangku kepentingan (stakeholders), di antaranya

umum negara di bank sentral maupun melalui sub pengelola

rekening kas umum negara melalui Bank Persepsi. pemeriksa.

PNBP, masyarakat

pengguna,

dan

Mekanisme penerimaan dan penyetoran PNBP Ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-

telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Undang Nomor 20 Tahun 1997 menyatakan bahwa

1997, yaitu:

tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan Peraturan

1. Pasal 4: “Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pemerintah. Selain itu, sesuai dengan ketentuan

Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas perundangan, tarif PNBP yang diatur dalam Undang-

Negara”;

Undang atau Peraturan Pemerintah dimaksud harus

2. Pasal 5: “Seluruh Penerimaan Negara Bukan memperhatikan beberapa aspek penting sebagaimana

dalam sistem Anggaran tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang

Pajak

dikelola

Pendapatan dan Belanja Negara”; Nomor 20 Tahun 1997, yaitu:

3. Pasal 6:

1. Dampak pengenaan terhadap masyarakat dan

menunjuk Instansi kegiatan usahanya,

(1) Menteri

dapat

Pemerintah untuk menagih dan atau

2. Biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah memungut Penerimaan Negara Bukan sehubungan

Pajak yang terutang. bersangkutan, dan

(2) Instansi Pemerintah yang ditunjuk

3. Aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib masyarakat.

menyetor langsung Penerimaan Negara Memperhatikan

Bukan Pajak yang diterima ke Kas Negara tersebut di atas, penetapan tarif atas jenis PNBP

ketentuan

perundangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. membutuhkan analisis dan pertimbangan yang cermat

(3) Tidak dipenuhinya kewajiban instansi sebelum ditetapkan dalam ketentuan perundangan

Pemerintah untuk menagih dan atau termasuk melakukan sosialisasi kepada pihak terkait.

memungut sebagaimana dimaksud pada Hal

ayat (1) dan menyetor sebagaimana pungutan/biaya oleh pemerintah perolehan barang

ini perlu dilakukan

agar

pembebanan

dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi atau jasa (pengaturan dan pelayanan) kepada

sesuai dengan peraturan perundang- masyarakat masih dalam batas kewajaran dan

undangan yang berlaku. kepatutan. Selain itu, tarif yang ditetapkan masih

ketentuan di atas dapat dapat

Berdasarkan

disimpulkan bahwa seluruh PNBP yang diterima oleh keuntungan atau tidak menghambat kegiatan usaha

setiap Instansi Pemerintah harus disetor secepatnya masyarakat.

ke Kas Negara. Untuk hal-hal yang menyebabkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

PNBP diperkenankan untuk tidak disetor dalam waktu 1997, setiap K/L yang mempunyai PNBP harus memiliki

segera diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan peraturan

Nomor 3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyetoran Pemerintah/PP) tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP

Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara yang berlaku pada masing-masing K/L dan PP tersebut

Penerimaan.

sebagai dasar pemungutan atas pelayanan yang Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun diberikan kepada masyarakat tersebut.

2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur

pada bank pemerintah, atau lembaga lain Negara pada waktunya dan tidak boleh digunakan

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. langsung untuk membiayai pengeluaran.

Beberapa ketentuan lain yang mengatur Bendaharawan penerima/penyetor berkala

menyetor/melimpahkan seluruh mengenai penyetoran adalah sebagai berikut: penerimaan negara yang telah dipungutnya

wajib

1) Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun ke rekening Kas Negara sekurang-kurangnya 2004, menyatakan bahwa: “Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas sekali seminggu.

Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya Setiap bendaharawan, instansi pemerintah,

diatur dalam Peraturan Pemerintah.” pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan badan-badan lain, sebagai wajib pungut

2) Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan

menyetorkan seluruh Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang

pajak,

wajib

penerimaan pajak yang dipungutnya dalam Pengelolaan Uang Negara/Daerah menyatakan

jangka waktu sesuai dengan ketentuan yang bahwa:

(1) Pada setiap awal tahun anggaran,

berlaku.

Pasal 4 ayat (5) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata

menteri/pimpinan

lembaga

selaku

Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Bendahara

Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian melaksanakan tugas kebendaharaan Negara/Lembaga/Kantor/Satuan

Kerja dalam rangka pelaksanaan anggaran

menyatakan bahwa:

pendapatan pada kantor satuan kerja ”Dalam hal Bendahara Penerimaan menerima di lingkungan kementerian

penerimaan tertentu negara/lembaga bersangkutan. sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari wajib (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana setor, bendahara wajib menyetor seluruh dimaksud pada ayat (1) menteri/pimpinan penerimaannya ke Kas Negara selambat- lembaga

secara

langsung

lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja, Anggaran/Pejabat lain yang ditunjuk dapat

kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang membuka

rekening

penerimaan

berdasarkan ketentuan penyetorannya diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat

secara berkala.”

