BAB II PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional

BAB II PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional Pekerja anak adalah setiap anak yang bekerja pada jenis pekerjaan yang

  oleh karena hakikat dari pekerjaan tersebut atau oleh karena kondisi-kondisi yang menyertai atau melekat pada pekerjaan tersebut ketika pekerjaan tersebut dilakukan, membahayakan anak, melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam

   pendidikan.

  Yang dimaksud dengan pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang sekolah. Pekerja anak juga tidak mencakup anak yang melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan si anak memperoleh keterampilan praktis dan mengembangkan tanggungjawab. Pekerja anak adalah semua anak yang bekerja

   pada pekerjaan yang merusak mereka dan karena itu harus dihentikan.

  Konsep pekerja anak didasarkan pada Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, yang menggambarkan definisi internasional yang paling komprehensif dan otoritatif tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, yang mengacu secara tidak langsung pada “kegiatan 15 16 ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, hal. 8

  ILO, Ibid., hal. 8 ekonomi”. Konvensi ini menetapkan kisaran usia minimum dimana menetapkan

   usia bagi anak-anak untuk tidak boleh bekerja.

  Tabel di bawah ini memperlihatkan usia minimum menurut Konvensi ILO No. 138 untuk negara-negara dimana perekonomian dan fasilitas pendidikan kurang berkembang.

  Tabel No. 2.1. Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Berkembang Usia Minimum Secara Pekerjaan Pekerjaan Berbahaya Umum Ringan

  Tidak kurang dari 14 18 tahun (16 tahun dengan 12-14 tahun tahun untuk periode awal persyaratan tertentu yang ketat)

  Sumber: Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa semua anak berusia di bawah 12 tahun yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga perlu dihapuskan. Anak-anak usia 12-14 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan.

  Di sebuah negara di mana perekonomian dan fasilitas pendidikannya cukup berkembang, usia minimum harus diterapkan sebagaimana yang digambarkan dalam tabel di bawah ini:

  

Tabel No. 2. 2 Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Maju

Usia Minimum Secara Pekerjaan Pekerjaan Berbahaya Umum Ringan

  Tidak kurang dari 15 18 tahun (16 tahun dengan 13-15 tahun tahun untuk periode awal persyaratan tertentu yang ketat)

  Sumber: Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 17 ILO, Proyek Pendukung Program Terikat Waktu Indonesia untuk Penghapusan Bentuk-

  bentuk Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja , (Jakarta, 2008), hal. 3

  Anak. –Tahap II

  Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa semua anak usia di bawah 13 tahun yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dianggap sebagai pekerja anak yang perlu dihapus. Anak-anak usia 13-15 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan.

B. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Timbulnya Pekerja Anak

  Pelibatan anak dalam praktek pekerja pada dasarnya didasari oleh 2 faktor, yakni faktor pendorong (supply-side factor) dan faktor penarik (demand-side

   factor ).

1. Faktor Pendorong (Supply-Side Factor)

  Faktor pendorong atau supply-side factor merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak, yang mendorong anak untuk melakukan suatu aktifitas tertentu yang menghasilkan uang. Faktor pendorong yang menyebabkan anak terlibat dalam praktek pekerja anak, antara lain:

a. Peralihan Demografi yang Lambat

  Peralihan demografi yang lambat di beberapa bagian di dunia menyebabkan banyaknya anak-anak bekerja. Pada tahun 1999, di beberapa negara berkembang, hampir 49% dari penduduknya adalah

  

  anak-anak. HIV/AIDS memperburuk keadaan dimana penyakit tersebut 18 telah menjangkiti kebanyakan penduduk yang berada pada kelompok

  Franzisca Humbert, The Challenge of Child Labour in International Law(Cambridge Studies in International and Comparative Law) , 2009, hal. 25 19 ILO, A Future without Child Labour, hal. 5

  usia yang dinyatakan produktif untuk bekerja. Keadaan inilah yang akhirnya mendorong anak-anak memilih untuk menjadi pekerja.

  b. Migrasi

  Migrasi yang terjadi akibat dari adanya bencana alam ataupun konfik bersenjata menyebabkan rentannya seorang anak untuk menjadi pekerja.

