BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public - Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar telah dirangkum dan dituangkan

  dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea 4. Secara eksplisit cita-cita bangsa Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

  ”... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupanh bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial keadilan sosial,..” (Pembukaan UUD 1945 Alinea 4).

  Cita-cita ini secara lebih eksplisit dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan makna sejahtera sebagai sejahtera secara merata, artinya bahwa setiap individu bangsa Indonesia berhak menikmati hidup yang sejahtera.

  Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dalam pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia. Rumusan Pasal 33 UUD 1945 (hasil amandemen) dan penjelasannya sebagai berikut: a.

  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

  b.

  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. c.

  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebsar-besar untuk kemakmuran rakyat.

  d.

  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

  e.

  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ini diatur dalam undang- undang.

  Penjelasan Pasal 33 UUD 1945, sebagai berikut: Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan untuk pemilikan anggota masyarakat. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, berarti kemakmuran bagi segala orang.Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.Kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan perseorangan.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat.Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Secara eksplisit Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, selama Pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konstitusi, selama itu pula keterlibatan pemerintah

  (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetapi diperlukan. Khusus untuk BUMN, pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Paling tidak ada 3 visi yang saling terkait, yakni visi founding

  father yang ada dalam UUD 1945, visi dari lembaga/badan pengelola BUMN, dan

  visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini harus dapat pembinaan.

  Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu karakteristik sistem konstitusi dan kenegaraan yang ingin diwujudkan. Pasal 33 bukan sekedar petunjuk tentang susunan perekonomian dan wewenang pemerintah untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi, melainkan mencerminkan cita-cita, keyakinan dan pandangan kenegaraan yang dianut dan diperjuangkan secara konsisten oleh para pemimpin pergerakan nasional.

  Sejak Indonesia merdeka, posisi dan peranan perusahaan negara telah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers terutama pada kata “dikuasai oleh negara”.Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.Sebaliknya, Hatta menentang pendapat ini dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung

  

  proses pembangunan. Sistem ekonomi Indonesia berdasarkan UUD 1945, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada tiga sektor pelaku ekonomi koperasi, usaha negara dan usaha swasta, Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. dulu dikuasai/dimiliki oleh negara, ternyata banyak cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak kemudian beralih dimiliki swasta.Ini dapat dilihat adanya pengambilalihan peran negara oleh swasta dalam bentuk monopoli yang mengakibatkan beban bagi perekonomian rakyat.Walaupun dapat dikatakan bahwa pemilikan oleh swasta bisa juga diartikan sebagai “dikuasai oleh negara”, karena ada pengaturan khusus.Dalam kondisi yang demikian, muncul kebijaksanaan pemerintah tentang privatisasi, karena kurang mampunya BUMN

   dalam bidang manajemen perusahaan.

  Privatisasi haruslah sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, sesuai dengan pengertian “dikuasai oleh negara” privatisasi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, karena meskipun privatisasi dilaksanakan, negara masih tetap dapat menguasai melalui regulasi. Namun privatisasi dalam pelaksanaannya harus sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Hal ini berarti bahwa privatisasi harus memiliki semangat sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, melindungi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara 28 Sejarah BUMN, IMF-World Bank, dan Privatisasi di Indonesia,

  (diakses tanggal 10 Maret 2015). 29 Zulkfli Taufik,Op.Cit.,hlm 44.

  dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi.

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

  (BUMN) Privatisasi sudah dilaksanakan pada tahun 1990-an tetapi baru mempunyai diterbitkannya UU BUMN.Undang-undang tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan privatisasi di Indonesia.Ketentuan mengenai privatisasi dalam tubuh UU BUMN diatur dalam Pasal 1 butir 12 UU BUMN yang menyebutkan bahwa privatisasi merupakan penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilik saham oleh masyarakat.

  Privatisasi ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan karena adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud

  

  agar dapat melakukan pengembangan usaha. Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.Yang dimaksud dengan “kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan internasional. BUMN juga menghendaki pelaksanaan privatisasi yang dilakukan secara transparan, baik dalam penyiapannya maupun dalam pelaksanaannya. 30 I Putu Gede ary Suta, Menuju Pasar Modal Moderen, cet II (Jakarta: Yasyasan SAD Satria Bakti, 2000), hlm. 357.

  Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tampa ada intervensi dari pihak lain di luar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

  Menurut Pasal 76 ayat (1) UU BUMN dinyatakan bahwa persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhui kriteria : Industri/sektor usahanya kompetitif, dalam hal ini industri/sektor usaha tersebut dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta.

  Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan disektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.

  2. Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah yakni industri/sektor usaha kometitif dengan ciri utama terjadinya perubahanteknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk menganti teknologinya.

  Menurut Pasal 78 UU BUMN terdapat beberapa metode atau model privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:

  1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal; yang dimaksud dengan “penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal” antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public

  Offering /go public), penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat

  ekuitas. Termasuk dalam pengetian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi persero yang telah terdafta di bursa.

2. Penjualan saham secara langsung kepada investor; yang dimaksud dengan

  “penjualan langsung kepada investor” adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lain termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham persro yang belum terdaftar di bursa.