Penerimaan Negara yang ditampung pada Pelaporan adalah kegiatan menyampaikan

rekening sebagaimana dimaksud pada ayat informasi tentang suatu hal kepada pihak lain secara (2) setiap hari disetor seluruhnya ke berkala maupun insidentil untuk memenuhi ketentuan Rekening Kas Umum Negara. atau untuk maksud tertentu. Pelaporan dalam

3) Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun administrasi pemerintahan sangat penting bagi

2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, pimpinan dalam rangka perencanaan, pengendalian, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan

bahkan untuk dapat mengambil tindakan secepatnya Negara Bukan Pajak yang Terutang menyatakan untuk memperbaiki keadaan sebelum keadaan bahwa:

(1) Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak Presiden RI sebagai pimpinan pemerintahan

tersebut semakin memburuk.

yang Terutang wajib disetor secepatnya ke melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 Kas Negara; tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan (2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak mewajbkan ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pejabat instansi pemerintah untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Pasal 20 Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan

penyusunan rencana dan laporan realisasi PNBP dalam

2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran

(Pasal 2).

Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana Dalam pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,

72 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyampaikan dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun

laporan triwulan mengenai seluruh penerimaan dan 2010, menyatakan bahwa: penggunaan dana sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) Orang atau badan yang melakukan ini oleh instansi yang bersangkutan kepada menteri pemungutan atau penerimaan uang negara

(Menteri Keuangan).

wajib menyetor seluruh penerimaan dalam Pelaporan yang baik adalah pelaporan yang waktu

1 (satu) hari

kerja setelah

disampaikan tepat waktu dan berisi data dan informasi disampaikan tepat waktu dan berisi data dan informasi

normatif terdiri dari penelitian terhadap asas hukum, Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa

sistematika hukum, sejarah hukum, perbandingan laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara

hukum, dan taraf sinkronisasi hukum. Sedangkan, tertulis oleh pejabat instansi pemerintah kepada

menteri paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan penelitian hukum empiris terdri dari penelitian yang bersangkutan berakhir. Selain itu, pejabat

terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum. instansi pemerintah menyampaikan laporan perkiraan

Muhammad (2004) membagi realisasi PNBP triwulan IV paling lambat tanggal 15

Abdulkadir

penelitian hukum menjadi tiga, yaitu: Agustus tahun berjalan. Sesuai pasal 13 Undang

a.

Undang Nomor 20 Tahun 1997, isi laporan dimaksud Penelitian hukum normatif, menggunakan studi

kasus hukum normatif berupa produk perilaku adalah seluruh penerimaan dan penggunaan. Hal ini

hukum, misalnya dalam mengkaji rancangan sejalan dengan ketentuan pada Pasal 13 Peraturan

perundangan. Pokok kajiannya adalah hukum Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara

yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang

yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi Bersumber dari Kegiatan Tertentu yang menyatakan

acuan perilaku setiap orang. bahwa

normatif-empiris, menyampaikan laporan triwulan mengenai seluruh

Pimpinan Instansi

Pemerintah

wajib

b. Penelitian

hukum

menggunakan studi kasus hukum normatif- penerimaan dan penggunaan dana (penggunaan dana

empiris berupa produk perilaku hukum, misalnya PNBP yang memperoleh persetujuan Menteri

implementasi suatu kejadian Keuangan) oleh instansi yang bersangkutan kepada

mengkaji

berdasarkan perundangan yang berlaku. Pokok Menteri (Menteri Keuangan).

kajiannya adalah pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum pada peristiwa hukum tertentu

2.7. Penggunaan

yang terjadi di masyarakat guna mencapai tujuan Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

tertentu.

c.

merupakan besaran anggaran yang dialokasikan

kepada penghasil PNBP untuk membiayai kegiatan Penelitian hukum empiris, menggunakan studi

kasus hukum empiris berupa perilaku hukum yang berkaitan dengan jenis Penerimaan Negara masyarakat dengan pokok kajiannya adalah Bukan Pajak yang dihasilkan tersebut. Penggunaan hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata PNBP didasarkan pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, Nomor 20 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dialami setiap orang dalam kehidupan dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73

bermasyarakat.

Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari

Berdasarkan penjelasan di atas, metode yang Kegiatan Tertentu. Berdasarkan ketentuan tersebut,

digunakan dalam penelitian ini adalah metode sebagian PNBP (tidak seluruh PNBP yang dihasilkan)

penelitian hukum normatif-empiris. Hal ini sesuai dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang

karena penelitian ini berfokus pada analisis berkaitan dengan jenis PNBP oleh instansi (K/L) yang

implementasi peraturan perundangan yang berlaku di bersangkutan.

bidang pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh K/L. Berdasarkan peraturan perundang-undangan

Data primer dan data sekunder digunakan dalam PNBP tersebut, setiap K/L yang akan menggunakan

penelitian ini. Data primer diperoleh melalui PNBP harus memiliki izin penggunaan yang ditetapkan

pertemuan pembahasan temuan PNBP yang dilakukan dalam

untuk mengumpulkan informasi yang relevan terkait Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP yang

Keputusan Menteri

Keuangan

tentang

pengelolaan PNBP K/L. Pertemuan ini dilakukan Berasal dari PNBP K/L tersebut.

sepanjang tahun 2016 yang dilakukan di Kementerian Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang

Keuangan. Penulis dalam pertemuan tersebut Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang Berasal

mewakili Direktorat dari PNBP berisi tentang persetujuan penggunaan

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang merupakan sebagian dana yang berasal dari PNBP pada K/L,

regulator dalam bidang PNBP. Selain itu, wawancara penggunaan sebagian dana PNBP untuk membiayai

juga dilakukan untuk menggali lebih dalam penyebab kegiatan-kegiatan tertentu, penuangan sebagian dana

pengelolaan PNBP. PNBP yang telah disetujui dalam DIPA.

terjadinya

permasalahan

Wawancara dilakukan kepada pejabat pengelola PNBP

3. di Kementerian/Lembaga yang terdapat temuan METODE PENELITIAN

PNBP. Kemudian, data sekunder diperoleh melalui Menurut Soekanto (2002), penelitian hukum

kajian pustaka yang membahas permasalahan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu penelitian hukum

peraturan hukum, dan yang berasal dari internet normatif dan penelitian hukum empiris.

seperti data temuan BPK yang diperoleh dari berbagai seperti data temuan BPK yang diperoleh dari berbagai

walaupun

kemungkinan sebab

4. HASIL PENELITIAN permasalahan berbeda untuk tiap tahunnya.

Berdasarkan data K/L yang terdapat temuan BPK Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas

temuan BPK dapat atas pengelolaan PNBP (Lampiran 1), dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu diinventarisir K/L yang memperoleh temuan berulang. terlambat/belum disetor ke kas negara, PNBP Rincian jumlah K/L yang mengalami temuan berulang

bisa dilihat pada tabel-3. kurang/tidak dipungut, memungut tanpa/dengan dasar hukum dan digunakan langsung, dan

TABEL-3: Kementerian/Lembaga Yang Mengalami

permasalahan lainnya. Berdasarkan wawancara

Temuan Berulang 2013-2015

dengan pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut, dapat dijelaskan permasalahan yang

Nama

mendasari temuan tersebut dan hal apa yang

NO Temuan

Kementerian/Lembaga

seharusnya bisa dilakukan dalam menghindari temuan berulang sebagai berikut:

1 PNBP Kurang

Kementerian Keuangan

4.1. Terlambat/Belum Disetor ke Kas Negara

Pungut/Tidak

Dipungut

Kementerian ESDM

Berdasarkan hasil temuan BPK dapat dilihat

Kementerian

bahwa terdapat banyak K/L yang terlambat/belum

Lingkungan Hidup dan

menyetor PNBP ke kas negara selama tahun 2013

Kehutanan

sampai dengan tahun 2015. Keterlambatan setor yang dilakukan oleh K/L dalam rentang waktu yang berbeda,

Kementerian Kelautan

dari satu hari sampai lebih dari satu tahun.

dan Perikanan

Berdasarkan identifikasi penyebab permasalahan,

penyebab keterlambatan atau belum Terlambat/belum

2 PNBP

Kementerian Pertanian

berikut

disetornya PNBP ke kas negara yang terjadi di K/L, Setor

Kejaksaan Republik

Indonesia

antara lain:

1) Penerimaan PNBP yang diterima oleh K/L dalam

Kementerian

Ketenagakerjaan

frekuensi yang sering dan dalam jumlah yang kecil serta letak greografis membuat kurang

Kementerian

efektif dan efisien untuk melakukan penyetoran

PPN/Kementerian

dalam jumlah kecil dan berulang kali.

