BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Botani Wortel (Daucus carota L.) - Analisis Efisiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran (Kubis, Kubis Bunga, Dan Wortel)(Studi Kas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Botani Wortel (Daucus carota L.)

  Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam kelas umbi-umbian yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dengan sempurna baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.Wortel mengandung nutrisi vitamin A yang lebih tinggi yang berguna untuk pemeliharaan mata dan selaput mata. Wortel bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Rukmana, 1995).

  Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Umbelliferales Famili : Umbelliferae (Apiaceae) Genus : Daucus Spesies : Daucus carrota L.

  Rukmana (1995) mengelompokkan jenis wortel berdasarkan umbinya ke dalam tiga golongan, yaitu :

  1. Tipe imperatur, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, mirip bentuk kerucut.

  2. Tipe chantenay, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut.

  3. Tipe nantes, golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara bentuk imperator dan tipe chantenay.

2.1.2 Botani Kubis

  Kubis (Brassica oleracea var cipitata) adalah kubis yang dalam pertumbuhannya dapat membentuk bulatan seperti kepala atau telur. Bentuk kepala atau telur ini juga lazim disebut krop. Secara klinis, kubis banyak mengandung berbagai vitamin, mineral, karbohidrat, dan protein. Semua unsur tersebut sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sayuran kubis dapat mensuplai kurang lebih 25% vitamin C, lebih dari 30% vitamin A, 4 - 5% vitamin B, 5 - 6% kapur dan besi dari kebutuhan tubuh manusia.

  Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, kubis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili suku sawi-sawian) Genus Spesies : Brassica oleracea var. capitata L

  Semua kubis yang baru tumbuh umumnya memiliki hipokotil sepanjang 2 cm, berwarna merah. Kecuali itu, kubis berkeping dua, berakar tunggang dan serabut. Daun pertama mempunyai tangkai yang lebih panjang dari pada daun yang di atasnya. Daun membentuk roset. Apabila titik tumbuhnya mati dimakan ulat atau patah maka akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa bercabang.

  Daun kubis bagian luar tertutup lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun- daun bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm.

  Daun- daun muda yang tumbuh berikutnya mulai membengkok menutupi daun- daun muda yang ada di atasnya. Makin lama daun muda yang terbentuk semakin banyak sehingga seakan- akan membentuk telur atau kepala.

  Di Indonesia kubis termasuk tanaman annual, sedangkan di daerah sub- tropis termasuk tanaman biennial. Tergolong biennial karena pertumbuhan awalnya secara vegetatif, selanjutnya bila musim dingin tiba pertumbuhannya masuk ke masa generatif. Pembentukan bunga tergantung dari temperatur, bukan panjangnya hari. Kubis akan tumbuh baik bila ditanam di daerah berhawa dingin seperti dieng dan Pegalengan. Temperatur optimum yang dikehendaki antara 15-

  20 C. Sedangkan kelembaban yang baik pada kisaran antara 60 - 90%. kalau temperatur melebihi 25%, pertumbuhan akan terhambat (Pracaya, 2001).

2.1.3 Botani Kubis Bunga/ Kol Bunga

  Kubis bunga (Brassica oleraceea L.) merupakan jenis tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga tanaman kubis-kubisan (Cruciferae) yang berasal dari Eropa, dan pertama kali ditemukan di Cyprus, Italia Selatan dan Mediterania, masuk ke Indonesia pada abad ke XIX. Di Indonesia masyarakat mengenal sayuran kubis bunga sebagai bunga kol, kembang kol, atau dalam bahasa asing disebut cauliflower. Bagian yang dikonsumsi dari sayuran ini adalah masa bunganya (curd). Masa kubis bunga umumnya berwarna putih bersih atau putih kekuning-kuningan (Rukmana, 1995 dan Cahyono, 2002).

  Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, kol bunga dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Cruciferae Genus : Brassica Spesies : Brassica Oleracea var. Botrytis L.

  Kubis bunga mempunyai peranan penting bagi kesehatan manusia, karena mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh, sehingga permintaan terhadap sayuran ini terus meningkat. Sebagai sayuran, kubis bunga dapat membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memperlancar buang air besar. Menurut Rukmana (1995), komposisi zat gizi dan mineral setiap 100 g kubis bunga adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium

  (22,0 mg), fosfor (72,0 mg), zat besi (1,1 mg ), vitamin A (90,0 mg), vitamin B1 (0,1 mg), vitamin C (69,0 mg) dan air (91,7 g).