3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang

  (Management Buy Out/MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy

  Out /EBO)”. Adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung

  kepada manajemen dan/atau karyawan persero yang bersangkutan. Dalam hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, penawaran kepada manajemen dan/atau karyawan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan manajemen adalah direksi. Pengaturan tentang privatisasi dalam Peraturan Menteri BUMN antara lain juga tentang kriteria dan cara privatisasi dengan cara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/ atau karyawan (EBO), pemberlakuan Peraturan Menteri bagii persero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS.

B. Tujuan Umum BUMN Go Public

  Badan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu tulang punggung perekonomian (aset produktif yang dimiliki pemerintah) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak.Disamping sebagai sumber pendapatan negara dalam bentuk laba yang dihasilkan, keberadaan BUMN masih diperlukan dalam merintis sektor-sektor penting yang masih belum belum dapat menarik minat swasta.Dalam hal demikian BUMN dituntut untuk menyehatkan usahanya terutama dalam hal perolehan laba.Akan tetapi, kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi

  Oleh karena itu, kinerja BUMN dalam perkembangannya terkesan dipandang negatif.Sering kali BUMN dituduh sebagai badan usaha yang tidak efisien dan memiliki profitabilitas yang rendah.Boleh dikatakan bahwa terciptanya kesan dan kondisi seperti itu dipengaruhi orientasi pendirian BUMN, yang semula diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian dibandingkan dengan perolehan laba (profitability). Agar dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif sehingga mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya

  

mekanisme pasar yang begitu kompetitif.

  Privatisasi ditujukan untuk peningkatan kinerja perusahaan agar mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi negara dan masyarakat.Hal ini dilakukan 31 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hlm. 20. dengan adanya penjualan sejumlah saham kepada masyarakat, dengan maksud agar dapat melakukan pengembangan usaha. Menurut I Putu Gede Ary Suta, mantan Ketua Bapepam disebutkan bahwa alasan dari privatisasi antara lain meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN dalam rangka menghadapi persaingan di pasar global dan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat

   Ary Suta menghendaki apabila BUMN tersebut diprivatisasi maka diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam kepemilikan saham di suatu BUMN.

  Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU BUMN, disebutkan bahwa maksud dari privatisasi, adalah:

  1. Memperluas kepemilikan masyarakat atas persero;

  2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;

  3. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;

  4. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

  5. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global; 6. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

  Selain itu, Pasal 74 ayat (2) UU BUMN menegaskan bahwa Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pasal 74 UU BUMN tersebut, maksud dan tujuan Privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero 32 I Putu Gede Ary Suta, Op.Cit., hlm. 357. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.

  Privatisasi BUMN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produksi dan manajemen perusahaan, sehingga dapat bersaing secara global dan dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Secara umum ada bermacam-macam

   1.

  Pengembangan pasar modal domestik; 2. Penyebarluasan kepemilikan saham; 3. Meningkatkan kinerja perusahaan negara, kompetisi, efisiensi dalam penggunaan dan alokasi sumber daya;

  4. Pengurangan peranan negara dalam perekonomian, yang berarti pula pengurangan beban administratif dan finansiil;

  5. Meningkatkan pendapatan negara dan devisa; 6.

  Meningkatkan investasi swasta, baik domestik maupun asing dan penggunaan teknologi baru;

  7. Rasionalisasi atau restrukturisasi dari sektor ekonomi tertentu; 8.

  Pemerataan distribusi pendapatan; 9. Peningkatan kesempatan kerja, melalui peningkatan investasi dan pertumbuhan;

  10. Penciptaan suatu kelas manager yang akan tangguh dan berinisiatif.

  Secara garis besar tujuan Privatisasi BUMN dititikberatkan pada beberapa hal, yang pertama adalah economic efficiency, dan yang kedua adalah political 33 Hasan Zein Mahmud, Kondisi Pasar Modal Indonesia sebagai Alternatif untuk

  

Meningkatkan Akses Sumber Dana bagi BUMN (Jakarta: Lembaga Managemen FEUI, 1994),

hlm.109.

  

efficiency .Dengan demikian, maka hanya yang memahami tujuan dari Privatisasi

BUMN tersebut adalah pemerintah dan perusahaan bersangkutan.

C. Prosedur BUMN Go Public

  Metode Privatisasi yang digunakan antara satu negara dengan negara BUMN itu sendiri, dan kegiatan sektor usahanya. Bagi negara yang menghendaki penyebaran kepemilikan BUMN kepada masyarakat luas dan juga memiliki bursa efek, maka metode penawaran umum (IPO) tentu dapat dilakukan.Tetapi bagi negara yang belum memiliki pasar modal (bursa efek), sudah pasti tidak dapat melakukan privatisasi dengan metode tersebut.Oleh karena itu tidak ada metode privatisasi yang berlaku universal di semua negara. Beberapa metode atau model

  

  privatisasi yang dapat dilakukan dalam suatu negara, adalah:

  1. Penawaran saham BUMN kepada publik (public offering of shares), penawaran ini dapat dilakukan secara parsial (sebagian) maupun seluruh sahamnya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap beroperasi (going

  concern ) dan menjadi perusahaan publik. Seandainya pemerintah hanya

  menjual sebagian daripada sahamnya, maka BUMN berubah menjadi perusahaan patungan pemerintah dan swasta. Pendekatan macam ini dilakukan pemerintah agar masih dapat mengawasi management BUMN 34 patungan tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya oleh swasta.

