Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pengusaha Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PENGUSAHA INDUSTRI KECIL DI PUSAT INDUSTRI KECIL

(PIK) MEDAN TENGGARA Skripsi

Diajukan oleh :

BENNY PRANATA SIANTURI 050501092

EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMPEROLEH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

MEDAN 2009


(2)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.

Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.

Key words: Small Enterprises Revenue (Y), working capital (K), Labors (L), and age of the Small Enterprises (T).


(3)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary

least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.

Kata kunci : Pendapatan Industri Kecil (Y) Modal Usaha (K), Jumlah Tenaga Kerja (L), dan Jam Kerja (T).


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian ...1

1. 2. Perumusan Masalah ...4

1. 3. Hipotesa ... ...5

1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ...5

BAB II URAIAN TEORITIS 1 Pembangunan Ekonomi ... 7

2. Industri Kecil ... 10

2. 1 Pengertian Industri Kecil ... 10

2. 2 Peranan Industri Kecil ... 12

2. 3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil ... 12

2. 4 Tantangan, Kendala dan Peluang Usaha ... 16

2. 5 Pengembangan Industri Kecil ... 17

2. 6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil ... 19

2. 7 Pola Kemitraan Bisnis ... 23

3. Pengertian Pendapatan ... 25

4. Pengertian Tenaga Kerja ... 26

4. 1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 28

5. Modal ... 31

6. Lama Usaha ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ...33

3. 2. Sampel ...33


(5)

3. 5. Test of Goodness of Fit... ...35

3. 5. 1 Koefisien Determinasi (R) ...35

3. 5. 2 Uji F (Overall Test) ...35

3. 5. 3 Uji t (Partial Test)... ...36

3. 6. Uji Asumsi Klasik... ...36

3. 6. 1 Uji Linieritas ...36

3. 6. 2 Uji Multikolinearitas... 37

3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas... ...37

3. 7. Defenisi Operasional ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Deskripsi Daerah Penelitian... ...40

1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil... ...40

1. 1 Sejarah Singkat Pusat Industri Kecil... ...40

1. 2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi PIK ... 40

1. 3 Potensi Ekonomi ... 42

2. Karakteristik Responden ... 44

3. Interpretasi Data ... 46

4. 2. Test of Goodness of Fit ... 49

1. Analisis Koefisien Determinasi ( R2 )... ...49

2. Uji F-statistik... ...49

3. Uji t-statistik... ...51

4. 3. Uji Asumsi Klasik... ...54

1. Uji Linieritas... ...54

2. Multikolinearitas...55

3. Uji Heteroskedastisitas... ...56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... ...58

2. Saran... ...59

DAFTAR PUSTAKA ...61


(6)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1 Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil ...26

2

Pembagian Kelurahan, Luasnya (km2), dan Persentase

terhadap Luas Kecamatan Medan Denai tahun 2007 ...46 3 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk

per km2...46 4 Banyaknya Industri Besar/Sedang, Kecil, dan Kerajinan

Rumah Tangga Menurut Kelurahan Pada Tahun 2007 ...47 5 Usia Responden di Pusat Industri Kecil ...49 6 Tingkat Pendidikan Responden di Pusat Industri Kecil

(PIK) Medan Tenggara ...50 7 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Pusat Industri

Kecil Medan Tenggara ...50 8 Pendapatan, Modal dan Lama Usaha Responden di Pusat

Industri Kecil Medan Tenggara ...51 9 Daftar Responden Beserta Jenis Usaha Yang Dijalankan ... 67


(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4. 1 Uji F-statistik ...55

4. 2 Uji t-Statistik pada variabel K (Modal Usaha) ...56

4. 3 Uji t-Statistik pada variabel L (Jumlah Tenaga Kerja) ...57


(8)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.

Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.

Key words: Small Enterprises Revenue (Y), working capital (K), Labors (L), and age of the Small Enterprises (T).


(9)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary

least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.

Kata kunci : Pendapatan Industri Kecil (Y) Modal Usaha (K), Jumlah Tenaga Kerja (L), dan Jam Kerja (T).


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada periode 1970-an pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program promosi yang secara langsung bertujuan untuk membantu usaha kecil, termasuk program kredit bersubsidi (program KIK/KMKP), program kredit tidak bersubsidi yang khusus ditujukan untuk usaha kecil (program KUK), program Bapak Angkat-Mitra Usaha pada tahun 1992. Tetapi program yang dilakukan pemerintah tersebut mulai dari KIK hingga KUK tidaklah berhasil. Program KIK/KMKP pada tahun 1990 terpaksa dihentikan karena banyaknya kredit macet, program Bapak Angkat tidak berhasil karena pada dasarnya program ini adalah program dimana mewajibkan usaha besar (termasuk usaha swasta maupun BUMN) untuk membantu usaha kecil dalam berbagai bidang, seperti pendanaan, pemasaran, dan pelatihan manajemen. Pada saat ini, pemerintah menekankan pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui pemberian dana perkuatan kepada UMKM pada berbagai sektor ekonomi melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program kredit untuk sektor usaha mikro kecil menengah dan koperasi ini diberikan dengan pola penjaminan pemerintah.

Program program tersebut dilakukan pemerintah karena pemerintah meyakini pentingnya industri kecil menengah dalam menyokong roda perekonomian yang ada. Karena proses pembangunan ekonomi suatu negara secara alami menimbulkan kesempatan yang sama besar bagi kegiatan ekonomi dari semua skala usaha yang ada. Pentingnya industri kecil menengah khususnya industri kecil di negara-negara berkembang sering dikaitkan dengan masalah masalah ekonomi dan sosial dalam negeri


(11)

seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran terutama dari golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, serta masalah urbanisasi dengan segala efek efek negatifnya. Artinya keberadaan atau perkembangan industri kecil dan menengah diharapkan dapat memberi suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya upaya penanggulangan masalah masalah tersebut diatas. Sehingga peranan industri kecil dan menengah tersebut dapat diupayakan pemerintah dalam menanggulangi hal pengangguran, memerangi kemiskinan, dan pemerataan pendapatan serta dapat mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi.

Namun ada empat alasan atau tafsiran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan usaha kecil (termasuk usaha mikro) di Indonesia hingga kini kurang berkembang (AKATIGA, 2003). Anggapan pertama menyoroti kelemahan internal usaha kecil, khususnya kapasitas manajemen usaha kecil, sebagai penyebab utama mengapa perkembangan usaha kecil hingga kini kurang berhasil. Anggapan kedua menekankan bahwa tidak adanya infrastruktur yang baik, yang menghubungkan usaha kecil dengan sumber permodalan, pelatihan, teknologi dan manajemen. Anggapan yang ketiga melihat pada relasi yang eksploitatif yang terdapat dalam rantai hulu-hilir usaha kecil sebagai faktor utama yang menghambat perkembangan usaha kecil yang sehat. Anggapan keempat kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.

Oleh karena itu, para ahli dan pemerhati usaha kecil, yang pandangannya juga didukung oleh ahli ahli dari dari organisasi bantuan internasional dan regional, seperti Bank Pembangunan Asia (ADB), menganjurkan bahwa program progarm promosi usaha


(12)

kecil yang baru, baik progarm kredit maupun program yang memberikan jasa-jasa bisnis (business services) harus bersifat ’demand driven’, yaitu terutama ditentukan oleh kebutuhan riil usaha kecil. Di samping itu, program-program promosi ini juga harus bersifat ’market-driven’, artinya baik permintaan maupun pemasokan program program ini akan ditentukan oleh kekuatan pasar dan bukan diwajibkan oleh pemerintah.

Demikian juga di daerah kelurahan Medan Tenggara kecamatan Medan Denai kota Medan, pertumbuhan dan pengembangan ekonomi diarahkan dengan menitikberatkan pada sektor industri terutama subsektor industri kecil/rumah tangga atau kerajinan. Adapun salah satu usaha industri kecil yang banyak terdapat di kelurahan Medan Tenggara adalah industri kecil konveksi dan dalam hal ini pemerintah telah menempatkan satu kawasan industri konveksi di daerah ini yang kemudian kawasan ini diberi nama Pusat Industri kecil (PIK). PIK ini sendiri berdiri pada tahun 1996 dan pendiriannya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar Jafar. Selama PIK ini berdiri banyak sekali kendala yang dihadapi oleh para pengusahanya seperti pemasaran yang tidak mendukung, adanya produk luar negeri yang masuk secara illegal terutama produk dari Cina dan Korea dan dijual dengan harga murah, sehingga membuat PIK sulit untuk berkembang dan bersaing dengan pasar yang produknya telah lebih awal dikenal oleh masyarakat.

