BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS A.Peranan Notaris dalam pembuatan akta Authentik

  Keberadaan lembaga Notaris di indonesia senantiasa dikaitkan dengan keberadaan fakultas hukum, hal ini terbukti dari institusi yang menghasilkan Notaris (sekarang ini) semuanya dari fakultas hukum dengan kekhususan (sebelumnya) Program Pendidikan Spesialis Notaris atau sekarang ini Program Studi Magester Kenotariatan, dan secara subtansi yang di pelajari di fakultas hukum, padahal sebenarnya ada materi-materi yang bukan bagian dari materi ilmu hukum, artinya ada materi yang harus ditempatkan sebagai kajian yang tersendiri (otonom) dengan nama Hukum Notaris.

  Adapun kaitan ini perlu dicermati pendapat A.Pitlo, bahwa : “Hukum Notariat ( het notariele recht) sedang menampakkan diri sebagai suatu bagian otonom dalam ilmu hukum, hal mana telah didahului oleh Hukum

  Administrasi, Hukum Pajak, Hukum Publik, dan lain-lainnya. Dalam perkembangannya setiap bagian otonom ini membentuk suatu sistem dasar-

  †††††

  dasarnya tersendiri.” Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, Akta Authentik adalah suatu akta yang di buat dalam bentuk yang di tentukan oleh undang-undang, di buat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa uuntuk itu di tempat dimana akta di buatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang pejabat lain adalah pengecualian.

  ††††† Habib Adjie., Op.Cit.,hlm 1-2

  Menurut Wirjono Prodjodikoro, akta authentik adalah akta yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan alat bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu, Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, suatu akta tidaklah cukup apabila akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat saja, disamping itu caranya membuat akta authentik haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang, suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta authentik, tetapi memopunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

  ‡‡‡‡‡

  Menurut C.A. Kraan akta authentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  §§§§ a.

  Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan di buat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.

  b.

  Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, di anggap berasal dari pejabat yang berwenang c.

  Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ‡‡‡‡‡ ketentuan- ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu

  Sjaifurrachman., Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 25 §§§§§

  Habib Adjie II, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm 127 tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang membuatnya c.q. data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut).

  d.

  Seorang pejabat yang diangkat oleh Negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdigheid-impartiality) dalam menjalankan jabatannya.

  e.

  Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah hubungan hukum didalam bidang hukum privat.

  Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik sejauh pembuatan akta authentik tidak di khususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain itu, akta authentik yang di buat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga kehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Menurut Izenic,

  • bentuk atau corak Notaris dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu:

  Bilamana tindakan Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi ternyata berdasarkan UUJN dan Kode Etik Notaris bukan suatu pelanggaran, maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UUJN dan Kode Etik Notaris.

  • Ibid., hlm 8
Notaris dipidana tanpa memperhatikan aturan hukum yang berkaitan dengan tata cara pemanggilan Notaris yang terdapat pada pasal 66 UUJN dan hanya berdasarkan Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja, merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dan dianggap menyepelekan

  pasal 66 UUJN. Menurut Meijers, diperlukan adanya kesalahan besar (hard schuldrecht) untuk perbuatan yang berkaitan dengan pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan seperti

  †††††† Notaris.

  Notariat Fungsionnel, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah di delegasikan (gedelegeerd), dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti terdapat pemisahan yang keras antara “wettleijke” dan “niet wettleijke” weerzaamheden, yaitu pekerjaan- pekerjaan yang berdasarkan Undang-Undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat.

  Notariat Professionel, dalam kelompok ini, walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.

  Akta authentik merupakan alat bukti bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum perjanjian. Adanya akta ini untuk kepentingan para pihak, dan dibuat oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta demikian mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang membuatnya. Sebagai alat bukti ††††††

  Herlien Budiono, kumpulan tulisan hukum perdata di bidang kenotariatan, PT Citra Adtya Bakti, Bandung, 2008, hal. 37 yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di dalam akta notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti yang lain.

  Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas akta tersebut karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan Notaris sebagai pejabat umum yang di

  ‡‡‡‡‡‡ angkat oleh Pemerintah.