  Kubis bunga terdiri dari beberapa varietas, yang dapat dilihat perbedaannya pada bentuk daun dan ukuran krop. Menurut Pracaya (2001) bahwa secara umum kubis bunga dibedakan atas 3 jenis yaitu: (a) jenis pendek, mempunyai ciri ukuran daun sedang, daun sebelah luar melengkung ke arah luar dan daun sebelah dalam melengkung ke arah dalam sehingga ujungnya menutupi krop, (b) jenis besar, mempunyai ciri ukuran kepalanya lebih besar daripada jenis pendek. Jenis besar ini juga mempunyai daun lebih tegak dan lebih panjang, kepala bunga lebih bulat lebih tebal dan berat, (c) jenis kepala ungu, jenis ini akan berubah warnanya menjadi hijau pucat pada saat masa panen, kepala bunga tidak tertutupi daun. Jenis kepala ungu ini biasanya tidak dibudidayakan secara besar- besaran, namun hanya ditanam di sekitar rumah.

2.1.4 Tinjauan Pupuk

  Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency

  

level ) yang banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun

  rekomendasi pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally

  

friendliness ) yang tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan tidak diterapkan secara baik dan benar.

  Salah satu jenis pupuk yang sering digunakan petani sayuran ialah pupuk anorganik. Pupuk ini digunakan karena penggunaannya yang lebih praktis dan mudah diperoleh di toko-toko pupuk. Adapun jenis pupuk anorganik yang sering digunakan petani sayuran antara lain seperti : a.

  ZA (Zwavelzure ammoniak)

  • ZA mengandung + 21 % zat lemas
  • Mudah hancur dalam air
  • Agak mudah hanyut
  • Tak mudah dihanyutkanoleh air hujan
  • Mudah menarik air dari udara, sehingga berbentuk gumpalan.
  • Jika ZA diberikan terus-menerus, tanah akan menjadi asam b.

  Ureum atau Urea

  • Mengandung zat lemas 45%-46%
  • Mudah hancur dalam air
  • Agak mudah hanyut
  • Cepat pengaruhnya terhadap tanaman
  • Mudah menarik air dari dalam udara
  • Cara pemupukan ; pupuk harus dibenamkan ke dalam tanah
  • Pupuk ini biasa dipakai untuk memupuk sayuran.

  c.

  Sendawa Chili (Chilisalpeter)

  • Mengandung zat lemas + 15%
  • Mudah hancur dalam air

  • Mudah hanyut akibat air hujan
  • Cepat pengaruhnya terhadap tanaman
  • Dapat menyebabkan zat kapur di dalam tanah hanyut, sehingga tanah menjadi padat.
  • Baik untuk tanaman sayuran.

  d.

  DS (Dubbel Super- Posphat)

  • Mengandung 34%- 38% asam phosphor.
  • Agak mudah hanyut dalam air
  • Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan
  • Agak cepat pengaruhnya terhadap sayuran e.

  Phosphat Cirebon

  • Mengandung asam phosphor 25%-28%
  • Tidak mudah hancur dalam air
  • Tak mudah dihanyutkan oleh air hujan, tetapi harus dibenamkan di dalam tanah (AAK, 1992).

  Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan anorganik berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan saat diaplikasi dalam usaha budidaya. Perkembangan harga pupuk yang semakin meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan menerapkan aplikasi pemupukan yang lebih efisien dan efektif.

  Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Prosedur Operasional Baku (POB) atau Best Management Practices untuk rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi (PHSL) yang dibangun berdasarkan analisis tanah. Bahkan pemupukan masih belum masuk ke dalam salah satu faktor dari POB tersebut. Akibatnya rekomendasi pupuk yang ada sangat bervariasi dengan skala rentang dosis yang lebar sehingga sangat sulit dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan hasil sayuran secara maksimal. Disamping itu, status kecukupan hara tanaman khususnya P dan K terutama di dataran rendah lahan kering belum tersedia, sedangkan data status tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk (Izhar, 2010).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Fungsi Produksi

  Menurut Kalangi (2011), produksi adalah proses penggabungan atau pengkombinasian faktor produksi (input) yang mengubahnya menjadi barang atau jasa (output = product). Hubungan antara jumlah output yang dihasilkan dan kombinasi jumlah input yang digunakan disebut sebagai fungsi produksi atau fungsi produk total. Secara umum, fungsi produksi dapat ditulis dalam bentuk matematis menjadi,

  Q = f(L, K, T, W) di mana : Q = Jumlah barang dan jasa (output) L = Tenaga Kerja

  K = Modal T = Tanah W = Wirausaha/ Skill Persamaan di atas menunjukkan fungsi produksi dengan empat input atau empat variabel bebas. Apabila suatu fungsi produksi hanya memiliki satu variabel bebas maka persamaan fungsi produksi menjadi,

  Q = f( L) di mana : Q = jumlah barang dan jasa (output) L = Tenaga kerja

2.2.2 Fungsi Produksi Cobb- Douglas

  Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi produksi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen (yang menjelaskan/ Y) dan yang lain disebut variabel independen (yang menjelaskan/X) (Soekartawi, 1993).

  Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi non - linier (Soekartawi,1990).

  Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi non linier standar, indah dan populer dalam ilmu ekonomi. Hal ini dikarenakan fungsi Cobb- Douglas mampu menjelaskan dengan baik bagaimana penerapan dari hukum The

  

Law of Demineshing Return berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Adapun rumus fungsi produksi Cobb-Douglas (Q) dengan menggunakan dua input (K dan L) adalah sebagai berikut :

  α ẞ

  Q = K L 0<α, ẞ<1

  0<α, ẞ< 1 menunjukkan produk marjinal untuk setiap input adalah menurun dengan kenaikan pemakaian jumlah input. Hal ini sesuai dengan hukum

  

The Law of Diminishing Returns, dimana pada hakikatnya apabila jumlah input

  ditambah maka akan meningkatkan jumlah output yang diperoleh. Namun akan ada suatu saat di mana meskipun jumlah input terus ditambah namun, tidak menambah jumlah output yang dihasilkan atau bahkan mengakibatkan penurunan jumlah output sebagai akibat dari penambahan jumlah input yang telah melebihi.

  Hal ini lah yang perlu disikapi di dalam hukum kenaikan hasil yang semakin menurun. Misalnya, penambahan jumlah pupuk pada tanaman dalam dosis yang tetap akan meningkatkan jumlah produksi tanaman. Namun apabila dosis terus ditambah sampai overdosis maka, hal ini akan mengakibatkan produksi tanaman akan menurun atau bahkan menyebabkan kematian bagi tanaman. Berikut ini gambar tahapan-tahapan fungsi produksi :

Gambar 2.1 Tahap-tahap Produksi

  α ẞ

  Dimana persamaan Q = K L ini memiliki sifat yang berlaku di dalam penerapan tahapan fungsi produksi. Tahapan-tahapan itu antara lain sebagai berikut : a.

  Constant return to scale, jika (a+b) = 1. Artinya, jika input K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya juga bertambah dua kali.

  b.

  Increasing returns to scale, jika (a+b) > 1. Artinya, jika K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kalinya, maka outputnya bertambah menjadi lebih dari dua kalinya. Dalam hal ini, output bertambah lebih dari proporsi pertambahan input. c.

  Decreasing returns to scale, jika (a+b) < 1. Artinya, jika K dan L ditambah masing-masing menjadi dua kali, maka outputnya bertambah menjadi kurang dari dua kalinya. Output bertambah kurang dari proporsi pertambahan input (Sunaryo, 2001).

2.2.3 Teori The Law Of Diminishing Returns

  Dalam proses produksi dikenal hukum kenaikan hasil berkurang (Law Of

  Diminishing Returns) disingkat LDR. LDR berlaku dan populer dipakai di sektor

  pertanian dan di luar pertanian. LDR berbunyi sebagai berikut : “ Bila satu faktor

  produksi ditambah terus dalam suatu produksi, ceteris paribus, maka mula-mula

terjadi kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil

nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif ”. Ceteris paribus artinya hal-hal lain

  bersifat tetap, faktor produksi lain tetap jumlahnya, hanya satu variabel tertentu yang berubah jumlahnya. Selain jumlah atau kuantitas maka kualitas faktor produksi itu juga sama.