Pada awal PIK berdiri jumlah seluruh pengusaha yang berkecimpung dalam unit usaha konveksi ini adalah 110 unit. Tetapi seiring dengan perkembangan kendala dan tantangan yang dihadapi apalagi ketika krisis moneter pada tahun 1998 terjadi, banyak pengusaha yang tidak sanggup untuk bertahan dalam kondisi usaha tersebut karena pendapatan yang mereka raih tidak cukup untuk meneruskan usahanya bahkan


(13)

pendapatannya pun tidak sanggup lagi untuk menggantikan modal yang telah mereka keluarkan dan menyebabkan pengusaha UKM ini enggan untuk meneruskan usahanya lagi dan lebih beralih ke usaha yang lain. Sehingga sampai dengan saat ini jumlah unit usaha konveksi yang berada pada kawasan PIK ini hanya berkisar sekitar 35% lagi dari jumlah awal ketika PIK ini berdiri.

Dengan mengambil studi kasus pada kawasan ini dan berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, penulis mengambil titik berat penelitian pada pendapatan pengusaha kecil konveksi, dan yang menjadi judul skripsi penulis adalah ” Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara”.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana pengaruh modal usaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?

2. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?

3. Bagaimana pengaruh lama berusaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?


(14)

1. 3. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan permasalahan diatas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bahwa modal memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.

2. Bahwa jumlah tenaga kerja memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris

paribus.

3. Bahwa lama berusaha memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.

1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama berusaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran dan informasi mengenai tingkat pendapatan serta karakteristik pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.


(15)

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak pihak yang berkepentingan dan pemerintah daerah terhadap kebijaksanaan yang akan diambil dalam pengembangan industri kecil.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin melakukan penelitian di masa yang akan datang.


(16)

BAB II

URAIAN TEORITIS

1. PEMBANGUNAN EKONOMI

Pengertian dasar dari pembangunan adalah suatu usaha perubahan untuk menuju ke keadaan yang lebih baik berdasarkan kepada norma-norma tertentu. Perubahan perubahan yang direncanakan dengan menggunakan pendayagunaan potensi alam, manusia, dan sosial budaya inilah disebut pembangunan.

Pendayagunaan potensi alam dengan menggali, mengembangkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya seperti tanah, hutan, sumber air, mineral, dan sebagainya. Potensi manusia berupa penduduk yang besar jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam tersebut dengan maksimal. Jadi pembangunan nasional suatu bangsa merupakan suatu usaha besar dari bangsa itu untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.

Pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti seluas-luasnya. Kegiatan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari usaha pembangunan keseluruhan yang dijalankan masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi pendapatan masyarakat, sedangkan keseluruhan usaha pembangunan itu meliputi juga usaha pembangunan social, politik dan kebudayaan.

Mengenai pengertian ataupun defenisi dari pembangunan ekonomi itu sendiri, sampai saat ini belum dapat ditarik kesimpulan yang baku yang disetujui oleh para


(17)

ahli-ahli ekonomi diseluruh dunia. Banyak sekali pengetian-pengertian yang beredar di masyarakat dari awal kemunculan ilmu ekonomi itu sendiri sampai saat ini.

Menurut H. F. Williamson, pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana suatu Negara dapat menggunakan sumber sumber produksinya sedemikian rupa, hingga dapat memperbesar produk per kapitanya. Sementara itu, Meier dan Baldwin berpendapat bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana pendapatan nasional nyata sebuah perekonomian meningkat, dalam jangka waktu yang lama. (Winardi, 1973 : 10).

Sadono Sukirno merumuskan defenisi dari pembangunan ekonomi adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1982 : 13).

Menurut Winardi, pengertian pembangunan ekonomi dapat ditafsirkan sebagai pertumbuhan pendapatan nasional atau produk nasional bagi Negara yang bersangkutan tanpa dipersoalkan siapa yang akan mencapai benda benda atau jasa-jasa tambahan tersebut, penambahan produk atau pendapatan per kepala, dimana juga diperhatikan pertambahan penduduk yang terjadi (Winardi, 1973: 3).

Dapat kita simpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro, 1998 : 22):

a. peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.


(18)

b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meluputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negara/bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekutan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Tantangan utama pembangunan ekonomi adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Terutama di Negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi perumahan dan lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual, dan penyegaran kehidupan budaya. Dengan tercapainya berbagai hal yang diuraikan diatas, maka pembangunan ekonomi baru dapat dikatakan berlangsung dengan baik den bermanfaat.


(19)

2. INDUSTRI KECIL

Baik secara lisan maupun tertulis, banyak pihak menggunakan istilah yang berbeda untuk membahas industri kecil. Di samping penggunaan istilah industri kecil (small industry), ada sejumlah penggunaan istilah lain yang bermakna sama, misalnya: usaha kecil (small business),perusahaan kecil (small firm), usaha skala kecil (small scale

business), dan lain-lain. Ada yang menganggap bahwa industri kecil adalah sub sector.

Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah mempunyai kadar yang sama.

2.1 Pengertian Industri Kecil

Ada beberapa lembaga pemerintah Indonesia yang membuat patokan atau standar yang menggolongkan suatu industri dapat dikategorikan sebagai industri kecil. Ukuran yang digunakan mengacu pada jumlah pekerja, permodalan maupun pemilikan.

Pengertian industri kecil menurut lembaga atau departemen : a. Badan Pusat Statistik (BPS)

BPS mendefenisikan industri kecil sebagai industri yang mempunyai tenaga kerja 5-19 orang yang terdiri dari pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang tidak dibayar. Perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja lebih kecil dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga atau kerajinan rakyat.

b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deppereindag)

Depperindag mendefenisikan industri kecil sebagai industri kecil yang memiliki nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp. 200 juta diluar tanah dan bangunan. Hal ini


(20)

sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 254/MPP/Kep/1997 tanggal 28 Juli 1997.

c. Undang-undang No. 9 tahun 1999 tentang Usaha Kecil

Di dalam UU No. 9 / 1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp 1 miliar.

d. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :

(1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan

(2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)

e. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :

(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :


(21)

(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.2 Peranan Industri Kecil

Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka kebijakan pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipandang sebagai keseluruhan usaha pembangunan yang seimbang di berbagai daerah. Laju perumbuhan ekonomi suatu Negara ataupun suatu daerah tercermin dalam paningkatan pendapatan perkapita dan penyerapan tenaga kerja. Pencapaian tujuan pembangunan regional tidak terlepas dari perencanaan pembangunan sesuai potensi sumber daya yang tersedia di wilayah itu sendiri.

Agar pembanguan regional dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka lingkungan pembangunan pedesaan merupakan suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan social disrtai peningkatan taraaf hidup masyarakatnya.

Di Indonesia industri kecil merupakan tulang punggung pembangunan dan merupakan salah satu prasyarat tercapainya suatu stabilitas politik karena kemampuannya memperkecil jumlah pengangguran baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Macetnya perkembangan industri kecil sebaiknya akan menimbulkansituasi politik yang rawan karena banyaknya pengangguran di Idonesi (Kenneth James, 1993).


(22)

Peran industri kecil dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak dapat di abaikan begitu saja karena selama ini usaha kecil telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector perdagangan, transportasi dan usaha kecil telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector perdagangan, transportasi dan usaha kecil ternyata berperan penting sebagai penghasil devisa. Oleh karena itu pengeembangan usah kecil dirasa cukuppenting sampai 25 tahun mendatang, diproyeksikan kemampuan penyerapan tenaga kerja dari berbagai sector seperti pertanian, jasa industri sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini industri kecil diharapkan memainkan peranan khususnya dalam penyerapan tega kerja.

Oleh karena itu industri kecil sangat penting untuk didukung mengingat alasan-alasan berikut, pertama masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya didalam memperoleh bahan mentah dan peraltan. Kedua, relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sector-sektor ekonomi yang lain. Ketiga, potensinya terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi pengangguran, keempat peranannya dalam jangka panjang sebagai basis bagi mencapai kemandirian pembanguna ekonomi, karena usaha berskala kecil umumnya diusahakan oleh pengusaha dalam negeri.