  Berbeda dengan akta authentik, akta di bawah tanggan adalah akta yang cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat pegawai umum, tetapi hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja. Akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dsb.

  Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta di bawah tangan diakui oleh orang terhadap siapa akta itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para

  §§§§§ ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.

  Adapun pengertian dari akta notaris yaitu terdapat dalam pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 yaitu mengatakan bahwa “ Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta authentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

  • undang-undang ini.” Oleh karena itu peranan notaris dalam pembuatan akta authentik terdapat pada pengeritan Notaris tersebut dan di kuatkan pada pasal 1

  

PUTRI . A. R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, PT. SOFT

MEDIA, Jakarta, 2011, hlm. 2-3 §§§§§§ di akses pada tanggal *******

  29 januari 2015

pasal 1 angka (7) Undang-Undang No 2 Tahun 2014

  ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 di mana pengertian Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik.

  Pasal ini merupakan penegasan dari pasal 1868 KUH Perdata “ Suatu akta authentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di tentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk

  ††††††† itu di tempat dimana akta dibuatnya.

  Akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris yang bersifat authentik, dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta Notaris tersebut. Dalam berbagai macam hubungan bisnis, seperti kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan lain-lain, baik dalam lingkup lokal, regional, maupun nasional, kebutuhan akan akta authentik sebagai alat bukti pembuktian semakin meningkat. Akta otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, yang menjamin kepastian hukum sekaligus diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya sengketa, walaupun sengketa tersebut pada akhirnya mungkin tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut akta authentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terkuat dan memberi sumbangan yang nyata bagi penyelesaian perkara secara mudah dan cepat. Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh apa yang dinyatakan dalam akta Notaris harus di terima kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan pengadilan.

  †††††††

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  Kekuatan akta notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter pembuatnya, yaitu Notaris sebagai pejabat umum yang secara khusus diberi wewenang untuk membuat akta. Pada asasnya setiap orang yang diangkat sebagai Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik tanpa keuali sepanjang tidak ditujuk pejabat lain oleh undang-undang yang secara

  ‡‡‡‡‡‡‡ tegas memberikan kewenangan kepada pejabat lain tersebut.

  Akta Notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat yang bersifat sempurna. Karena akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :

  1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskract) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahanya sebagai akta authentik 2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul diketahui dan didengar oleh notaris dan diterangkan oleh pihak yang menghadap, yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris.

3. Kekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi suatu akta.

  Berbeda dengan perkara pidana akta Notaris sebagai akta authentik merupakan alat bukti yang tidak dapat mengikat penyidik dan hakim dalam pembuktian, atau

  ‡‡‡‡‡‡‡ Sjaifurrachman., Op.Cit.,hlm 7-9 bersifat bebas. Dasar alasan ketidakterkaitan atas alat bukti surat tersebut

  §§§§§§

  didasarkan beberapa asas, antara lain : a.

  Asas proses perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal.

  Walaupun dari segi formil alat bukti surat telah benar dan sempurna, namun kebenaran dan kesempurnaan formal itu dapat disingkirkan demi mewujudkan kebenaran materill. Dengan asas ini hakim bebas menilai kebenaran yang terkandung pada alat bukti surat.

  b.

  Asas Keyakinan Hakim seperti terdapat dalam jiwa ketentuan pasal 183 KUHAP. Menurut pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran system pembuktian “ menurut undang-undang secara negatif ” artinya bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila kesalahan terdakwa telah terbukti sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas keterbuktian itu hakim “yakin” terdakwalah yang bersalah melakukannya.

  c.

  Asas-asas minimum pembuktian, alat bukti surat resmi (authentik) berbentuk surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang adalah alat bukti yang sah dan bernilai sempurna, namun nilai kesempurnaan yang melekat pada alat bukti surat yang bersangkutan tidak mendukung untuk berdiri sendiri.

  §§§§§§§ Khoirun Nisa, Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam

  Perkara Pidana Menegenai Akta yang diterbitkan, Universitas Brawijaya, Malang, 2013, hlm. 6-7

  Jika dikaitkan dengan Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Oleh karena itu meskipun akta authentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak, namum dalam perkara pidana, akta authentik masih dapat digugurkan dengan alat bukti lain yang lebih kuat yaitu keterangan pihak ketiga atau para pihak yang terkait dalam pembuatan akta tersebut. Karena dalam perkara pidana alat bukti yang sah menurut undang-undang di sebut secara rinci atau limitative sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan terdakwa.

