Mimika Papua Mengintip Sekilas Strategi
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Mimika, Papua : Mengintip Sekilas Strategi Pembiayaan Energi Baru
Terbarukan
Sebagai negara berkembang, Indonesia sebaiknya mempertibangkan listrik
sebagai infrastruktur dasar, karena pada saat ini listrik merupakan salah satu
kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia untuk mendorong, memicu dan
menstimulasi berbagai kegiatan ekonomi dan industri lainnya. Sayangnya,
penyediaan listrik di Indonesia belum merata dan menjadi salah satu
permasalahan yang menghambat pemerataan pembangunan di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dikutip dari detikFinance, 4 provinsi
yang paling rendah rasio elektrifikasinya adalah Papua, Nusa Tenggara Timur
(NTT), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Rasio
elektrifikasi paling rendah dari ke empat provinsi di atas yaitu di Papua sebesar
45,93%. Pada hal, Papua sendiri merupakan daerah yang memiliki potensi
sumber daya energi yang besar di bandingkan dengan wilayah sekitar lainnya di
Indonesia.
Pembangunan infrastruktur pembangkit tenaga listrik berskala kecil di daerah
tertinggal seperti di Papua terkendala oleh ketersediaan sumber energi yang
belum konsisten. Sumber listrik di salah satu daerah di Papua yaitu Mimika masih
menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang di sewa dari pihakpihak swasta. PLN terpaksa menyewa PLTD dari vendor swasta karena banyak
proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Apabila dilihat dari potensi sumber
daya alam yang ada di Papua sendiri, pengembangan infrastruktur listrik energi
baru terbarukan menjadi salah satu penyelesaian penyediaan listrik.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengatakan bahwa beberapa proyek infrastruktur listrik energi
baru terbarukan (EBT) mangkrak karena tidak dikelola dengan baik. Sehingga,
perlu dilakukan pendampingan kepada masyarakat untuk memicu kegiatan
produktif. Pendampingan kepada masyarakat ini perlu dilakukan untuk
memberikan edukasi atau pembelajaran akan pentingnya pengelolaan energi
baru terbarukan (EBT) sehingga dengan adanya sinergi dari pemerintah dan
juga peran masyarakat sekitar khususnya Papua, dengan penyediaan energi
listrik EBT dapat mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan
ekonomi.
Tahun 2016 ini, Kementrian ESDM mengeluarkan uang sebesar Rp 1 triliun
untuk infrastruktur pembangkit energi listrik EBT melalui dana alokasi khusus.
Pada hal, pengembangan EBT membutuhkan dana sebesar Rp 1.600 triliun,
sehingga pemerintah masih memerlukan dana tambahan sebesar Rp 1.599
triliun untuk menyediakan infrastruktur listrik EBT. Oleh karena itu, perlu adanya
sumber dana lain untuk membangun infrastruktur EBT.
Lalu darimana pemerintah mendapatkan bantuan dana untuk menutupi
kekurangan pembiayaan infrastruktur listrik EBT?
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Langkah awal yang diperlukan oleh pihak kementrian yaitu dengan membuat
rambu-rambu pengajuan alokasi dana yang diperinci sesuai dengan kebutuhan
tiap daerah untuk membangun infrastruktur listrik EBT dan disesuaikan dengan
produk sumber daya daerah. Strategi yang dapat dilakukan berikutnya untuk
mencapai sisa dana yang di gunakan dalam membangun energi listrik EBT di
desa terpencil yaitu dengan dana alokasi umum (DAU). Ketika dana alokasi
khusus (DAK) tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur
daerah, pemerintah daerah Papua memiliki kewenangan untuk mengajukan dana
(selisih kebutuhan daerah dan potensi penerimaan daerah) yang dibutuhkan
untuk membangun infrastruktur tersebut. Harapannya dengan adanya bantuan
modal DAU, pemerintah daerah dapat melakukan fungsi desentralisasi dan
terjadi pemerataan pembangunan tiap daerah. Selain dengan penggunaan dana
APBN Provinsi berupa DAK, strategi lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah
setempat yaitu dengan melakukan sumber pembiayaan BOT (Build-OperateTransfer). Strategi ini melibatkan kerjasama antara pemerintah (PLN) dan pihak
swasta. Program CSR (Corporate Social Responsibility) juga dapat menjadi salah
satu cara untuk melakukan pembangunan infrastruktur listrik EBT. Dimana kita
ketahui bahwa dasar hukum perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial (CSR) dan lingkungannya. Sehingga, CSR ini tentunya
dapat memberikan peluang besar dalam membantu pemerintah dalam
melakukan pembangunan infrastruktur listrik EBT di Papua sendiri mengingat
banyakanya perusahaan besar yang di bangun di Papua.
