ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (7)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IHSG DI BURSA
EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2007-2011
Oleh
Bambang Sukono
Indarto
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Abstraksi
Krisis ekonomi global mempunyai dampak yang luar biasa terhadap
perkembangan pasar modal di Indonesia. Dampak krisis keuangan dunia atau lebih
dikenal dengan krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika sangat berpengaruh
terhadap Indonesia. Salah satu dampak yang paling berpengaruh dari krisis ekonomi
Amerika adalah perubahan kurs, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
berfluktuasi. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga, kurs tengah BI, jumlah uang
beredar, tingkat inflasi, dan Indeks Dow Jones terhadap pegerakan IHSG di Bursa
Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah data IHSG, tingkat suku bunga SBI, kurs
tengah BI, jumlah uang yang beredar, inflasi dan Indeks Dow Jones tahun 20072011. Adapun data tersebut dapat dilihat sampelnya pada data bulanan. Jenis data
yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan metode pengumpulan
data dokumentasi. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda.
Hasil analisis adalah : Suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap IHSG,

kenaikan suku bunga Bank Indonesia akan mendorong investor menjual saham dan
menempatkan dananya di bank. Dana di bank lebih aman dibandingkan di bursa
efek. Kenaikan suku bunga juga akan mendorong jatuhnya IHSG. Kurs tengah BI
tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kondisi ini terjadi karena kurs tengah
BI rata-rata hanya Rp. 9.409,48 kurang dari level Rp. 10.000, sehingga masih diangp
wajar oleh para investor di bursa efek, sehingga kurang berdampak pada kenaikan
atau penurunan IHSG. Jumlah uang yang beredar berpengaruh signifikan terhadap
IHSG, semakin banyak jumlah uang yang beredar, maka pada investor akan
menginvestasikan uangnya ke pasar saham, sehingga harga saham akan naik dan
IHSG akan naik juga. Inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG, ketika inflasi
naik, maka nilai kebutuhan hidup meningkat dan keuntungan perusahaan yang ada di
BEI meningkat, sehingga harga saham meningkat dan IHSG juga meningkat. Indeks
dow jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG, ketika indeks dow jones naik,
maka pasar saham dunia juga meningkat dan ini berdampak pada kenaikan
perdagangan saham di Indonesia yang tercermin dari kenaikan IHSG.
Kata Kunci : SBI, Kurs Tengah BI, Jumlah Uang Beredar, Tingkat Inflasi, Indeks
Dow Jones dan IHSG
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi global mempunyai dampak yang luar biasa terhadap
perkembangan pasar modal di Indonesia. Dampak krisis keuangan dunia atau lebih

dikenal dengan krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika sangat berpengaruh
terhadap indonesia. Salah satu dampak yang paling berpengaruh dari krisis ekonomi
Amerika adalah perubahan kurs, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
berfluktuasi (Deddy Azhar Maulino, 2009).
Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun
eksternal. Pengaruh-pengaruh eksternal seperti pergerakan tingkat suku bunga begitu
juga dengan indeks saham luar negeri dipercaya telah menjadi faktor dominan yang
mempengaruhi IHSG. Sedangkan faktor internal lebih dipengaruhi oleh peristiwaperistiwa dalam negeri seperti ekspektasi rasional investor serta pengaruh dari

38

pergerakan variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti Kurs rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat, tingkat inflasi, suku bunga (Deposite Rate), suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan jumlah uang yang beredar (money suply) (Dedy
Pratikno, 2009).
Menurut Bank Indonesia (BI), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat
berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto (bunga). Sebagai
otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kesetabilan nilai rupiah.
Apabila jumlah uang yang beredar berlebihan dapat mengurangi kesetabilan nilai

rupiah, maka Bank Indonesia akan menerbitkan dan menjual Sertifikat Bank
Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang tersebut.
Siamat (2004) mengemukakan bahwa kurs adalah harga suatu mata uang
yang dinyatakan dalam mata uang lain. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dalam PSAK no.31 (2007:31.3), kurs tengah yaitu kurs jual ditambah kurs beli Bank
Indonesia dibagi dua.
Menurut (Suseno Triyanto widodo, 1990), uang di Indonesia terdiri dari dua
bagian, yaitu semua mata uang kartal dan uang giral. Di samping uang beredar yang
setiap saat bisa digunakan sebagai alat pembayaran, dikenal pula jenis uang yang
tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayaran karena keterikatan waktu yaitu
deposito berjangka (Time deposit). Uang yang tidak beredar ini disebut uang kuasi
(QM) dan menurut laporan tahunan Bank Indonesia mengenai perkembangan
moneter uang kuasi terdiri atas deposito berjangka, tabungan dan rekening valuta
asing milik swasta domestik. Jumlah dari uang beredar dan uang kuasi disebut
Likuiditas Perekonomian.
Inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand)
terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai
suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan
satu macam barang saja dan sesaat). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi
pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional (Dedy Pratikno, 2009).

