BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi - Analisa Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Tenaga Matahari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi

  Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan generator bertekanan rendah, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga adsorben dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak kompresi tersebut,

Gambar 2.1 Proses Pemanasan Kolektor dengan tenaga surya Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low level energy) karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yangmenggunakan energi komersial.

  Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator, kondensor, dan evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai tempat refrigeran yang akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda yang akan didinginkan.

2.2 Evaporator

  Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida seperti udara, air atau beberapa benda yang lain. (Bayu Rudianto, 2008)

  Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin dan akan bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air. Cairan metanol akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat pemanasan adsorben. Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan terkumpul kembali di evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun perlahan – lahan dan akan menyerap metanol. Akibatnya metanol akan menguap dan menyerap kalor dari sekitarnya sehingga temperatur akan turun. (Bayu Rudianto, 2008)

2.2.1 Perpindahan Kalor Didalam Evaporator

  a. Koefisien Perpindahan Kalor Faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor adalah kecepatan aliran fluida atau benda yang akan didinginkan, disamping itu makin besar luas bidang benda yang hendak diinginkan atau dekat dengan bidang pendingin juga mempengaruhi koefisien perpindahan kalor. Untuk temperatur penguapan refrigeran, temperatur benda atau fluida yang akan didinginkan akan dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari zat yang hendak didinginkan.Di dalam evaporator, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan rata- rata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah.

  b. Kapasits (Q) Pendingin di dalam Evaporator Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam

  Kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton Of Refrigeration (TR) atau Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas pencairan 1 ton es selama 24 jam.

  Dimana tiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 btu, maka : Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu; jumlah refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran didalam evaporator, jenis refrigeran yang digunakan.

2.2.2. Jenis Evaporator

  Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

  1. Evaporator Pipa Telanjang ( Bare Tube Evaporator )

  2. Evaporator Pelat ( Plate Surface Evaporator )

  3. Evaporator Bersirip ( Finned Evaporator) Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, evaporator dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

  1. Evaporator jenis expansi kering Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada waktu masuk ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam kering. Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran , maka perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan keadaan dimana refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan. Evaporator jenis ini tidak memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar, disamping itu jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat kecil. Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh katup expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk uap jenuh, dan bahkan dalam keadaan superpanas.

  2. Evaprator jenis super basah Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi refrigeran diantara di antara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis basah. Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa penguapnya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh pada jenis expansi kering, tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah.

  Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas dari koil sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan dari bagian bawah koil evaporator.

  3. Evaporator jenis basah Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Proses penguapannya terjadi seperti pada ketel uap. Gelelmbung refrigeran yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada permukaan cair atau terlepas dari permukaannya. Sebagian refrigeran kemudian masuk ke dalam akumulator yang memisahkan uap dari cairan maka refrigeran yang ada dalam bentuk uap sajalah yang masuk ke dalam kompresor. Bagian refrigeran cair yang dipisahkan didalam akumulator akan masuk kembali kedalam evaporator, bersama – sama dengan refrigeran (cair) yang berasal dari kondensor.

  Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran meyerap kalor dari fluida yang hendak di dinginkan ( air larutan garam), yang mengalir di dalam pipa uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas dari evaporatorsebelum masuk kekompresor. Tinggi permukaan cairan refrigeran yang ada di dalam evaporator diatur oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator di sesuaikan dengan beban pendingin.

2.3 Kondensor

  Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar kalor berguna untuk membuang kalor dan mengubah wujud refrigeran dari uap menjadi cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kondensor adalah : 1.

  Luas muka perpindahan panasnya meliputi diameter pipa kondensor, panjang pipa kondensor dan karakteristik pipa kondensor.

  2. Aliran udara pendinginnya secara konveksi natural atau aliran paksa oleh fan.

  3. Perbedaan suhu antara refrigeran dengan udara luar.

  4. Sifat dan karakteristik refrigeran di dalam system.

  Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat melepaskan panas saat mengkondensasi methanol pada proses desorpsi. Tekanan refrigeran yang meninggalkan kondensor harus cukup tinggi untuk mengatasi gesekan pada pipa dan tahanan dari alat ekspasi, sebaliknya jika tekanan di dalam kondensor sangat rendah dapat menyebabkan refrigeran tidak mampu mengalir melalui alat ekspansi.

