TIPOLOGI WAJIB PAJAK PPh 21 DI KANTOR PE

jurnalskripsi.com

http://jurnalskripsi.com/tipologi-wajib-pajak-pph-21-di-kantor-pelayanan-pajak-tulungagung/?upm_export=pdf

TIPOLOGI WAJIB PAJAK PPh 21 DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
TULUNGAGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perubahan waktu, pembangunan di Indonesia membutuhkan dana yang semakin besar. Pengelolaan
APBN yang berimbang dan dinamis, mengkondisikan bahwa pengeluaran yang dibelanjakan harus sesuai dengan
adanya penurunan penerimaan negara dari sektor migas. Untuk itu usaha peningkatan penerimaan dalam negeri di
luar migas menjadi penting. Salah satunya adalah penerimaan dari sektor pajak. Sektor pajak merupakan pilihan
yang tepat karena jumlahnya relatif stabil dan dapat dijadikan sebagai instrument untuk memacu partisipasi
masyarakat serta mendistribusikan pembangunan. Pajak juga merupakan sumber daya yang dapat diperbarui
(renewable resource) sesuai dengan perkembangan ekonomi yang nantinya akan dikembalikan lagi ke masyarakat
luas dalam bentuk lain.
Dari tahun ke tahun, penerimaan dari sektor pajak terus menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk beberapa tahun terakhir yang cukup signifikan. Dengan adanya kenaikan
realisasi tersebut maka dapat dijadikan daya pacu bagi Ditjen Pajak untuk melaksanakan tugas yang diemban dari
negara secara optimal dalam hal perpajakan.

Gambar 1
Berikut ini adalah grafik realisasi penerimaan pajak Tahun 2000-2005
Dari grafik di atas dapat kita lihat perkembangan sektor pajak dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2000
penerimaan pajak mencapai Rp 115.951,5 milyar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 185.540,9 milyar di tahun 2001,
tahun 2002 mencapai Rp 210.087,5 milyar dan tahun 2003 sebesar Rp 242.048,1 milyar. Untuk tahun 2004 sebesar
Rp 280.897,6 milyar dan terus mengalami peningkatan di tahun 2005 yaitu sebesar Rp 346.819,2 milyar.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, sistem pemotongan dan pemungutan
pajak di Indonesia khususnya pada Pajak Penghasilan (PPh) menganut sistem self assessment. Sistem
pemungutan pajak ini memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor dan melaporkan pajaknya. Tulang punggung dari sistem ini adalah voluntary compliance dari masyarakat,
tinggi rendahnya compliance masyarakat akan mempengaruhi jumlah penerimaan pajak yang pada giliran berikutnya
berpengaruh pada jumlah dana yang tersedia untuk pembangunan negara.
Sejak reformasi perpajakan, kinerja penerimaan pajak secara umum meningkat secara konsisten. Yang menjadi
pertanyaannya apakah keberhasilan ini merupakan indikasi dari suksesnya penerapan sistem self assessment yang
mengandalkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak ataukah faktor lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Rochmat Soemitro (Harahap, 2004:44):
Bahwa keberhasilan sistem self assessment akan ditentukan oleh (i) kesadaran pajak dari wajib pajak,(ii) kejujuran
wajib pajak, (iii) tax mindedness yaitu hasrat untuk membayar pajak dan (iv) tax discipline.
Menurut pendapat ini bahwa bertambahnya jumlah wajib pajak yang disebabkan oleh meningkatnya kepatuhan


masyarakat merupakan wujud dari tingginya kesadaran hukum masyarakat. Lebih spesifik lagi dapat dikatakan
bahwa tingkat kesadaran wajib pajak sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pemahaman mereka
terhadap ketentuan perpajakan. Selain itu dengan adanya proporsi yang tepat antara pajak dengan pendapatan
Wajib Pajak dapat meningkatkan jumlah pembayar pajak. Jika peningkatan penerimaan pajak ini disebabkan oleh
kian membaiknya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, maka reformasi perpajakan itu sungguh-sungguh berhasil
dan sejalan dengan konsep yang dicanangkan. Namun jika peningkatan itu disebabkan oleh faktor lain yang tidak
terkait dengan persoalan kepatuhan wajib pajak dan pemahaman yang cukup Wajib Pajak tentang peraturan
perpajakan maka keberhasilan itu akan sulit dicapai pada masa-masa selanjutnya.
Tax compliance Indonesia saat ini masih dibawah 50 % dari Wajib Pajak yang terdaftar, selain itu jumlah Wajib Pajak
yang ada jika dibandingkan dengan
penduduk Indonesia saat ini masih relatif kecil. Dengan jumlah Wajib Pajak 5.385.491 (WP Badan, OP, PPh Psl
21,PPN, dan Bendaharawan) dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta orang, potensi
pajak sebenarnya masih sangat besar. Hal ini disebabkan beberapa faktor internal Wajib Pajak misalnya kurangnya
kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban dirinya sebagai warga negara dalam memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, kurangnya pemahaman mengenai peraturan perpajakan dan juga proporsi yang
tidak tepat antara jumlah pajak dengan pendapatan Wajib Pajak.
Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera
dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai
skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini

juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung
plagiatisme.
Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email
kamu kirim ke 0817-273-509 atau 0274-9300600
Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!
Kantor Pelayanan Pajak Tulungagung merupakan salah satu instansi pemerintah yang
bernaung di bawah Departemen Keuangan yang menangani masalah perpajakan baik
penerimaan pajak maupun sebagai tempat penyampaian SPT. Daerah yang termasuk dalam wilayah pajak Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Tulungagung adalah Blitar, Tulungagung serta Trenggalek. Penerimaan pajak di wilayah
tersebut selalu mencapai target yang ditetapkan terutama Pajak penghasilan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pula penerimaan negara dari sektor pajak. Tetapi dengan melihat potensi yang dimiliki wilayah
Tulungagung seharusnya masih dapat dioptimalkan. Berikut ini merupakan salah satu tabel target dan realisasi
Pajak Penghasilan tahun 2005 yang menunjukkan bahwa penerimaan Pajak Penghasilan telah mencapai target.
Tabel 1
Target dan Realisasi Pajak Penghasilan Tahun 2005
Di KPP Tulunggagung
NO.

JENIS PAJAK


TARGET

REALISASI

1.

PPh 21

24.554.120.000

32.810.536.919

2.

PPh Pasal 22

8.399.870.000

5.468.631.534


3.

PPh Pasal 22 Impor

577.030.000

630.727.405

4.

PPh Pasal 23

6.511.340.000

3.327.190.662

5.

PPh Pasal 25/29 OP


2.374.030.000

2.140.973.777

6.

PPh Pasal 25/29 Badan

6.926.430.000

6.247.872.332

7.

PPh Pasal 26

15.700.000

-


8.

PPh Final dan Fiskal Luar Negeri

38.928.930.000

24.078.806.719

Di sini Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap jumlah
penerimaan sektor pajak di wilayah KPP Tulungagung bila dibandingkan dengan jenis pajak lain. PPh 21
menyumbangkan penerimaan lebih besar karena pajak tersebut diperoleh dari para pegawai. Penghasilan yang
diterima atau diperoleh pegawai tersebut merupakan obyek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan yang
terutang tersebut dipotong oleh pemberi kerja dan diatur dalam pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Dengan adanya faktor intenal Wajib Pajak yang dapat menyebabkan penerimaan pajak tidak optimal maka
pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengemban tanggung jawab penerimaan pajak tersebut
di tuntut untuk bekerja semaksimal mungkin. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan seperti meningkatkan
kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya, penyempurnaan sistem perpajakannya dan
peningkatan pemahaman wajib pajak mengenai pajak. Dengan dasar pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti dan mengambil topik tentang “Tipologi Wajib Pajak PPh 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Tulungagung”
1.2. Rumusan Masalah

Mendeskripsikan tipologi yang merupakan faktor-faktor internal Wajib Pajak PPh 21 di Kantor Pelayanan
Pajak Tulungagung?

Judul terkait:
PROSEDUR PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18
TAHUN 2000 PADA PERUSAHAAN PLASTIK MULYO AGUNG MALANG
Advance Pricing Agreement dan Problematika Transfer Pricing dari Perspektif Undang-Undang Perpajakan
ANALISA TINGKAT AKURASI PENETAPAN NJOP BUMI TERHADAP NILAI PASAR DENGAN METODE
ASSESSMENT SALES RATIO (STUDI KASUS DI KECAMATAN KALIWATES KABUPATEN JEMBER)

Persepsi Konsumen Terhadap Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Pada Produk Elektronika di
Kota Malang