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar
saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri Dow Jones &
Company, Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai suatu cara untuk
mengukur performa komponen industri di pasar saham Amerika. Saat ini Dow Jones
Industrial Average merupakan indeks pasar Amerika Serikat tertua yang masih
berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari tigapuluh perusahaan terbesar di
Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Pada awalnya di tahun 1896
terdapat duabelas yang terdaftar di Dow Jones Industrial Average. Jumlah
keanggotaan bursa kemudian diperbanyak menjadi duapuluh pada tahun 1916 dan
akhirnya menjadi tigapuluh perusahaan sejak tahun 1928 hingga sekarang. Pada
umumnya indikator harga saham di Amerika Serikat adalah Dow Jones Industrial
average, Standart & Poor,s Composite, The New York Stock Exchange Composite
Index, The American Stock Exchange Market Value Index, The NASDAQ Composite
(Prakarsa & Kusuma, 2008).
Kinerja pasar saham pada tahun 2007 masih baik, namun menjelang akhir
tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global. Krisis ekonomi global berimbas ke
perekonomian Indonesia sebagai mana tercermin dari gejolak di pasar modal dan
pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Desember 2008
ditutup pada level 1.355,41 terpangkas hampir separuhnya dari akhir tahun 2007
sebesar 2.745,83. Dow Jones Industrial Average (DJIA) juga mengalami hal yang

sama, pada bulan Desember 2008 ditutup level 8.668,39, merosot tajam dibandingkan
akhir tahun 2007 sebesar 13.365,87. Bersamaan dengan jatuhnya nilai kapitalisasi
pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham, kurs tengah BI juga ikut
merosot tajam hingga level Rp 10.950/USD pada akhir tahun 2008. Perekonomian
mulai membaik pada tahun 2009 saat perekonomian Amerika Serikat mulai bergerak
tipis.
Beberapa peneliti melakukan penelitian tentang Indeks Harga Saham
Gabungan. Prakarsa & Kusuma (2008) mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga
SBI tidak perpengaruh signifikan terhadap IHSG, sedangkan kurs tengah BI, inflasi

39

dan Indeks Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian
Harjum Muharam & Zuraedah Nurafni (2008) menunjukkan bahwa Nilai Tukar
Rupiah (IDR) dan Indeks Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Moh.
Mansur (2009), meneliti tentang tingkat suku bunga SBI dan Kurs Dolar AS terhadap
IHSG dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI tidak
berpengaruh signifikan terhadap IHSG, sedangkan Kurs Dolar AS berpengaruh
signifikan terhadap IHSG. Penelitian Deddy Azhar Maulino (2009) dengan
menggunakan data sekunder kuantitatif menunjukkan bahwa Indeks Bursa Asing,

Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS, inflasi dan suku bunga SBI
berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
Dengan demikian maka terjadi perbedaan, yaitu hasil penelitian Prakarsa &
Kusuma (2008), Moh. Mansur (2009) dan Deddy Azhar Maulino (2009). Penelitian
Prakarsa & Kusuma (2008) dan Moh. Mansur (2009) menujukkan bahwa tingkat
suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap IHSG sedangkan hasil penelitian Dedy
Azhar Maulino (2009) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh
terhadap IHSG.

TELAAH PUSTAKA
Menurut Mohamad Samsul (2006), Indeks Harga Saham gabungan (composite
stock price indeks = CSPI) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham
yang tercatat di bursa efek. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterbitkan oleh
bursa efek. Sementara itu, pihak di luar bursa efek tidak tertarik menerbitkan IHSG
karena indeks tersebut masih kalah manfaatnya dengan indeks parsial, seperti untuk
keperluan hedging.
Teori Random Walk
Harga saham secara acak berarti bahwa fluktuasi harga saham tergantung pada
informasi baru (new information) yang akan diterima, tetapi informasi tersebut tidak
diketahui kapan dapat diterimanya sehingga informasi baru dan harga saham itu

disebut unpredictable. Informasi harga saham tersebut bersifat kabar buruk (bad
News) atau kabar baik (good news) juga tidak diketahui (Mohamad Samsul, 2006).
Teori Portofolio
Menurut Abdul Halim (2003), portofolio merupakan kombinasi atau
gabungan atau sekumpulan assets, baik berupa real assets maupun financial assets
yang dimiliki oleh investor. Menurut Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi (2009),
portofolio adalah sebuah bidang ilmu yang khusus mengkaji tentang bagaimana cara
yang dilakukan oleh seorang investor untuk menurunkan resiko dalam berinvestasi
secara seminimal mungkin, termasuk salah satunya dengan menganekaragamkan
resiko tersebut.
Teori Investasi
Menurut PSAK nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober
2004, investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan
kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga,
royalti, deviden, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat
lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui
hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (1-3) bulan
dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan

Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menjual SBI, Bank
Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga

40

yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar
berdasarkan sistem lelang. Sejak juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme
“BI rate” (suku bunga BI) yaitu Bank Indonesia mengumumkan target suku bunga
SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI
rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan (http://id.wikipedia.org/wiki/Sertifikat_Bank _Indonesia).
Kurs adalah perbandingan nilai atau harga mata uang lokal suatu negara
dengan mata uang negara lain. Kurs tengah BI/USD adalah perbandingan mata uang
Indonesia dengan mata uang Amerika Serikat dengan cara menghitung kurs jual
ditambah kurs beli dibagi dua. Perdagangan valas (foreign exchange) merupakan
salah satu derivatif yang menjanjikan keuntungan besar jika dilakukan dengan
manajemen yang baik. Namun, kegiatan ini mengandung resiko besar seperti
kemungkinan kesalahan dalam prediksi, kesalahan menghitung, kesalahan analisis
gejolak kurs dalam waktu tertentu dan sekejap dapat menimbulkan kerugian besar
bahkan dapat menghancurkan perusahaan itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena

seorang trader hanya dengan menekan tombol komputer saja dalam hitungan detik
dapat menciptakan transaksi triliunan dollar yang dapat menjangkau seluruh dunia.
Resiko yang dimaksud adalah resiko yang berkaitan dengan kepekaan atas fluktuasi
harga valas itu sendiri (Herman Darmawi, 2006).
Menurut (Jeff Madura, 2007), inflasi (inflation) adalah kenaikan dalam tingkat
harga barang dan jasa secara umum selama periode waktu tertentu. Tingkat inflasi
dapat diestimasikan dengan mengukur persentase perubahan dalam indeks harga
konsumen yang mengindikasikan harga dari sejumlah besar produk konsumen seperti
produk kebutuhan sehari-hari, perumahan, bahan bakar, layanan kesehatan dan listrik.
Menurut Sadono Sukirno (2001), inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses
kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.
Menurut Prakarsa & Kusuma (2008), Indeks Dow Jones adalah salah satu
indeks pasar saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri
Dow Jones & Company, Charles Dow. Indeks Dow Jones merupakan indeks pasar
tertua di Amerika Serikat yang masih berjalan. Saat ini Indeks Dow Jones terdiri dari
30 perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang sudah secara luas go public.
Hubungan logis Antar Variabel
Hubungan Antara Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Menurut (Moh. Mansur, 2009), SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam
rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek

dengan sistem diskonto. Tingkat suku bunga merupakan daya tarik bagi investor
menanamkan investasinya dalam bentuk deposito atau SBI sehingga investasi dalam
bentuk saham akan tersaingi.
Ha: Tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG di
BEI.
Hubungan Kurs Tengah BI terhadap IHSG
Menurut sunariyah (2006), menurunnya kurs dapat meningkatkan biaya impor
bahan baku dan meningkatkan suku bunga walaupun dapat meningkatkan ekspor.
Meningkatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing memiliki pengaruh yang negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal.
Menurut Desy Dwi Riyana (2011), suatu teori mengatakan bahwa penagaruh
nilai tukar valuta asing negara negatif terhadap IHSG. Terdapat hubungan negatif
nilai tukar dengan IHSG, diterangkan bahwa jika rupiah mengalami penurunan
(depresiasi), maka akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam persaingan di
arena perdagangan dunia, karena mata uang menjadi lebih mahal.
Ha: kurs tengah BI berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG di BEI.

41

Hubungan Jumlah Uang yang Beredar (M2) terhadap IHSG

Menurut Mohamad Samsul (2006), jika jumlah uang yang beredar meningkat
maka tingkat bunga akan menurun dan harga saham naik sehingga pasar menjadi
bullish. Jika tingkat bunga naik, harga saham akan turun dan pasar modal dapat
mengalami bearish. Namun demikian, besarnya dampak kenaikan atau penurunan
bunga terhadap harga saham tergantung pada seberapa besar perubahan bunga
tersebut.
Ha: Jumlah uang yang beredar (M2) berpengaruh signifikan terhadap pergerakan
IHSG di BEI.
Hubungan Inflasi terhadap IHSG
Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pada
derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian
secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami
kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggiakan menjatuhkan
harga saham di pasar, sementara inflasi yang rendah akan berakibat pertumbuhan
ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak
dengan lamban (Mohamad Samsul, 2006).
Ha: Inflasi berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG di BEI.