  Migrasi yang dilakukan dari desa ke kotapun dapat menyebabkan anak- anak untuk akhirnya menjadi pekerja anak.

  c. Kemiskinan

  Keluarga miskin mengirim anak-anak mereka bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak anak yang bekerja di lahan pertanian atau toko keluarga yang kelangsungannya bergantung pada anggota keluarga yang bersedia bekerja tanpa dibayar. Kemiskinan adalah penyebab utama timbulnya pekerja anak. Namun, perlu diketahui bahwa pada dasarnya kemiskinan tidaklah selalu menyebabkan timbulnya pekerja anak. Sebagai contoh di kawasan miskin Kerala, India,

   praktek pekerja anak sudah dihapuskan.

20 ILO, Child Labour, Targeting the Intolerable, hal. 17

  d. Pendidikan

  Kondisi sistem pendidikan secara keseluruhan berpengaruh terhadap

  

  perkembangan dari jumlah pekerja anak suatu negara. Seringkali ditemukan adanya suatu pengaturan yang berbeda antara batas usia minimum untuk bekerja dengan usia wajib sekolah yang ditetapkan

   sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional suatu negara.

  Jika usia minimum untuk bekerja lebih rendah dari usia wajib sekolah, hal ini dapat mengakibatkan tidak tercapainya kebijakan pemerintah untuk mencapai pendidikan yang merata. Di negara-negara berkembang, dana untuk pendidikan sangatlah minim. Sebagai contoh di Bangladesh, banyak sekali ditemukan fasilitas yang kurang memadai di sekolah-

  

  sekolah. Sebanyak 30% anak-anak di negara-negara berkembang tidak

  

  lulus sekolah dasar. Di India, ditemukan bahwa sebanyak 73% anak laki-laki dan 80% anak perempuan dinyatakan putus sekolah karena minimnya fasilitas-fasilitas yang memadai, yang dapat digunakan di berbagai sekolah. Hal tersebutlah yang akhirnya mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak.

  e. Adat dan Sikap Sosial

  Di banyak negara, elit yang berkuasa atau kelompok etnis mayoritas 21 berpendapat bahwa bekerja merupakan hal yang wajar dan alamiah untuk 22 UNICEF, The State of the World’s Children 1997, hal. 29 23 ILO, A Future without Child Labour, Op. Cit., hal. 56 24 ILO/IPEC, Khair, Child Labour in Bangladesh, hal. 11 UNICEF, The State of the World’s Children, 1997, hal. 29 anak-anak miskin. Para elit atau kelompok etnis tersebut tidak mempunyai komitmen untuk mengakhiri masalah pekerja anak, dan sesungguhnya ingin terus mengeksploitasi anak-anak ini karena mereka merupakan tenaga kerja yang murah. Pada kasus-kasus lain, bila orang tua mempunyai sedikit uang untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, pada umumnya mereka memilih untuk menyekolahkan anak laki-laki,

   sehingga anak perempuan rawan dipekerjakan sebagai pekerja anak.

f. Diskriminasi terhadap Kaum Etnis Minoritas

  Di Amerika Latin, anak-anak suku pedalaman cenderung untuk bekerja daripada bersekolah. Anak-anak Dalit di Asia Tenggara dan anak-anak Rom di bagian Timur dan Selatan Eropa, juga mengalami hal yang sama. Mereka lebih memilih untuk bekerja, dikarenakan tidak adanya fasilitas

   pendidikan yang tersedia di daerah tempat tinggal mereka.