  Hinsa Siahaan, “Metode Privatisasi dan ‘Go International’ BUMN,” Bisnis Indonesia, 16 Februari, 1994. Contoh penggunaan metode public offering of shares adalah Jaguar,

  Malaysia Airlines , Singapore Airlines, dan Japan Airlines;

  2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of

  shares /private placement), dalam transaksi ini pemerintah menjual seluruh

  atau sebagian saham kepemilikannya di BUMN kepada pembeli tanggal grup tertentu. Dalam hal ini perusahaan juga diasumsikan sebagai going

  concern dalam bentuk perseroan terbatas. Transaksi dapat dilakukan dalam

  berbagai bentuk, umpanya berupa akuisisi langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan kepada kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan secara penuh atau parsial dengan kepemilikan campuran. Private placement dapat dilakukan sebelum atau serentak dengan public offering. Contoh penggunaan metode private sale of shares/private placement adalah Electric

  Power Company, Bank of New Zealand , Hotel Ulysee;

  3. Penjualan Aktiva BUMN kepada Swasta (Sale of Government or State-

  Owned Enterprise Assets ), pada dasarnya transaksi adalah penjualan aktiva,

  bukan penjualan saham perusahaan dalam keadaan tetap beroperasi atau berjalan. Pemerintah mungkin menjual aktiva langsung maupun aktiva utamanya. Apabila tujuannya adalah memisahkan aktiva untuk kegiatan tertentu, maka penjualan aktiva terpisah mungkin hanya alat untuk menjual perusahaan secara keseluruhan. Jadi aktiva dapat dijual tersendiri atau dijual secara bersama-sama sebagai sebuah perusahaan baru. Contoh penggunaan metode Sale of Government or State-Owned Enterprise Assets adalah

  Fabric, Panofor, Jamaica Broadcasting, dan Banco de Colombia;

  4. Reorganisasi BUMN menjadi beberapa Unit Usaha (Reorganization or

  Break-up into Component Parts ), pada metode ini, BUMN direorganisasi

  dan dipecah-pecah atas beberapa unit usaha atau dijadikan holding company dengan beberapa anak cabang perusahaan. Contoh penggunaan metode Kelang, Sugar Corporation, Matra, SRI.

  5. Penambahan Investasi baru dari sektor swasta ke dalam BUMN (New

  Private Investment in an State-Owned Enterprise ), pemerintah dapat

  menambah modal pada BUMN untuk keperluan rehabilitasi atau ekspansi dengan memberi kesempatan kepada sektor swasta untuk menambah modal.

  Dalam metode ini pemerintah sama sekali tidak melepas kepemilikannya, tetapi dengan tambahan modal swasta, maka kepemilikan pemerintah mengalami dilusi. Ini juga akan menghasilkan perusahaan patungan swasta pemerintah. Apabila BUMN tidak seluruhnya dimiliki oleh pemerintah, tetapi sebagai pemilik mayoritas, jelas bahwa tambahan modal dari sektor swasta akan menyebabkan pengikisan (dilusi) kepemilikan pemerintah di dalam BUMN yang kemudian menyebabkan BUMN tersebut menjadi swasta. Contoh penggunaan metode New Private Investment in an State-

  Owned Enterprise adalah Senegambia Hotel, Luffhansa, Zambia Breweries,

  Compangie Generale d’electricite;

  6. Pembelian BUMN oleh Manajemen atau Karyawan (Management/Employee

  Buyout ), istilah management buyout biasanya dikaitkan dengan pengembilalihan (akuisisi) pengendalian atau kekuasaan perusahaan oleh sekelompok manajer. Atau kadangkala pengambilalihan kekuasaan dilakukan oleh karyawan atau para pegawai perusahaan. Pengambilalihan mungkin dilakukan dengan leveraged management atau employee buyout, artinya manajemen atau karyawan dapat mengajukan kredit kepada bank perusahaan yang diambil alih. Dalam hal pembelian BUMN oleh manager atau pegawainya, biasanya terlebih dahulu dibentuk holding company yang sahamnya kebanyakan dimiliki oleh manajemen dan karyawan. Kemudian

  holding company akan mengakuisisi BUMN yang akan diswastakan, dengan

  dana modal sendiri (equity funds), dan dalam hal leverage buyout dilakukan dengan dana pinjaman. Contoh penggunaan metode Management/Employee

  Buyout adalah Icelandair, NUI/IRI, Unipart;

  7. Kontrak Sewa dan Kontrak Manajemen (Lease and Management Contract), BUMN mengadakan perjanjian atau kontrak manajemen, teknologi, dan tenaga terampil dengan pihak swasta untuk menangani aktiva milik BUMN sampai periode tertentu. Dalam metode ini tidak terdapat pengalihan kepemilikan dan tidak ada pelepasan kepemilikan aktiva pemerintah.