Hubungan Indeks Dow Jones terhadap IHSG
Menurut Dedy Pratikno (2009), Indeks Dow Jones merupakan rata-rata indeks
saham terbesar di dunia, oleh karena itu pergerakan indeks Dow Jones dapat
mempengaruhi hampir seluruh indeks saham dunia termasuk IHSG. Pengaruh indeks
Dow Jones terhadap IHSG diperkirakan positif, artinya kenaikan indeks Dow Jones
akan mengakibatkan naiknya IHSG di Bursa Efek Indonesia, hal ini disebabkan oleh
adanya sentimen positif dari para investor terhadap kondisi ekonomi dunia.
Ha: Indeks Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG di BEI.

Kerangka Pemikiran
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen yang berupa pergerakan IHSG di BEI.
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu tingkat sukubunga SBI, kurs tengah
BI, jumlah uang yang beredar (M2), inflasi dan Indeks Dow Jones sebagai faktor
yang mempengaruhi pergerakan IHSG di BEI.
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh data IHSG,
Tingkat suku bunga SBI, Kurs tengah BI terhadap Dollar Amerika Serikat, Jumlah
uang yang beredar, inflasi serta Indeks Dow Jones. Sampel adalah sebagian obyek
yang diselidiki dari keseluruhan obyek yang ada. Sampel dalam penelitian ini adalah
data IHSG, Tingkat suku bunga SBI, Kurs tengah BI, Jumlah uang yang beredar,
inflasi, serta Indeks Dow Jones yang dibatasi pada data penutupan tiap akhir-akhir
bulan selama periode amatan antara tahun 2007-2011 atau lima tahun (60 bulan).
Penarikan sampel yang dilakukan dengan metode purposive sampling, di mana
sampel yang terpilih harus memenuhi kriteria. Data dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan cara dokumentasi dari berbagai macam sumber. Pengambilan data IHSG
dilakukan di PIPM. Selain itu pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan
cara mengambil dari internet, artikel, jurnal, dan mempelajari dari buku-buku pustaka
yang mendukung proses penelitian ini.

42

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah model regresi
berganda sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ b5X5 + e
Keterangan :
Y = IHSG
a = konstanta
b = koefisien garis regresi
X1 = Tingkat suku bunga SBI
X2 = Kurs tengah BI terhadap dollar Amerika Serikat
X3 = Jumlah uang yang beredar
X4 = Inflasi
X5 = Indeks Dow Jones
e = standar error

Pengujian persamaan regresi berganda harus memenuhi persyaratan uji asumsi
klasik, yaitu bahwa pengambilan keputusan melalui uji t dan uji F tidak boleh bias.
Asumsi klasik ini bermaksud untuk memastikan bahwa model yang diperoleh benarbenar memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi yang meliputi asumsi : terjadi
normalitas, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi multikolinieritas, tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
penggangu atau residual memiliki distribusi normal seperti diketahui bahwa uji t dan
uji f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal / tidak yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2005).
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu,
berkaitan satu sama lain.
Uji multikolinearitas bertujuan untk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antara variable bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variable bebas. Akibat bagi model regresi yang mengandung
multikolinearitas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat
dengan bertambahnya variable independent, tingkat signifikansi yang digunakan
untuk menolak hipotesis nol akan semakin besar dan probabilitas menerima hipotesis
yang salah juga akan semakin besar.
Uji heterokesdatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda, maka
disebut heterokesdatisitas, sebaliknya jika tetap disebut homokesdatisitas. Model
yang baik adalah yang homokesdatisitas.
Menurut Imam Ghozali (2005) cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokesdatisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variable
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SPRESID. Deteksi ada atau
tidaknya heterokesdatisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatter plot antara SPRESID dan ZPRED dmana sumbu Y adalah yang
telah diprediksi dan sumbu X adalah residual ( Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah distandarisasi.

43

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
BEI tahun 2007-2011. Berdasarkan kriteria di atas, maka jumlah sampel sebanyak 60
sampel. Secara lebih jelas statistik deskriptif dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N
IHSG
SBI
Kurs tengah BI
Jumlah uang beredar
Inflasi
Indeks Dow Jones
Valid N (listwise)

Minimum
60
60
60
60
60
60
60

Maximum

1242
6,5
8019
1030048
-,31
7063

4131
9,5
12224
2877220
2,46
13930

Mean

Std. Deviation

2630,10
7,488
9409,48
1727625
,5589
11216,40

791,174
1,0858
858,392
583407,376
,49425
1687,115

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas menguji apakah dalam model regresi, variabel
independen dan variabel dependen, keduanya terdistribusikan secara normal
atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov
Smirnov, dengan kriteria sebagai berikut :
-

Jika nilai signifikasi Kolmogorov Smirnov > 0,05, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.