2. Faktor Penarik (Demand-Side Factor)

  Faktor penarik atau demand-side factor adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak untuk bekerja. Berikut adalah faktor penarik yang menyebabkan anak terlibat dalam praktek pekerja anak, antara lain:

  25 26 ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Op. cit., hal 10 Franzisca Humbert, Op. cit., hal. 29

  a. Upah Murah

  Secara umum, alasan para pengusaha mempekerjakan anak-anak sebagai pekerja adalah upahnya yang murah. Upah kerja seorang anak lebih murah daripada mempekerjakan seorang dewasa.

  b. Ketidakberdayaan Anak

  Alasan utama para pengusaha untuk mempekerjakan anak adalah ketidakberdayaannya. Anak-anak tidaklah sadar akan hak yang dimilikinya. Keadaan yang demikian seringkali menyebabkan anak-anak

   lebih mudah untuk dieksploitasi.

  c. Hukum yang Tidak Memadai

  Keberadaan hukum yang tidak memadai juga menyebabkan timbulnya pekerja anak di dunia. Hukum yang berlaku di negara-negara yang telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang mengatur mengenai pelarangan terhadap pekerja anak, cenderung tidak konsisten dan

  

  kontradiktif. Seringkali para pengusaha mengelak apabila mereka

  

  dituduh menggunakan jasa dari pekerja anak. Banyak negara-negara yang telah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batas minimum usia untuk bekerja. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah dalam membuat peraturan-peraturan 27 tersebut, negara seringkali mengabaikan keberadaan berbagai sektor 28 Franzisca Humbert, Ibid., hal. 30 29 UNICEF, End Child Exploitation, hal. 14 UNICEF, End Child Exploitation, Ibid., hal. 16

  seperti pertanian, jasa domestik, usaha keluarga dan sektor informal yang pada umumnya melibatkan anak-anak untuk bekerja di sana. Sebagai contoh, US Fair Labour Standards Act of 1938 dan Indian Child Labour

  (Prohibition and Regulation) Act of 1986 , dimana tiadanya peraturan

  

  yang mengatur mengenai sektor usaha keluarga. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan rentannya terjadi eksploitasi anak oleh pihak

   pengusaha.

  d. Tidak Adanya Serikat Pekerja

  Jumlah pekerja anak menjadi besar apabila serikat pekerja atau serikat buruh lemah atau bahkan tidak ada. Serikat pekerja atau serikat buruh pada umumnya tidak dijumpai di sektor informal di mana

   mengorganisasikan para pekerja secara kolektif sulit dilakukan.

  e. Perkembangan Teknologi

  Perkembangan teknologi termasuk sebagai faktor penentu timbulnya pekerja anak. Perkembangan zaman yang juga menuntut pada kecanggihan teknologi membuat beberapa perusahaan dalam melakukan proses produksi menggunakan alat-alat teknologi canggih, sehingga banyak sekali pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh tenaga ahli menjadi lebih cepat selesai hanya dengan hitungan waktu yang sangat 30 singkat dikerjakan oleh sebuah alat. Sebagai contoh, di Thailand, 31 Franzisca Humbert, Op. Cit, hal. 28 32 Franzisca Humbert, Ibid., hal. 28

  ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Loc. cit., hal 10 industri-industri yang telah memiliki teknologi yang canggih, tetap saja mempekerjakan anak-anak untuk melakukan pekerjaan kasar dan serabutan, dikarenakan upahnya yang murah dan jaminan perlindungan kerja yang minim. Kehadiran pekerja anak di sini dianggap dapat

   memacu produktifitas barang yang dihasilkan.

C. Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak

1. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak

  Anak adalah seorang individu yang berusia di bawah 18 tahun. Hal ini telah diatur di dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989 dan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan

   Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak. Pada prinsipnya, setiap anak tidak

  diperkenankan untuk bekerja. Namun, melihat perkembangannya, banyak sekali ditemukan anak-anak yang bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Atas dasar tersebut, ILO selaku badan khusus PBB yang menangani masalah ketenagakerjaan di dunia, telah menetapkan bentuk-bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak, sebagaimana diatur di dalam Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum Untuk Bekerja yang menyatakan sebagai berikut:

  33 34 Franzisca Humbert, Op. Cit., hal. 30

  ILO, Proyek Pendukung Program Terikat Waktu Indonesia untuk Penghapusan Bentuk- bentuk Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja

  , Loc. cit., hal. 3 Anak. –Tahap II Pasal 7 (1)

  Peraturan atau perundang-undangan nasional dapat memperbolehkan dipekerjakannya atau bekerjanya orang berusia 13-15 tahun dalam pekerjaan ringan yang: a. tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka; b. tidak menganggu kehadiran mereka mengikuti orientasi kejuruan atau program latihan yang disetujui oleh penguasa yang berwenang atau kemampuan mereka mendapat manfaat dari pelajaran yang diterima. (2)

  Peraturan atau perundang-undangan nasional dapat memperbolehkan mempekerjakan orang yang berusia sekurang-kurangnya 15 tahun, akan tetapi belum menyelesaikan pendidikan sekolah wajibb dalam pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam sub a dan b ayat (1) Pasal ini. (3)

  Penguasa yang berwenang harus menetapkan kegiatan yang diperbolehkan pada pekerjaan berdasarkan ayat (1) dan (2) Pasal ini dan wajib menetapkan jumlah jam kerja dan kondisi yang harus dipenuhi dalam melakukan pekerjaan yang dimaksud. (4)

  Tanpa mengabaikan ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal ini, Anggota yang telah menyatakan tunduk kepada ketentuan ayat (4) Pasal 2, selama masih dikehendaki dapat menggantikan usia 12 dan 14 tahun untuk usia 13 dan 15 tahun pada ayat (1) dan usia 14 tahun untuk usia 15 tahun pada ayat (2) Pasal ini. Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang berumur di bawah 18 tahun diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan.

  Pekerjaan ringan yang dimaksudkan disini adalah pekerjaan yang tidak bertentangan dengan syarat yang telah diatur di dalam ketentuan Pasal 7 Konvensi ini.

2. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Dilarang untuk Anak

  ILO selaku organisasi perburuhan internasional telah mengatur mengenai bentuk-bentuk pekerjaan yang dilarang untuk anak. ILO melalui Konvensi No.

  182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan

  Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak, telah memberikan suatu defenisi mengenai pekerjaan yang dilarang untuk seorang anak, yakni:

  Pasal 3 Dalam Konvensi ini, istilah "bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak" mengandung pengertian: a. segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon (debt

  bondage ) dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk

  pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata; b. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno; c. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; d. pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu apabila dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak. Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak tidak patut untuk melakukan suatu pekerjaan yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan ketentuan di atas. Berikut adalah beberapa bentuk pekerjaan terlarang bagi anak, sesuai dengan yang diatur di dalam ketentuan Konvensi ini, antara lain:

a. Pekerjaan di bidang pertanian

  Sejumlah besar anak bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Anak- anak ini mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih panjang daripada jam kerja anak-anak di perkotaan. Anak-anak sering kali dijumpai sedang bekerja di ladang milik keluarga atau lahan sewaan. Di samping itu, tidak mustahil satu keluarga, termasuk anak- anak, dipekerjakan sebagai satu unit oleh perusahaan pertanian.

  b. Pekerjaan rumah tangga

  Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar dan dapat diterima. Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik laki-laki dan adik perempuan. Masalah timbul ketika pekerjaan rumah tangga dilakukan di rumah tangga orang lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, tanpa diberi kesempatan untuk bersekolah dan dalam keadaan terkucil dari orang tua dan teman-temannya. Mereka juga berisiko dianiaya

   secara jasmani maupun seksual oleh majikannya.