2.3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil

Industri kecil dalam perekonomian sendiri memiliki beberapa kekuatan. Kekuatan tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Sangat padat karya, dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat banyak, mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang rata rata


(23)

per tahun masih sangat tinggi, sehingga upah nominal tenaga kerja, khususnya dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih sangat relative mural dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia dengan jumlah penduduk dan angkatan kerja yang lebih sedikit.

b. Banyak industri kecil membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti kerajinan dari bamboo dan rotan atau ukir-ukiran dari kayu yang pada dasarnya merupakan keahlian tersendiri dari masyarakat di masing-masing daerah. Hanya saja kelemahan pengusaha-pengusaha kecil tersebut selama ini tidak membuat hak cipta terhadap produk-produk mereka, dan tidak melakukan banyak inovasi baik dalam proses pembuatan maupun desain, sehingga produk-produk mereka akan mudah ditiru oleh orang asing dengan kualitas dan desain yang lebih baik dan memiliki hak cipta.

c. Pengusaha-pengusaha kecil dan rumah tangga lebih banyak menggantungkan diri pada uang sendiri, atau pinjaman dari sumber informal, untuk modal kerja dan investasi mereka; walaupun banyak juga yang memakai fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Memang nilai investasi tetap di industri kecil dan rumah tangga rata-rata jauh lebih rendah dari pada industri besar menengah yang bukan hanya skala usahanya yang besar tetapi proses produksinya lebih kompleks dan padat modal.

d. Secara umum kegiatan industri kecil daan rumah tangga di Indonesia masih sangat agricultured based, karena memang banyak komoditas-komoditas pertanian yang dapat diolah dalam skala kecil. Karena sektor pertanian paling tidak secara potensial merupakan sector terbesar di Indonesia, maka sebenarnya


(24)

pengembangan industri kecil di Indonesia mempunyai suatu prospek yang sangat baik termasuk yang berorientasi ekspor. Selain itu karena banyak industri kecil bergerak dibidang agroindustri, maka pada umumnya kelompok industri lebih banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong local, atau tingkat ketergantungan tehadap impor jauh lebih rendah dibandingkan intensitas impor industri besar dan menengah.

Kelemahan industri kecil terutama dalam hal kemampuan untuk bersaing masih sangat lemah, tidak hanya di pasar domestik terhadap produk-produk dari industri besar atau impor tetapi juga di pasar ekspor. Tidak hanya daya saing globalnya, tetapi juga diversikasi produk dari industri kecil di Indonesia juga rendah. Kelemahan ini juga disebabkan oleh banyak masalah-masalah yang dihadapi kelompok industri tersebut yang menjadi kendala serius bagi perkembangan serta pertumbuhannya.

Masalah-masalah tersebut termasuk keterbatasan dana, baik untuk modalm kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan penyediaan bahan baku dan input-input lainnya, keterbatasan sumber daya manusia dengan kualitas baik, pengetahuan/wawasan yang minim mengenai bisnis, tidak adanya akses ke informasi, keterbatasan teknologi, dan lainnya. Tingkat keseriusan dari setiap masalah-masalah tersebut bervariasi, tidak hanya antara subsektor, tetapi juga antara sesama pengusaha di subsektor yang sama (Tambunan, 1999 : 118).


(25)

2.4. Tantangan, Kendala, Dan Peluang Usaha

Melihat sangat banyaknya usaha kecil dan menengah di Indonesia, hal ini sudah pasti menyerap banyak tenaga kerja dan terjadinya pemerataan pendapatan. Kondisi ini menjadikan pemerintah wajib memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah. Hal ini dimungkinkan, karena tantangan, kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah cukup tinggi, tetapi peluangnya sangat prospektif. Adapun kendala, tantangan, dan peluang usaha yang dimaksud adalah seperti berikut:

1. Tantangan yang dihadapi usaha kecil dan menengah

a) GATT/WTO b) AFTA tahun 2003 c) APEC tahun 2020

d) Blok-blok perdagangan dan investasi lain

2. Kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah

a) Kualitas sumber daya manusia rendah

b) Tingkat produktivitas & kualitas produk dan jasa rendah c) Kurangnya teknologi dan informasi

d) Faktor produksi, sarana & prasarana belum memadai e) Aspek pendanaan & pelayanan jasa pembiayaan

f) Iklim usaha yang belum mendukung (peraturan perundangan persaingan sehat)

g) Koordinasi pembinaan belum berjalan

3. Peluang usaha kecil dan menengah


(26)

b) Pembangunan yang makin berkeadilan dan transparan c) Ketersediaan SDM yang berkualitas (eks PHK) d) Sumber daya lama yang beraneka ragam e) Terpuruknya usaha-usaha pengusaha besar f) Apresiasi US dolar yang sangat tinggi.

Adanya tantangan dan kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah, yang diimbangi dengan peluang usaha yang terbuka dengan lebar, tentunya tidak akan dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluar dengan sebaik-baiknya. Apalagi pemerintah menyadari usaha kecil dan menegah masih dapat menyerap tenaga kerja di tengah situasi perekonomian yang sedang terpuruk.

Melihat kondisi ini, tentunya bagi pengusaha kecil dan menengah harus dijadikan tonggak awal bagi pengembangan dan kesempatan usaha yang seluas-luasnya, terutama untuk menggantikan posisi pengusaha besar yang sedang terpuruk. Pemerintah tentunya akan membantu pengusaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usaha, tanpa melihat besar atau kecilnya skala usaha yang dilakukan.

2.5 Pengembangan Industri Kecil

Faisal Basri (1995 : 153) menjelaskan bahwa untuk pengembangan industri kecil di masa yang datang ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:

a. dalam konteks kebijakan, peran penting pemerintah hendaknya menjamin terintegrasinya kepentingan industri kecil dalam kebijakan makro ekonomi dan tidak diskriminatif. Pengembangan industri kecil tidak hanya berdasarkan atas azas


(27)

pemerataan tetapi lebih terkait dengan kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.

b. Di tingkat kelembagaan, mekanisme kerjasama antara lembaga pemerintahan, swasta maupun swadaya harus dikembangkan berdasarkan pembagian kerja fungsional. c. Prioritas pengembangan industri kecil haruslah dalam konteks pertumbuhan ekonomi

dan kesempatan kerja. Ini berarti pengembangan infrastuktur haruslah diorientasikan kepada pola distribusi sumber daya yang merata terhadap pelaku ekonomi yang ada.

Inti dari pengembangan industri kecil sebagaimana dikemukakan di atas pada dasarnya terletak pada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya sumber daya manusia yang bermutu, maka industri kecil akandapat tumbuh dan berkembang menjadi industri kecil yang tangguh.

Hingga saat ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk membantu industri kecil.. Mulai dari menciptakan banyak credit schemes dari perbankan, keharusan BUMN menyisihkan sebagian dari profitnya untuk membantu industri kecil, menciptakan sentra-sentra, hingga gerakan nasional kemitraan usaha. Tetapi sayangnya fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kinerja industri kecil negara-negara lain seperti Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan. program-program pemerintah selama ini ternyata tidak terlalu efektif (Tambunan, 1999 : 221).

Menurut Tambunan salah satu penyebabnya adalah bahwa selama ini pemerintah belum memiliki visi yang jelas mengenai peranan industri kecil di dalam perekonomian Indonesia, dan hal ini sangat mempengaruhi kebijaksanaan pengembangan industri kecil selama ini. Industri kecil dianggap penting hanya sebagai salah satu instrument politik untuk menanggulangi masalah-masalah kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi


(28)

pendapatan. Industri kecil tidak hanya dilihat sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi sepenuhnya didalam dunia usaha nasional secara nyata. Industri kecil harus dilihat sebagai unit usaha yang terintegrasi sepenuhnya dengan industri menengah dan besar d idalam industri nasional. Peranan pemerintah juga harus berubah. Peranan pemerintah dalam mendukung industri kecil dan menengah hanyalah sebagai fasilisator, stimulator, regulator, dan stabilisator. Hal utama yang perlu dilakukan pemerintah, khususnya pemerintah daerah setempat, bukan memberikan segala macam fasilitas-fasilitas kemudahan seperti credit schemes dengan suku bunga murah, melainkan menghilangkan segala market distortions, termasuk pemerintah harus hand-off dari segala macam pengaturan-pengaturan tata niaga yang kenyataanya selama ini hanya memperbesar distorsi pasar yang lebih merugikan industri kecil itu sendiri.