2.3.1. Prinsip Kerja Kondensor

  Uap refrigeran yang keluar dari generator akan memasuki kondensor. Uap yang bersuhu tinggi ini sebelum masuk ke evaporator terlebih dahulu didinginkan di kondensor. Panas uap dari refrigeran secara konveksi akan mengalir ke pipa kondensor. Panas akan mengalir ke sirip-sirip kondensor sehingga panas tersebut dibuang ke udara bebas melalui sirip dengan cara konveksi alamiah.

  Sehingga untuk memperluas daya konveksi maka luas sirip dirancang semaksimal mungkin. Suhu uap refrigeran didalam kondensor ini akan turun tetapi tekanannya tetap tidak berubah. Bila penurunan suhu gas mencapai titik pengembunannya maka akan terjadi proses pengembunan (kondensasi), dalam hal ini terjadi perubahan wujud gas menjadi liquid yang tekanan dan suhunya masih cukup tinggi (tekanan condensing.

2.3.2. Analisis Kondensor

  Dua sistem A dan B yang berbeda suhunya, bila dihubungkan satu sama lain akan terjadi perubahan suhu sampai suhu keduanya sama besar (setimbang). Perubahan suhu itu terjadi karena aliran panas atau perpindahan dari A ke B atau sebaliknya. Dari percobaan dan penelitian Count Rumford (1753-1814) serta Sir Janes Prascolt Youle (1818-1889) muncul suatu pendapat bahwa aliran panas itu tidak lain adalah suatu perpindahan energi :

  = ̇. c. ∆t ...............................(2.1) Dimana Q = Panas yang diserap atau dikeluarkan (w) m = Massa benda (kg) c = Panas jenis (kj/kg °c) ∆t = selisih temperatur (°c)

  Pada peristiwa melebur atau meleleh, panas yang diserap atau dikeluarkan oleh benda yang mengalami perubahan fase tersebut. Demikian juga pada peristiwa mendidih, mengembun dan sublimasi. Banyaknya panas persatuan massa benda pada waktu terjadi perubahan fase disebut panas laten (L).

  Q = m.l ..........................................(2.2) Dimana Q = Panas yang diserap atau dikeluarkan pada waktu perubahan fase (kj) M = Massa benda (kg) L = Panas laten (kj/kg) Perhitungan panas yang dilepas air persatuan massa dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • ( ( )................(2.3)
  • 1 2 ) + 2 3 = − −

      Dimana Z = Panas yang dilepas air persatuan massa (kj/kg) Cp = Panas jenis air (kj/kg.k)

      w

      Cp es = Panas jenis es (kj/kg.k) L = Panas laten yang harus dilepas (kj/kg) T = Temperatur akhir rata rata es (k)

      3

    2.4 Kolektor

      Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

    2.4.1 Kolektor surya pelat rata

      Data radiasi surya pada bidang miring jarang diperloleh : karakteristik dari permukaan di sekitarnya berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya, sehingga standariasasi pengukuran sukar dibuat. Misalnya, data untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponenen radiasi karena pemantulan, harus dirinci dulu kondisi saljunya, yaitu sifat pantulnya.

      Karena itu, radiasi total pada suatu permukaan miring biasanya dihitung. Dalam bagian ini dipertimbangkan metode untuk menghitung komponen radiasi pada sutu permukaan miring. Komponen sorotan IbT diperoleh dengan mengubah radiasi sorotan pada permukaan horizontal menjadi masuk normal dengan menggunakan sudut zenith, dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggunakan sudut masuk. Radiasi sorotan pada permukaan horisontal diperoleh dari selisih antara pengukuran radiasi total dan pengukuran radiasi sebaran untuk suatu lokasi tetentu.

      Komponen sebaran pada permukaan miring, IdT , dihitung dari komponen horisontal. Perhitungan dapat dilakukan dengan dua cara: yang pertama dengan menganggap radiasi sebaran didistribusi merata; yang kedua, suatu , metode yang lebih teliti, menggap bahwa sebaran lebih banyak berasal dari daerah langit dekat matahari. Karena untuk kebanyakan daerah, komponen sebaran untuk suatu permukaan horizontal, Id , tidak dapat diperoleh secara terpisah, maka suatu metode perhitungan fraksi sebaran dari radiasi total, Id/I. Komponen yang dipantulkan pada permukaan miring, IrT, dapat segera dihitung apabila reflektansi dari permukaan disekitanya telah diketahui. Radiasi total pada permukaan miring adalah jumlah dari tiga komponen yang diterangkan dengan menggunakan rumus:

