BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1998 telah mengakibatkan usaha berskala besar - Kendala-Kendala Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Pada Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1998 telah mengakibatkan usaha berskala besar

  satu persatu pailit, karena harga bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar Rupiah terhadap Dolar yang menurun dan berfluktuasi. Dari sisi permodalan, sektor perbankan juga ikut terpuruk dan memperparah sektor industri. Bisa dikatakan, krisis keuangan global terbukti memorak-porandakan pasar modal dan valas.

  Disaat banyak usaha besar mengalami pailit didera pahitnya krisis, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pemerintah menyadari bahwa UKM-lah yang menjadi penopang perekonomian bangsa. Sektor UKM menjadi sektor yang memiliki peranan penting di dalam perekonomian Indonesia. UKM merupakan unit usaha yang mampu berperan dan berfungsi sebagai katup pengaman baik dalam menyediakan alternatif kegiatan usaha produktif, alternatif penyaluran kredit, maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja.

  UKM telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional. Seperti terlihat dalam Trade Expo Indonesia (TEI) ke-26 tahun 2011, UKM menyumbang sekitar US$400.000, dari total pencapaian US$464.500.000.

  Berdasarkan publikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik

  Indonesia, jumlah pelaku UKM tahun 2011 sebanyak 51,3 juta unit usaha atau 99,91 persen dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jumlah tenaga kerjanya mencapai 90,9 juta pekerja atau sebanding dengan 97,1 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Nilai investasi UKM mencapai Rp640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Menghasilkan devisa sebesar Rp183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia.

  Hal yang sama juga diakui oleh Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Subagio Dwijosumono, yang mengatakan bahwa saat ini, kontribusi UKM terhadap perekonfomian nasional telah melebihi separuh dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data BPS menunjukkan, pada 2009, komposisi PDB nasional tersusun dari UKM sebesar 53,32%, kemudian usaha besar 41,00%, dan sektor pemerintah 5,68%. Sebagai perbandingan, survei oleh Citibank mendapatkan angka kontribusi sektor UKM terhadap PDB 2009 mencapai 55,56%. Riset Citibank selama periode 2005-2008 juga menunjukkan jumlah unit UKM mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 8,16% per tahun.

  om berita diakses pada 1 Desember 2012).

  Daya tahan UKM ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pertama, sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Kedua, sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. UKM menggunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah, sehingga implikasi keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan usaha besar yang banyak menggantungkan permodalannya kepada lembaga perbankan, apabila sektor perbankan bermasalah, maka usaha skala besar ikut terganggu kegiatan usahanya.

  Pemerintah kemudian menyadari akan pentingnya pengembangan kegiatan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah.

  Argumentasi ini juga diperkuat karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu, pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan modal yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif “survive".

  Di banyak negara di dunia, pembangunan dan pertumbuhan UKM merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari penelitian Tambunan (2003) disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki tingkat daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor.

  Indonesia juga perlu melakukan upaya-upaya yang mirip seperti yang dilakukan oleh NICs di atas. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah perlu diupayakan agar lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah sudah membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan kegiatan UKM agar mampu bersaing dalam era perdagangan bebas (Tambunan 2002:101). Kebijakan ini juga menuntut pemerintah khususnya yang di daerah untuk melakukan pengembangan terhadap UKM yang diarahkan pada : (1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2) Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih murah; (3) Memberikan jasa layanan pengembangan bisnis non finansial kepada UKM yang lebih efektif dan (4) Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.

  Kendati memiliki banyak kelebihan, kondisi UKM tetap rawan karena kelemahan-kelemahan yang menjadi kendala perkembangan UKM itu sendiri. Di tengah gencarnya usaha pemerintah dalam mengembangkan dan memberdayakan UKM, kendala masih terus bermunculan, baik dari lingkungan luar pelaku UKM maupun dari para pelaku UKM itu sendiri. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antar bidang karena kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.

  Ketiga , sebagian besar usaha kecil belum berstatus badan hukum. Keempat,

  kualitas produk yang dihasilkan oleh para pelaku UKM masih termasuk kategori rendah sementara harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kualitas yang ada.

  Dan kelima, dimulainya pasar bebas di Indonesia yang menyebabkan produk asing bebas masuk ke Indonesia. Di tengah gempuran produk-produk asing, khususnya China, yang unggul dalam produktivitas dan harga yang murah yang membuat pelaku UKM semakin ‘sesak nafas’ untuk mengikuti persaingan.

  UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen, dan penyerahan yang teratur. Sumber Daya Manusia (SDM) hingga saat ini juga masih menjadi salah satu faktor yang menjadi kendala untuk pengembangan sebuah UKM. Padahal, kualitas SDM menentukan bagaimana usaha tersebut dikelola, baik dari sisi produksi, mutu, finansial, dan pemasarannya. Hal ini tentu saja berimplikasi kepada produk unggulan itu dihasilkan, terlebih ketika UKM yang bersangkutan akan mendapat banyak pesanan. Sayangnya mereka tak semuanya siap dengan adanya lonjakan permintaan yang terjadi sehingga akhirnya berimbas pada penurunan kualitas produk yang dihasilkan.

  Selain itu, hal yang perlu diperhatikan juga adalah masalah permodalan dan pasar untuk pemasaran produk. Beberapa UKM ada yang telah memiliki produk yang bagus, kreatif dan inovatif, namun dalam pengembangannya, mayoritas mereka terkendala dalam pengadaan modal dan pasar untuk memasarkan hasil produk.

  UKM dengan berbagai keterbatasannya, perlu dilakukan fasilitasi, mobilisasi dan dimotivasi secara bersama agar semakin berkembang naluri kewirausahaannya dengan upaya-upaya terpadu dan terencana. Upaya meningkatkan dan mengembangkan naluri kewirausahaan ini yang pada dasarnya sangat penting dan perlu untuk dibangun sehingga UKM bisa merespon dan mengembangkan ruang geraknya dalam berbagai bidang kegiatan usahanya.

  Konsep pengembangan usaha melalui penguatan UKM baik disektor manajemen dan permodalan, diharapkan mampu menjawab dan merespon kebutuhan masyarakat.

  Di Kota Medan, keberadaan UKM sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus. Walikota Medan, Rahudman Harahap, mengungkapkan,

  “Sektor UMKM memegang peranan dominan dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi jumlah pengusaha UKM mencapai 90 persen dari total pengusaha yang ada. Artinya, jumlah UKM mencapai 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Meski demikian kontribusi UKM terhadap total PDRB Kota Medan baru mencapai 39,8 persen sedangkan usaha besar mencapai 60,2 persen”. (Waspada Online Jumat, 29 Juni 2012 diakses di

  da 1 Desember 2012)

  Fakta ini menunjukkan masih besarnya ketimpangan produktivitas antara UKM dan pengusaha besar. Salah satu penyebabnya adalah kendala terbatasnya jaringan pemasaran UKM yang menyebabkan tehambatnya perkembangan dan pertumbuhan UKM yang telah ada di Kota Medan dan keraguan bagi masyarakat yang lain untuk mau membuka berbagai jenis kegiatan usaha yang lain.

  Untuk mengatasi hal tersebut, upaya yang ditempuh oleh Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Dinas Koperasi dan UMKM Kota Medan, adalah dengan menyediakan wilayah yang memadai bagi para pelaku UKM untuk melakukan kegiatan produksinya. Hal ini dilakukan untuk mendorong UKM mengembangkan diri ke sektor formal sehingga akses-akses yang selama ini tak tersentuh akan semakin terbuka. Kebijakan tersebut diwujudnyatakan dengan membangun lokasi khusus industri UKM di beberapa lokasi di kota Medan. Salah satu diantaranya diberi nama Pusat Industri Kecil (PIK) yang terletak di Kelurahan Medan

  2 Tenggara Kecamatan Medan Denai, dengan luas kawasan 14.496 m .

  Konsep awal yang diusung oleh PIK ini adalah menyediakan lahan berupa tanah dan bangunan untuk tempat usaha dengan harga yang relatif murah dengan berbagai fasilitas produksi yang diperlukan, termasuk bantuan mendapatkan mitra usaha, permodalan dan pelatihan kewirausahawan, manajemen produksi dan pemasaran untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga memiliki daya saing baik di pasar lokal, domestik maupun kebutuhan pasar ekspornya. Sampai saat ini sejumlah pengusaha UKM telah mengambil lokasi di kawasan PIK, dengan berbagai jenis produk industri yang dihasilkan.

