BIOETHANOL VILLAGE UPAYA PEMANFAATAN EC

“BIOETHANOL VILLAGE” UPAYA PEMANFAATAN ECENG GONDOK SEBAGAI
BAHAN BAKAR RAMAH LINGKUNGAN
MENUJU INDONESIA ENERGI
Oleh
Aprillia Trinanda Kartika (135100600111002)
Diah Nuri Nilawati (135100601111004)
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
Indonesia Krisis Energi
Sepuluh tahun terakhir energi merupakan persoalan yang sangat krusial di dunia.
Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh semakin banyaknya populasi penduduk
dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar
fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan
energi terbaharukan. Selain itu, terjadi peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100
U$ per barel juga menjadi alasan yang serius bagi banyak negara di dunia terutama
Indonesia. Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,2 juta barel tidak
seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta barel sehingga terdapat defisit
yang harus dipenuhi melalui impor.
Menurut data ESDM (2012), Indonesia memiliki cadangan hanya sekitar 4 miliar
barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan

cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Dengan demikian diperlukan
bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan untuk mengatasi menipisnya persediaan bahan
bakar yang tak terbarukan. Salah satu bentuk energi alternatif yang ramah lingkungan serta
menjanjikan di masa depan adalah bioetanol.
Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH) yang merupakan hasil dari proses fermentasi
gula dari biomassa yang mengandung komponen pati seperti singkong atau jagung dan tetes
tebu, menggunakan bantuan mikroorganisme . Penggunaan molase dan bahan berpati sebagai
bahan baku pembuatan etanol akan berkompetisi dengan bahan baku pembuatan MSG
(monosodium glutamate) dan berkompetisi dengan kebutuhan sumber pangan di Indonesia.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditemukan sumber bahan baku lain yang
mengandung polisakarida dan tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Salah satu bahan
yang mengandung rantai polisakarida adalah selulosa. Selulosa banyak terdapat dalam limbah

pertanian atau kehutanan dan belum banyak dimanfaatkan. Limbah ini merupakan salah satu
sumber energi yang cukup potensial dan pada umumnya merupakan bahan berselulosa yang
dapat dikonversi menjadi etanol. Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai
bahan baku etanol adalah eceng gondok.
Tanaman eceng gondok atau bahasa latinnya Eichhornia crassipes adalah tanaman
asal Brazil yang sering menjadi permasalahan di lingkungan perairan karena dianggap
sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) ternyata memiliki sifat hiperakumulator terhadap

beberapa bahan pencemar seperti logam berat (Untoro, 1991). Selain itu eceng gondok dapat
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol karena eceng gondok mengandung
selulosa sebesar 64% (TIM Teknik Kimia UNDIP, 2004). Perkembangbiakan vegetatif eceng
gondok begitu pesat yaitu hanya membutukan waktu 2-4 hari.
Dalam perkembangannya tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan
manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan
campuran pakan ternak (Purwantari, 2004). Tanaman ini mempunyai kemampuan sebagai
biofilter karena adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta
akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif pengendali pencemaran di perairan ( Marianto, 2001 ). Bahan-bahan organik
maupun anorganik termasuk logam berat khususnya Cu yang terlarut di dalam air dapat
direduksi oleh mikrobia rhizosfera yang terdapat pada akar eceng gondok dengan cara
menyerapnya dari perairan dan sedimen kemudian mengakumulasikan bahan terlarut ini
kedalam struktur tubuhnya ( Suriawiria, 1993 ).
Produksi etanol dari biomassa selulosa limbah pertanian meliputi tahap pretreatment,
hidrolisis (sakarifikasi), fermentasi dan tahap pemurnian etanol (Sukumaran et al, 2008).
Secara umum Proses pretreatment dilakukan untuk mengkondisikan bahan-bahan
lignosellulosa baik dari segi struktur dan ukuran dengan memecah dan menghilangkan
kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur kristal dari sellulosa serta
meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa

akan mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa akan turut
terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa
dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi
oleh mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier dkk., 2005).