      I – I + I + I ……….…..(2.4)

      T bT dT rT

      Intensitas radiasi langsung atau sorotan per jam pada sudut masuk normal Ibn, Ib I bn = …………….(2.5) cos

      

    ∅z

      Dimana Ib adalah radiasi sorotan pada permukaan horizontal dan cosØz adalah sudut zenith, untuk permukaan yang dimiringkan dengan sudut terhadap bidang horizontal, intensitas dari komponen sorotan adalah : cos

      ∅T

      I bT = I bn cosØT = I b .........(2.6) cos

      ∅z

      Dimana ØT disebut sudut masuk, dan didefenisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen tegak lurus ( 90 oC) pada permukaan miring. Apabila permukaan dimiringkan denga sudut terhadap horizontal, maka hal itu adalah sama dengan apabila bumi diputar denga arah jarum jam sebesar

      , dan permukaannya tetap berada pada kedudukan yang sama,. Hubungan antara cosØz untuk garis lintang ф – kemudian datap diganti untuk permukaan yang dimiringkan pada garis lintang ф. Karena garis lintang ditentukan dari bidang ekuator, maka kemiringan permukaan megarah ke ekuator, yaitu bahwa permukaan itu dimiringkan ke selatan.

      Persamaan untuk sudut ØT , yaitu sudut masuk adalah : Cos ØT = sin

      δ. Sin (ф – ) + cos δ. Cos (ф – ). Cos ω ..........(2.7) Radiasi sorotan IbT pada permukaan miring selanjutnya dapat dihitung dari radiasi sorotan Ib pada sebuah permukaan horizontal, sinδ . sin(φ

      − β) + cosδ. cos(φ − β) cosω = I b

      … … … … (2.8) sinδ. sinφ + cosδ. cosφ cosω Radiasi sebaran yang disebut juga radiasi langit (sky radiation), adalah radiasi yang diancarkan ke permukaan oleh atmosfer, dank arena itu berasal dari seluruh bagian langit.

      Apabila dimisalkan, seperti yang sering terjadi, bahwa radiasi sebaran (langit) didistribusikan merata , maka radiasi sebaran pada permukaan miring dinyatakan dengan:

      1+cos β = I ...................................(2.9) d

    2 Dimana

      adalah sudut miring dari permukaan miring dan Id menunjukkan besarnya radiasi sebaran. Selain komponen radiasi langsung dan sebaran, permukaan penerima juga mendapatkan radiasi yang dipantulkan dari permukaan yang berdekatan; jumlah radiasi yang dipantulkan tergantung dari reflektansi dari permukaan yang berdektan itu,dan kemiringan permukaan yang menerima. Radiasi yang dipantulkan per jam, juga disebut radiasi patulan , adalah :

      1 β −

    = α(I + I ) .............(2.10)

    d bT

      2 Dimana = 0,20-0,25 untuk permukaan tanpa salju dan 0,7 untuk permukaan lapisan salju.

    2.4.2. Efisiensi sirip

      Efisiensi sirip adalah satu satunya parameter yang paling penting dalam perancangan kolektor surya jenis cairan. Pelat penyerap memindahkan panasnya secara konduksi ke pipa-pipa yang secara mekanis dan termal tersambung pada pelat penyerap itu. Kerugian panas dari penyerap akan menjadi minimum jika seluruh sirip ada pada T b . Dalam sebuah kolektor yang yang dirancang dengan sangat baik, selisih temperatur T maks – T b dibuat sekecil mungkin. (Wiranto Arismunandar, 1995)

      Hal ini dicapai dengan memilih sebuah lembar penyerap dengan konduktivitas termal k yang baik, dengan ketebalan d yang cukup memadai dan dengan alur aliran panas (s-d)/2 sependek mungkin. Teori penukar panas dengan permukaan yang diperluas sudah sangat bagus. Sirip-sirip pendingin dapat dilihat pada motor dengan pendinginan udara, kompresor,dan peralatan elekronik. (Wiranto Arismunandar, 1995)

      Parameter rancangan yang berkaitan dengan tebal pelat δ, konduktivitas thermal k, dan sela antara pipa s disebut efiiensi sirip dan diberi lambang F. Temperatur pelat, T p °C