  Meskipun terkadang ditemukan sesuatu yang dianggap sebagai langkah awal dari penswastaan penuh, kontrak manajemen dan sewa-menyewa teknologi dan tenaga terampil sektor swasta, sifatnya hanya sebagai kebijaksanaan sementara. Setelah itu, pemerintah dapat memutuskan apakah akan mempertahankan atau menjualnya kepada swasta sebagai perusahaan yang menarik karena telah sehat dan mempunyai kemampuan untuk mendatangkan laba yang cukup. Tentunya dengan harga yang lebih baik, daripada dijual begitu saja sewaktu kondisinya merugi. Contoh penggunaan metode Lease and Management Contract adalah Air Pacific, Cataract Hotel, National Park Facilities, National Milk Board, Japan National Railways, dan

  Berdasarkan ketujuh metode tersebut, Privatisasi yang dilakukan di Indonesia cenderung menggunakan metode atau model Privatisasi dengan cara penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Hal ini disebabkan pemerintah hendak memajukan pula pasar modal di Indonesia.Dalam hal ini, modal yang dimiliki oleh BUMN dapat bertambah dengan tingginya

  

  sirkulasi penawaran dan permintaan saham atas perusahaan. Dengan begitu tentu perusahaan BUMN tersebut akan dapat memperoleh tambahan modal usaha.

  Selain itu, dengan adanya penawaran umum saham perusahaan kepada publik tentu tidak akan menyebabkan hilangnya pengendalian perusahaan BUMN oleh Pemerintah, dengan begitu sekali pun pihak swasta atau pun asing memiliki saham atas perusahaan akan tetapi mereka tidak dapat mengendalikan perusahaan disebabkan pemerintah masih memiliki kekuasaan atas BUMN.

  Selain itu, penawaran saham publik juga tidak dapat menyebabkan hilangnya kepemilikan aset negara yang seperti diketahui bahwa BUMN merupakan milik negara dan berfungsi untuk memberikan pelayanan publik. Dengan kata lain, adanya pengendalian dan kepemilikan saham mayoritas dari 35 Rian Nugroho, Op.Cit., hlm. 40. Pemerintah dapat membuat BUMN masih berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi publik atau tidak menjadi perusahaan yang mencari laba layaknya perusahaan konvensional.

  Di samping itu, privatisasi BUMN melalui mekanisme IPO dinilai lebih efektif karena akan berdampak positif terhadap perkembangan sektor riil dan

  

Offering ) juga sangat penting untuk memperluas basis pemodal, baik domestik

  maupun asing, secara lebih luas.Pasal 70 ayat 1 UUPM menyatakan; “Yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif”. Yang dibebankan kewajiban membuat pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, tetapi setelah dilahirkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 (selanjutnya disebut UU OJK), peran pengawas Bapepam digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) tidak hanya emiten, tetapi juga perusahaan publik yang bukan emiten. Jadi setiap perusahaan terbuka harus melaksanakan kewajiban tersebut. Pernyataan pendaftaran diajukan kepada Bapepam dan menjadi efektif pada hari ke 45 (empat puluh lima) sejak diterimanya oleh Bapepam pernyataan pendaftaran tersebut secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika telah dinyatakan efektif oleh Bapepam kecuali Bapepam meminta perubahan atau tambahan atas pernyataan pendaftaran dalam waktu 45 hari tersebut. Dalam hal ini pernyataan pendaftaran telah disampaikan kembali pada saat Bapepam menerima perubahan atau tambahan informasi tersebut.Apabila Bapepam tidak melakukan sesuatu, maka pernyataan pendaftaran tersebut menjadi efektif dengan sendirinya pada hari ke 45 sejak diterimanya pernyataan pendaftaran oleh

36 Bapepam secara lengkap.

  Salah satu upaya untuk memperoleh sumber dana yang efektif adalah melakukan emisi saham, yaitu suatu kegiatan menerbitkan efek untuk ditawarkan menjadi perusahaan go public merupakan suatu rangkaian tindakan baik yang bersifat yuridis maupun non yuridis dengan alasan semata-mata ekonomis dan manajerial. Rangkaian kegiatan dalam rangka melakukan emisi saham, yang akhirnya menghantar suatu perseroan terbatas biasa menjadi perseroan terbatas yang go public pada dasarnya mengakibatkan suatu keadaan hukum yang

   kompleks sifatnya.

  Emisi saham dapat diartikan sebagai suatu aktivitas dikeluarkannya atau diterbitkannya suatu jenis saham tertentu untuk pertama kalinya dan melakukan pendistribusian efek itu kepada masyarakat melalui penawaran umum dengan maksud menghimpun modal.UUPM Pasal 1 memuat defenisi penawaran umum (public offering), yaitu kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksananya.Penawaran umum dalam praktiknya dilaksanakan melalui pasar perdana (primary market) yang berlangsung dalam waktu terbatas selama beberapa hari saja.Dalam hal ini 36 Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Umum)(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 67. 37 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan(Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hlm 132.

  penawaran efek dilakukan penjamin emisi efek dan para agen penjualan (kalau ada).Setelah pasar perdana berakhir, pemodal dapat memperjualbelikan kembali sahamnya pada pasar sekunder.Harga penawaran saham (offering price) pada pasar perdana ditetapkan bersama antara emiten dengan penjamin pelaksana emisi, sedangkan pembentukan harga efek di bursa didasarkan pada hukum

   Keuntungan melakukan penawaran umum: 1.