2.6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil

Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini untuk pemberdayaan industri kecil dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek utama berikut :

1. Aspek manajerial, yang meliputi: peningkatan produktifitas, omset, tingkat utilitas, atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan pemasaran; dan pengembangan sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyaalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, dan KKU).


(29)

3. Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar, baik lewat Bapak-Anak angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, maupun subkontrak.

4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), atau SUIK ( Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama) dan KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

Harus diakui telah banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan usaha kecil. Namun, upaya pembinaan usaha kecil sering tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi mengenai usaha kecil pada gilirannya menyebabkan pembinaan usaha kecil masih terkotak-kotak atau sector oriented, di mana masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri. Akibatnya, dua hal terjadi: (1) ketidakefektifan arah pembinaan serta (2) ketiadaan indicator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing instansi Pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri. Karena egoisme sektoral atau departemen, dalam praktek sering dijumpai ‘persaingan’ antar organisasi Pembina. Pengusaha kecilpun sering mengeluh karena hanya selalu menjadi ‘objek’ binaan tanpa ada tindak lanjut atau pemecahan masalah mereka secara langsung.


(30)

Assauri (1993) mengusulkan untuk mengembangkan interorganizational process dalam pembinaan usaha kecil. Dalam praktiknya, struktur jaringan dlam kerangka organisasi pembinaan usaha kecil dpat dilakukan dalam bentuk incubator bisnis dan PKPK (Pusat Konsultasi Pengusaha kecil). PKPK adalah ide Departemen Koperasi dan PPK, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah pengembangan pengusaha kecil menjadi tangguh dan atau menjadi pengusaha menengah melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan koordinasi antarinstansi. Saat ini, tercatat sudah ada 16 PKPK di Indonesia, yang tersebar di 13 propinsi, dan konon diperluas hingga 21 perguruan tinggi pada 18 propinsi. Kegiatan semacam ini merupakan suatu terobosan yang tepat mengingat potensi pengusaha kecil di Indonesia sangat memungkinkan untuk dikembangkan.

Tabel 1 : Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil (UK)

Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi 1. Pemerintah

1.1 Deperin Perumusan Kebijakan pengembangan, implementasi program, dan penyediaan fasilitas

 Pendidikan dan pelatihan

 Penelitian dan pengembangan teknoproduksi.

 Pelayanan teknis melalui UPT

 Pelayanan informasi dan konsultasi

 Perantara UK dengan bapak angkat

1.2 Depdikbud  Peningkatan SDM melalui semua jalur: formal, informal, dan nonformal

Konsep link dan match antara dunia

 Orientasi pendidikan sangat bias

 Program magang

 Pelatihan melalui

pendidikan masyarakat

 Pembinaan melalui kursus-kursus informal

 Perhatian terfokus pada usaha menengah-besar-formal, belum ada program yang berorientasi pada UK

1.3 Depnaker  Pembinaan dan penempatan tenaga kerja

 Perumusan kebijakan

ketenagakerjaan

 Pelatihan melalui BLK

 Pengembangan pusat informasi

 Penetapan KUM dan

monitoring-nya

 Pengembangan usaha kecil dan usaha mandiri lebih ditujukan


(31)

Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi ketimbang pengembangan usaha 1.4 Depsos Pembinaan UK sebagai bagian upaya

pengentasan kemiskinan

Pelatihan-pelatihan 1.5 Depkeu  Merancang kebijakan ekonomi yang

kondusif bagi pengembangan UK

 Mekanisme control terhadap implementasi kebijakan yang telah diambil masih sangat minim

 Kontrolpelayanan finansial bagi usaha kecil

 Pembentukan dan pembinaan UK, antgara lain melalui alokasi 1-5% dana keuntungan BUMN

 Penyederhanaan produser pelayanan finansial.

1.6 Bappenas  Perencanaan dan pengawasan pembangunan dengan titik berat pada pengentasan kemiskinan

 Mekanisme kontrol terhadap lembaga pelaksana IDT sangat lemah

 Pemetaan desa miskin

 Inpres desa tertinggal (IDT) dengan orientasi penggunaan dana untuk kegiatan produktif

1.7 Depkop dn PPK  Merumuskan kebijakan

pengembangan UK

 Berfungsi sebagai koordinator dalam gerakan pengembangan ekonomi rakyat

 Pningkatan SDM

 Pelayanan konsultsi bekerja sama dengan perguruan tinggi

 Mengembangkan koperasi sebagai salah satu wadah kegiatan ekonomi rakyat

1.8 Pemda bersama Bappeda dan Dinas Tata kota

 Pengaturan perizinan usaha

 Pengaturan tata kota

 Penyediaan fasilitas tempat usaha (sentra atau pusat perdagangan)

 Lokalisasi UK seringkali sangat merugikan karena memisahkan UK dari sestem sosial yang ada.

2. LSM  Lembaga pelayanan alternative bagi usaha kecil yang berfungsi sebagai lembaga perantara untuk menjembatani keterbatasan pemerintah dan swasta dalam menjangkau usaha kecil

 Sangat berpotensi menjadi partner UK karena kedekatan hubungannya dengan UK

 Koordinasi antar LSM maupun lembaga pendukung lainnya sangat minim

 Lingkup kerja terbatas serta ada ketergantungan finansial dan teknisi ahli yang akan mengancam keberlanjutan lembaga

 Pengembangan berbagai kelompok swadaya masyarakat

 Pelatihan teknis produksi dan pengolahan atau administrasi

 Penelitian dan konsultasi

 Intervensi efektif hanya dalam wilayah kerjanya

 Masih belum menjangkau kelompok usaha kecil yang betul-betul marjinal

3. Lembaga swasta dan perorangan

Peningkatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan

 Pengembangan SDM

 Perantara dalam pasar kerja 4. Lembaga Penelitian di

Perguruan Tinggi

Penelitian dan pengembangan teknologi produksi serta sumber daya manusia

 Pengembangan skema

pelayanan finansial di pedesaan

 Pelatihan dan teknis menajemen untuk pedagang kecil

 Konsultasi dan pembinaan


(32)

2.7 Pola Kemitran Bisnis

Pola kemitraan di Indonesia hingga detik ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: pola keterkaitan langsung dan keterkaitan tidk langsung. Berikut adalah pola keterkaitan langsung. Pertama, pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), dimana Bapak Angkat sebagai inti, sedangkan petani sebagai plasma. Kedua, pola dagang, di mana bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya. Ketiga, pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya. Keempat, pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat merupakan bagian proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, lalu terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis, keuangan dan atau informasi.

Pola keterkaitan tidak langsung merupakan pola pembinaan murni. Dalam pola ini, tidak ada hubungan bisnis langsung antara ‘Pak Bina’ dengan mitra usaha. Bisa dipahami apabila pola ini lebih tepat dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai bagian salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: pengabdian kepada masyarakat. Selama ini, pola pembinaan lewat program ini meliputi pelatihan pengusaha kecil, pelatihan calon konsultan pengusaha kecil, bimbingan usaha, konsultasi bisnis, monitoring usaha, temu usaha, dan lokakarya atau seminar usaha kecil.

Berbeda dengan Taiwan, program kemitraan dan jaringan subkontrak agaknya belum memasyarakat di Indonesia. Penelitian usaha kecil di enam propinsi menemukan bahwa program kemitraan masih kurang dengan jumlah pengusaha kecil yang ada. Hal ini terbukti karena sebagian besar pengusaha kecil (89%) belum mempunyai bapak


(33)

angkat. Padahal, para pengrajin yang sudah menjalin program kemitraan merasakan manfaat yang besar dalam bidang permodalan, pemasaran dan yang paling utama adalah manajemen. Demikian pula, apabila kita simak seberapa jauh jaringan subkontrak telah berjalan, ternyata hampir senada dengan program kemitraan (Kuncoro, 2000). Rekor tertinggi dalam jaringan subkontrak ditemui di Sumatera Utara karena sekitar 34% industri kain dan pakaian jadi telah memiliki perusahaan subkontrak.

Dalam praktiknya, yang muncul ke permukaan adalah saling curiga antara si besar dan si kecil. Si kecil curiga, jangan-jangan kemitraan malah membuka peluang untuk di caplok oleh si besar. Hal ini berdasarkan fakta adanya bapak angkat yang ‘memakan’ anak angkatnya sendiri. Si besar pun curiga, jangan-jangan bantuan permodalannya tidak digunakan untuk mengembangkan bisnis, tetapi malah digunakan untuk tujuan konsumtif.