Agraria dan Tata Ruang

Permasalahan terlambat setor atau belum

Lembaga Ilmu

disetor muncul pada satker-satker kecil dan berada di

Pengetahuan

daerah terpencil (letak geografis) yang tidak mudah

Indonesia

untuk selalu melakukan penyetoran PNBP tepat

Badan Pengkajian dan

waktu, yaitu pada hari kerja saat PNBP tersebut

Penerapan Teknologi

diterima. Selain itu, di daerah-daerah terjauh tidak terdapat kantor Layanan Bank/Pos Persepsi yang

3 Penggunaan

Kementerian Pertanian

tempat/kedudukan Bendahara Langsung dan

sekota

dengan

Penerimaan sehingga menyebabkan PNBP terlambat Pungutan Tanpa

Kementerian LH dan

disetor atau belum disetor. Permasalahan lain juga Dasar Hukum

Kehutanan

Kemenristekdikti

terjadi saat jumlah penerimaan PNBP yang akan

Lembaga Penyiaran

disetor lebih kecil dari biaya setornya, sehingga tidak

Publik Radio Republik

efisien apabila setiap kali PNBP diterima harus disetor

Indonesia

ke kas negara pada hari yang sama. Keterlambatan setor atau belum disetor terjadi

Lembaga Penyiaran

saat K/L tidak atau belum menyetor PNBP yang telah

Publik Televisi Republik

dipungut pada waktu yang ditetapkan berdasarkan

Indonesia

peraturan yang ada, yaitu disetor selambatnya satu

4 Permasalahan

hari kerja. Permasalahan di atas dapat ditengahi PNBP Lainnya

Badan Pengkajian dan

dengan melakukan pembayaran berkala. Payung Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa

Penerapan Teknologi

hukum untuk melakukan pembayaran secara berkala Keuangan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

sudah ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun Tahun 2013-2015 (diolah).

2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008,

menyatakan bahwa Bendahara diharuskan menyetorkan seluruh PNBP

yang

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa selama 3 tahun selambat-lambatnya dalam waktu satu hari kerja atau Laporan

berkala untuk jenis PNBP tertentu. Selain itu, di dalam berkala untuk jenis PNBP tertentu. Selain itu, di dalam

Pajak dan Penerimaan Non Anggaran Secara Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Bendahara

Elektronik.

Penerimaan dijelaskan bahwa Kepala satuan kerja

2) Kesengajaan dari Bendahara; dapat mengajukan permohonan untuk melakukan

Belum adanya ketentuan terkait dengan sanksi penyetoran secara berkala atas PNBP yang diterima

penundaan penyetoran PNBP menjadi penyebab oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan

masih terjadinya praktek kesengajaan yang dilakukan Pembantu kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat

Bendahara selama ini. Ke depannya, perlu ada sanksi Jenderal Perbendaharaan disertai dengan penjelasan

yang jelas yang diatur dalam perundangan yang dapat perlunya penyetoran PNBP dilakukan secara berkala.

memberikan efek jera kepada bendahara yang tidak Untuk mengantisipasi keterlambatan atau belum

mematuhi aturan penyetoran PNBP. Peraturan yang disetornya PNBP, perlu upaya koordinasi yang konkret

ada menyatakan bahwa PNBP harus disetor oleh antara satker PNBP K/L, Direktorat Jenderal Anggaran

bendahara penerima pada hari yang sama atau hari (DJA) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan

lain yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri (DJPBN) terkait dengan pembayaran

Keuangan Nomor 3/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Sosialisasi aturan dan kemudahan perizinan dari

berkala.

Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Kantor Wilayah Perbendaharaan akan memberikan

Bendahara Penerimaan.

pemahaman yang benar dan tepat terhadap aturan Monitoring dan evaluasi juga perlu dilakukan penyetoran berkala, sehingga dapat memudahkan oleh pimpinan instansi kepada kinerja bendahara atas satker dalam pengajukan permohonan pembayaran administrasi pengelolaan PNBP. Pimpinan satker atau berkala. instansi pemerintah harus tegas terhadap bendahara Melihat dari beberapa temuan BPK, temuan atas penerimaan apabila mereka melanggar ketentuan PNBP yang terlambat dan atau belum disetor salah pengelolaan PNBP. Monitoring dan evaluasi yang satunya berasal dari PNBP yang berasal dari dilakukan oleh pimpinan instansi dan satker akan pemanfaatan barang milik negara. Oleh karena itu mencegah terjadinya keterlambatan atau belum perlu dilakukan koordinasi antara DJA, Satker K/L, disetor atas PNBP yang diterima. DJPBN, dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