      (τα) T F − cosh x / L δ �U

      = ...........................(2.11)

    (τα) cosh / − δ

      �

    2

    Dalam kolektor surya, efisiensi sirip adalah suatu ukuran untuk

      mengetahui kebaikan radiasi diserap dan diubah menjadi panas yang dikonduksikan ke bagian dasar sirip s

      −d U L tanh �� � �� k δ 2

      .................................(2.12)

      = s U L −d

      � k δ � � 2 Dimana :

      U L = Kerugian panas total S = sela antara pipa d = diameter luar pipa Harga konduktivitas termal untuk bahan khas yang digunakan dalam kolektor surya ditunjukkan dalam tabel 2.1. Suatu penelitian terhadap literatur mengenai kolektor komersial menunjukkan bahwa harga F berkisar antara 0.92 dan 0.95.

    Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu

      No Bahan Konduktivitas termal (k), W/(m.K)

      1 Tembaga 385.0

      2 Aluminium 211.0

      3 Timah Putih

      66.0

      4 Baja, 1 % karbon

      45.0

      5 Baja tahan karat

      16.0

      6 Kaca

      1.05

      7 ABS ( Akrilonitiril-Butadien-Stiren )

      0.27

      8 Polikarbonat

      0.2

      9 Karet alam 30 durometer

      0.14

      10 Karet alam 70 durometer

      0.17

      11 Isolasi papan kaca serat 0.043 (sumber : Arismunandar, 1995)

    2.4.3. Koefisien Kerugian, U L

      Mekanisme kerugian panas dari dalam penyerap dalam gambar di bawah ini adalah sebagai berikut. Panas hilang dari bagian atas pelat penyerap karena konveksi ala dan karena radiasi ke permukaan dalam dari pelat penutup kaca. Sebagian dari radiasi itu akan benar-benar melauipenutup kaca, tetapi dalam analisis ini hal itu akan diabaikan. Panas ini akan dikonduksikan oleh pelat kaca ke permukaan luarnya. Kemudian dipindahkan ke etmosfer luar secara konveksi dan radiasi. (Wiranto Arismunandar, 1995)

    Gambar 2.2 Kerugian panas kolektor

      (sumber : Arismunandar, 1995) Kerugian panas ini dinamai kerugian atas (top loss),dinyatakan dengan:

      2 Ut(tp-ta) W/m .............................(2.13)

      Dimana :

      2 Ut = Koefisien kerugian atas ,W/(m .K) T p dan T a = Temperatur pelat dan temperatur lingkungan.

      Kebalikan dari Ut,1/Ut, adalah jumlah tahanan terhadap perpindahan panas dari pelat ke lingkungan yang dinyatakan dengan sirkuit seri-pararel sederhana dalam gambar Dalam sirkuit ini,

      a. h1 = koefisien konveksi (alam) dalam

      b. h2 = koefisen radiasi (ekivalen) dalam

      2

      c. R(kaca) = harga R dari kaca,tebal/konduktivitas termal =t/k,m .K/W

      d. Ho = koefisien konveksi luar

      e. Hro = koefisien radiasi (ekivalen) luar Dimana satuan-satuan untuk koefisien konveksi dan koefisien radiasi adalah

    2 W/(m .K). Karena dalam suatu sirkuit pararel konduktansi-konduktansi

      dijumlahkan, dan dalam suatu sirkuitseri tahanannya dijumlahkan, maka tahanan total dapat ditulis 1 1 t 1 = ( .................................(2.14) 1 + + 2

    • ℎ ℎ ℎ ℎ

      ) + a. Koefisien konveksi alam koefisien konveksi alam hi antara pelat-pelat miring yang dipanasi dari bawah

      o

      telah dikorelasikan oleh hollands dan lain-lain untuk sudut miring lain antara 0 dan 70 ° yang dinyatakan dalam bilangan Rayleigh (perbandingan gaya apung

      1

      terhadap gaya viskos) dan sudut miring β . Koefisien tersebut dapat dengan mudah dinyatakan dari sela z, antara pelat penyerap dan penutup kaca, dengan sudut miring sebagai parameter. Dan temperatur rata-rata (Tm) :

      T m = (T p +T c )/2K.................................................(2.15)