  Dalam teori Law Of Diminishing Returns terdapat istilah-istilah produksi sebagai berikut :

  1. TP (Total product) atau produksi total yaitu jumlah produksi pada level pemberian input tertentu. Input adalah faktor produksi atau bagian faktor produksi, misalnya input pupuk adalah bagian dari produksi modal, luas lahan adalah bagian dari faktor produksi alam.

  2. AP (Average product) hasil rata-rata atau produksi rata-rata yaitu jumlah hasil dibag dengan jumlah input yang dipakai. Kalau AP tenaga kerja

  (Labour) disingkat APL (Average Product of Labour), kalau AP modal capital disingkat dengan APC (Average Product of Capital).

  3. MP (Marginal product) atau produk marginal yaitu kenaikan hasil yang disebabkan oleh kenaikan atau pertambahan satu unit input. MP Labour disingkat MPL (Marginal Product of Labour) dan MP capital disingkat MPC (Marginal Product of Capital), dan sebagainya.

  Daerah-daerah produksi pada kurva Law of Diminishing Returns dibagi menjadi tiga menurut gerak dari kurva marginal produk, yaitu :

  1. Daerah increasing returns, yaitu dari X= 0, ke MP maksimum.

  2. Daerah diminishing returns, yaitu dari titik A sampai ke titik C 3.

  Daerah negatif returns, yaitu dari titik C sampai seterusnya.

Gambar 2.2 The Law Of Diminishing Returns

  Pada titik inflection point besarnya Ep = 1, karena AP=MP, pada titik maksimum point Ep = 0 karena MP adalah nol. Daerah- daerah produksi menurut Ep ini adalah : 1.

  Daerah inefisien I, yaitu dari titik X=0 sampai ke Marginal Product (MP) mencapai maksimum, atau Ep> 1 2.

  1. Daerah efisien, dari MP maksimum samapai MP=0 atau 0< Ep < 3. Daerah inefisien II, yaitu dari titik MP mulai negatif sampai seterusnya atau 0 > Ep samapai ke kanan seterusnya ( Pindyck, 2007).

2.2.4 Fungsi Efisiensi

  Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisensi yang diemikian disebut efisiensi harga atau allocative efficiency. Ada beberapa istilah mengenai efisiensi antara lain efisiensi harga, efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis (Soekartawi, 1990).

2.2.4.1 Efisensi Harga

  Efisiensi harga tercapai apabila perbandingan antara nilai produktivitas marjinal masing – masing input (NPMxi) dengan harga inputnya (vi) atau ki = 1. kondisi ini menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat ditulis sebagai berikut: bYPy = Px ...................................................................................(2.1)

  X Atau bYPy = 1 .....................................................................................(2.2) X dimana: Px = harga faktor produksi X B = elastisitas produksi Y = produksi Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi X

  Secara ekonomi ada satu syarat lagi yang perlu dipenuhi yaitu pilihan yang berkaitan dengan harga input atau P dan harga output atau P Jumlah input

  x Y.

  disebut X dan jumlah output X dan jumlah output disebut Y, jumlah keuntungan disebut B, sehingga dapat dituliskan : B = (Y. P y ) – (X. P

  X )

  Agar B mencapai maksimum, turunan pertama harus disamakan dengan nol, dengan asumsi P dan P konstan. Turunan pertamanya adalah nol.

  X Y

  dB = P y . dY - P

  X

  dX dX P MP = P y .

  X VMP = P

  X VMP(NPMX ) = 1 i P

  X VMP = Value Marginal Product

  Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi adalah sebagai berikut: a.

  (NPMx / Px) > 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.

  b.

  (NPMx / Px) < 1 ; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai efisien input X perlu ditambah (Soekartawi, 1990).

2.2.4.2 Efisiensi Teknis

  Efisiensi teknis dalam ekonomi produksi adalah suatu kondisi yang jumlah pemakaian input tertentu mempunyai Average Product (AP) dalam keadaan maksimum. Tingkat pemakaian input menghasilkan rasio output-input yang maksimum dari segi teknis adalah tingkat produksi optimum, tetapi belum tentu optimum dari segi ekonomis (Soekartawi, 1990).