  Kekuatan pembuktian akta Notaris dalam perkara pidana,merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Namun nilai kesempurnaannya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat bukti lain. Notaris tidak menjamin bahwa apa yang di nyatakan oleh penghadap

  • tersebut adalah benar atau suatu kebenaran.

  Akta notaris yang dapat dibatalkan apabila melanggar unsur subjektif, ialah Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toetsemming van degenen

  

die zich verbiden ),Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid

om eene verbindtenis aaan te gaan ).

  Dan mulai belaku/terjadinya pembatalan sejak akta tetap mengikat selama ******** belum ada yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan akta menjadi tidak

  Ibid., hlm 8 mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

  Akta notaris juga bisa batal demi hukum apabila melanggar unsur objektif, ialah suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), suatu sebab yang tidak terlarang ( eene geoorfloofde oorzaak).

  Dan mulai berlaku/terjadinya pembatalan sejak saat akta tersebut ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak

  ††††††† pernah terjadi, dan tanpa perlu ada putusan pengadilan.

  Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah (Vermoeden van

  

Rechtmatigheid) atau Presumptio lustae Causa. Asas ini dapat dipergunakan

  untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan umum.

  Selama dan sepanjang gugatan berjalan maka akta Notaris tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.

  Dalam gugatan untuk menyatakan akta Notaris tidak sah, maka harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan materil akta Notaris.

  Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. ††††††††

  HABIB ADJIE, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 42 Dengan demikian dengan alasan tertentu maka kedudukan akta Notaris

  ‡‡‡‡‡‡‡‡

  : 1. dapat dibatalkan; 2. batal demi hukum; 3. mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan; 4. dibatalkan oleh para pihak sendiri; 5. dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas Praduga Sah.

  Kelima kedudukan akta Notaris sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dilakukan secara bersamaan, tapi hanya berlaku satu saja, yaitu jika akta Notaris diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kedudukan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta Notaris batal demi hukum atau akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku

  §§§§§§§§ pula untuk asas Praduga Sah.

  Asas Praduga Sah ini berlaku, dengan ketentuan jika atas akta Notaris tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta Notaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak di batalkan oleh para pihak sendiri.Dengan demikian penerapan Asas Praduga Sah ‡‡‡‡‡‡‡‡ §§§§§§§§ Habib Adjie., Op.Cit., hlm. 141 Ibid., hlm 141 untuk akta Notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut

  • di penuhi. Akta authentik yang dibuat oleh notaris ada dua (2) macam, yaitu : 1.

  Ambtelijk acten, procesverbaal acten dan 2. Party acten

  

Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimasudkan yaitu akta yang dibuat oleh

  ( door enn ) Notaris atau yang dinamakan “akta reelas” atau “akta pejabat” (ambtelijke akten) sebagai akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian.

  Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut, dinamakan “ akta partij” ( partij aktan ). Akta jenis ini diantaranya akta

  ††††††††

  jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktek Notaris disebut Akta

  

Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan

  disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. ********* Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan)\Notaris, dalam praktik Notaris ††††††††† Ibid., hlm. 142 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke -5,

  Jakarta, Erlangga, hlm. 51-52 disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan

  ‡‡‡‡‡‡‡‡ agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.

  Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan permintaan para pihak tidak ada, maka Notaris tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud.

  Untuk memenuhi keinginanan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan salaran dengan tetap berpijak pada aturan hukum . Ketika saran Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan notaris.

  Pengeritan seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari akta Notaris, tidak berarti Notaris sebagai pelaku dari akta tersbeut, Notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta Notaris dipermasalahkan, maka kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat atau Turut Tergugat dalam pekara perdata. Penempatan Notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu para pihak dengan kualifikasi membuat atau ‡‡‡‡‡‡‡‡‡

  Habib Adjie., Op.Cit., hlm. 128 menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan Notaris sebagai pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentik atau menempatkan Notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, maka hal tersebut telah mencederai akta Notaris dan Notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai kedudukan akta Notaris dan Notaris di Indonesia. Siapapun tidak dapat memberikan penafsiran lain atas akta Notaris atau dengan kata lain

  §§§§§§§§ terikat dengan akta Notaris tersebut.