Desa Energi Sang Penyelamat Bumi
Desa Sikampuh merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kroya
Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Di sekitar desa ini terdapat aliran sungai dan
beberapa rawa. Mayoritas penduduk desa ini bermatapencaharian sebagai petani. Namun tak
jarang di antara mereka yang membuka industri kecil. Kesadaran terhadap kebersihan sungai
di masyarakat Desa Sikampuh tergolong rendah karena masih ada di antara mereka yang
membuang limbah rumah tangga ataupun limbah industri kecil ke aliran sungai. Hal ini
tentunya membuat aliran sungai berwarna keruh dan menyebabkan banyak tumbuh eceng
gondok di sungai tersebut. Akan tetapi jika kehadiran eceng gondok sudah melebihi ambang
batas yang dapat ditolelir oleh lingkungan perairan, maka justru akan mencemari lingkungan
tersebut.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Siska (2014) bahwa bahan organik yang
tinggi (17,25) akan mendorong terjadinya proses eutrofikasi yang dapat menyebabkan
terjadinya blooming algae dalam hal ini adalah eceng gondok. Oksigen terlarut yang sangat
rendah (0,10 mg/l), disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang harus didegradasi oleh

mikrobia. Eceng gondok di perairan tersebut selain untuk biofilter dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku bioethanol.
Melihat potensi yang ada maka Desa Sikampuh dapat dijadikan sebagai Bioethanol
village. Hal ini akan membawa manfaat yang besar untuk Indonesia mengingat akan
terjadinya krisis energi di tahun 2025. Dengan dihasilkannya bioetanol di desa tersebut
diharapkan dapat membantu mengatasi kelangkaan energi yang ramah lingkungan. Apabila
desa energi berbasis bioethanol ini diterapkan di Desa Sikampuh dapat dijadikan sebagai
terobosan baru untuk mengangkat potensi desa yang terpencil. Seperti yang kita tahu bahwa
bioetanol merupakan energi yang ramah lingkungan sehingga kadar CO yang dihasilkan tidak
terlalu banyak. Hal ini akan membantu mengatasi masalah-masalah kerusakan lingkungan
seperti penipisan lapisan ozon, global warming, dan lain-lain.
“Bioetanol legal action” Tahapan Penguraian Glukosa menjadi Bioetanol
Eceng gondok yang akan digunakan, dikeringkan dengan bantuan sinar matahari
selama kurang lebih 12 jam, kemudian dipotong 2 cm, dikeringkan kembali dengan oven
untuk mendapatkan eceng gondok yang benar-benar kering dan siap untuk diproses
selanjutnya. Pengeringan eceng gondok memiliki tujuan untuk mempermudah proses
pengggilingan agar tidak menggumpal saat proses penggilingan. Setelah itu eceng gondok
digiling menggunakan disk mill, setelah itu didapatkan bubuk eceng gondok.

Bubuk eceng gondok yang digunakan sebagai penelitian diayak dengan menggunakan

screener dengan diameter 100 mesh. Penggilingan bubuk eceng gondok sebagai salah satu
langkah pretreatment secara fisik. Bubuk eceng gondok ditreatment dengan menggunakan
larutan NaOH 0.5 M dengan perbandingan 1:10 (eceng gondok : larutan NaOH). Menurut
Saha dan Cotta (2005) pretreatment eceng gondok dengan menggunakan peroksida alkali
seperti NaOH dapat mengkonversi eceng gondok menjadi gula dan selanjutnya difermentasi
serta didapatkan hasil glukosa yang sangat baik yaitu (97%) secara enzimatik pada proses
sakarifikasi.
Langkah selanjunya yaitu eceng gondok ditreatment dengan mengunakan microwave
dengan frekuensi 2450 MHz selama 40 menit. Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Dehani (2013) metode pretreatment Microwave NaOH pretreatment ukuran 100 mesh (40
menit) dengan P = 950 W mampu meningkatkan kandungan selulosa dari 30.38% menjadi
72.70% dan menurunkan kandungan lignin dari 7.93% menjadi 3.66%. Setelah itu sludge
hasil pretreatment kemudian dibilas dan dinetralkan dengan aquades yang telah dipanaskan
serta dibantu dengan pompa vacum agar proses penetralan berlangsung dengan cepat.
Penetralan dilakukan sampai bahan berwarna putih dengan indikasi bahan telah mencapai pH
7,04. Hasil penetralan dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama 6 jam.
Setelah itu dilakukan proses fermentasi . Fermentasi merupakan proses produksi energi
dari mikroorganisme dalam kondisi anaerobik (tanpa udara). Mikroorganisme yang
melakukan fermentasi etanol harus dapat memfermentasi semua monosakarida yang
terkandung dalam media. Penelitian ini menggunakan dua mikroorganisme, yaitu