2.2.4.3 Efisiensi Ekonomis

  Suatu proses produksi sebagai usaha komersial bertujuan untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan maksimum. Bila ini menjadi tujuan maka efisiensi teknis belum cukup karena pada kondisi itu belum tentu memberikan keuntungan maksimum.

  Salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah efisiensi secara ekonomi. Menurut Hanafie (2010), efisiensi ekonomi dikatakan tercapai apabila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi dapat ditekan, tetapi dapat menjual produksinya dengan harga yang tinggi. Efisiensi ekonomi adalah hasil kali antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga/ alokatif dari seluruh faktor input dan dapat tercapai apabila kedua efisiensi tercapai, yaitu efisiensi teknik dan efisiensi harga/ alokatif (Soekartawi, 1990).

  Jadi efisiensi ekonomi dapat tercapai bila kedua efisiensi tersebut tercapai, sehingga dapat dituliskan menjadi : EE = ET . EH .................................................................................(2.3) di mana : EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Teknis EH : Efisiensi Harga

  Dengan kriteria penilaian yaitu, jika : 1.

  EE = 1, maka penggunaan faktor produksi sudah efisien 2. EE >1 , maka penggunaan faktor produksi belum efisien 3. EE< 1, maka penggunaan faktor produksi tidak efisien

  (Soekartawi, 1990).

2.2.5 Fungsi Statistik

  Bentuk fungsi Cobb-douglas yang bersifat non-linier dapat diubah menjadi bentuk linier dimana bentuk hubungan antara Y dan X sudah ditransformasikan menjadi bentuk sebagai berikut :

  LnY=lnb +b 1 lnx 1 + b 2 lnx 2 + b 3 lnx 3 + e

  Di mana : Y = dosis pupuk b = intercept

  X

  1 = harga pupuk

  X

  2 = harga sayuran

  X

  3 = pengalaman petani

  e = standart error Untuk menganalisis pengaruh faktor independen terhadap faktor dependen dilakukan analisis dengan menggunakan cara regresi linier berganda. Dengan menggunakan regresi, maka diperoleh besaran besarnya nilai t-hitung F-hitung

  2

  dan koefisien determinan (R ). Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel independen (X n ) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen (Y). Pengujian secara statistik adalah sebagai berikut:

  2

  1. ) Uji Determinan (R

2 Nilai koefisien determinan (R ) digunakan untuk mengetahui sejauh mana

  besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen.

2. Uji T-hitung

  Hipotesis H o o = 0

  : β H

  1 : β o ≠ 0

  Uji statistik digunakan adalah uji statistik-t

  bi −Bi

  t-hitung = t-tabel = t

  α/2(n-p)

  keterangan: bi = koefisien regresi ke-i Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i Bi = parameter ke-I yang dihipotesiskan N = Banyaknya pasangan data P = jumlah parameter regresi

  Kriteria uji : 1.

  Berdasarkan Perbandingan Nilai t- hitung dan t- tabel t-hitung > t-tabel α/2 (n-p), maka tolak H

  • t-hitung < t-tabel α/2 (n-p), maka terima H
  • 2. Berdasarkan Nilai Signifikansi (

  α =0,05) diterima Jika nilai signifikansi > α maka H

  • ditolak

  Jika nilai Signifikansi < α maka H

Gambar 2.3 Daerah diterima dan ditolak H

  Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel maka parameter yang diuji atau faktor- faktor pengaruh penggunaan pupuk (X i ) berpengaruh nyata terhadap penggunaan pupuk (Y), sebaliknya jika nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk (X i ) tidak berpengaruh nyata terhadap dosis pupuk (Y).

3. Uji F-hitung

  Nilai F-hitung digunakan untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

  Pengujian F-hitung adalah sebagai berikut: Hipotesis : H

  1 2 (k-1) = 0

  : β = β =…= β H

  1 : β 1 ≠ 0

  Uji statistik yang digunakan adalah uji F, yaitu:

  2

  /(k − 1)

  F − hitung =

  2

  (1 )/(n − R − k)

  Keterangan:

2 R = koefisien determinan

  K = jumlah variabel termasuk intersep n = jumlah pengamatan kriteria uji : 1.