  Perusahaan menginginkan potensi untuk mendapatkan tambahan modal daripada harus melalui kredit pembiayaan (debt financing).

  2. Peningkatan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan oemegang saham utama dan pemegang saham minoritas.

  3. Dapat melakukan penawaran efek di pasar sekunder.

  4. Meningkatkan prestise dan publisitas perusahaan.

  5. Kemampuan untuk mengadopsi karyawan kunci dengan menawarkan opsi (option)

  

Kelemahan dari Go Public adalah: 1.

  Adanya tambahan biaya untuk mendaftarkan efek pada penawaran umum.

  2. Menigkatkan pengeluaran dan pemaparan potensi kewajiban berkenaan dengan registrasi dan laporan berkala.

  3. Hilangnya kontrol terhadap persoalan manajemn, karena terjadi dilusi kepemilikan saham.

  4. Keharusan untuk mengumumkan besarnya pendapatan perusahaan dan 38 39 M. Irsan Nasarudin,dkk, Op.Cit., hlm. 215-216.

  Ibid. , hlm. 216. pembagian dividen.

5. Efek yang diterbitkan mungkin saja tidak terserap oleh masyarakat sesuai dengan perhitungan perusahaan.

  Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh suatu perusahaan

  

  yang akan melakukan penawaran umum adalah sebagai berikut: Tahap Pra-Emisi a.

  Perusahaan melakukan kewajiban mendalami (due diligence) terhadap keuangan, aset, kewajiban kepada pihak lain dan kewajiban pihak lain terhadap perusahaan dan rencana penghimpunan dana. Dari kajian itu akan terlihat terhadap hal-hal apa saja perusahaan perlu melakukan restrukturisasi, misal permodalan, keuangan, aset, organisasi, atau posisi- posisi tertentu di jajaran eksekutif dan komisaris perusahaan. Dari legal

  audit bisa diketahui tentang jumlah dan status aset yang dimiliki

  perusahaan, utang perusahaan kepada pihak lain, piutang pihak lain terhadap perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan melakukan penawaran umum. Perusahaan menyusun rencana penawaran umum yang hanya mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS). Keputusan RUPS itu akan menjadi landasan hukum untuk melakukan penawaran umum. RUPS juga akan memutuskan perubahan Anggaran Dasar (AD) perusahaan. Setelah keputusan RUPS keluar, tahap selanjutnya adalam penerbitan prospektus 40 oleh penjamin efek. Prospektus merupakan dokumen penawaran efek Ibid., hlm. 216-217. yang disarikan dari dan mewakili dokumen-dokumen yang menyertai

  

  suatu pernyataan pendaftaran. Lembaga penunjang yang diperlukan untuk melengkapi isi prospektus adalah : 1)

  Akuntan Publik, untuk melakukan asudit terhadap laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir; Notaris, untuk membuat dokumen atas perubahan Anggaran Dasar, perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum; dan notulen rapat-rapat;

  3) Konsultan Hukum, untuk memberikan pendapat dari segi hukum mengenai semua hal yang berkaitan dengan hukum untuk penawaran umum.

  Sedangkan lembaga penunjang lainnya yang diperlukan adalah: 1)

  Wali Amanat yang akan bertindak untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi sebagai kreditur.

2) Biro Administrasi Efek (PT KPEI).

  3) Lembaga Kustodian (PT KSEI) b.

  Perusahaan menyiapkan semua dokumen dan perjanjian yang diperlukan untuk melakukan penawran umum.

  c.

  Perusahaan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek.

  d.

  Perusahaan melakukan public expose.

  e.

  Perusahaan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam.

  f. 41 Bapepam akan menyampaikan pernyataan efektif Pernyataan Pendaftaran Hamud M. Balfas,Op.Cit., hlm.51.

  tersebut dalam waktu 45 hari setelah meneliti kelengkapan dokumen, cekupan dan kejelasan informasi, dan keterbukaan menurut aspek hukum, akuntansi, keuangan, dan manajemen. Persiapan dokumen emisi sendiri terdiri dari surat pengantar pernyataan pendaftaran; prospektus lengkap; iklan, brosur, edaran; dokumen lain yang penggunaan dana yang dirinci pertahun; proyeksi jika dicantumkan dalam prospektus; legal audit; legal opinion; riwayat hidup komisaris dan direksi; perjanjian penjamin emisi; perjanjian agen penjualan; perjanjian penanggungan (untuk emisi obligasi); perjanjian perwaliamanatan (untuk emisi obligasi); perjanjian dengan bursa efek; kontrak pengelolaan saham; kesanggupan emiten untuk menyerahkan semua laporan yang diwajibkan perundangundangan pasar modal; dan informasi lain yang bukan bagian dari pernyataan pendaftaran yang diminta Bapepam. Setelah semua dokumen yang diperlukan untuk emisi telah lengkap, emiten mengadakan kontrak pendahuluan dengan bursa efek dan menandatangani perjanjian-perjanjian emisi.