Saccharomyces cerevisiae dan Zymomonas mobilis. Ragi S. cerevisiae dapat memfermentasi
substrat glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pati. Sedangkan bakteri Z. mobilis dapat
memfermentasi substrat glukosa, fruktosa dan sukrosa (Sen, 1989). Sebelumnya, S.cerevisiae
maupun Z. mobilis dipre-culture selama 24 jam berturut-turut dalam media PDB (Potato
Dextrose Broth) dan Nutrient Broth (terdiri dari lactose, pepton dan yeast extract). Preculture dimaksudkan untuk memperbanyak sel, sehingga media atau substrat dapat langsung
dimanfaatkan oleh mikroba untuk melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan
selama lima hari untuk melihat tren etanol yang dihasilkan. Sampling dilakukan mulai hari
kedua hingga hari kelima. Sampling dilakukan mulai hari kedua karena diasumsikan pada
hari pertama mikroba dalam fasa lag (adaptasi) dengan media atau substratnya.
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol.
Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol
murni adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C (kondisi standar). Dengan memanaskan

larutan pada suhu rentang 78°C – 100°C akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %
volume. Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed
distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga
tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk
menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi
adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian

bawah kolom adalah 35°C dan 20°C di bagian atas.
Setelah semua tahapan telah selesai maka terbentuklah sebuah energi alternatif yang
mampu membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan mampu mengatasi
kelangkaan energi. Akan tetapi peran serta seluruh lapisan masyarakat juga sangat dibutuhkan
dalam mengatasi masalah kelangkaan energi ini karena seluruh lapisan masyarakat ikut serta
dalam pemakaian energi yang ada. Apabila kita hanya memproduksi tanpa memperhitungkan
energi yang digunakan maka Indonesia akan tetap mengalami krisis energi walaupun semua
sumber daya alam yang ada telah termanfaatkan untuk energi alternatif. “Bioethanol Village”
juga merupakan terobosan terbaru yang sangat efektif untuk mengatasi masalah krisis energi
ini. Apabila Indonesia mampu menerapkan terobosan tersebut maka Indonesia akan menjadi
negara yang mandiri energi, sudah tidak ada lagi import bahan baku energi atau masalah lain
semacam itu. Mari kita wujudkan Indonesia menjadi negara energi yang mampu
menghasilkan energi dari sumber daya alam yang ada. Hijau Negeriku Indonesia.

Dokumen yang terkait

PERANCANGAN KINCIR AIR PEMBANGKIT LISTRIKPADA PEMANFAATAN AIR SUNGAIDI KECAMATAN NGUTER, KABUPATEN SUKOHARJO,JAWA TENGAH

1 71 1

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

EVALUASI PENGENDALIAN INTERNAL PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BMT UGT SIDOGIRI BONDOWOSO)

2 64 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK WIYATA KARYA NATAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

10 119 78

HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN DAN SIKAP SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 BATANGHARI NUBAN LAMPUNG TIMUR

25 130 93

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

ANALISIS PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DANAU RAWA PENING KABUPATEN SEMARANG

9 68 121