  Berdasarkan Perbandingan Nilai t- hitung dan t- tabel F-hitung > F-tabel α/2 (n-p), maka tolak H

  • F-hitung < F-tabel α/2 (n-p), maka terima H
  • 2. Berdasarkan Nilai Signifikansi (

  α =0,05) diterima Jika nilai signifikansi > α maka H

  • ditolak

  α maka H Jika nilai Signifikansi <

  • Apabila nilai Signifikansi < α maka H ditolak maka secara bersama-sama variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan sebaliknya bila H diterima maka secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2.3 Penelitian Terdahulu

  Berdasarkan skripsi Sri Hery Susilowati dengan judul “Analisis Efisiensi Usaha Tani Tebu Di Jawa Timur” Dari hasil analisis data secara umum model yang digunakan dapat menunjukkan secara baik tingkat efisiensi teknologi usaha tani tebu di wilayah contoh di Kabupaten Malang dan Lumajang. Nilai indeks efisiensi teknis dikategorikan belum efisien. Hal ini diduga karena sistem usaha tani tebu yang dilakukan adalah sistem keprasan (umumnya lebih dari kepras ketiga) dan bibit yang digunakan adalah bibit lokal. Sistem ini berdampak pada rendemen yang masih rendah (7,3%). Luas lahan usaha tani memiliki pengaruh paling responsif terhadap produksi. Kuantitas penggunaan pupuk urea, KCl, dan NPK memiliki pengaruh negatif terhadap produksi tebu, yang diduga karena faktor produksi tersebut digunakan secara berlebihan. Peubah lain yang berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi adalah pupuk ZA, pupuk kandang, dan pupuk cair. Peubah tenaga kerja keluarga juga berpengaruh positif dan nyata sehingga masih mungkin untuk meningkatkan produksi tebu dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

  Berdasarkan skripsi Nurul Mubarok dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kerupuk Ikan Di Sentra Roduksi Kerupuk Desa Kenanga Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat” dari hasil analisis disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kerupuk skala sedang melalui analisis regresi secara bersama-sama ditunjukan dengan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel (186,75>28,7), analisis secara parsial faktor tersebut menunjukkan tingkat signifikansi ditandai t-hitung>t-tabel yaitu modal (X ), tenaga kerja (X ), permintaan produk (X ), sedangkan harga(X )

  1

  2

  3

  4 tidak berpengaruh (t-hitung<t-tabel).

  Berdasarkan skripsi Darwanto dengan judul “Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier)” Dari hasil analisis data yang telah berhasil diolah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, usahatani padi di daerah penelitian tidak efisien secara teknis sehingga penggunaan input harus dikurangi, apabila dilihat dari efisiensi harga (EH) dan efisiensi ekonomi (EE), maka usahatani padi tidak efisien dengan nilai efisiensi harga sebesar 0,22 dan efisiensi ekonomi sebesar 0,16. Dari hasil perhitungan ketiga efisiensi ini dapat dikatakan bahwa usahatani padi tidak efisien.

2.4 Kerangka Pemikiran

  Pupuk merupakan variabel independen yang mempengaruhi jumlah produksi pada budidaya tanaman sayuran. Di mana dengan pemupukan yang tepat baik dalam ketepatan dosis maupun ketepatan waktu akan berdampak positif dalam peningkatan hasil panen sayuran.

  Seringkali para petani terus-menerus menambah penggunaan input pupuk dengan harapan peningkatan hasil produksi tersebut. Namun kenyataannya, ternyata para petani belum mempertimbangkan efisiensi penggunaan pupuk itu sendiri. Di mana input pupuk terus ditambah belum tentu menghasilkan peningkatakan produksi dan menjadi berakibat negatif yakni produksi tetap atau bahkan menurun dan tentu hal ini menjadi tidak efisien. Pengkajian hubungan penggunaan faktor produksi pupuk menggunakan model kepangkatan yang merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan dirumuskan sebagai berikut:

  ẞ1

  Y=

  X

  1 ẞ

  Y= jumlah produksi

  X

  1 = pupuk

  Efisiensi faktor produksi pupuk pada usahatani sayuran ini diukur dengan analisis fungsi produksi frontier, yang dilihat dari efisiensi teknis dan efisiensi harga. Tercapainya efisiensi teknis dan efisiensi harga berarti tercapainya efisiensi ekonomi. Di sisi lain, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani sayuran di dalam penggunaan pupuk. Adapun faktor-faktor lain tersebut, yakni harga sayuran, harga pupuk dan pengalaman petani.