  Dinas Koperasi Kota Medan berharap bahwa dengan adanya komplek PIK ini di Kota Medan, UKM yang ada mampu semakin berkembang dan bertumbuh dan masyarakat tidak lagi khawatir untuk membuka usaha-usaha kecil menengah sehingga harapan bahwa UKM nantinya dapat berperan sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat kota Medan dapat terwujud. Pada awal PIK ini berdiri, jumlah seluruh pengusaha yang berkecimpung dalam unit usaha ini adalah 100 unit. Tetapi seiring dengan perkembangan kendala dan tantangan yang dihadapi, banyak pengusaha yang tidak sanggup untuk bertahan dalam kondisi usaha tersebut karena pendapatan yang mereka peroleh tidak cukup untuk meneruskan usahanya bahkan tidak sanggup untuk menggantikan modal yang telah mereka keluarkan. Dan tidak sedikit yang beralih pada usaha lain. Saat ini hanya tinggal sekitar 40% yang masih bertahan sebagai tempat usaha para pengrajin kulit berupa sepatu dan tas, sablon baju, serta beberapa pengrajin bordiran dan batik, sekitar 40% sudah berubah fungsi menjadi tempat hunian, dan 20% tidak ditempati.

  PIK ini berjalan tanpa peran serta pemerintah daerah. Para pelaku UKM di daerah ini berjuang sendiri dalam mengerjakan usaha mereka. Meski di awal pembangunannya pelaku usaha di komplek ini sangat berjaya, PIK yang seyogianya dapat menjadi cerminan industri kecil di Kota Medan kini kian terpuruk (Medan Bisnis : Jumat, 19 Oktober 2012).

  Berangkat dari uraian di atas, adanya potensi UKM di PIK Medan Tenggara untuk menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat kota Medan nantinya, yang masih terhambat perkembangannya, menjadi topik yang menarik bagi penulis untuk meneliti kendala-kendala apa saja yang menjadi penghambat pengembangan UKM di PIK Medan Tenggara, Kota Medan.

  I.2 Fokus Masalah

  Yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan UKM di kompleks PIK Medan Tenggara, baik oleh pemerintah maupun pelaku UKM itu sendiri.

  I.3 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian adalah “Apa saja kendala-kendala yang

  dihadapi dalam mengembangkan UKM yang terdapat di PIK Medan Tenggara?

  I.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi UKM pada PIK Medan Tenggara, dan kendala-kendala yang ditemukan dalam pengembangan UKM tersebut.

  I.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmiah kepustakaan pendidikan bagi pengembangan teori Ilmu

  Administrasi Negara, khususnya dalam kendala-kendala pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). b.

  Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kontribusi terhadap pemecahan masalah di dalam pengembangan UKM agar lebih mampu menjadi penopang ekonomi kerakyatan di masa mendatang.

  c.

  Bagi FISIP USU dan universitas lainnya, merupakan referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik ini.

  I.6 Kerangka Teori

  Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti.

  Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan- batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan (Sugiyono, 2005:55). Adapun kerangka teori ini dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  I.6.1 Teori Kendala

  Teori kendala atau Theory Of Constraints (TOC) merupakan filosofi manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu M Goldratt sejak awal tahun 1980-an. Teori ini mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan perusahaan yaitu menghasilkan uang saat ini dan dimasa yang akan datang serta untuk menetapkan suatu proses perbaikan secara terus-menerus

  (continious improvement). Dengan kata lain, TOC memusatkan perhatian pada kendala-kendala atau hambatan yang dapat memperlambat proses produksi.

I.6.1.1 Konsep dasar TOC

  Dasar dari TOC adalah bahwa setiap organisasi mempunyai kendala- kendala yang menghambat pencapaian kerja (performance) yang tinggi. Kendala- kendala ini seharusnya diidentifikasi diatur untuk memperbaiki kinerja. Jika suatu kendala telah terpecahkan, maka kendala berikutnya dapat diidentifikasi dan diperbaharui. TOC memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi: throughput, persediaan dan beban operasi.

  1. adalah tingkat di mana suatu organisasi menghasilkan uang

  Throughput melalui penjualan produk jadi.

  2. Persediaan adalah semua uang yang diinvestasikan dalam pembelian segala sesuatu sampai diharapkan produk jadi terjual. Dapat berupa bahan baku, komponen atau produk jadi yang belum terjual tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja (Overhead). Dengan kata lain, persediaan adalah seluruh uang yang dikeluarkan organisasi dalam mengubah bahan baku menjadi throughput .