3) Pendataan dan monitoring PNBP pada setiap K/L satu caranya adalah dengan melakukan sosialisasi atas

(DJKN) untuk dapat mengatasi permasalahan ini. Salah

belum memadai.

semua peraturan yang terkait dengan PNBP yang Seperti dijelaskan di atas, peran pimpinan K/L dan berasal dari pemanfaatan barang milik negara beserta

satker menjadi sangat penting dalam rangka peraturan yang terkait dengan pemanfaatan barang

temuan tidak tertibnya milik negara kepada satker-satker PNBP.

mencegah

terjadinya

administrasi dan monitoring K/L yang belum memadai. Kemudian, terkait dengan penggunaan sistem

Peran ini tidak hanya harus dilakukan oleh informasi yang memadai untuk mencegah terjadinya

Kementerian Keuangan saja. Untuk Kementerian terlambat dan belum disetor, sistem SIMPONI atau

Keuangan, monitoring atas pengelolaan PNBP tidak sistem pembayaran PNBP online akan memberikan

hanya dilakukan oleh DJA, tetapi sudah bekerja sama kemudahan bagi wajib bayar untuk menyetorkan

dengan DJPBN. Kerja sama ini diatur dengan PNBP langsung ke kas negara. Melalui SIMPONI,

diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor potensi terjadinya terlambat setor apabila ada

169/PMK.05/2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja pembayaran yang memerlukan perantara bendahara

Instansi Vertikal DJPBN. Pelaksanaan monitoring penerimaan K/L dapat dicegah.

kepada K/L dilakukan dengan kerja sama antara DJA Penerapan Sistem Penerimaan Negara secara

dan DJPBN dalam hal ini melibatkan Kantor Wilayah elektronik dipayungi dengan Peraturan Menteri

DJPBN.

Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Efektifitas dan efisiensi dari kerja sama dalam Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik yang

melakukan monitoring antara DJA dan DJPBN perlu telah disahkan pada tanggal 10 Februari 2014.

terus dikaji dan direview lagi. Hal ini dilakukan untuk Penerimaan Negara yang diatur dalam peraturan ini

melihat apakah kegiatan monitoring dan evaluasi yang meliputi seluruh Penerimaan Negara (Pajak, Bea Cukai,

dilakukan selama ini telah mencapai tujuan yang dan PNBP) yang disetorkan yang diterima melalui

dicanangkan. Selain itu, untuk meningkatkan ketaatan Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan kode billing

satker PNBP terhadap peraturan PNBP yang berlaku, sehingga secara legal pembayaran PNBP melalui

kewenangan monitoring dan evaluasi kepada sistem billing SIMPONI ini adalah sah. Untuk

Direktorat PNBP sebagai pihak yang bertanggung menindaklanjuti PMK Nomor 32 Tahun 2014

jawab dan memiliki pemahaman yang lebih terhadap dimaksud, pada tanggal 27 Februari 2014 DJA selaku

PNBP terkait pengelolaan PNBP perlu diperkuat. Hal ini biller penerimaan negara, yang mengelola PNBP dan

untuk dapat menilai dan melihat efektivitas dan penerimaan Non Anggaran, menerbitkan Perdirjen

efisiensi monitoring yang dilakukan oleh K/L dan untuk Anggaran Nomor PER-1/AG/2014 tentang Tata Cara

melihat tata pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh

K/L dengan tujuan untuk mencegah temuan-temuan

Sebagai contoh, wajib bayar salah seperti ini bisa dihindarkan.

mereka.

frekuensi layanan, yang Sedangkan untuk K/L lainnya, kegiatan pendataan

memasukkan jumlah

menyebabkan kekurangan bayar atau kelebihan bayar. dan monitoring juga perlu dilakukan untuk mencegah

Untuk mengatasi hal ini, SIMPONI akan menjadi salah keterlambatan atau belum disetornya PNBP ke kas

satu cara yang efektif untuk menghindari kesalahan ini negara. Hal yang perlu dicermati bahwa dengan

selain prinsip kehati-hatian dari wajib bayar atau terlambatnya penyetoran ke kas negara berarti bahwa

bendahara penerimaan. SIMPONI memberikan waktu realisasi penerimaannya juga belum terpenuhi dan

tiga hari untuk melakukan pembayaran, sehingga apabila mempunyai ijin penggunaan, dana tersebut

masih ada waktu untuk melakukan pengecekan atas belum bisa dipergunakan sebelum disetor ke kas

billing yang sudah dibuat untuk melihat kebenaran negara.

atas layanan yang akan digunakan.