-

Jika nilai signifikasi Kolmogorov Smirnov < 0,05, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
Hasil normalitas dengan menggunakan SPSS versi 16.0
sebagai berikut sebagai berikut :

adalah

Tabel 2
Kolmogorov_Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N
Normal Parameters

a,b

Most Extreme
Differences

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

60
,0000000
167,09959413
,070
,070
-,050
,541
,932

a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov_Smirnov
sebesar 0,932 > 0,05. Dengan demikian model regresi dalam penelitian ini
memenuhi asumsi normalitas data.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Pengujian ada
tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan memperhatikan nilai matriks

44

korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan data serta nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dan Tolerance-nya. Nilai dari VIF yang kurang dari 10 dan
tolerance yang tidak kurang dari 0,1, menandakan tidak terjadi adanya gejala
multikolinearitas (Ghozali,2005). Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat
dari tabel 3 :
Tabel 3
Uji Multikolinearitas
Coefficients

Model
1

SBI
Kurs tengah BI
Jumlah uang beredar
Inflasi
Indeks Dow Jones

a

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
,344
2,907
,256
3,903
,325
3,077
,848
1,179
,294
3,399

a. Dependent Variable: IHSG

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012
Hasil perhitungan pada tabel 3 diperoleh nilai VIF yang kurang dari 10
dan tolerance yang tidak kurang dari 0,1, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
gejala multikolinearitas antar variabel bebas (suku bunga bank Indonesia, kurs
tengah BI, jumlah uang beredar, inflasi dan Indeks Dow Jones).
c. Uji Heteroskedatisitas
Uji heteroskedatisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi adanya
heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil heteroskedastistas:
Gambar 1.
Hasil Analisis Grafik Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot

Dependent Variable: IHSG

Regression Standardized Predicted
Value

2

1

0

-1

-2
-4

-2

0

2

4

Regression Studentized Residual

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012

45

Dari grafik di atas, terlihat titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y. Dari pengamatan
pada grafik di atas maka disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terjadi
heteroskedastisitas atau tidak terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain.
Statistik dengan menggunakan uji geltjer diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4
Uji Gletjer
Coefficients

Model
1

a

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
374,023
488,892

(Constant)
SBI
Kurs tengah BI
Jumlah uang beredar
Inflasi
Indeks Dow Jones

Standardized
Coefficients
Beta

t
,765

Sig.
,448

-8,635
-,022

21,495
,032

-,090
-,183

-,402
-,702

,689
,486

-5,3E-007
-24,105
,004

,000
30,074
,015

-,003
-,115
,062

-,013
-,802
,255

,990
,426
,800

a. Dependent Variable: abs_res

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2012
Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa nilai signiifkasi dari masingmasing variabel bebas (SBI, kurs tengah BI, jumlah uang beredar, inflasi, dan
Indeks Dow Jones) adalah lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dalam model
regresi dalam penellitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah suatu model
regresi ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi dilakukan dengan uji mapping Durbin
Watson (DW).
Tabel 5
Uji Autokorelasi
Model Summary
Model
1

R
,977 a

R Square
,955

Adjusted
R Square
,951

b

Std. Error of
the Estimate
174,664

DurbinWatson
,807

a. Predictors: (Constant), Indeks Dow Jones, Jumlah uang beredar, Inflasi,
SBI, Kurs tengah BI
b. Dependent Variable: IHSG

Hasil perhitungan di atas dapat dijelaskan bahwa apabila DW=0,807 terletak
antara ± 2, maka model persamaan regresi yang diajukan tidak terdapat autokorelasi
(Singgih Santoso, 2003).
Model Persamaan Regresi Berganda
Hasil persamaan regresi dari persamaan yang diolah dengan menggunakan
SPSS versi 16. adalah sebagai berikut :

46

Tabel 6
Model Persamaan Regresi
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
SBI
Kurs tengah BI
Jumlah uang beredar
Inflasi
Indeks Dow Jones

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
888,070
812,148
-251,068
35,707
-,021
,052
,001
,000
143,996
,211