Pengamatan di lapangan menunjukkan masih tersendatnya implementasi program kemitraan. Penyebabnya barangkali karena banyaknya usaha besar (termasuk BUMN) belum merasakan kehadiran usaha kecil sebagai bagian dari langka manajemen strategiknya. Mereka membantu dan membina kemitraan semata-mata karena anjuran pejabat Anu dan ‘ketakutan’ dengan isu kesenjangan sosial.

Program kemitraan BUMN terbagi dua, yaitu program kemitraan dan program bina lingkungan. Ketentuan pelaksana program adalah sebagai bentuk tanggung jawab BUMN terhadap lingkungan. Kementrian Negara BUMN menetapkan kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (PK) dan Program Bina Lingkungan (BL).


(34)

 Dana PK bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% sampai 3%, hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional, serta pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain.

 Dana BL bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 1% dari hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.

3. PENGERTIAN PENDAPATAN

Dalam mengukur ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan adalah melalui tingkat pendapatannya. Pendapatan menunjukkan seluruh uang yang diterima sesorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.

Pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja atau buruh, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan, instansi, atau pendapatan selama bekerja. Setiap orang bekerja berusaha memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimal agar bisa memenuhi kebutuhan hidup.

Tujuan utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi dia dan keluarganya. Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup rumah tangganya, maka kehidupan sejahtera akan tercapai. menurut Nurmansyah Hasibuan, upah adalah segala macam bentuk penghasilan (carmings) yang diterima buruh atau pekerja baik berupa uang maupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.


(35)

Peraturan pemerintah tahun 1982 tentang perlindungan upah dalam pasal 1: “ Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pekerjaan kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan perundang-undangan dan dibayangkan atas dasar perjanjian kerja antara perusahaan dan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya”.

Para pekerja lebih mengutamakan pendapatan real agar kebutuhan mereka secara minimal dapat dipenuhi dengan perhitungan yang tepat. Karena tenaga beli upah (uang) tersebut sangat dipengaruhi oleh harga umum barang-barang konsumsi atau biaya hidup.

4. PENGERTIAN TENAGA KERJA

Tenaga kerja adalah pengertian tentang potensi yang terkandung dalam diri manusia yang dikaitkan dengan perdagangan di berbagai kegiatan atau usaha yang ada keterlibatan manusia, yang dimaksud adalah keterlibatan unsur-unsur jasa atau tenaga kerja. Yang biasa disebut sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia kerja (15-64 tahun), dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumber alam, modal, dan teknologi.Ditinjau dari segi umum pengertian tenaga kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa dan mempunyai nilai ekonomi yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat, secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.


(36)

Tenaga kerja menurut Payaman Simanjutak adalah ”Penduduk yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas maksimum”.

Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang mencari pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk mencari kerja. Sedangkan yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih bersekolah, ibu rumah tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan.

Pengertian penduduk yang bekerja adalah :

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja dengan maksud memperoleh penghasilan paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus.

2. Mereka yang sebelum seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan, tetapi mereka adalah pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk bekerja, petani-petani yang tidak bekerja karena menunggu masa panen dan orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter, tukang pangkas dan sebagainya.

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok penganggur adalah mereka yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan menurut referensi waktu tertentu.


(37)

4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK adalah jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja dalam kelompok yang sama.

TPAK =

ja Tenaga

ja Angka

ker ker tan

Semakin besar TPAK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin kecil jumlah angkatan kerja, dan akibatnya semakin kecil TPAK.

Dengan demikian terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya TPAK, antara lain :

- Jumlah penduduk yang masih bersekolah - Jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga - Umur

- Tingkat upah - Tingkat pendidikan

Jumlah atau besarnya penduduk dikaitkan dengan pertumbuhan income per capita suatu negara, yang secara kasar mencerminkan kemajuan perekonomian negara tersebut. Ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar adalah sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Tetapi ada pula yang berpendapat lain yaitu bahwa justru penduduk yang jumlahnya sedikit yang dapat mempercepat proses


(38)

pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan jumlah sumber-sumber ekonominya, baru dapat diperoleh kenaikan pendapatan nasionalnya. Ini berarti jumlah penduduk tidak boleh terlampau banyak.

Jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang makin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru.

Dengan demikian, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat pengangguran. Dengan pembangunan ekonomi diharapkan laju pertumbuhan ekonomi dapat selalu dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk, sehingga kegiatan perekonomian akan menjadi lebih luas dan selanjutnya dapat memperkecil jumlah orang yang menganggur.

Masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan kompleks. Masalah ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial kesejahteraan dan dimensi sosial politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan ketenakerjaan mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Untuk itu harus dibangun sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan sistem antar kerja, baik secara lokal antar daerah, maupun ke luar negeri.

Penciptaan kesempatan kerja dilakukan dengan menumbuhkan dunia usaha melalui berbagai kebijakan antara lain di bidang produksi, moneter, fiskal, distribusi, harga dan upah, ekspor – impor, serta di bidang ketenagakerjaan. Dengan demikian,


(39)

setiap pengambilan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan ketenagakerjaan pada umumnya, selalu mempunyai dimensi ekonomis politis.

Masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pengupahan dan jaminana sosial, penetapan upah minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan tenaga kerja, penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat dan hubungan industrial,serta hubungan dan kerjasama internasional. Semuanya mengandung dimensi ekonomis, sosial dan politis. Dengan kata lain, masalah ketenagakerjaan tersebut mempunyai multi dimensi, cakupan luas dan sangat kompleks.

Kompleksitas masalah ketenagakerjaan tersebut kurang disadari dan oleh sebab itu tidak mendapat perhatian pimpinan Pemerintahan, sejak Orde Baru hingga pemerintahan sekarang ini. Masalah ketenagakerjaan sering dipandang hanya sebagai hasil ikutan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga yang ditekankan dan dikejar hanya laju pertumbuhan. Pada satu masa dikesankan bahwa gerakan serikat pekerja dapat menggangu investasi, sehingga yang ditekankan adalah bagaimana ”menjinakan” serikat pekerja. Dalam dua periode terakhir ini terkesan bahwa masalah ketenagakerjaan hanya mencakup hak-hak pekerja.

Seperti dikemukakan di atas, masalah ketenagakerjaan sangat luas dan kompleks, antara lain mencakup informasi dan perencanaan tenaga kerja, antar kerja daerah dan penempatan di luar negeri, pelatihan dan produktivitas kerja. Masalah ketenagakerjaan juga mencakup syarat-syarat kerja termasuk jam kerja dan waktu istirahat , upah dan jaminan sosial, hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, keselamatan dan kesehatan kerja, peningkatan produktivitas perusahaan, penyelesaian perselisihan, perlindungan


(40)

tenaga kerja, kebebasan berserikat. Perluasan kesempatan kerja untuk menanggulangi pengangguran dan kemiskinan.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam pasar tenaga kerja adalah, ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho,1981). Ketidakseimbangan itu dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan sebaliknya, permintaan lebih besar dibandingkan penawaran tenaga kerja kerja (adanya

excess demand for labor).

5. MODAL

Yang dimaksud dengan modal adalah digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi

Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalny


(41)

Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oeleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adala pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.

6. LAMA USAHA

Lama usaha dalam hal ini adalah lamanya suatu usaha industri kecil itu dilakukan atau umur dari usaha kecil tersebut semenjak industri kecil itu berdiri sampai pada saat penulis melakukan penelitian ini. Suatu pengertian dimana semakin lama usaha tersebut berjalan mengakibatkan adanya perkembangan usaha yang signifikan ke arah yang positif ataupun negatif. Perkembangan dari usaha tersebut tergantung dari iklim perdagangan dan persaingan yang terjadi di dunia usaha / pasar. Dari segi pengalaman, maka industri kecil yang memiliki umur yang lebih lama tentunya lebih dapat berkembang dengan baik. Karena industri tersebut telah lebih dahulu mengenal kondisi pasar yang ada, serta selera dari konsumen. Industri yang memiliki umur yang bisa di bilang mapan, lebih dapat untuk bersaing dengan industri lain.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Data dan atau informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam BAB III ini akan dikemukakan mengenai proses pengumpulan data tersebut serta rencana pengolahannya.

3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Denai Kelurahan Medan Tenggara Sumatera Utara dan merupakan study kasus pada Pusat Industri Kecil (PIK). Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh modal, jumlah tenaga kerja dan lamanya berusaha terhadap pendapatan industri kecil tersebut.