  Khusus penawaran obligasi atau efek utang lainnya emiten harus mendapatkan terlebih dahulu peringkat dari lembaga pemeringkat efek.Barulah kemudian emiten bersama penjamin emisi menyampaikan pernyataan pendaftaran beserta dokumen-dokumennya kepada Bapepam, sekaligus melakukan ekspose

   terbatas di Bapepam.

42 IPO, https://thenextkodoxjeniuz.wordpress.com/author/yosephkhaerurrizal/page/3/ (diakses pada tanggal 12 Maret 2015).

  

  2. Tahap Emisi, yaitu a.

  Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer.

  b.

  Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di pasar primer.

  c.

  Penyerahan efek kepada pemodal di pasar primer.

  Emiten mencatatkan efeknya di pasar sekunder (di bursa).

  e.

  Perdagangan efek di pasar sekunder (di bursa).

  Selama masa penawaran efek, emiten melakukan aktivitas penawaran efek pada pasar perdana yang sering disebut sebagai IPO, melaksanakan penjualan saham perdana, sampai mencatatkan efek yang dilepas ke publik ke bursa efek sehingga investor dapat memperjualbelikan efek yang dimilikinya. Secara garis besar selama periode emisi dibedakan menjadi periode pasar perdana dan periode pasar sekunder.Periode pasar perdana, mencakup periode mulai dari efek ditawarkan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi melalui para agen penjual yang ditunjuk, penjatahan oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten, hingga penyerahan efek kepada investor. Jadi sesudah Bapepam menyatakan pernyataan pendaftaran efektif, emiten mulai menyediakan prospektus lengkap untuk publik atau calon pembeli dan memuat prospektus ringkas dalam sebuah surat kabar harian atau lebih yang berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional. Pemasangan prospektus ringkas tersebut setidaknya dilakukan 3 hari kerja sebelum masa penawaran umum agar calon pembeli dapat mempelajari terlebih dahulu penawaran emiten. 43 M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 217.

  Masa penjatahan berjalan hingga 6 hari kerja setelah berakhirnya masa penawaran. Efek yang sudah dialokasikan kemudian diserahkan kepada investor dalam bentuk surat saham kolektif. Sertifikat tersebut sudah harus tersedia bagi pembeli paling lambat 3 hari kerja sebelum pencatatan. Dalam hal pemesanan investor ditolak sebagian atau seluruhnya (misalnya karena keterbatasan efek yang menerima pengembalian uang pemesanan dari penjamin emisi atau agen penjualan selambat-lambatnya 4 hari kerja setelah tanggal penjatahan atau sesudah tanggal diumumkannya pembatalan tersebut.

  Periode pasar sekunder, yaitu periode pencatatan efek di bursa sampai perdagangan sekunder dimulai. Bapepam mensyaratkan bahwa pencatatan harus dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa penawaran umum, atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran pmum tersebut, tergantung mana yang lebih dahulu. Di Bursa Efek Indonesia (selanjutnya disebut BEI), proses pencatatan saham dimulai dari pengajuan permohonan pencatatan ke bursa oleh emiten, tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek yang berlaku di BEI.Persyaratan pencatatan untuk tiap efek berbeda-beda, tetapi persyaratan pertama yang harus dipenuhi dalam melakukan emisi di pasar sekunder adalah terlebih dahulu mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

   Persyaratan Pencatatan Saham : a.

  Laporan Keuangan diaudit akuntan terdaftar di Bapepam dengan pendapat 44 Pencatatan Saham (diakses pada tanggal 12 Maret 2015).

  Wajar Tanpa Kualifikasi (WTK) untuk tahun buku terakhir; b. Minimal jumlah saham yang dicatatkan sebanyak 1 juta saham; c.

  Jumlah pemegang saham minimal 200 pemodal (1 pemodal sekurang- kurangnya 500 saham); d.

  Emiten wajib mencatatkan seluruh sahamnya yang telah ditempatkan dan (maksimal 49% dari jumlah saham yang tercatat di bursa).

  Perusahaan emiten telah berdiri dan beroperasi sekurang-kurangnya 3 tahun (suatu perusahaan dinyatakan telah berdiri pada suatu tahun buku bila anggaran dasar perusahaan telah memperoleh pengesahan dari Departemen Kehakiman, sedangkan perusahaan dianggap telah beroperasi apabila memenuhi

  

  salah satu ketentuan berikut ini: a.

  Telah memperoleh izin/persetujuan tetap dari BKPM; b.

  Telah memperoleh izin operasional dari Departemen Teknis; c. Secara akuntansi telah mencatat laba/rugi operasional; d.

  Secara ekonomis telah memperoleh pendapatan/biaya yang berhubungan dengan operasi pokok); e.

  Dalam dua tahun buku terakhir emiten memperoleh laba bersih dan laba operasional; f.