49,960
,025

Standardized
Coefficients
Beta
-,345
-,022
,585

t
1,093
-7,031
-,394
11,600

Sig.
,279
,000
,695
,000

,090
,450

2,882
8,487

,006
,000

a. Dependent Variable: IHSG

Sumber : Data sekunder yang diolah, tahun 2012
Dari Tabel 6 hasil pengolahan data dengan bantuan program SPSS 13, maka
didapatkan model persamaan regresi akhir sebagai berikut :
Y = 888,170 - 251,068X1 – 0,021X2 + 0,001X3 + 143,996X4 + 0,211X5 + e
a. Konstanta sebesar 888,170, menyatakan bahwa jika variabel SBI, kurs tengah BI,
jumlah uang beredar, inflasi dan Indeks Dow Jones konstan, maka IHSG sebesar
888,170.
b. Nilai koefisien regresi untuk suku bunga Bank Indonseia sebesar -251,068,
mempunyai arti setiap pengurangan 1 satuan untuk suku bunga bank Indonesia,
sedangkan variabel lain konstan maka akan meningkatkan IHSG sebesar 251,068
Kenaikan suku bunga Bank Indonesai akan mendorong investor menjual saham
dan menempatkan dananya dibank. Dana di bank lebih aman dibandingkan di
bursa efek. Kenaikan suku bunga juga akan mendorong jatuhnya IHSG.
c. Nilai koefisien regresi untuk kurs tengah BI sebesar -0,021, mempunyai arti
setiap pengurangan 1 satuan untuk kurs tengah BI, sedangkan variabel lain
konstan maka akan meningkatkan IHSG sebesar -0,021. Semakin tinggi kurs
rupiah, maka pada investor akan membeli dollar dari pada menanamkan
modalnya ke pasar saham, sehingga harga saham akan turun dan IHSG akan turun
juga.
d. Nilai koefisien regresi untuk jumlah uang beredar sebesar 0,001, mempunyai arti
setiap penambahan 1 satuan untuk jumlah uang beredar, sedangkan variabel lain
konstan maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0,001. Semakin banyak jumlah
uang beredar, maka pada investor akan menginvestasikan uangnya ke pasar
saham, sehingga harga saham akan naik dan IHSG akan naik juga.
e. Nilai koefisien regresi untuk inflasi sebesar 143,996, mempunyai arti setiap
penambahan 1 satuan untuk inflasi, sedangkan variabel lain konstan maka akan
meningkatkan IHSG sebesar 143,996. Ketika inflasi naik, maka nilai kebutuhan
hidup meningkat dan keuntungan perusahaan yang ada di BEI meningkat,
sehingga harga saham meningkat dan IHSG juga meningkat.
f. Nilai koefisien regresi untuk indeks dow jones sebesar 0,211, mempunyai arti
setiap penambahan 1 satuan untuk indeks dow jones, sedangkan variabel lain
konstan maka akan meningkatkan IHSG sebesar 0,211. Ketika indeks dow jones
naik, maka pasar saham dunia juga meningkat dan ini berdampak pada kenaikan
perdagangan saham di Indonesia yang tercermin dari kenaikan IHSG.
Koefisien Determinasi (R2 )
Persentase variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dan
dalam model penelitian ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi. Koefisien
Determinasi ini menunjukan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel dependen yang dinyatakan dalam persen (%).

47

Tabel 7
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1

R
,977a

R Square
,955

Adjusted
R Square
,951

Std. Error of
the Estimate
174,664

DurbinWatson
,807

a. Predictors: (Constant), Indeks Dow Jones, Jumlah uang beredar, Inflasi,
SBI, Kurs tengah BI
b. Dependent Variable: IHSG