B. Kewenangan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik

  Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat authentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas dan jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak

  • membutuhkannya.

  Dengan demikian Notaris merupakan suatu Jabatan (Publik) mempunyai

  ††††††††††

  karateristik, yaitu: a.

  Sebagai Jabatan §§§§§§§§§

  • ********** Habib Adjie.,Cetakan I., Op.Cit., hlm 44-45 ††††††††††

  Dr. Habib Adjie, SH., M.Hum., Op.Cit., hlm 14 Ibid,. hlm 15

  UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, Artinya satu satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia, Sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu ( kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.

  b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu.

  Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan tindakan di luar wewenang yang telah di tentukan, dapat di kategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang notaris hanya di cantumkan dalam pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJN.

  c. Diangkat dan di berhentikan oleh pemerintah

  Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan . Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) yang mengakngkatnya pemerintah. Dengan demikian notaris dalam menjalankan tugas jabatannya : bersifat mandiri, tidak memihak siapapun, tidak tergantung kepada siapapun, yang berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

  d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya.

  Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi tidak menerima gaji pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.

  e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.

  Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) authentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata notaris dan menuntut biaya ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat. Setiap perbuatan pemerintahan disyaratkan harus pada wewenang yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun Badan Tata

  Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun bagi setiap badan.

  Dalam hukum administrasi negara, dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan bevoegdheid yang berkaitan dengan suatu jabatan ambt. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi, dan mandat, ketiga sumber kewenangan ini akan melahirkan kewenangan (bevoegdhei, legal power,

  

competence ). Kewenangan yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi

  pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu kententuan perundang- undangan. Perundang- undanganlah yang menciptakan suatu wewenang pemerintahan baru.

  Jadi pada atribusi terjadi pemberian suatu wewenang oleh suatu peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang di peroleh dengan cara delegasi atau pelimpahan, merupakan pemberian wewenang yang sudah ada oleh suatu badan administrasi negara yang telah memperoleh suatu kewenangan pemerintahan secara atributif kepada badan administrasi negara lainnya. Suatu deligasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi lainnya. Suatu deligasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Jadi harus dipastikan apakah suatu badan yang mengeluarkan suatu keputusan yang berisi suatu pendelegasian wewenang itu berdasarkan suatu wewenang pemerintahan atributif yang sah atau tidak. Jadi, pada wewenang delegasi terjadi pelimpahan atau pemindahan wewenang yang telah ada kepada pejabat atau organ administrasi lainya.

  Pada wewenang mandat, tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari suatu badan ke badan lainnya, pada mandat hanya terjadi suatu hubungan intern antara penerima mandat (mandataris) dengan pemberi mandat (mandan), sedangkan tanggung jawab tetap ada pada mandan, dan tidak berlaih pada mandataris. Dari perspektif sumber kewenangan, Notaris memiliki wewenang atributif yang diberikan oleh pembentuk undang-undang (badan legislator), yang dalam hal ini melalui Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Jadi, Notaris memiliki legalitas untuk melakukan perbuatan hukum membuat akta authentik.

  Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 15 UUJN kewenangan

  ‡‡‡‡‡‡‡‡‡

  Notaris bisa dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu: 1.

  Kewenangan utama/umum, pasal 15 ayat (1), 2. Kewenangan tertentu, pasal 15 ayat (2), dan 3. Kewenangan lain-lain, pasal 15 ayat (3).

  Kewenangan utama/umum Notaris membuat akta authentik yang menyangkut semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta authentik, dan menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta , semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang di tetapkan oleh undang-undang.

  Adapun pengaturan tentang kewenangan notaris yaitu terdapat pada pasal 15

  §§§§§§§§§§

  Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 yang berbunyi: 1.