4) Pemerintah belum

3) K/L lalai dalam meminta pembayaran atas layanan sistem informasi PNBP secara memadai.

mengimplementasikan

yang telah dilaksanakan atau lewat batas pungut; Sebenarnya sistem SIMPONI sudah berjalan dan

Kelalaian ini bisa disebabkan oleh kelemahan atas memadai untuk memberikan kemudahan bagi wajib

administrasi penagihan atas layanan PNBP yang terjadi bayar. Kekurangan saat ini terletak pada belum

di K/L. Hal ini terkait dengan kelalaian K/L untuk dikenalnya dan dipahaminya SIMPONI oleh pihak-

memungut PNBP yang jatuh tempo sehingga pihak yang terkait dengan PNBP. Oleh karena itu, perlu

pembayaran telah lewat waktu. Kelalaian ini biasanya adanya sosialisasi yang masif kepada masyarakat atau

terjadi pada jenis layanan yang bersifat kontrak dan pihak yang terkait agar semua pihak paham dan

PNBP umum. Monitoring dan perbaikan sistem mengerti tentang SIMPONI ini. Saat ini sosialisasi yang

administrasi penagihan perlu ditingkatkan guna dilakukan memang masih terbatas yang salah satunya

mencegah terjadinya temuan ini. dikarenakan keterbatasan anggaran. Untuk mengatasi

4) Kontrak sewa pemanfaatan barang milik negara hal ini perlu kerja sama dengan unit satker/instansi

(BMN) telah terjadi sebelum ada penetapan izin terkait untuk berperan dalam mensosialisasikan

dan tarif dari Direktorat Jenderal Kekayaan SIMPONI dimaksud.

Negara (DJKN);

Hal ini sering terjadi pada saat K/L menyewakan Kurang/tidak dipungut terjadi apabila K/L

4.2. PNBP Kurang/Tidak Dipungut

atau memanfaatkan barang milik negara, namun izin memungut PNBP kepada wajib bayar tidak sesuai

dan tarif dari DJKN belum keluar, sehingga terdapat dengan tarif yang ada di dalam Peraturan Pemerintah

perbedaan besaran antara kontrak dengan tarif yang mengenai tarif dan jenis PNBP atau K/L tidak

ditetapkan. Kondisi ini bisa dicegah apabila K/L dapat memungut PNBP atas layanan yang telah diberikan

mematuhi aturan yang ada dan memanfaatkan BMN kepada wajib bayar. Permasalahan ini juga terjadi

setelah mendapatkan izin dan tarif dari DJKN. Peran apabila

dari pimpinan K/L akan mampu mencegah terjadinya membayar sesuai tarif yang dikenakan berdasarkan

wajib bayar

tidak

membayar/kurang

temuan ini. Selain itu, koordinasi dengan DJKN sebagai Peraturan Pemerintah mengenai tarif dan jenis PNBP

pemilik kewenangan atas pemberian izin dan yang berlaku. Berdasarkan wawancara dengan pihak

penetapan tarif pemanfaatan BMN perlu sering yang menangani PNBP K/L, penyebab terjadinya

dilakukan oleh K/L untuk mencegah terjadinya hal ini. temuan ini antara lain berasal dari:

Secara umum, untuk mencegah temuan di atas

1) Ketidakpatuhan petugas PNBP K/L terhadap adalah monitoring perlu dilakukan oleh K/L secara ketentuan yang ada;

reguler untuk mencegah terjadinya temuan seperti ini. Ketidakpatuhan

Monitoring bisa dilakukan untuk melihat apakah menjadi penyebab yang sering terjadi dalam

pemungutan sudah dilakukan secara benar dan pengelolaan PNBP. Hal ini bisa disebabkan karena

apabila ada yang terutang apakah sudah dikenakan kesengajaan ataupun ketidaktahuan atas prosedur

denda secara benar. Selain itu, kepatuhan terhadap dan ketentuan pengelolaan yang ada. Penegakan

peraturan yang ada terkait PNBP, baik PNBP umum aturan dan sanksi yang tegas dari pihak yang

dilakukan dengan berwenang memberikan sanksi perlu dilakukan

mengefektifkan peran dari Inspektorat Jenderal di disamping pengembangan SDM yang terkait dengan

masing-masing K/L.

pengelolaan PNBP. Sosialisasi aturan PNBP perlu Solusi lainnya yang perlu dilakukan adalah diberikan kepada semua K/L dan juga pelatihan terkait

pemeriksaan PNBP yang secara reguler dilakukan oleh dengan pengelolaan PNBP perlu dilakukan ke K/L

pihak yang berwenang. Saat ini pemeriksaan atas sampai dengan satker terkecil di daerah untuk

PNBP dilakukan BPKP dan BPK untuk melihat proses mencegah temuan seperti ini terulang lagi.

pengelolaan dan besaran serta potensi PNBP yang

2) Salah input indikator dalam penentuan tarif PNBP, mungkin belum dilakukan secara benar, efektif dan seperti kesalahan memasukkan input frekuensi;

efisien.