Mimika, Papua : Mengintip Sekilas Strategi Pembiayaan Energi Baru
Terbarukan
Sebagai negara berkembang, Indonesia sebaiknya mempertibangkan listrik
sebagai infrastruktur dasar, karena pada saat ini listrik merupakan salah satu
kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia untuk mendorong, memicu dan
menstimulasi berbagai kegiatan ekonomi dan industri lainnya. Sayangnya,
penyediaan listrik di Indonesia belum merata dan menjadi salah satu
permasalahan yang menghambat pemerataan pembangunan di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dikutip dari detikFinance, 4 provinsi
yang paling rendah rasio elektrifikasinya adalah Papua, Nusa Tenggara Timur
(NTT), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Rasio
elektrifikasi paling rendah dari ke empat provinsi di atas yaitu di Papua sebesar
45,93%. Pada hal, Papua sendiri merupakan daerah yang memiliki potensi
sumber daya energi yang besar di bandingkan dengan wilayah sekitar lainnya di
Indonesia.
Pembangunan infrastruktur pembangkit tenaga listrik berskala kecil di daerah
tertinggal seperti di Papua terkendala oleh ketersediaan sumber energi yang
belum konsisten. Sumber listrik di salah satu daerah di Papua yaitu Mimika masih
menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang di sewa dari pihakpihak swasta. PLN terpaksa menyewa PLTD dari vendor swasta karena banyak
proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Apabila dilihat dari potensi sumber
daya alam yang ada di Papua sendiri, pengembangan infrastruktur listrik energi
baru terbarukan menjadi salah satu penyelesaian penyediaan listrik.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mengatakan bahwa beberapa proyek infrastruktur listrik energi
baru terbarukan (EBT) mangkrak karena tidak dikelola dengan baik. Sehingga,
perlu dilakukan pendampingan kepada masyarakat untuk memicu kegiatan
produktif. Pendampingan kepada masyarakat ini perlu dilakukan untuk
memberikan edukasi atau pembelajaran akan pentingnya pengelolaan energi
baru terbarukan (EBT) sehingga dengan adanya sinergi dari pemerintah dan
juga peran masyarakat sekitar khususnya Papua, dengan penyediaan energi
listrik EBT dapat mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan
ekonomi.
Tahun 2016 ini, Kementrian ESDM mengeluarkan uang sebesar Rp 1 triliun
untuk infrastruktur pembangkit energi listrik EBT melalui dana alokasi khusus.
Pada hal, pengembangan EBT membutuhkan dana sebesar Rp 1.600 triliun,
sehingga pemerintah masih memerlukan dana tambahan sebesar Rp 1.599
triliun untuk menyediakan infrastruktur listrik EBT. Oleh karena itu, perlu adanya
sumber dana lain untuk membangun infrastruktur EBT.
Lalu darimana pemerintah mendapatkan bantuan dana untuk menutupi
kekurangan pembiayaan infrastruktur listrik EBT?
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Langkah awal yang diperlukan oleh pihak kementrian yaitu dengan membuat
rambu-rambu pengajuan alokasi dana yang diperinci sesuai dengan kebutuhan
tiap daerah untuk membangun infrastruktur listrik EBT dan disesuaikan dengan
produk sumber daya daerah. Strategi yang dapat dilakukan berikutnya untuk
mencapai sisa dana yang di gunakan dalam membangun energi listrik EBT di
desa terpencil yaitu dengan dana alokasi umum (DAU). Ketika dana alokasi
khusus (DAK) tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur
daerah, pemerintah daerah Papua memiliki kewenangan untuk mengajukan dana
(selisih kebutuhan daerah dan potensi penerimaan daerah) yang dibutuhkan
untuk membangun infrastruktur tersebut. Harapannya dengan adanya bantuan
modal DAU, pemerintah daerah dapat melakukan fungsi desentralisasi dan
terjadi pemerataan pembangunan tiap daerah. Selain dengan penggunaan dana
APBN Provinsi berupa DAK, strategi lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah
setempat yaitu dengan melakukan sumber pembiayaan BOT (Build-OperateTransfer). Strategi ini melibatkan kerjasama antara pemerintah (PLN) dan pihak
swasta. Program CSR (Corporate Social Responsibility) juga dapat menjadi salah
satu cara untuk melakukan pembangunan infrastruktur listrik EBT. Dimana kita
ketahui bahwa dasar hukum perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial (CSR) dan lingkungannya. Sehingga, CSR ini tentunya
dapat memberikan peluang besar dalam membantu pemerintah dalam
melakukan pembangunan infrastruktur listrik EBT di Papua sendiri mengingat
banyakanya perusahaan besar yang di bangun di Papua.