3.2 Sample

Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu teknik penentuan sample berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 30 usaha industri kecil, dimana yang termasuk didalamnya adalah industri sepatu, tas, dan pakaian.

3.3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer atau data lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan. Data


(43)

(Kuncoro, 2003). Pengumpulan data primer dilakukan penulis dengan melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan pertanyan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden.

b. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.

c. Depth Interview, melakukan wawancara atau tanya jawab langsung kepada para

responden.

3.4 Analisis Data

Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana pengaruh faktor modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lamanya berusaha (T) terhadap besarnya pendapatan pengusaha industri kecil di PIK tersebut dengan menggunakan analisis regresi berganda karena variabel dependen dipengaruhi tiga variabel independen. Dalam pengolahan data penelitian ini akan menggunakan program komputer e-views 5.0.

Fungsi matematikanya adalah

Y = α K β1 L β2 T β3………. 1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda dalam bentuk Logaritma sebagai berikut :

logY = α + β1log K + β2log L + β3log T + μ ………. 2)

Dimana :

Y = Pendapatan Usaha Kecil (Rupiah)

α = Intercept/Konstanta K = Modal Usaha (Rupiah) L = Jumlah Tenaga Kerja (Orang)


(44)

T = Lama Usaha (T)

β1,β2,β3 = Koefisien Regresi

µ = Error Terms

3. 5. Test of Goodness of Fit

Untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian sebagai berikut:

3. 5. 1 Koefisien Determinasi (R²)

Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.

3. 5. 2 Uji F (Overall Test)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:

 Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

 Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama -sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel sebagai berikut:


(45)

Jika F hitung > dengan F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya semua variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen begitu pula sebaliknya.

3. 5. 3 Uji t (Partial Test)

Uji statistik t (uji parsial) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesa sebagai berikut:

 Hipotesis nol atau Ho: bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

 Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0 artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t tabel maka menolak Ho dan menerima Ha artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan adalah α = 1 %, α = 5%, α = 10 %, dan begitu pula sebaliknya.

3. 6. Uji Asumsi Klasik 3. 6. 1 Uji Linieritas

Uji linieritas sangat penting, karena uji ini sekaligus dapat melihat apakah spesifikasi model yang kita gunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini kita dapat mengetahui bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan kedalam model empiris. Dengan kata lain, dengan menggunakan uji linieritas, specification error atau mis-spesification error. Salah satu uji yang digunakan


(46)

untuk menguji linieritas adalah uji Ramsey atau Ramsey RESET Test (Pratomo, 2007 :93)..

3. 6. 2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas sering terjadi jika diantara variabel bebas (x) saling berkorelasi sehingga tingkat penelitian pemerkiraan semakin rendah. Di samping itu interval keyakinan kesimpulan yang diambil keliru. Multikolinearitas yang berat dapat mengubah tanda koefisien regresi yang seharusnya bertanda (+) berubah (-) atau sebaliknya. Uji multikolinearitas diperoleh dengan beberapa langkah yaitu

1). Melakukan regresi model lengkap Y = f (X1…Xn) sehingga kita mendapatkan R square;

2). Melakukan regresi X1 terhadap seluruh X lainnya, maka diperoleh nilai Ri square (regresi ini disebut auxiliary regression); dan

3). Membandingkan nilai Ri square dengan R square. Hipotesa yang dapat dipakai adalah Ho diterima apabila Ri square < R square model pertama berarti tidak terjadi multikolinearitas dan Ha diterima apabila Ri square > R square model pertama berarti terjadi masalah multikolinearitas.

3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau variance (σ2) dari error term (µ) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X makin besar maka sebaran Y makin lebar atau makin sempit.

Untuk menguji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan Uji White sebagai berikut:


(47)

1). Lakukan regresi model yang kita miliki dan kita dapatkan nilai residual untuk (estimasi error);

2). Lakukan regresi auxiliary kita dapatkan nilai R² dari regresi ini kemudian kita hitung X² dengan rumus n x X²;

3). Dibandingkan X² dari regresi diatas dengan nilai chi square dengan derajad bebas 2 dan alpha 1 %.

Jika R² x n lebih besar dari nilai tabel chi square (alpha, df) berarti terjadi heteroskedastisitas jika sebaliknya berarti tidak heteroskedastisitas.


(48)

3. 7. Defenisi Operasional

1. Industri kecil dalam penelitian ini didefinisikan di dalam UU No. 9/1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang tidak melebihi Rp. 200 juta atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar.

2. Pendapatan adalah total penjualan usaha kecil dalam satu bulan dinyatakan dalam satuan ribu Rupiah (Rp .000).

3. Modal usaha adalah jumlah modal dalam bentuk uang tunai yang dibutuhkan usaha kecil dalam mengembangkan operasinya yang dinyatakan dalam satuan ribu Rupiah (Rp .000).

4. Tenaga kerja adalah jumlah pekerja yang dipekerjakan dalam suatu usaha kecil termasuk pemilik yang terjun langsung dalam usahanya yang dinyatakan dalam satuan orang

5. Lama Usaha adalah lamanya usaha yang telah dilakukan oleh pemilik usaha tersebut yang dinyatakan dalam satuan tahun.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1. Deskripsi Daerah Penelitian

1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil 1.1 Sejarah singkat Pusat Industri Kecil

Pusat Industri Kecil berada di Kelurahan medan tenggara yang merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Medan Denai. Maksud dan tujuan didirikannya PIK ini adalah untuk mengembangkan usaha mikro masyarakat, serta membina masyarakat agar lebih dapat mandiri dalam kehidupan perekonomian. PIK ini merupakan suatu konsentrasi dari sekumpulan perusahaan-perusahaan kecil sejenis baik yang berkembang secara alamiah.maupun yang dibangun oleh pemerintah. PIK berdiri pada tahun 1996 yang pendiriannnya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar Jafar.

1.2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi Pusat Industri Kecil

PIK berada di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tepatnya berada di Jl. Rahmat Menteng VII Medan. Dan dapat dikatakan letak dari PIK ini sendiri tergolong strategis, karena jalurnya banyak dilewati oleh kendaraan umum maupun kendaraan pribadi yang akan menuju stasiun amplas yang merupakan stasiun terpadu untuk perjalanan keluar kota ataupun propinsi. Sepeti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa Medan Tenggara merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Medan Denai. Dimana Kecamatan ini sendiri memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung


(50)

 Sebelah Barat : Kecamatan Medan Area

 Sebelah Timur : Kecamatan Deli Serdang

Menurut data BPS kota Medan, kelurahan Medan Tengggara memiliki wilayah seluas 2,07 km2 dengan persentase terhadap luas kecamatan sebesar 20,89%. Atau dapat kita lihat pada data selengkapnya sebagai berikut :

Tabel 2 :

Pembagian Kelurahan, Luasnya (km2), dan Persentase terhadap Luas Kecamatan Medan Denai Tahun 2007

No Kelurahan Luas (km2) % Terhadap Luas

Kecamatan

1 Binjai 4,14 41,77

2 Medan Tenggara 2,07 20,89

3 Denai 1,3 13,12

4 Tegal Sari Mandala I 1,03 10,39

5 Tegal Sari Mandala II 0,87 8,78

6 Tegal Sari Mandala III 0,501 5,05

Jumlah 9,911 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Medan

Pada pertengahan 2007 jumlah penduduk wilayah Medan Tenggara sebesar 38.757 jiwa dengan luas wilayah 2,07 Km2 dan tingkat kepadatan penduduknya per km2 sebesar 7.578. atau dapat kita lihat perbandingannya pada tabel berikut :

Tabel 3 :

Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per km2

Kelurahan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk per Km2

Binjai 38.757 4,14 9.362

Medan Tenggara 15.686 2,07 7.578

Denai 14.791 1,,3 1.137

Tegal Sari Mandala I 34.974 1,03 33.955

Tegal Sari Mandala II 21.967 0,87 25.249

Tegal Sari Mandala III 11.268 0,501 22.491

Jumlah 137.443 9,911 13.868


(51)

1.3. Potensi Ekonomi

Pertumbuhan dan pengembangan ekonomi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Kota Medan, diarahkan dengan menitikberatkan pada sektor industri terutama subsektor industri kecil/industri rumah tangga dan kerajinan. Dalam dsta BPS di Kecamatan Medan Denai terdapat 1 industri besar/sedang, 93 industri kecil, dan 172 industri rumah tangga.