  c. Pekerjaan di tambang dan galian

  Pekerja anak juga banyak dijumpai di dalam sektor pertambangan skala kecil di Indonesia dan di banyak negara lainnya. Di sektor ini, mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang tanpa diberi alat pelindung, pakaian kerja atau pelatihan yang memadai, dan harus menghadapi tingkat kelembaban yang tinggi dan suhu yang ekstrim. Pekerja anak di pertambangan beresiko menderita cedera otot karena ketegangan yang berlebihan pada otot sewaktu berusaha menarik, membawa atau mengangkat sesuatu yang berat, kelelahan/kehabisan 35 tenaga dan gangguan otot serta tulang, dan beresiko menderita cedera

  ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Op. cit., hal 8 yang serius karena tertimpa benda jatuh. Di banyak negara, anak-anak yang masih sangat muda, berusia 6 atau 7 tahun, sudah bekerja memecah batu dengan palu, mencuci bijih, mengayaknya dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain. Banyak pula pekerja anak berusia 9 tahun sudah bekerja di bawah tanah, memasang bahan peledak dan mengambilkan serta membawakan barang untuk pekerja dewasa.

d. Pekerjaan dalam proses manufaktur

  Keterlibatan anak dalam pekerjaan manufaktur (pekerjaan pengolahan untuk membuat atau menghasilkan suatu produk) ada bermacam- macam. Ada anak yang dilibatkan/dipekerjakan secara tetap atau hanya dipekerjakan dan diberhentikan menurut kebutuhan, secara legal atau ilegal, sebagai bagian dari usaha orang tuanya/keluarganya atau dengan secara langsung bekerja untuk seorang majikan, atau bekerja di pabrik atau bengkel-bengkel kecil. Jenis-jenis pekerjaan seperti ini antara lain meliputi pekerjaan mengasah batu permata, dan membuat berbagai macam produk seperti pakaian dan alas kaki, bahan-bahan kimia, kuningan, kaca, kembang api, dan korek api.

  Pembuatan produk-produk tersebut dapat membuat anak-anak terkena bahan-bahan kimia berbahaya, terpaksa harus berada di ruangan yang pengap karena ventilasinya buruk, berisiko terkena kebakaran, dan ledakan, keracunan, mendapat penyakit pernafasan, menderita luka

   tergores, menderita luka bakar dan bahkan menyebabkan kematian.

e. Pebudakan dan kerja paksa

  Meskipun sudah ada konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ILO yang ditujukan untuk menghentikannya, praktik perbudakan dan kerja paksa masih saja terus dilakukan. Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan. Di sana kerja paksa dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar dan menarik perhatian masyarakat. Kerja paksa juga kadang-kadang dikaitkan dengan penindasan etnis kaum minoritas dan penduduk pribumi. Para ahli percaya bahwa perdagangan anak (trafficking in children) semakin menjadi-jadi, baik di dalam batas negara maupun di luar batas negara hingga memasuki wilayah negara lain. Anak-anak diperdagangkan untuk dimanfaatkan sebagai pekerja paksa dalam berbagai situasi, seperti eksploitasi seks komersial, kerja ijon (praktik mempekerjakan anak untuk membayar utang) di sektor pertanian, atau pekerjaan rumah tangga. Di Indonesia, banyak kaum migran berusia muda yang berisiko menjadi korban perdagangan anak dengan beberapa di antaranya dipaksa atau diperdaya untuk bekerja di industri seks

36 ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Loc. cit., hal 8

  setelah meninggalkan kampung halamannya untuk mencari

   pekerjaan.

f. Pekerjaan dalam perekonomian informal

  Pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak meliputi beragam kegiatan. Banyak kegiatan tersebut berlangsung di jalanan dan anak yang disuruh mengerjakannya hanya dibekali dengan perlengkapan minim, misalnya, pekerjaan mengangkut beban di tempat konstruksi dan di pembuatan batu bata. Beberapa jenis pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak dapat dianggap sebagai pekerjaan mencari uang secara mandiri (self-employment), misalnya menyemir sepatu, mengemis, menarik becak, menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran, menjadi tukang sampah, dan memulung. Pekerjaan informal lainnya berlangsung di rumah dan karena itu, kurang terlihat oleh

   umum.