  Notaris berwenang membuat Akta authentik mengenai semua perbuatan, ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- §§§§§§§§§§ Habib Adjie., Cetakan ke III., Op.Cit., hlm 78 Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 02 Tahun 2014. undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta authentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

  2. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

  b. membukukan seurat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

  c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

  d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.

  e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

  f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau g. membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2),

  Notaris mepunyai kewenangan lain yang di atur dalam peraturan perundang-undangan. Di samping itu juga dapat dilihat dalam rumusan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f ini menimbulkan multi penafsiran dan penafsiran terhadap pasal ini menumbulkan adanya dua pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan dengan pertanahan yaitu:

  • a.

  Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti luas meliputi baik yang menjadi kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 maupun kewenangan lainnya yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 b. Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti sempit, yang tidak termasuk kewenangan PPAT berdasarkan PP

  Nomor 37 Tahun 1998 Adapun rumusan Pasal 15 ayat (2) huruf g ini menimbulkan multi penafsiran, dan penafsiran terhadap pasal ini menimbulkan adanya dua pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan dengan akta risalah lelang yaitu;

  †††††††††† a.

  Pertama, setiap Notaris secara serta merta berwenang untuk membuat akta risalah lelang artinya jabatan Notaris dengan jabatan pejabat lelang disatukan, begitu menjadi Notaris otomatis ia menjalankan pekerjaan-pekerjaan pejabat lelang. Dengan demikian jika seorang sudah diangkat menjadi Notaris ia tidak perlu diangkat menjadi pejabat lelang. ***********

  Sjaifurrachman.,Op.Cit., hlm 82-83 ††††††††††† Ibid,. hlm 85 b.

  Kedua, tidak semua Notaris mempunyai wewenang untuk membuat risalah lelang walaupun Notaris dan pejabat lelang mempunyai kualifikasi yang sama sebagai pejabat umum, hanya Notaris yang telah disahkan dan ditetapkan sebagai pejabat lelang kelas II yang berwenang untuk membuat akta risalah lelang.

  Adapun beberapa akta authentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:

  ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ 1.

  Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW); 2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227

  BW) 3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (

  Pasal 1405 dan 1406 BW), 4. Akta protes wesel dan cek ( Pasal 143 dan 218 WvK).

  5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) – (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996).

6. Membuat akta risalah lelang.

  Adapun kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam bentuk in Originali, yaitu akta :

  §§§§§§§§§§ a.

  Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. Penawaran pembayaran tunai; c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimannya surat berharga; ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

  Habib Adjie., Cetakan ke III., Op.Cit., hlm 79 §§§§§§§§§§§ Ibid,. hlm. 82 d.

  Akta kuasa; e. Keterangan kepemilikan; atau f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  Akta yang di buat oleh Notaris hanya akan menjadi akta authentik apabila

  • notaris mempunyai wewenang untuk meliputi 4 hal, yaitu : 1.

  Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris adalah pejabat umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/ atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

  3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. Menurut Pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat

  • ************ kedudukan di daerah kabupaten/kota. Wilayah jabatan notaris

  G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 49-50 meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukkannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah.

  4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya.

C. Peran MPD dan MPW dalam hal menerima penngaduan masyarakat

  Sejak berlakunya Undang-Undang Nomot 2 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pengawasan Notaris tidak dilakukan oleh Pengadilan Negeri sesuai wilayah kerja Notaris yang bersangkutan berada. Ada dua lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris, yaitu lembaga Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan pengawas terhadap Notaris dan Dewan Kehormatan yang merupakan salah satu dari alat pelengkapan organisasi Notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia. Kedua lembaga tersebut berwenang untuk mengawasi Notaris sampai dengan penjatuhan sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan- ketentuan yang berlaku. Terdapat perbedaan kewenangan antara kedua lembaga tersebut dikarenakan keduanya terbentuk dari lembaga yang berbeda, namun keduanya tetap tidak dapat di pisahkan dari keberadaan organisasi

  ††††††††††† Notaris.

  †††††††††††† Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 261

  Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, yang di dalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas yang memahami dunia Notaris. Adanya anggota Majelis Pengawas dari kalangan Notaris merupakan pengawasan internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris yang memahami dunia Notaris luar dalam. Sedangkan unsur lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif sehingga setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi

  ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ secara internal dan eksternal.