  3. Beban operasi adalah yaitu semua uang yang dikeluarkan sistem dalam perubahan persediaan menjadi throughput. Ini termasuk biaya-biaya lain, juga tenaga kerja langsung dan tidak langsung, biaya simpan, depresiasi peralatan dan lain-lain. Atau dapat disebutkan sebagai seluruh uang yang dikeluarkan organisasi untuk mengubah persedian menjadi throughput.

  Berdasarkan ketiga ukuran ini, tujuan manajemen dapat dinyatakan sebagai meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan dan menurunkan beban operasi. Dalam pasar kompetitif kemampuan untuk menghasilkan throughput yang lebih cepat merupakan salah satu faktor suksesnya suatu perusahaan.

  Kecepatan yang dimaksud meliputi pengembangan produk, proses produk dan pengiriman produk pelanggan.

  TOC memberikan peran yang lebih menonjol kepada manajemen persediaan. TOC mengakui bahwa penurunan persediaan akan mengurangi biaya penyimpanan yang kemudian akan menurunkan beban operasi serta memperbaiki laba bersih. Tetapi lebih dalam lagi, TOC menyatakan bahwa penurunan persediaan akan membantu menghasilkan sisi kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik, harga lebih rendah dan tanggapan yang lebih cepat atas kebutuhan pelanggan.

  Produk yang lebih baik . Produk yang lebih baik berarti kualitas yang lebih

  tinggi. Hal ini juga berarti perusahaan mampu memperbaiki produk dan menyediakan produk yang sudah diperbaiki tersebut secara tepat ke pasar. Pada intinya persediaan yang rendah memungkinkan kerusakan dapat dideteksi secara lebih cepat dan penyebab masalah bisa segera diketahui. Perbaikan produk juga merupakan unsur kompetitif yang penting. Produk baru atau produk yang telah diperbaiki perlu segera dilempar ke pasar sebelum pesaing mampu untuk menyediakan produk serupa. Tujuan ini dapat difasilitasi dengan persediaan yang rendah. Persediaan yang rendah memungkinkan perusahaan untuk memperkenalkan produk baru yang lebih cepat karena perusahaan mempunyai produk lama yang lebih sedikit (dalam persediaan atau dalam proses) dan harus segera dijual atau dibuang sebelum produk baru diperkenalkan.

  Harga yang lebih rendah . Persedian yang tinggi berarti membutuhkan

  kapasitas yang lebih produktif, sehingga investasi berupa peralatan dan ruangan yang dibutuhkan juga akan lebih banyak. Waktu tunggu dan persediaan barang dalam proses yang tinggi seringkali berhubungan. Persediaan yang tinggi biasanya menyebabkan lembur, lembur akan menaikkan beban operasi dan menurunkan tingkat profitabilitas. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya penyimpanan, biaya investasi per unit, dan beban operasi lain seperti biaya lembur dan pengiriman khusus. Dengan menurunkan investasi dan biaya operasi, margin per unit setiap produk meningkat sehingga menyebabkan keputusan penetapan harga menjadi lebih fleksibel.

  Daya tanggap . Mengirim barang secara tepat waktu dan memproduksi

  barang dengan waktu tunggu yang lebih pendek daripada yang diminta pasar adalah alat kompetitif yang penting. Pengiriman barang yang tepat waktu berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memperkirakan waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan mengirim barang. Jika perusahaan mempunyai persediaan yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya, maka waktu tunggu produksi perusahaan tersebut lebih tinggi daripada garis prakiraan industri.

  Persediaan yang tinggi dapat mengacaukan waktu aktual yang diperlukan untuk memproduksi dan memenuhi pesanan. Persediaan yang lebih rendah memungkinkan waktu tunggu aktual untuk diamati secara lebih seksama dan tanggal pengiriman lebih akurat dapat dipenuhi. Hal ini akan membuat perusahaan lebih cepat tanggap terhadap perubahan-perubahan permintaan yang terjadi di pasar dan segera menyesuaikan pada proses produksinya.

I.6.1.2 Langkah-langkah dalam TOC

  TOC mengajarkan manajer untuk memaksimalkan throughput sementara meminimalkan persediaan dan beban operasi. Untuk memaksimalkan throughput, pertama-tama adalah perlu untuk mengalokasikan sumber daya, lokasi, atau kebijakan yang merupakan batasan paling ketat yang saat ini membatasi pada sistem.

  throughput

  Dalam mengimplementasi ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan lima (5) langkah yang berurutan agar proses perbaikan lebih terfokus dan memberikan pengaruh positif yang lebih baik bagi kinerja organisasi. Langkah-langkah tersebut adalah : 1. Mengidentifikasi kendala-kendala perusahaan.

  Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut: Berdasarkan asalnya

  • a.

  Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin. Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya operasional. b.

  Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.

  • a.

  Berdasarkan sifatnya

  Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.

  b.

  Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Selain itu Atwater B. and M.L Gagne (1997) menambahkan pengelompokan kendala dalam empat bagian yaitu: a.

  Kendala sumberdaya (resource constraint), artinya kapasitas sumber daya di perusahaan tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.

  b.

  Kendala pasar (market resource), artinya tidak ada permintaan akan produk yang diproduksi perusahaan sehingga tidak ada kapasitas perusahaan yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk membuat produk.

  c.

  Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi dalam siklus produksi.

  d.

  Kendala kebijakan, artinya manajemen melaksanakan aturan yang membatasi kemampuan perusahaan dalam merespon kesempatan.

  2. Mengeksploitasi kendala-kendala yang mengikat.

  Salah satu cara memaksimalkan penggunaan kendala yang mengikat adalah memastikan bauran produk optimal yang diproduksi. Di perusahaan-perusahaan, kendala sumber daya yang mengikat hanya sedikit. Kendala pengikat yang utama disebut drummer. Tingkat produksi kendala drummer menentukan tingkat produksi keseluruhan pabrik.

  3. Menyubordinasi apa saja yang lain dari keputusan yang dibuat pada langkah kedua.

  Pada intinya, kendala drummer menetapkan kapasitas seluruh pabrik. Semua departemen lainya harus disubordinasi sesuai ketentuan kendala drummer. Prinsip ini mengharuskan perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka memandang sesuatu.

  4. Mengangkat kendala-kendala yang mengikat.

  Setelah tindakan untuk mengusahakan penggunaan kendala yang ada dilakukan secara maksimal, langkah selanjutnya adalah memulai program perbaikan yang berkelanjutan dengan mengurangi keterbatasan yang dimiliki kendala yang mengikat atas kinerja perusahaan.

  5. Mengulangi proses.

  Setelah keseruhan proses dikerjakan, maka besar kemungkinan kendala

  

drummer yang baru akan kembali diidentifikasi, kemudian proses teori kendala

  TOC akan berulang. Tujuannya adalah memperbaiki kinerja secara berkelanjutan dengan mengelola berbagai kendala.

  Untuk lebih jelas, flowchart TOC dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Identifikasi Kendala

  Ekploitasi Kendala Mengikat Subordinasi Sumber Daya

  Mengangkat Kendala

  Ya Tidak

  Kendala masih aktif?

  Gambar 1. Flow chart Theory of Constraint (Tersine, 1994)

I.6.2 Pengembangan

  Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan menjadikan maju atau pembangunan secara bertahap, teratur dan berkelanjuntan, yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Pengembangan juga dapat dinilai sebagai respon terhadap perubahan yang selalu terjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, didalam mengupayakan pengembangan, perencanaan yang baik menjadi tindakan yang mutlak dilakukan. Perencanaan yang baik akan menghasilkan suatu strategi pengembangan yang terintegrasi, sehingga sasaran yang akan dituju sesuai dengan yang diharapkan.

  Pengembangan UKM ditujukan untuk membentuk UKM agar mampu tumbuh dan berkembang secara sehat dan lebih mampu berdaya saing di pasar global. Menurut White Paper (1995), pengembangan UKM secara nasional harus meliputi beberapa sasaran, yaitu:

1. Harus mampu menciptakan situasi iklim ekonomi yang kondusif bagi UKM, 2.

  menciptakan pendidikan yang ditujukan untuk membuka kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi,

  3. mengurangi prakter-prektek usaha ilegal di dalam perekonomian, 4. meningkatkan peranan perempuan pada semua sektor bisnis, 5.

   menjalankan long-term sustainable employment, 6.

  menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan pada sector- sektor ekonomi tertentu atau sektor ekonomi prioritas,

  7. menciptakan keserasian dan kerjasama diantara UKM, 8. menciptakan kerjasama aktif antara UKM dengan industri/perusahaan besar, dan

  9. menyiapkan UKM untuk menghadapi kompetisi internasional.

  Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

  1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku UKM, antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha, penyederhanaan prosedur perijinan usaha, dan keringanan pajak.