Tabel 4 :

Banyaknya Industri Besar/Sedang, Kecil, dan Kerajinan Rumah Tangga menurut Kelurahan Pada Tahun 2007

Kelurahan Industri Besar/ Sedang

Industri Kecil Industri Rumah Tangga

Binjai 0 0 15

Medan Tenggara 0 73 70

Denai 0 10 11

Tegal Sari Mandala II 0 2 65

Tegal Sari Mandala I 0 2 5

Tegal Sari Mandala III 1 6 6

Jumlah 1 93 172

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Medan

Dengan melihat data diatas, tampak jelas bahwa perkembangan industri kecil terbanyak berada di kawasan Medan Tenggara.

Faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah ini adalah letak geografis, sarana dan prasarana yang memadai, bantuan pemerintah, tersedianya sumber daya yang cukup dan sarana komunikasi, informasi, tenaga listrik, air, perbankan, pergudangan demikian juga transportasi, dan lain-lain. Pembinaan dan pengembangan industri kecil dipandang perlu karena industri kecil merupakan lapangan usaha yang sesuai dengan ekonomi lemah dengan mengikutsertakan peran aktif masyarakat yang kurang mampu sehingga penyerapan tenaga kerja dapat lebih besar dan terwujud. Untuk


(52)

memacu laju pertumbuhan industri kecil di daerah ini selama beberapa tahun terakhir, maka langkah prioritas pengembangan industri adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan usaha-usaha industri kecil dan menengah menjadi usaha yang mampu berkembang mandiri, meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan lapangan kerja serta meningkatkan jiwa kewiraswastaan.

b. Mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan antara lain ketrampilan, manajemen dan kewirausahaan.

c. Adanya fasilitas perkampungan industri kecil (PIK) ini sendiri khususnya sepatu, usaha jahitan, pengolahan kulit dan konveksi yang dibangun oleh Pemko Medan. d. Pengembangan industri penghasil komoditi ekspor sebagai penggerak utama untuk

mempercepat pertumbuhan industri.

e. Penguatan serta pendalaman struktur industri kecil untuk memantapkan program keterkaitan baik antar industri maupun antar industri dengan sektor lain dalam rangka meningkatkan nilai tambah.

Memperhatikan prospek pengembangan yang didukung oleh sumber bahan baku yang tersedia dan dibarengi dengan tenaga kerja yang ada, maka komoditi andalan yang terdapat di kecamatan Medan Denai yang perlu untuk dikembangkan adalah :

a. Kelompok industri pangan yaitu industri kerupuk, roti dan kue, tepung dan minuman.

b. Kelompok industri sandang dan kulit (sanlit) : industri tas, sandal, sepatu, industri pakaian jadi maupun penyedia jasa penjahit busana.

c. Kelompok industri kimia dan bahan bangunan yaitu berbagai jenis kayu (panglong).


(53)

d. Kelompok industri kerajinan aneka yaitu : anyaman rotan, mebel, salon, fotocopy, dan lainnya.

2. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Adapun karakteristik dari para responden yang menjadi sample penelitian ini diurikan sebagai berikut:

a. Usia Responden

Dari hasil penelitian diketahui bahwa usia sampel bervariasi antara 30 sampai 69 tahun. Untuk lebih jelasnya variasi usia pengusaha kecil industri kecil tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 5 :

Usia Responden di Pusat Industri Kecil

No Usia Jumlah Persentase (%)

1 30-39 5 16,67

2 40-49 13 43,33

3 50-59 9 30

4 60-69 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Diolah dari data primer 2009

Dari data di atas terlihat bahwa pengusaha industri kecil yang menjadi responden paling banyak berusia antara 40 hingga 49 tahun, yaitu berjumlah 13 orang atau 43,33% dari jumlah keseluruhanny. Lalu diikuti responden yang berusia 50-59 tahun yang berjumlah 9 orang atau 30%. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang berusia 60-69 tahun yang berjumlah 3 orang atau 10% dari jumlah keseluruhan. Dari data primer yang diperoleh, usia rata rata pengusha kecil konveksi adalah 47,7 tahun.


(54)

b. Distribusi Pendidikan Responden

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa distribusi pendidikan responden bervariasi mulai dari lulusan sekolah dasar (SD) sampai lulusan sarjana (S1).

TABEL 6:

Tingkat Pendidikan Responden

Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara No Pendidikan terakhir Jumlah (orang) Persentase (%)

1 SD 7 23,33

2 SLTP 3 10

3 SLTA 17 56,67

4 Universitas/Akademik 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Diolah dari data primer 2009

Berdasarkan tabel di atas maka mayoritas dari responden menamatkan pendidikannya di tingkat SLTA yaitu berjumlah 17 orang atau 56,67% dan yang berpendidikan universitas/akademik berjumlah 3 atau 10%. Dari hasil ini dapat dilihat secara umum (66,67%) tingkat pendidikan responden sudah baik

c. Jumlah Tanggungan Keluarga

Tabel berikut ini akan memperlihatkan jumlah orang yang harus ditanggung oleh pengusaha kecil saat ini :

TABEL 7 :

Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara Tahun 2009

No Tanggungan (Orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1-3 14 46,67

2 4-6 13 43,33

3 7-9 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Diolah dari data primer 2009


(55)

orang berjumlah 13 responden atau 43,33%, dan yang terakhir yang harus menanggung 7 sampai 9 orang berjumlah 3 orang atau 10% dari keseluruhan jumlah responden. Dari hasil data primer, rata-rata responden harus menanggung 4 orang.

3. Interpretasi Data

Untuk menganalisa tingkat pendapatan responden, dalam penelitian ini pengusaha industri kecil PIK Medan Tenggara, penulis menggunakan model regresi linear berganda yang diaplikasikan ke dalam program komputer Eviews 5.1. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pendapatan yaitu pendapatan yang telah dikurangi dan diperhitungkan biaya yang harus ikelurakan sehubungan usaha Industri kecil tersebut.

Berikut dalam tabel di bawah ini dapat dilihat data pendapatan per bulan, modal, jumlah tenaga kerja, dan lama berusaha para pengusaha industri kecil PIK Medan Tenggara.

Tabel 8 :

Pendapatan, Modal dan Lama Usaha Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara Tahun 2009 No Pendapatan (Y)

RP Modal (X1) Rp Jumlah tenaga kerja (X2) Orang Lama usaha (X3) Tahun

1 4.000.000 50.000.000 4 12

2 4.000.000 25.000.000 4 13

3 4.000.000 30.000.000 4 39

4 10.000.000 18.000.000 4 30

5 9.000.000 16.000.000 4 28

6 8.000.000 5.000.000 5 39

7 8.000.000 10.000.000 5 15

8 6.000.000 7.000.000 5 25

9 5.000.000 15.000.000 10 8

10 2.000.000 7.500.000 4 5

11 1.000.000 4.000.000 3 1

12 3.000.000 10.500.000 4 6

13 4.800.000 13.500.000 4 20

14 4.500.000 23.000.000 5 9


(56)

No Pendapatan (Y) RP

Modal (X1) Rp

Jumlah tenaga kerja (X2)

Orang

Lama usaha (X3) Tahun

16 2.500.000 11.500.000 4 8

17 3.000.000 6.000.000 4 2

18 1.500.000 5.000.000 3 4

19 6.000.000 9.000.000 4 12

20 800.000 3.000.000 3 6

21 5.500.000 19.000.000 4 7

22 1.000.000 4.500.000 3 2

23 9.000.000 25.000.000 5 13

24 6.500.000 17.000.000 4 9

25 15.000.000 20.000.000 7 25

26 7.000.000 5.000.000 5 6

27 10.000.000 14.000.000 2 15

28 20.000.000 15.000.000 6 25

29 1.000.000 4.000.000 3 2

30 1.000.000 6.600.000 4 17

Sumber : Data Primer Responden, 2009

Untuk mengestimasi pengaruh variabel independen (X) yaitu modal (X1), jumlah tenaga kerja (X2), dan lama berusaha (X3) terhadap variabel dependen (Y) yaitu tingkat pendapatan para pengusaha industri kecil yang menjadi responden digunakan analisa regresi linear. Sesuai dengan prosedur penelitian yang telah di bahas dalam BAB III, maka pada BAB IV ini berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dan telah diolah dengan menggunakan program komputer Eviews 5.1 diperolah hasil dari penelitian ini sebagai berikut:


(57)

Dependent Variable: LY

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.701880 1.120776 2.410724 0.0233

LX1 0.281485 0.121654 2.313812 0.0288

LX2 1.502985 0.563966 2.665028 0.0131

LX3 0.349207 0.108838 3.208513 0.0035

R-squared 0.709988 Mean dependent var 8.227565

Adjusted R-squared 0.676525 S.D. dependent var 0.880976 S.E. of regression 0.501054 Akaike info criterion 1.579360 Sum squared resid 6.527431 Schwarz criterion 1.766186

Log likelihood -19.69040 F-statistic 21.21716

Durbin-Watson stat 1.767493 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil regresi linear berganda dengan menggunakan program eviews 5.1 diperoleh estimasi sebgai berikut:

LY = 2.701880 + 0.281485 LX1 + 1.502985 LX2 + 0.349207 LX3 + µ

Dari hasil estimasi di atas dapat dijelaskan pengaruh variabel independen yakni modal usaha, tenaga kerja, dan waktu kerja adalah sebagai berikut:

a. Modal Usaha

Modal Usaha mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pengusaha industri kecil dan besarnya koefisien adalah 0.281485, artinya jika Modal Usaha meningkat sebesar 1 % maka akan meningkatkan pendapatan pengusaha industri kecil sebesar 0.281485%, Ceteris paribus.