  Memiliki minimal kekayaan (aktiva) Rp 20 milyar, modal sendiri Rp 7,5 milyar dan modal disetor Rp 2 milyar; g.

  Besarnya kapitalisasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran 45 Makalah Pasar Modhakarim_MAKALAH_PASAR_MODAL (diakses pada tanggal 12 Maret 2015).

  umum adalah sekurang-kurangnya Rp 4 milyar; h.

  Anggota direksi dan komisaris perusahaan emiten memiliki reputasi yang baik.

  3. Tahap Setelah Emisi Sesudah proses emisi, emiten berkewajiban untuk menyampaikan

   a.

  Laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan (continous disclosure).

  b.

  Laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi, pergantian direksi (timely disclosure)

  Sesudah efek diperdagangkan di pasar sekunder, emiten diwajibkan memberikan pelaporan kepada BEI dan Bapepam. Pelaporan kepada kedua instituisi ini terdiri dari tiga jenis: laporan rutin, berupa laporan keuangan, laporan keuangan tengah tahunan, laporan triwulanan; laporan berkala yaitu laporan mengenai terjadinya setiap kejadian penting dan relevan; dan laporan lainnya, mencakup laporan mengenai perubahan anggaran dasar, rencana RUPS/RULB, perubahan susunan direksi dan komisaris, dan mengenai penyimpangan proyeksi yang dipublikasikan lebih dari 10 %. Laporan rutin kepada Bapepam bahkan tidak hanya meliputi ketiga laporan keuangan yang sudah disebutkan tadi, tetapi juga mencakup beberapa laporan lainnya, seperti laporan penggunaan dana hasil emisi.

  Seluruh laporan yang disampaikan emiten kepada bursa akan dipublikasikan kepada para investor melalui pengumuman di lantai bursa maupun 46 M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit.,hlm. 219. melalui papan informasi. Dengan demikian investor, terutama investor publik, sebagai pihak yang tidak memiliki akses langsung kepada emiten, dapat mengetahui perkembangan performa emiten sehingga dapat mengambil tindakan yang menguntungkan bagi kegiatan investasinya.

  Pengetahuan tentang proses IPO sampai dengan pencatatan di bursa efek mengetahui penawaran apa yang diberikan oleh tiap emiten dan apakah penawaran tersebut sesuai dengan harganya. Hal-hal tersebut banyak dijelaskan dalam prospektus.Prospektus merupakan suatu bentuk promosi emiten atas perusahaannya. Emiten akan memasukkan ke dalam prospektus informasi- informasi yang relevan dengan bisnis perusahaan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Bapepam, dengan harapan dapat menarik banyak calon investor.

D. Kedudukan Kekayaan Negara dalam BUMN Go Public

  Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Hal ini diatur dalam Pasal 1 Butir 1 UU BUMN. Yang menunjukkan adanya kepemilikan saham pemerintah dalam suatu badan usaha yang lebih jelas diuraikan dalam pengertian perusahaan perseroan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Butir 2 UU BUMN, yang selanjutnya disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya meraih keuntungan.

  Untuk mencapai tujuan utama tersebut, dalam pendirian suatu perusahaan pasti memerlukan modal.Modal BUMN berasal dari negara dari kekayaan negara

  

  yang dipisahkan rti dipisahkan tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat Belanja Negara (selanjutnya disebut APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN. Namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dilihat dari ketentuan pasal tersebut, maka disimpulkan bahwa dengan dipisahkannya modal BUMN dari APBN maka hubungan antara modal BUMN dengan APBN “putus”, sehingga ketika modal tersebut disetor kepada BUMN membawa akibat, yaitu peralihan hak milik menjadi kekayaan BUMN dan harta kekayaan tersebut bukan lagi milik negara.

  Sesuai dengan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 yang dibacakan tanggal 18 September 2014, mengukuhkan status kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan modal di BUMN tetap menjadi bagian dari rezim keuangan

  

  negara. Artinya, BUMN memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari 47 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 48 Pemisahan Kekayaan Negara di BUMNdiakses tanggal 23 Maret 2015).

  kekayaan pendiri maupun pengurusnya. Oleh karena pengelolaannya sudah tidak mengikuti APBN, maka di dalam BUMN tidak mengenal adanya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

  Untuk BUMN pendirinya adalah negara, sebagai penyerta/pemasok modal BUMN, negara berstatus sebagai pemodal atau pemegang saham. Negara tidak karena modal tersebut sudah menjadi milik BUMN. Namun, negara mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris BUMN. Selaku pemegang saham dalam BUMN yang go public, dikenal adanya “saham emas” atau golden share.Golden share atau saham dengan memiliki “hak khusus” merupakan saham seri A yang perlu dimiliki oleh pemerintah yang memiliki kekuatan terbatas dan khususnya tentang kepemilikan masa depan, dalam pengendaliannya terhadap perusahaan yang diprivatisasi sekalipun oleh pemerintah kepemilikan saham tersebut cukup kecil.