  

D. Pengaturan Hukum Mengenai Pekerja Anak Berdasarkan Hukum

Internasional

  Dunia Internasional menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan serta perlindungan pekerja anak di dunia. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak merupakan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hak-hak anak

  37 38 ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Ibid., hal 9

  ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Loc. cit., hal 10 sejatinya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dalam hukum internasional, hak-hak anak telah diatur di dalam:

  1) Konvensi PBB tentang Hak Anak (The United Nations Convention on the Rights of the Child )

  Konvensi PBB tentang Hak Anak (The United Nations Convention on

  the Rights of the Child ) atau yang selanjutnya disebut dengan CRC,

  ditetapkan pada tahun 1989. Pasal CRC yang paling erat kaitannya dengan perjuangan memerangi masalah pekerja anak adalah Pasal 32 yang berbunyi: “Negara mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan yang berpotensi mengandung risiko bahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan jasmani mental, rohani,

  

  moral atau sosial anak.” Ketentuan konvensi ini, secara tidak langsung memerintahkan kepada negara-negara peratifikasi, untuk melindungi anak-anak dari segala kegiatan eksploitasi terhadap dirinya, yang dapat membahayakan kesehatannya, baik secara fisik maupun mental, serta tumbuh kembangnya.

  2) Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

  Konvensi ini mewajibkan Negara menerapkan kebijakan nasional 39 yang akan secara efektif menghapus pekerja anak. Konvensi ini

  ILO, 2009, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, Ibid., hal. 24 menetapkan usia minimum diperbolehkan bekerja atau usia minimun untuk bekerja yang tidak boleh kurang dari usia usai wajib belajar, agar perkembangan fisik dan mental anak tidak terganggu sebelum mereka memasuki usia angkatan kerja. Butir-butir utama konvensi adalah: a.

  Konvensi berlaku untuk semua sektor kegiatan ekonomi.

  b.

  Negara diwajibkan memberlakukan kebijakan nasional untuk memastikan dihapuskannya pekerja anak.

  c.

  Negara harus mendeklarasikan usia minimum nasional untuk diperbolehkan bekerja. Usia minimum nasional tersebut berlaku untuk anak-anak yang dipekerjakan untuk mendapatkan upah maupun untuk anak-anak yang bekerja secara mandiri (self-

  employed ).

  d.

  Usia minimum untuk masuk kerja haruslah 15 tahun. Bilamana usia yang wajar untuk meninggalkan sekolah lebih tinggi daripada 15 tahun, maka usia minimum untuk masuk kerja juga sekurang- kurangnya harus usia tersebut.

  e.

  Negara berkembang yang perekonomian dan fasilitas pendidikannya belum mencapai tingkat perkembangan yang memadai atau mencukupi diperbolehkan menetapkan usia 14 tahun sebagai usia minimum awal. Usia minimum awal ini hendaknya secara bertahap dinaikkan. f.

  Usia minimum 18 tahun ditetapkan untuk setiap pekerjaan yang dianggap berbahaya. Usia ini dapat dikurangi menjadi 16 tahun apabila kaum muda tersebut mendapatkan perlindungan dari bahaya dan dengan diberi instruksi atau pelatihan khusus.

  g.

  Tenaga kerja muda yang berusia 13 tahun atau lebih boleh dipekerjakan dalam pekerjaan ringan tertentu, apabila tidak merusak kesehatan mereka dan tidak mempengaruhi kehadiran dan prestasi mereka di sekolah atau di kursus pelatihan. Di negara-negara sedang berkembang, ketentuan ini dapat berlaku untuk tenaga kerja muda berusia 12 tahun atau lebih.

  h.