    Gambar 2.3 Sirkuit ekivalen untuk tahanan perpindahan panas melalui bagian atas kolektor, I/Ut

      (sumber : Arismunandar, 1995)

      b. koefisien radiasi dalam (ekivalen) h ri Penukaran panas radiasi antara penyerap dan penutup adalah : 4 4

      σ ( ) − q = 1 1 ................................(2.16)

      −1

    • ε ε

      yang dapat ditulis sebagai fungsi koefisien radiasi ekuivalen hri sebagai q = h ri (T p -T c )..................................(2.17) dimana : 4 4 p −T c

    )

    σ (T

      ...................(2.18) = 1 1

      ( )

    p c

    − −1)(T −T εp εc

      c. Tahanan termal kaca dinyatakan dengan :

      t ......................................(2.19) =

      ( )

      Dimana:

       T = Tebal kaca m

      dan k = konduktivitas termal W/(m.K)

      d. Koefisien konveksi luar ho dihitung dengan :

      H o = 5,7 + 3.8 V.............................(2.20)

      dimana V adalah kecepatan angin dalam m/s (meter/detik)

      e. Koefisien radiasi luar ekivalen dapat ditulis sebagai : 4 4

      ε ) c c σ(T − T langit

      2

      = c langit w/(m .k)..............................(2.21)

      T − T

      Dimana temperatur langit diperkirakan oleh Swinbank adalah

      3/2

      T langit = 0,0552 (T a )..............................................(2.22) Temperatur luar Ta adalah dalam derajat Kelvin (K) Koefisien kerugian Total U L , ditentukan dengan menambahkan koefisien kerugian bawah dari kolektor pada U t , atau

      U = U + U ...........................................................(2.23)

      L b t

      Dengan cara menyamakan perpindahan panas dari pelat penyerap ke luar dengan perpindahan panas dari pelat penyerap ke tutup muka dengan mudah dapat diperolah persamaan untuk menghitung temperatur tutup. Temperatur ini digunakan untuk mendapatkan sebuah garga baru dari Utdan proses tersebut diulangi sampai selisihnya dengan harga dari Ut berikutnya menjadi cukup kecil.

      Pelepasan panas sebuah kolektor surya lebih baik sebagai fungsi dari temperatur masuk fluida T i . Hal ini dapat dilakukan dengan memakai faktor pelepasan panas yang diberi lambang F R . Apabila kerugian panas dinyatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk T maka kerugian tersebut dinyatakan

      i

      sebagai :

      U (T -T )..............................(2.24) L 1 a

      Dimana T i selalu lebih kecil dari pada temperatur pelat yang menjadi dasar bagi U L . Maka perolehan panas yang dinyatatakan sebagai fungsi temperatur fluida masuk, menjadi

      F R [ (G T ( L (T i -T a )] ) - U

    2.4.4. Faktor Efisiensi, F’

      Karena temperatur T dari pelat penyerap berubah-ubah sepanjang dan

      p

      melintang pelat itu, maka persamaan perolehan panas kolektor dan persamaan efisiensi biasanya dinyatakan dengan fungsi dari temperatur fluida masuk, yang relative mudah dikontrol dan diukur selama pengujian dan operasinya. Langkah pertama untuk mencapai hal tersebut adalah menggunakan effisiensi

      ’

      sirip F berdasarkan temperatur dasar T b . (Wiranto Arismunandar, 1995) Perolehan panas melalui lebar sirip (s-d)/2 , adalah :

      −

      ( t L b ( a )]................(2.25) � � [G τα) − U T −T 2 Apabila radiasi yang diserap G ( τα) untuk sesaat dibuat sama denga nol,maka

      t

      aliran panas dapat ditulis sebagai

      Tb −Ta 1

      .............................................(2.26)

      U [(s L −d) + ]

      Dimana tahanan terhadap aliran panas dalam sirip adalah

      1

      ..............................................(2.27)

      U [(s L −d) + ]

      Tahanan dari perekat (misalnya solder) adalah Dimana b adalah panjang perekat dan 1 adalah tebalnya. Perbandingan kb/I disebut kondukstansi perekat C

      b

    2.4.5. Efisiensi Termal Kolektor Surya

      a. Persamaan efisiensi termal Perolehan panas atau keluaran berguna dari sebuah kolektor surya pelat rata diberikan sebagai