  Berbagai pejabat pemerintah biasanya juga telah memberikan isyarat untuk menjaga “pengambilalihan yang tidak diinginkan” atau mencegah pengambilalihan pada periode sebelumnya terhadap perusahaan yang telah stabil pada sektor swasta, dan mencegah adanya usulan penghapusan

  

  aktiva. Pengaturan golden share telah menjadi umum dalam pasar saham di berbagai negara, karena peranan pemerintah telah jelas dan dampaknya terbatas pada klausula tertentu pada artikel perusahaan. Saham khusus adalah saham yang mungkin akan diberikan kepada negara, yang mana pemerintah sebagai 49 Indra Bastian, Model Pengelolaan Privatisasi(Yogyakarta : BPFE, 2000), hlm. 54.

  “Pemegang Saham Khusus” seharusnya berhak untuk menerima perhatian maupun memperhatikan dan berbicara, pada semua pertemuan umum atau berbagai pertemuan lainnya dari semua kelas pemegang saham dari perusahaan, tetapi dalam saham khusus tidak mempunyai hak untuk bersuara pada pertemuan tersebut. Dalam distribusi modal untuk menutup perusahaan, maka pemegang sebagai prioritas ke sembarang pembayaran modal terhadap anggota lainnya, dan Saham Khusus tidak memberikan hak lain untuk berpartisipasi dalam modal

   ataupun keuntungan perusahaan.

  Keberadaan golden share tadinya dimaksud agar pemerintah tetap dapat menguasai hajat hidup orang banyak.Sehingga, apabila BUMN diprivatisasi, pemerintah masih bisa menguasai BUMN tersebut.Walaupun jumlah golden share mungkin tidak seberapa, tetapi tetap mempunyai keistimewaan yang sangat menentukan dalam pemilihan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Oleh karena itu, golden share tersebut tidak dapat diperjualbelikan kepada publik karena dasar hukumnya adalah Pasal 1 UUD 1945 yang hanya melegitimasi negara yang mewakili pemerintah, sehingga wujud bentuk dari kedaulatan rakyat dalam

   menguasai sektor perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak.

  Negara yang berkedudukan sebagai pemegang saham berhak memperoleh pembagian keuntungan atau dividen dari BUMN setiap tahunnya. Sebaliknya apabila BUMN menderita kerugian, negara bertanggung jawab hanya terbatas sebesar modal yang dimasukkan ke dalam BUMN. Bagi persero, pemegang 50 51 Ibid ., hlm. 55.

  Indra Bastian,Op.Cit., hlm. 90-91. saham tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Untuk Perum Pasal 39 huruf a UU BUMN menyatakan, bahwa pemodal (Menteri) tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum yang melebihi penyertaan modal yang dimasukkannya.

  Pembenahan mendesak di bidang ekonomi adalah landasan yuridis sistem ekonomi nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.Agar perekonomian nasional dapat dikelola dengan baik maka diperlukan suatu pedoman jelas, misalnya dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlandaskan konstitusi.Sebab hingga saat ini masih ditemukan multi penafsiran atas 33 UUD 1945 tersebut. Sebagai contoh BUMN sebagai salah satu pelaku usaha yang didirikan oleh negara berdasarkan 33 UUD 1945 memiliki fungsi dan peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena BUMN telah

   memasuki hampir ke semua sektor ekonomi yang ada.

  Sejak operasionalisasi BUMN menghadapi banyak persoalan dan tantangan besar, misalnya sebagian besar BUMN menderita kerugian yang cukup signifikan karena dikelola secara tidak efisien dan produktivitas yang rendah sehingga aneka bentuk perusahaan negara ini tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dalam persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun internasional. Beberapa faktor yang menyebabkan pengelolaan sebagian besar BUMN tidak efisien sehingga mengalami kerugian dan menjadi beban keuangan 52 Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 90. negara adalah kaburnya status hukum dan struktur organisasi BUMN, tidak jelas apakah BUMN merupakan suatu pelaku ekonomi yang memiliki otonomi penuh ataukah hanya sebagai pelaksana atau bagian dari struktur organisasi suatu departemen; mayoritas BUMN tidak memiliki budaya perusahaan (corporate

  culture ), visi dan misi perusahaan; kurangnya jiwa enterpreneur dan

  sangat rendah; dan BUMN tidak dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen bisnis yang baik (good corporate governance) sebagai akibat dari campur tangan

   pemerintah yang terlalu besar atau dominan dalam operasional perusahaan.

  Keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi berkaitan penting dengan politik ekonomi suatu negara, sebagai konsekuensi dari perkembangan ajaran

  

welfare state . Kemudian muncul pertanyaan: Apakah politik ekonomi

  menghendaki atau mengharuskan keterlibatan negara dalam bentuk perusahaan negara (BUMN). Apabila jawabannya: ya, pertanyaan selanjutnya: apakah keterlibatan negara itu secara keseluruhan atau terbatas. Bila keterlibatan negara terbatas, maka perlu dirumuskan di mana batas-batasnya, apa saja yang boleh

   dimasuki, apa saja yang tidak boleh dimasukinya.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 1 10

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Investasi - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar

0 0 22

KATA PENGANTAR - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN MODAL VENTURA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ve

0 1 42

KATA PENGANTAR - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ventura)

0 0 23

BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 12