Ini bisa terjadi di bendahara penerimaan maupun Teknologi informasi dalam hal ini SIMPONI bisa wajib bayar apabila tidak ada kehati-hatian dari

juga menjadi solusi dalam mencegah PNBP kurang juga menjadi solusi dalam mencegah PNBP kurang

aturan PNBP.

Peraturan Pemerintah terkait PNBP bersangkutan, Proses percepatan pembuatan ketentuan terkait sehingga pembayaran yang dilakukan melalui sarana

PNBP perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hal- pembayaran

hal tersebut di atas. Untuk mengefektifkan pembuatan mengalami kesalahan. Memang diakui tidak semua

yang ditetapkan

tidak mungkin

peraturan terkait dengan PNBP, perlu dibuat pedoman pihak yang terkait dengan pembayaran PNBP belum

penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan memahami dan mengetahui cara penggunaan

Pemerintah dan Standard Operating Procedures (SOP) SIMPONI. Oleh karena itu, sosialisasi SIMPONI perlu

penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah. Selain dilakukan secara terus menerus sampai pada satker

itu, penetapan tarif dan jenis PNBP yang ditetapkan terkecil untuk mencegah terjadinya kesalahan yang

dipertimbangkan untuk berulang atas temuan BPK.

mengurangi temuan berulang.

4.4. PNBP Belum Dikelola Dengan Tertib Langsung di Luar Mekanisme APBN

4.3. Memungut Tanpa Dasar Hukum dan Digunakan

PNBP yang belum dikelola dengan tertib dapat Permasalahan memungut tanpa dasar hukum

diartikan sebagai kurang tertibnya administrasi terjadi apabila K/L memungut pembayaran atas

pengelolaan PNBP. Hal-hal yang terkait dengan layanan yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah

berhubungan dengan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku.

pengelolaan PNBP yang tidak tertib antara lain: Permasalahan

1) Wajib bayar tidak diketahui; mekanisme APBN terjadi apabila penerimaan PNBP

Wajib bayar tidak diketahui dikarenakan proses dari wajib bayar tidak disetor ke Kas Negara dan

administrasi penyelenggaraan layanan kurang tertib, langsung digunakan oleh K/L untuk membiayai

sehingga identitas wajib bayar tidak tercatat. Sering kegiatan tersebut.

ditemukan wajib bayar yang tidak didukung dengan Berdasarkan ketentuan yang ada, K/L hanya boleh

identitas yang jelas, sehingga apabila ada kekurangan memungut PNBP berdasarkan Peraturan Pemerintah

pembayaran atau kelebihan pembayaran, sulit untuk tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku.

diselesaikan.

Apabila ada pungutan yang dilakukan K/L di luar SIMPONI bisa menjadi salah satu alternatif untuk Peraturan Pemerintah yang berlaku, maka telah

memperbaiki kelemahan dalam sistem administrasi. terjadi pelanggaran ketentuan dan perlu dikenakan

SIMPONI dapat mengetahui pihak yang melakukan sanksi yang tegas, kecuali PNBP umum yang telah

pembayaran, dapat melakukan pengecekan atas ditetapkan dan diizinkan oleh instansi yang

jumlah perhitungan tarif layanan dan menghindari berwenang, sebagai contoh: pemanfaatan barang

kesalahan pembayaran atas jenis layanan yang milik negara perlu mendapat persetujuan dari DJKN.

diminta. Sosialisasi SIMPONI secara masif kepada Penyebab paling sering terkait dengan temuan ini

semua K/L dan wajib bayar perlu dilakukan sehingga adalah layanan yang diselenggarakan oleh K/L belum

wajib bayar dan bendahara serta masyarakat paham dimasukkan ke dalam Peraturan Pemerintah tentang

akan SIMPONI dan dengan sendirinya akan Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP atau K/L belum

mengurangi kesalahan-kesalahan administasi. mempunyai Peraturan Pemerintah tentang PNBP.