      ( ( F [ )] R τα) − U L T i − T a

      Apabila keluaran ini dibagi dengan masukan, yaitu masukan radiasi pada kolektor,perbandingan yang dihasilkan adalah i a

      T −T

      ( η = � �............................(2.28)

      τα) − G

      T

      η didefenisikan sebagai efisiensi termal kolektor, dan F R U L biasanya hampir konstan dalam daerah operasi kolektor. Dengan demikian persamaan ini dapat dilihat sebagai bentuk persamaan lurus y = b = mx, dimana b adalah sumbu -y yang terpotong dan m adalah kemiringan garis tersebut. F R ( τα) adalah titik potong dan -F U adalah kemiringan garis lurus, dengan

      R L

      satuan absis a (T -T )/G . Karena itu bilangan FR dan -FRUL adalah

      i a T

      karakteristik prestasi termal dari kolektor pelat rata, dan merupakan masukan bagi sejumlah program komputer untuk sistem energi surya. (Wiranto Arismunandar, 1995)

      b. Persamaan empiris untuk koefisien kerugian U t Sebuah persamaan empiris disarankan oleh S.A. Klein dan baru-baru ini dimodifikasi oleh Agarwal dan Larson untuk memperhitungkan ketergantungan sudut Ut pada kemeringin

      ,

      −1 2 2

    • p a �
    • 1 σ � ��T T

      Ut = + +

      ...(2.29)

      � � 2N +f −1 −

      −1 ε + 0,05 ε

      � �0,33 � �1− �� � �−N

    • εg +

      Dimana : N = Jumlah kaca penutup F = (1- 0,04 h + 0,0005h )(1+0,091N)

      o o o

      C = 250[1-0,0044( )]

    • 90

    2 Harga h o = 5,7 + 3,8 V W/m .K

      Dimana V adalah kecepatan angin

    2.5 Kalor (Q)

      Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

      2.5.1 Kalor Laten

      Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

      Q L = L e m.............................................(2.30) Dimana

      QL = Kalor laten zat (J) Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

       m

      = Massa zat (kg)

      2.5.2 Kalor sensibel

      Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

      = . ∆t.......................................(2.31) ̇. C p

      Dimana :

      Qs = Kalor sensibel zat (J) Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K)

      ΔT = Beda temperatur (K)

      M = Massa benda (kg)

      2.5.3 Tinjauan Perpindahan Panas

      Perpindahan panas adalah salah satu dari displin yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Perpindahan panas diklasifikasikan menjadin perpindahan panas melalui

      Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi. Apabila sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka kita menyebutnya konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca ( umumnya menutupi kolektor ) dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi

      2.5.4 Perpindahan Panas Konduksi

      Perpindahan panas konduksi adalah proses perpindahan panas dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam satu medium baik itu cair, padat, dan gas ataupun antara medium-medium yang berlainan yang (kemampuan mengalirkan panas) tertentu yang akan mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang panas ke sisi yang lebih dingin. Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu benda, semakin cepat benda itu akan mengalirkan panas yang diterima dari satu sisi ke sisi yang lain. Dapat dikatakan bahwa energi dapat berpindah secara konduksi apabila laju perpindahan kalor berbanding dengan gradien suhu normal.

      ∂T ~

      ∂ Panas mengalir secara konduksi dari daeah yang berteperatur tnggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier

      = − ( )..................................(2.32) Dimana : q = Laju perpindahan panas (w)

      2 A = Luas penampang dimana panas mengalir (m )

      dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalan arah aliran panas (-k/m)

      o

      k = Konduktivitas thermal bahan (w/m k) Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu:

      ∆t

      ......................................................(2.33) = −KA L

      Dimana : Q = laju aliran energi (W) A = luas penampang (m2) Δt = beda suhu (K) L = panjang (m) k = daya hantar (konduktivitas) termal (W/mK)

    2.5.5 Perpindahan Panas Konveksi

      Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan, energi dan gerakan mencampur. Proses terjadi pada permukaan padat (lebih panas atau dingin) terhadap cairan atau gas (lebih dingin atau panas). Pada bagian tepi pelat terbentuk suatu daerah dimana pengaruh gaya viskos semakin meningkat. Gaya- gaya viskos dapat diterangkan dengan tegangan geser (

      ) antara lapisan-lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding lurus dengan gradient kecepatan normal, maka dapat dirumuskan persamaan dasar untuk viskositas :

      

    ..............................(

      2.34 )

       =

      Konstanta proporsional disebut viskositas dinamik.