  Konvensi ini tidak berlaku untuk pekerjaan umum, kejuruan atau teknis yang dilakukan di sekolah atau lembaga pelatihan.

  

3) Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan

Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk

  Pekerjaan Anak.

  Konvensi tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak ditetapkan secara aklamasi pada tahun 1999. Konvensi ini mendefinisikan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti praktik perbudakan anak, kerja paksa, kerja ijon, perdagangan anak, penghambaan, prostitusi, pornografi, dan bentuk-bentuk pekerjaan 40 ILO, 2009, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, Op. Cit., hal. 22 yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak. Konvensi ini memerlukan langkah-langkah segera dan efektif untuk memastikan ditetapkannya pelarangan dan penghapusan bentuk- bentuk terburuk pekerjaan anak tersebut sebagai hal yang mendesak. Beberapa ketentuan penting dari konvensi ini adalah: a.

  Yang dimaksud dengan ‘anak’ adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, sama seperti pengertian tentang "anak" dalam Konvensi tentang Hak Anak (Pasal 2).

  b.

  Kegiatan-kegiatan tertentu yang didefinisikan sebagai bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah: semua bentuk perbudakan, pelacuran, pemanfaatan anak dalam pornografi dan dalam produksi dan perdagangan dan peredaran obat-obat terlarang (Pasal 3).

  c.

  Di luar bentuk yang telah disebutkan sebagai bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, selanjutnya masing-masing pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, diserahkan untuk membuat daftar rinci berisi apa yang merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, yaitu pekerjaan yang dapat merusak kesehatan, keselamatan atau moral anak (Pasal 3 huruf d).

  d.

  Negara harus mengambil langkah-langkah segera dan efektif untuk

   41 menghapus bentuk-bentuk terburuk ini (Pasal 1).

  ILO, 2009, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, Ibid., hal. 21 e.

  Negara harus membentuk mekanisme yang tepat untuk memantau pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang memberlakukan Konvensi ini (Pasal 5).

  f.

  Negara harus menyusun dan menjalankan program aksi untuk menghapus, sebagai suatu prioritas, bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak, melalui konsultasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga dengan kelompok-kelompok lain yang berkepentingan sebagaimana sepatutnya (Pasal 6).

  g.

  Negara harus mengupayakan rehabilitasi dan pengintegrasian sosial para pekerja anak yang telah berhasil ditarik keluar dari pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk- bentuk terburuk pekerjaan anak (Pasal 7 ayat (2) huruf b).

  h.

  Hendaknya ada akses untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan, bilamana memungkinkan dan diperlukan, pendidikan kejuruan, untuk semua anak yang telah dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (Pasal 7 ayat (2) huruf c). i.

  Pertimbangan harus diberikan terhadap situasi khusus yang dihadapi anak perempuan (Pasal 7 ayat (2) huruf e). j.

  Pihak berwenang wajib ditunjuk untuk melaksanakan ketentuan-

   ketentuan yang memberlakukan konvensi ini (Pasal 7 ayat (3)).

Dokumen yang terkait

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Investasi - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar

0 0 22

KATA PENGANTAR - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN MODAL VENTURA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ve

0 1 42

KATA PENGANTAR - Pertanggungjawaban Perusahaan Pasangan Usaha Dalam Perjanjian Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Perusahaan Modal Ventura (Studi Pada Pt. Sarana Sumut Ventura)

0 0 23

BAB II PERANAN DAN PENGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Surat Akta Authentik (Studi Putusan Nomor: 40/Pid.B/2013/Pn.Lsm)

0 0 12

BAB II PERAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM PADA BUMN YANG SUDAH GO PUBLIC A. Dasar Hukum BUMN Melakukan Go Public - Konflik Kepentingan Negara Sebagai Pemegang Saham Pada Penjualan Saham Bumn Dalam Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

0 0 39