(1)

Dari hasil diatas yang harus diperhatikan Obs*R-squared dan juga nilai Probability-nya. Apabila nilai Probability lebih rendah dari 0,05 berarti terdapat Heteroskedastisitas pada hasil estimasi. Sebaliknya, apabila nilai Probability-nya lebih tinggi dari 0,05, maka hasil estimasi tidak terkena Heteroskedastisitas. Dan dari pengamatan yang dilakukan terhadap hasil estimasi di atas tidak ditemukan adanya Heteroskedastisitas.

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.990723 Probability 0.477514

Obs*R-squared 9.250606 Probability 0.414470

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 06/11/09 Time: 13:25 Sample: 1 30

Included observations: 30

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.202373 5.674048 1.093113 0.2873

LX1 -1.133450 1.360580 -0.833064 0.4146

LX1^2 0.015636 0.096457 0.162102 0.8729

LX1*LX2 0.121805 0.461746 0.263792 0.7946

LX1*LX3 0.203255 0.092908 2.187699 0.0407

LX2 0.416594 3.143593 0.132522 0.8959

LX2^2 0.370893 0.323064 1.148050 0.2645

LX2*LX3 -0.916489 0.374608 -2.446528 0.0238

LX3 -0.431368 0.856574 -0.503596 0.6200

LX3^2 -0.021364 0.052792 -0.404694 0.6900

R-squared 0.308354 Mean dependent var 0.217581 Adjusted R-squared -0.002887 S.D. dependent var 0.378437 S.E. of regression 0.378983 Akaike info criterion 1.158549 Sum squared resid 2.872558 Schwarz criterion 1.625615 Log likelihood -7.378238 F-statistic 0.990723 Durbin-Watson stat 1.249572 Prob(F-statistic) 0.477514


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dalam BAB IV, dapat ditarik kesimpulan mengenai bebrapa faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha Industri kecil PIK Medan Tenggara Kota Medan:

a. Bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Pengusaha Kecil) sebesar 70.99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain µ (error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

b. Variabel K (Modal Usaha) mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Pengusaha Kecil ). Hal ini tampak pada nilai dimana t-hitung > t-tabel (2.313812 > 2,056). Itu berarti variabel K (Modal Usaha) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Pengusaha Kecil pada tingkat kepercayaan 95%, dimana dengan meningkatnya modal maka pengusaha industri kecil dapat meningkatkan jumlah output produksi. Peningkatan output produksi dapat meningkatkan pendapatan mereka.

c. Variabel L (Jumlah Tenaga Kerja) mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Pengusaha Kecil). Hal ini tampak pada nilai dimana t-hitung > t-tabel (2.665028 > 2,056). Itu berarti variabel L (Jumlah Tenaga Kerja) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengusaha industri kecil pada tingkat kepercayaan 95%, dimana penambahan tenaga kerja mereka


(3)

akan meningkatkan jumlah output nya yang disertai dengan peningkatan pendapatannya.

d. Variabel T (Lama Usaha) mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependen Y (Pendapatan pengusaha industri kecil ). Hal ini tampak pada nilai dimana t-hitung < t-tabel (3.208513 > 2.779). Itu berarti variabel T (Lama usaha) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pengusaha Industri kecil pada tingkat kepercayaan 99%.

e. Dalam uji penyimpangan asumsi klasik diketahui model estimasi ini memang berbentuk linear, serta terhindar dari masalah multikolinearity, dan heterokedastisiti.

2. Saran

Berdasarkan penelitian tersebut di atas, maka penulis mencoba memberikan saran sebagai masukan dan bahan pertimbangan;

a. Bagi pengusaha industri kecil agar lebih dapat melihat kondisi pasar yang ada sekarang ini. Harus mampu bersaing dengan produk-produk yang datang dari luar negeri baik dari segi kualitas,harga dan utilitas dari produk tersebut.

b. Karena maraknya produk-produk luar yang masuk ke Indonesia secara illegal dan dengan harga murah menyebabkan produk dari sektor industri kecil sulit untuk bersaing. Maka diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut.

c. Bagi pemerintah daerah setempat agar mendorong pihak swasta untuk melakukan inisiatif pembinaan-pembinaan dalam membantu industri kecil seperti universitas dan LSM setempat, perusahaan-perusahaan besar, KADIN dan asosiasi bisnis terkait.


(4)

Sebagai contoh adalah CIKAL USU yang merupakan sebuah lembaga universitas di USU yang banyak membantu dalam pembinaan industri kecil di Medan.

d. Pemerintah hendaknya memberikan tempat khusus bagi pengusaha industri kecil untuk lebih dapat memasarkan produknya ataupun dengan kata lain memberikan akses pasar yang baik bagi pengusaha industri kecil.

e. Agar para usaha kecil lebih memanfaatkan lembaga-lembaga keuangan seperti Bank maupun lembaga pembiayaan lainnya untuk membantu permodalannya dalam mengembangkan usahanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia. Gujarati, Damonar, 1995. Ekonometrika Dasar, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Hanif, Iswan Kaputra dan Listiani, 2002. Usaha Kecil dan Mikro Dampingan BITRA Indonesia, Medan: BITRA Indonesia.

Kuncoro, Mudrajad, 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2000. Usaha Kecil Di Indonesia: Profil, Masalah Dan Strategi Pemberdayaan,18 November

Pratomo , Wahyu Ario Dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews Dalam Ekonometrika, Medan: Usu Press.

Supranto, J.1995. Ekonometrik, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Tambunan, Tulus. (1999). Perkembangan Industri Skala Kecil Di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

, 2002. Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia: Beberapa Isu Penting, Jakarta: Salembah Empat.

Teguh, Muhammad, 1999. Metodologi Ekonomi: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Widyaningrum, Nurul, Ratih Demayanti, Erna Ermawati Chotim, dan Isono Sadoko, 2003. Pola-pola eksploitasi industri kecil, Bandung: Yayasan AKATIGA.


(6)

LAMPIRAN Tabel 9 :

Daftar Responden Beserta Jenis Usaha yang DiJalankan

No Nama Jenis Usaha

1 Ahmad Harahap Sepatu

2 Juli Ratna Sari Pakaian jadi

3 Jumaidir Sepatu

4 Hasanuddin Ritonga Sendal

5 Hj. Anna Juhny Pakaian jadi

6 Zulkifly Pakaian jadi

7 Rustam Effendi Tempah sepatu

8 Rustam Koto Tempah sepatu

9 Yuliar Pakaian Muslim

10 Harianto Sepatu

11 Fahmi Akbar Sepatu

12 Rosmauli Lubis Tas

13 Safnidar Tas

14 Lindawati Tas

15 Tayuli Lubis Sepatu

16 Syahrial Sepatu

17 Fahmi Hafiza Tas

18 Rahmawati Pakaian

19 Zulhijah Pakaian

20 Hidayat Nasution Sepatu

21 Nur Rohmat Sepatu

22 Edy Hidayat Sepatu

23 Ahmad Fauzi Pakaian

24 Suwandi Pakaian

25 Usman Harahap Tas

26 Dedi Ridwan Tas

27 Arifin Kusnaedi Pakaian

28 Herman Ardia Sepatu

29 Irman Nasution Pakaian