    1. Bilangan Prandtl (Pr)

      Bilangan Prandtl adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan fungsi dari sifat-sifat fluida. Bilangan Prandtl didefinisikan sebagai perbandingan viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida yaitu

      .µ

      ......................................(2.35)

      = Dimana : Cp = panas spesifik fluida (J/kg.K)

      μ = viskositas fluida (Pa.det) 2

      2. Bilangan Nusselt (Nu) h D c .

      .......................................(2.36) = k

      Dimana : Hc = koefisien konveksi (W/m2K) D = diameter efektif aliran fluida (m) k = konduktifitas thermal fluida (W/mK)

      Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu sehingga hubungan antara bilangan Nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat dirumuskan

      Nu = C ( )............................... (2.37) +

    2.5.6 Perpindahan Panas Radiasi

      Radiasi termal adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Ada beberapa jenis radiasi elektromagnetik ,radiasi termal hanyalah salah satu diantaranya. Apapun jenis radiasi itu, ia selalu merambat dengan kecepatan cahaya, 3x1010 m/s. kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang-gelombang dengan frekuensi radiasi,

      C = . ..............................................(2.38)

      Dimana, C = Kecepatan cahaya = Panjang gelombang = frekuensi.

      Perambatan radiasi termal berlangsung dalam bentuk kuantum-kuantum yang diskrit atau farik (discrete), setaip kuantum mengandung energi sebesar E = h.

      .........................................(2.39)

    • 34

      Dimana h adalah 6,625 x 10 J.s Bila densitas energi diintegrasikan sepanjang seluruh panjang-gelombang,maka energy total yang dipancarkan sebanding dengan pangkat empat suhu absolut atau sesuai dengan hukum Stefan-Boltzmann : 4 Eb =

      Dimana :

      2 Eb = energi yang diradiasikan persatuan waktu dan persatuan luas (Watt/m ),

      2

      4 =Konstanta Stefan-Boltzmann yang nilainya ( . K .

      )= 5,669x10-8 W/m Penukaran panas netto secara radiasi termal adalah: 4 4

      

    = (2.40)

    q σA (T 1 -T 2 )............................... dimana:

      2

      4

      σ = konstanta Stefan-Boltsman,5,67 x 108 W/(m .K )

    2 A = luas bidang,m

      4 Temperatur adalah derajat Kelvin pangkat empat,K

    2.6 Adsorben

    2.6.1 Alumina Aktif Molecular Sieve

      Molecular sieve adalah adsorben pertama yang digunakan secara

      komersial. Senyawa ini merupakan unit material dari logam alumina silikat yang terhubung secara tiga dimensi dengan kristal silika dan alumina tetrahedral (Schweitzer, 1996). Adsorben ini memiliki pori-pori kecil/halus dimana ukurannya sudah sangat terstandarisasi dan seragam. Pori-pori tersebut dapat dengan selektif "melanjutkan" atau "menangkap" molekul-molekul yang lewat berdasarkan besar-kecilnya ukuran molekul. Ukuran diameter ini mempengaruhi senyawa apa yang akan ditangkap atau diteruskan. Penyaring molekular berbeda dengan penyaring secara umum yang digunakan untuk menyaring molekul pada tingkatan tertentu. Sebagai contoh, adalah molekul air yang mungkin cukup kecil sehingga dapat melewatinya.

      Oleh karena itu, penyaring molekular sering berfungsi sebagai pengering (dessicant). Molecular sieve sering digunakan untuk menyerap air (jari-jari molekular air sekitar 0,28 nm). Kemampuannya untuk menyerap H

      2 O cukup

      tinggi, yaitu sampai mencapai 25% beratnya sendiri. Berdasarkan bentuk molekulnya, molecular sieve terdiri dari dua jenis, yaitu tipe A (yang berbentuk

      pellet dan serbuk) dan X. Penyaring molekular biasanya terdiri dari mineral-

      mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air. Bentuk molekul dari molecular sieve dapat dilihat pada gambar 2.4.