Nilai koefisien determinasi pada tabel 7 ditunjukan dengan nilai Adjusted R
Square sebesar 0,951 Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen (SBI, kurs
tengah BI, jumlah uang beredar, inflasi dan indeks dow jones) dapat menjelaskan
variabel dependen (IHSG) sebesar 95,10 % sedangkan sisanya diterangkan oleh
faktor yang lain yang tidak diteliti, seperti faktor fundamental seperti rasio likuditas,
rasio profitabilitas, rasio leverage dan rasio aktivitas.
Pembahasan
1.Pengaruh Suku Bunga Indonesia Terhadap IHSG
Suku bunga bank Indonesia berpengaruh terhadap IHSG dengan arah
koefisien regresi negatif, artinya apabila SBI meningkat, maka IHSG akan menurun.
Kondisi ini terjadi karena suku bunga adalah keuntungan investasi yang dapat
diperoleh oleh pemodal dan juga mempunyai ukuran biaya modal yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal. Kenaikan suku
bunga akan mendorong investor menjual saham dan menempatkan dananya dibank.
Dana di bank lebih aman dibandingkan di bursa efek. Kenaikan suku bunga juga akan
mendorong jatuhnya IHSG. Hal ini bisa terjadi kenaikan suku bunga membuat beban
hutang perusahaan lebih besar, sehingga laba bersihnya turun. Hasil ini mendukung
penelitian Deddy Azhar Maulino (2009), yang menyatakan SBI berpengaruh
signifikan terhadap IHSG dan tidak mendukung penelitian Prakarsa & Kusuma
(2008) dan Moh. Mansur (2009), yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI
tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
2. Pengaruh Kurs Tengah BI Terhadap IHSG
Kurs tengah BI tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kondisi ini terjadi
karena kurs tengah BI rata-rata hanya Rp. 9.409,48 kurang dari level Rp. 10.000,
sehingga masih dianggap wajar oleh para pinvestor di bursa efek, sehingga kurang
berdampak pada kenaikan atau penurunan IHSG. Secara teori selama valuta asing
(kurs rupiah terhadap dolar Amerika) memiliki double effect terhadap perusahaan
IHSG. Ketika dolar mengalami kenaikan, para investor terutama investor asing akan
menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dollar. Kondisi ini
tentunya akan menyebabkan penurunan IHSG. Untuk mengatasi banyaknya investasi
dalam bentuk Dollar Bank Sentral Indonesia akan menaikkan suku bunganya.
Kenaikan suku bunga ini akan membuat orang banyak menjual sahamnya, dan
menyimpan uangnya dalam deposito atau bank, kondisi ini akan menyebabkan
penurunan IHSG. Hasil ini berbeda dengan penelitian Prakarsa & Kusuma (2008),
yang menyatakan kurs tengah BI berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
3. Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap IHSG
Jumlah uang yang beredar berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kondisi ini
terjadi karena jika jumlah uang yang beredar meningkat, maka tingkat bunga akan
menurun dan harga saham akan meningkat, kenaikan harga saham ini juga akan
berdampak pada kenaikan IHSG. Hasil ini sesuai dengan pendapat Mohamad Samsul

48

(2006), yang menyatakan jumlah uang yang beredar
terhadap IHSG.

berpengaruh signifikan

4. Pengaruh Inflasi Terhadap IHSG
Inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG, hal ini mengindikasikan bahwa
semakin tinggi inflasi akan meningkatkan tingkat pegembalian saham, sebab tingkat
inflasi di Indonesia tidak telalu tinggi dan inflasi yang tidak terlalu tinggi ini tidak
berdampak pada penurunan akan tetapi berdampak positif terhadap perdagangan
saham di Indonesia, sebab perdagangan saham di dunia juga baik, sehingga harga
saham akan naik dan IHSG akan meningkat juga.Hasil ini mendukung penelitian
Prakasa dan Kusuma (2008), yang menyatakan inflasi berpengaruh signifikan
terhadap IHSG.
5. Pengaruh Indeks Dow Jones Terhadap IHSG
Indeks Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG dengan arah
koefisien regresi positif, artinya apabila Indek Dow Jones semakin meningkat, maka
IHSG semakin meningkat. hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi Indeks
Dow Jones, maka pasar perdasgangan saham asia adalah baik, sehingga hal ini
berdampak juga pada pasar perdagangan saham yang terjasi di Indonesia yang
tercermin pada kenaikan IHSG. Hasil ini mendukung penelitian Prakasa dan Kusuma
(2008), yang menyatakan Indeks Dow Jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitaian yang dibahas pada
bab sebelumnya adalah:
a. Suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kenaikan suku bunga
Bank Indonesai akan mendorong investor menjual saham dan menempatkan
dananya dibank. Dana di bank lebih aman dibandingkan di bursa efek. Kenaikan
suku bunga juga akan mendorong jatuhnya IHSG.
b. Kurs tengah BI tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG, kondisi ini terjadi
karena kurs tengah BI rata-rata hanya Rp. 9.409,48 kurang dari level Rp. 10.000,
sehingga masih dianggap wajar oleh para pinvestor di bursa efek, sehingga
kurang berdampak pada kenaikan atau penurunan IHSG.
c. Jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap IHSG, semakin banyak
jumlah uang beredar, maka pada investor akan menginvestasikan uangnya ke
pasar saham, sehingga harga saham akan naik dan IHSG akan naik juga.
d. Inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG, ketika inflasi naik, maka nilai
kebutuhan hidup meningkat dan keuntungan perusahaan yang ada di BEI
meningkat, sehingga harga saham meningkat dan IHSG juga meningkat.
e. Indeks dow jones berpengaruh signifikan terhadap IHSG, ketika indeks dow jones
naik, maka pasar saham dunia juga meningkat dan ini berdampak pada kenaikan
perdagangan saham di Indonesia yang tercermin dari kenaikan IHSG.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
adalah :

saran yang diberikan

1. Investor hendaknya lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
IHSG seperti SBI, inflasi, dan jumlah uang beredar, karena biasanya hal ini
mencerminkan kondisi ekonomi di Indonesia. Pada saat suku bunga tinggi