2) PNBP belum didukung dokumen yang valid; Proses penyusunan Peraturan Pemerintah tentang

Mengenai hal ini, ketentuan terkait dengan PNBP memang diakui oleh unit pengusul, Kementerian

pengadministrasian PNBP perlu dibuat dan monitoring Keuangan, dan BPK lama karena melibatkan banyak

atas pengelolaan PNBP perlu dilakukan secara reguler pihak. Hal ini yang menyebabkan terhalangnya proses

baik dilakukan oleh K/L terkait maupun oleh layanan dan pemungutan. Selain itu, terlalu lamanya

Kementerian Keuangan. Hal ini dilakukan agar bukti proses penyusunan Peraturan Pemerintah akan

dan dokumen mengenai layanan PNBP bisa menyebabkan tidak termuatnya jenis layanan yang

diadministrasikan dengan tertib, sehingga tagihan atas baru sebagai akibat perkembangan layanan terkait

PNBP dapat dilakukan dengat tepat dan mengurangi dan kadaluwarsanya besaran tarif layanan yang

kesalahan.

menyebabkan tarif layanan tidak mencukupi untuk Peningkatan kapasitas pegawai dalam melakukan menyelenggarakan layanan.

administrasi pengelolaan perlu dilakukan untuk Selanjutnya,

kesalahan-kesalahan klerikal dan langsung, selain dari kesengajaan yang dilakukan oleh

administrasi. Dokumentasi perlu dijaga dan dikelola K/L, juga dikarenakan belum adanya KMK Izin

dengan baik untuk menghindari kurang, hilang atau Penggunaan atas Sebagian Dana PNBP dan K/L

tidak validnya dokumen untuk pengelolaan PNBP. membutuhkan

Pengawasan terkait kegiatan administrasi pengelolaan menyelenggarakan

PNBP dari masing-masing K/L perlu ditingkatkan. mempunyai izin penggunaan dan K/L

3) Potensi denda yang tidak dihitung; menggunakan

Potensi denda yang tidak dihitung bisa diakibatkan oleh kesalahan administrasi atau kelalaian Potensi denda yang tidak dihitung bisa diakibatkan oleh kesalahan administrasi atau kelalaian

sanksi denda, tata cara penagihan, pemungutan, dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

penyetoran PNBP yang terutang. dan dalam jumlah yang sesuai dengan tarif layanan

KESIMPULAN DAN SARAN

yang digunakan (PNBP yang terutang). Administrasi

yang baik akan dapat mengetahui wajib bayar yang Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat terlambat bayar, kurang bayar atau belum melakukan

disimpulkan hal-hal sebagai berikut: pembayaran pada saat jatuh tempo yang harus

1) Temuan PNBP yang terlambat atau belum disetor dikenakan denda administrasi 2% (PP Nomor 29 Tahun

ke kas negara menjadi temuan dengan nilai yang 2009).

paling besar (tabel 2) jika dibandingkan dengan Selain itu, pemahaman atas ketentuan pengenaan

temuan lainnya. Permasalahan terkait temuan ini denda sesuai dengan peraturan PNBP yang berlaku

dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain belum dari pegawai atau bendahara penerima akan

dilaksanakannya sistem pembayaran berkala bagi mempengaruhi keputusan kapan seseorang atau

satker yang memiliki letak geografis yang kurang institusi wajib bayar harus dikenakan sanksi denda

mendukung pembayaran dalam satu hari, administrasi. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut

frekuensi pembayaran yang sering dan jumlah antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan

pembayaran yang kecil (tidak ekonomis); sistem administrasi pembayaran PNBP, meningkatkan

kesengajaan dari Bendahara Penerima dan unsur kapasitas pegawai pengelola PNBP dan sosialisasi

ketidaksengajaan (keteledoran) dari Bendahara ketentuan pengelolaan PNBP kepada semua pengelola

Penerima; pendataan dan monitoring yang belum PNBP pada K/L.

memadai oleh K/L, dan pemahaman dan

4) Perhitungan PNBP tidak memadai; pengunaan sistem informasi untuk PNBP yang Permasalahan ini sering terjadi pada PNBP yang

belum maksimal.

2) Temuan PNBP yang kurang atau tidak dipungut terjadi dikarenakan tidak tersedianya data pendukung

bersifat kontrak atau formula dan PNBP umum. Hal ini

terjadi sebagai akibat dari beberapa hal, antara untuk penghitungan atau dari sisi tidak kompetennya

lain ketidakpatuhan dari pemungut PNBP pada pegawai yang melakukan perhitungan tarif PNBP.

ketentuan yang ada, kesalahan dalam melakukan Untuk mencegah hal ini, perlu dilakukan