    Gambar 2.4 Bentuk molekul molecular sieve (Savary, 2004)

      Kekurangan dari adsorben ini adalah kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi cukup besar. Besarnya energi tersebut disebabkan oleh tingginya temperatur yang dibutuhkan untuk proses desorpsi air yang terjebak di pori-pori. Namun, biaya yang dikeluarkan untuk kekurangan tersebut dapat segera ditutupi dengan banyaknya adsorbat yang dapat diserap oleh molecular sieve.

      Kemampuan penyerapan molecular sieve dapat berkurang akibat kontaminasi zat-zat seperti minyak, olefin, dan diolefin. Selain oleh zat-zat tersebut, kemampuan penyerapan molecular sieve juga dapat berkurang akibat terbentuknya arang (coke) dipermukaan molecular sieve dari proses regenerasi adsorben. Arang ini dapat menutupi permukaan aktif sehingga mengurangi jumlah air yang dapat diserap.

      Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa (seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum tinggi. Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :

    • 3A (ukuran pori 3Å) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk pengeringan cairan polar.
    • 4A (ukuran pori 4Å) : mengadsorpsi H2O, CO2, SO2, H2S, C2H4, C2H6,

      C3H6, Etanol. Tidak akan mengadsorpsi C3H8 dan hidrokarbon yang lebih tinggi.

    • 5A (ukuran pori 5Å) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n-

      C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.

    • 10X (ukuran pori 8Å) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.
    • 13X (ukuran pori 10Å) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n- butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide (HMPA) (Anonim 2006).

    Gambar 2.5 Molekuler sieve 13X

      Berdasarkan dari pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa 1 kg alumina aktif moleculer seave mampu menyerap methanol 350 ml. Atas dasar inilah dipilihnya alumina aktif moleculer seave sebagai adsorben untuk mesin pendingin siklus adsorpsi.

    2.7. Refrigeran

      Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke udara sekeliling di luar benda.

      Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut:

      1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

      Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH

      4 ), etana (C

      

    2 H

    6 ), atau dari propana (C

      3 H 8 ) dengan

      mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).

      2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.

      Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

      1.

    4 Cl

      2 F 6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane

      R-C316 C 2.

      4 ClF 7 chloroheptafluorocyclobutane

      R-C317 C 3.

      4 F 8 octafluorocyclobutane

      R-318 C 4. Kelompok refrigeran campuran Zeotropik. Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi.

      3. Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.

      Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

      4. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.

      Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butana (C

      

    4 H

    10 ), jika dipaksakan dituliskan sesuai

      dengan cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.

      5. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

      Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrigeran ini adalah:

      R-702 : hidrogen • R-704 : helium • R-717 : amonia • R-718 : air • R-744 : O •

    2 R-764 : SO •

      2

    2.7.1 Metanol

      Panas Laten Penguapan (L e ) 787 kg/m³, cair

      

      (sumber :

      C Flammable (F), Toxic (T) 1100 kJ/kg

      o

      C 64,5

      o

      

      6. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

      Massa jenis

      

    Sifat Metanol

    Tabel 2.2 Sifat Metanol

      3 OH) Adapun sifat Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.

    Gambar 2.6 Metanol ( CH

      Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya.

      Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran halokarbon.

    • 97,7
    Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus. Metanol merupakan bentukpaling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri

      Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.

      Setelah beberapa hari uap metanol aka

    2.7.2 Keamanan Refrigeran

      Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan mudah terbakar.

      Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B sebaliknya.

      Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika

      o

      diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3

      C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1

      3 o

      kg/m pada 1 atm dan temperatur 21,1 C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar

      3

      jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg/m ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Dokumen yang terkait

BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 12

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public - Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

0 0 39

BAB II PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 20

BAB II KAJIAN TENTANG WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT A. Pengertian Warisan Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat 1. Menurut Hukum Islam - Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan Pada Masyarakat Adat Batak Mandailing Di Padang Lawas

0 0 31

DAFTAR ISI - Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan Pada Masyarakat Adat Batak Mandailing Di Padang Lawas

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Perbandingan Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (Ppl) Di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, K

0 0 13

KATA PENGANTAR - Perbandingan Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (Ppl) Di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pengembangan Usahatani Padi Organik Di P

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Botani Wortel (Daucus carota L.) - Analisis Efisiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran (Kubis, Kubis Bunga, Dan Wortel)(Studi Kas

0 0 26

KATA PENGANTAR - Analisis Efisiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran (Kubis, Kubis Bunga, Dan Wortel)(Studi Kasus : Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 0 17