  2. Bantuan permodalan Pemerintah perlu memperluas kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada. Lembaga Keuangan Mikro bank antara lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

  3. Perlindungan usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

  4. Pengembangan kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

  5. Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

  6. Membentuk lembaga khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

  7. Memantapkan asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya, antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggota-anggotanya.

  8. Mengembangkan promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan kerja sama yang setara

  Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan UKM untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

  I.6.3 Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

  I.6.3.1 Pengertian UKM

  UKM merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam dunia usaha nasional serta memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. UKM adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, nilai kekayaan (asset) yang kecil dan jumlah pekerja yang terbatas. Nilai modal (asset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan defenisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004:365).

  Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, pengertian UKM adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

  Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan UKM yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria: 1.

  Aset maksimal Rp200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan

2. Omzet tahunan maksimal Rp10 milyar.

  Adapun yang menjadi karakteristik UKM menurut Mintzberg, Musselman dan Hughes adalah (Situmorang dkk., 2003: 15):

  1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis.

  2. Struktur organisasinya bersifat sederhana.

  3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar.

  4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan.

  5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak ada.

  6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya.

  7. Kemampuan dasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas.

  8. Margin keuntungan sangat tipis.

  9. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer- manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

  Sedangkan ciri-ciri usaha kecil di Indonesia menurut Sutojo (Bararualo, 2001:7): 1.

  Lebih dari setengah usaha kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan.

  2. Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha.

  3. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank.

  4. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional.

  

5. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang

kurang dari 60%.

  

6. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan

modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial.

  

7. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen.

  

8. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar.

1.6.3.2 Jenis-Jenis UKM

  Secara umum UKM bergerak dalam 2 (dua) bidang, yaitu bidang perindustrian dan bidang perdagangan barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001, adapun bidang/jenis usaha yang terbuka bagi UKM di bidang industri dan perdagangan adalah:

  1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

  2. Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/celup.

  3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan mesin, atau alat yang digerakkan tangan secara manual.

  4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan: a.

  Bahan bangunan atau rumah tangga: bambu, nipah, sirap, arang, sabut. b.

  Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.

  5. Industri perkakas tangan yang diperoses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

  6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

  7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

  8. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.

  9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.

  10. Perdagangan dengan skala kecil dan informasi.

1.6.3.3 Landasan Hukum UKM

  Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985.

  2. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

  3. Bentuk badan hukum usaha industri dan perdagangan diatur dalam UU No.1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.

  4. Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5. Tata cara perijinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan

  Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

I.7 Defenisi Konsep

  Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006:33). Sehingga dengan konsep maka peneliti dapat memahami unsur-unsur yang ada dalam penelitian.

  Untuk dapat menentukan batasan yang lebih jelas agar lebih menyerderhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka peneliti mengemukakan konsep-konsep antara lain: 1.

  Kendala adalah persoalan yang harus dipecahkan agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Kendala muncul akibat adanya kesenjangan antara sesuatu yang diharapkan dengan kenyataan yang ada.

2. Pengembangan UKM adalah upaya peningkatan kemampuan dan potensi

  UKM agar lebih mampu bersaing dalam pasar global dan memperkokoh perekonomian nasional yang berbasis ekonomi kerakyatan.

I.8 Defenisi Operasional

  Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja pendukung yang dianalisa dari variabel tersebut (Singarimbun 1995: 46).

  Variabel dalam penelitian ini adalah pengembangan UKM dilihat dari kendala-kendalanya, yang didefenisikan sebagai upaya peningkatan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh UKM agar mampu bersaing dalam pasar global dan memperkokoh perekonomian nasional. Defenisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari :

  1. Persediaan, dengan indikator yang terdiri dari: a.

  Perencanaan bahan baku dan supplier.

  b.

  Melihat peluang usaha.

  2. Biaya operasional, dengan indikator: a.

  Tenaga Kerja.

  b.

  Promosi.

  c.

  Fasilitas penunjang.

  3. Throughput , dengan indikator yang terdiri dari: a.

  Modal.

  b.

  Pemasaran, dan c. Kebijakan harga.

I.9 Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, fokus masalah,

  perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

  BAB II METODOLOGI PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, dan

  informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

  BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan data tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan yang akan dianalisis. BAB V ANALISA DATA Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil

  penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

  BAB VI PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang akan diperoleh dari hasil penelitian.