49

sebaiknya pihak investor lebih menanamkan modalnya di SBI sebab akan
menguntungkan dibandingkan jika modalnya di investasikan ke pasar modal.
2. Inflasi yang tinggi cermin dari kondisi perekonomian yang tidak menentu, untuk
itu pada saat inflasi sangat tinggi sebaiknya investor lebih berhati-hati lagi dalam
menanamkan modalnya di pasar modalnya. Dengan memperhatikan faktor makro
ekonomi diharapkan investor akan mendapatkan tingkat keuntungan berupa
capital gain yang lebih baik.
Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini terdapat pada :
1. Obyek penelitian
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini hanya tahun 2007-2011, dengan
menggunakan IHSG gabungan.
2. Variabel bebas yang digunakan adalah makro
mepertimbangkan faktor fundamental perusahaan.

ekonomi

dan

belum

Agenda Penelitian yang Akan Datang
1. Penelitian selanjutnya meneliti IHSG masing-masing sektor industri misalnya
LQ-45, Manufaktur, sehingga bisa menambah hasil penelitian dan diharapkan
mendapatkan hasil yang beragam.
2. Penelitian selanjutnya bisa menambah periode penelitian, yaitu 8 tahun atau 10
tahun.
3. Penelitian selanjutnya juga bisa menambah variabel bebas, seperti faktor
fundamental perusahaan diantaranya ROA, ROE, DER atau rasio pasar seperti
EPS, dan PER. Hal ini dilakukan agar dapat lebih menjelaskan IHSG.

DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, 2007-2011, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Beberapa edisi
terbitan.
Darmawi, Herman, 2006, Pasar Finansial dan Lembaga-lembaga Finansial,
PT.Bumi Aksara, Jakarta.
Fahmi, Irham dan Hadi, Yovi Lavianti, 2009, Teori Portofolio dan Analisis Investasi,
Alfabeta, Bandung.
Ghosali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Prorgam SPSS, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Halim, Abdul, 2003, Analisis Investasi, Salemba Empat, Jakarta.
Harjum Muharam, Zuraedah Nurafni MS, 2008, Analisis Pengaruh Nilai Tukar
Rupiah dan Indeks Saham Dow Jones Industrial Average Terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan di BEJ, Jurnal Maksi, Hal. 24-42.
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Dow_Jones_Industrial_Average
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta.

50

Jogiyanto, 1998, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Pertama, BPFE,
Yogyakarta.
Lipsey, Courant, Purvis, Steiner, 1995, Pengantar Makroekonomi, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Madura, Jeff, 2007, Pengantar Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.
Mankiw, N. Gregory, 2003, Teori Makroekonomi, Erlangga, Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi, Jakarta, Erlangga.
Mansur, Moh., 2009, Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Dolar AS
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek jakarta Periode Tahun 20002002, Dosen Tetap Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran
Bandung.
Maulino, Deddy Azhar, 2009, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Universitas Gunadarma,
Depok, (JURNAL).
Prakarsa & Kusuma, 2008, Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Tengah
BI, Tingkat Inflasi, dan Indeks Dow Jones di New York Stock Exchange dalam
Memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal
Ekonomi, Hal 305-318.
Pratikno, Dedy, 2009, Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks
Dow Jones Terhadap Pergerakan IHSG di BEI, Tesis, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Riyana, Desy Dwi, 2011, Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku bunga Bank
Indonesia, dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di BEI Periode
Tahun 2006-2011, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Semarang.
Samsul, Mohamad, 2006, Pasar Modal dan Manajemen Portofolio, Erlangga,
Jakarta.
Siamat, Dahlan, 2004, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta, Fakultas Ekonomi,
Universtas Indonesia.
Santoso, Singgih, 2003, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Sukirno,Sadono, 2001, Pengantar Teori Makroekonomi, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Sunariyah, 2006, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen, YKPN,Yogyakarta.
Wardoyo, Paulus, 2001, Pasar Modal, Fakultas Ekonomi, Universitas Semarang.
Widoatmojo, Sawidji, 2000, Cara Sehat Investasi di Pasar Modal, PT. Jurnalindo
Aksara Grafika, Jakarta.
Widodo, Suseno Triyanto, 1990, Indikator Ekonomi, Jakarta, Kanisius (Anggota
IKAPI).
www.yahoo.finance.com, Pusat Informasi Pasar Modal

51