  Dewan kehormatan dan Majelis Pengawas Notaris merupakan dua lembaga yang berbeda dan mempunyai kewenangan yang berbeda pula dalam hal pelaksanaan pengawasan bagi Notaris. Dewan kehormatan dibentuk sebagai alat perlengkapan organisasi Ikatan Notaris Indonesia, sedangkan Majelis Pengawas Notaris dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dari kewenangannya, maka Dewan Kehormatan berwenang untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik organisasi yang bersifat tidak berkaitan secara langsung dengan masyarakat atau hanya bersifat internal organisasi saja, sedangkan Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran jabatan Notaris, dan kode etik jabatan Notaris apabila berkaitan langsung dengan masyarakat yang ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

  Putri A.R., Op.Cit., hlm. 50 menggunakan jasa notaris, meskipun dalam kewenangan masing-masing tercantum bahwa kedua lembaga tersebut berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran kode etik Notaris, namun lingkup kewenangannya berbeda berdasarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Apabila pelanggaran kode etik yang dilakukan bersifat internal, maka Dewan Kehormatan bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan bila sifat pelanggaran yang dilakukan telah merugikan klien atau masyarakat, maka Majelis Pengawas Notaris yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan. Namun demikian, Dewan Kehormatan tetap bertugas untuk membantu Majelis Pengawas Notaris dalam hal pemerikasaan pelanggaran

  §§§§§§§§§§§ kode etik dan jabatan Notaris.

  Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan oleh Menteri yang membawahi bidang kenotariatan, dan dalam pelaksaan pengawasan teersebut menteri membentuk suatu lembaga tersendiri yang disebut Majelis Penagawas Notaris. Mengenai Majelis Pengawas, menurut UUJN memberi batasan sebagai suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Pengertian pengawasan dalam ketentuan ini termasuk pembinaan yang dilakukan oleh menteri terhadap Notaris. Pengawasan itu sendiri adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. Majelis Pengawas ini dibentuk oleh menteri

  §§§§§§§§§§§§ Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 263 dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris yang terdiri atas

  • : a.

  Majelis Pengawas Daerah, yang dibentuk dan berkedudukan di Kabupaten atau Kota; b. Majelis Pengawas Wilayah, yang dibentuk dan berkedudukan di

  Propinsi; dan c. Majelis Pengawas Pusat yang dibentuk dan berkedudukan di Ibu

  Kota Negara Adapun wewenang MPD yang diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri

  Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2014, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10. Tahun 2004. Dalam pasal 66 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan :

  1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada Minuta atau Protokol Notaris dalam

  Penyimpanan Notaris; b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris

  • Ibid., hlm 268

  2. pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.

  Ketentuan pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak dipunyai oleh MPW maupun MPP. Subtansi Pasal 66 UUJN imperatif dilakukan oleh penyidik, pejabat umum, atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seseorang Notaris digugat perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena setiap orang untuk mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris.

  Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para pihak, bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek pemeriksaan, sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik unsur Notaris, pemerintahan dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur maupun subtansinya. Tanpa ada izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara

  ††††††††††††† pidana. ††††††††††††† Habib Adjie., Op.Cit., hlm 179.

  Adapun Pasal 70 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan

  ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

  dengan: a.

  Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; b. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1

  (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau waktu yang dianggap perlu; c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan; d. Menentapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul

  Notaris yang bersangkutan; e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih; f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (4); g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan g kepada Majelis

  Pengawas Wilayah.

  ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Ibid., hal 180

  Wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa,

  §§§§§§§§§§§§

  yaitu: 1.

  Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas 3 (tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah yang dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris;

  2. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan dara dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris; 3. Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Majelis Pengawas daerah menunjuk penggantinya. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana tersebut di atas wajib dibuat Berita Acara dan dilaporkan kepada MPW, pengurus organisasi jabatan

  Notaris dan MPW, hal ini berdasarkan pasal 17 peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004,

  • yaitu:

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Daerah - Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kota Medan

0 0 11

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kota Medan

0 3 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 1 10

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Investasi - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar

0 0 22

KATA PENGANTAR - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN MODAL VENTURA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ve

0 1 42

KATA PENGANTAR - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ventura)

0 0 23