  Harga sayuran diduga berpengaruh terhadap kebiasaan petani di dalam menggunakan pupuk. Di mana, diasumsikan apabila harga sayuran meningkat, maka dosis pupuk yang digunakan petani semakin meningkat. Hal ini didasari, petani berpendapat apabila pupuk terus ditambah, maka akan meningkatkan volume produksi sayuran. Dugaan peningkatakan jumlah input akan meningkatkan jumlah output dalam hal ini produksi masih diyakini oleh petani sayuran. Diharapkan peningkatan produksi tersebut dapat menambah pendapatan petani dikarenakan harga sayuran sedang meningkat.

  Harga pupuk juga diduga berpengaruh terhadap kebiasaan petani di dalam menggunakan pupuk. Di mana, diduga apabila harga pupuk meningkat, maka petani akan berpikir untuk mengurangi dosis pupuk. Harapannya setelah dosis pupuk dikurangi dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi input pupuk. Dan apabila harga pupuk kembali tetap, maka petani akan menambah dosis pupuk seperti sebelum harga pupuk mengalami kenaikan.

  Penggunaan dosis pupuk oleh petani diduga dipengaruhi oleh pengalaman petani. Hal ini disebabkan, semakin lama seorang petani menanam sayuran, maka petani tersebut semakin mengetahui penggunaan dosis yang tepat untuk tanaman sayuran. Pengalaman yang panjang tersebut secara tidak langsung mengajarkan petani sayuran di dalam penentuan dosis pupuk sehingga kebiasaan untuk menebak-nebak dosis pupuk dapat diminimalisir.

  Secara skematis, kerangkan pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut

1 E

1 E

  Keterangan : : Menyatakan Hubungan : Menyatakan hasil

  X

  Perbandingan

  Teori Law of Diminishing Returns (LDR)

  Dosis penggunaan Pupuk menurut

  1 Perlu Ditambah

  X

  (Belum Efisien)

  1 E

  <X

  1

  Penggunaan pupuk Inefisien X

  (Tidak Efisien)

Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran

  1 >X

  Penggunaan pupuk Inefisien X

  (Efisien) Penggunaan pupuk oleh petani sayuran

  1 =X

  X

  Dosis penggunaan Pupuk seharusnya

  3. Efisiensi Ekonomi Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk (harga sayuran, harga pupuk, dan pengalaman petani)

  2. Efisiensi Harga

  1. Efisiensi Teknis (Pendekatan Frontier)

  Fungsi Cobb-Douglas Analisis Efisiensi

  1 = pupuk

  X

  Usahatani Sayuran Dipengaruhi Faktor produksi pupuk

1 Perlu Dikurangi

2.5 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah dikemukakan, hipotesis penelitian ini adalah :

1. Penggunaan pupuk pada usahatani sayuran di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo tidak efisien baik secara teknis, harga maupun ekonomi.

  2. Harga sayuran, harga pupuk, dan pengalaman petani merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk oleh petani sayuran di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

  3. Adanya perbedaan yang signifikan antara penggunaan pupuk efisien berdasarkan teori The Law of Diminishing Returns (LDR) dengan penggunaan pupuk oleh petani sayuran di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

Dokumen yang terkait

BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 12

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public - Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

0 0 39

Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

0 0 30

BAB II PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 20

BAB II KAJIAN TENTANG WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT A. Pengertian Warisan Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat 1. Menurut Hukum Islam - Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan Pada Masyarakat Adat Batak Mandailing Di Padang Lawas

0 0 31

DAFTAR ISI - Kajian Yuridis Pelaksanaan Warisan Pada Masyarakat Adat Batak Mandailing Di Padang Lawas

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Perbandingan Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (Ppl) Di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, K

0 0 13

KATA PENGANTAR - Perbandingan Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (Ppl) Di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pengembangan Usahatani Padi Organik Di P

0 0 10

Analisis Efisiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran (Kubis, Kubis Bunga, Dan Wortel)(Studi Kasus : Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 0 18