ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (3)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA
Oleh: JUMINI
A 14105565
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
JUMINI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia. Dibawah bimbingan DWI RACHMINA.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai kecenderungan peningkatan volume impor yang semakin meningkat dan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan impor yang paling tinggi dibandingkan dengan produk pertanian lainnya. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih. Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya yang menyebabkan terjadinya impor.
Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor. Negara-negara pengekspor bawang putih terbesar di Indonesia diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore sedangkan Cina merupakan negara pengekspor paling banyak ke Indonesia. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Tujuan ke dua dari penelitian ini adalah membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2008 dengan pencarian data sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data periode bulanan yaitu periode Januari 2002 sampai dengan Desember 2007. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia yaitu nilai tukar terhadap dollar Amerika, harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi dalam negeri, konsumsi dalam negeri, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal dan jumlah impor periode sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis
Hasil Analisis Uji Validasi Model menunjukkan uji normalitas dapat diketahui melalui grafik Kolmogorov-Smirnov dan nilai P-value pada pengujian analisis. Gambar 10 pada grafik menunjukkan titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value yang diperoleh yaitu 0.000 ini menunjukkan bahwa residual model terdistribusi secara normal, dikarenakan nilai P-value kurang dari α (α = 0.05). Nilai VIF dari masing-masing variabel < 10, sehingga dinyatakan tidak ada masalah multikolinearitas. Asumsi ini telah terpenuhi untuk melakukan pengujian selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel yang di uji. Pengujian lain yang dilakukan yaitu uji autokorelasi data yang dilihat dari nilai Durbin-Watson (D-W) dalam pengujian yaitu 1.5< D-W 2.5. Selanjutnya dilakukan pengujian Stasioneritas data untuk melihat unsur tren didalam data. Hasil uji terdapat pada Lampiran 2 dan3. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian statistik dalam model analisis untuk mendapatkan model yang baik. Syarat pengujian asumsi dan syarat pengujian statistik dalam model telah terpenuhi sehingga model tersebut sudah dikatakan baik.
Terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor ke Indonesia dan empat variabel tidak berpengaruh nyata. Empat variabel yang berpengaruh tersebut yaitu variabel harga bawang putih lokal (taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen). Empat variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia periode sebelumnya.
Nilai tukar dalam jangka panjang maupun jangka pendek bersifat inelastis. Harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi bawang putih lokal dan konsumsi bawang putih lokal bersifat inelastis terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia, ini dilihat dari perubahannya tidak lebih besar dari satu. Perubahan dikatakan elastis apabila perubahannya lebih dari satu.
Elastisitas jangka pendek pada nilai tukar rupiah (NTR) maka menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan nilai tukar sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan permintaan bawang putih impor sebesar 0.22947 persen dan pada jangka panjang sebesar 0.22947 . Harga bawang putih impor naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang putih impor sebesar 0.15849 pada jangka pendek. Konsumsi bawang putih lokal pada jangka pendek mempunyai elastisitas sebesar 0.17868. artinya yaitu ketika terjadi kenaikan Konsumsi bawang putih lokal sebesar satu persen maka permintaan bawang putih impor akan naik sebesar 0.17868.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA
Oleh: JUMINI
A 14105565
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempangaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia
Nama : JUMINI
NRP : A 14105565
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui:
Dekan Fakultas pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAINNYA. TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN PENELITIAN DIJADIKAN SEBAGAI BAHAN LITERATUR DALAM PENULISAN SKRIPSI INI.
Bogor, Mei 2008
JUMINI
A 14105565
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan Desa A. Widodo, Kecamatan Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas (Lubuk Linggau), Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 17 Juni
1983 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak Misran dan Ibu Suratinem. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1, Desa A. Widodo pada tahun 1989 dan tamat pada tahun 1995. Tahun 1995 penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Tugumulyo dan tamat pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Tugumulyo pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswa DIII Program Studi Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2001 dan taman tahun 2004. Tahun 2005 penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Berkat ahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai dengan segala kekurangannya karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Skripsi dengan judul ”Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia” ini merupakan prasyarat dalam meraih gelar arjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini memuat serangkaian tentang analisis yang memungkinkan diketahuinya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia dan negara-negara pengekspor bawang putih ke Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, misalnya bagi pemerintah sebagai referensi dalam masalah impor bawang putih. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan srta informasi untuk dijadikan bahan referensi dalam melakukan studi lanjutan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya penulis hanya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008
JUMINI
A 14105565
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT skripsi ini akhirnya dapat selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak, Ibu, kakakku, Adikku dan semua keluagaku yang ada di kampung. Doa, nasehat dan dukungan yang ikhlas menjadikanku terus bersemangat dan terus berjuang dalam menjalani segala tantangan dalam kehidupan.
2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi masukan yang sangat berharga sampai terselesainya skripsi ini.
3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen komisi pendidikan atas masukan dan arahannya.
4. Ir. Asi H Napitupulu, MSc, selaku dosen evaluator penulis ketika kolokium proposal skripsi.
5. Ir. Yayah K Wagiono, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis.
6. Seluruh staf dan karyawan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu segala macam urusan yang terkait dengan administrasi skripsi ini.
Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan pahala kebaikan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi. Bogor, Mei 2008
JUMINI
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun 2000-2006 ....................................................................................... 1
2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006... 3
3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 ....................................................................................... 5
4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 ....................................................................................... 6
5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia, Tahun 2002-2006 (ribu ton) ....................................................................... 7
6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006 ....................................................................................... 7
7. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang Putih ke Indonesia........................................................................ 55
8. Hasil Elastisitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia.............................................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Regresi Berganda............................................................. 71
2. Gambar plot stasioner data time series impor total bawang putih dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika ............................................. 72
3. Gambar plot stasioner data time series harga bawang putih lokal dan harga bawang putih impor........................................................................ 73
4. Gambar plot stasioner data time series produksi bawang putih Indonesia dan konsumsi bawang Putih di Indonesia................................. 74
5. Gambar plot stasioner data time series volume impor bawang putih asal Cina dan impor bawang putih periode sebelumnya........................... 75
6. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Harga Bawang Merah Lokal dan Pendapatan Nasional ........................................................................... 76
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun
2000-2006
Laju Komoditas
Volume Impor (Ribu Ton)
Impor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 (%/th) Bawang Putih
174.04 205.47 226.08 222.69 244.45 283,28 295,06 9.40 Bawang
Merah 56.71 47.95 32.93 55.89 48.93 53.07 79.84 11.57 Kubis
0.52 0.70 0.45 0.49 0.52 0.32 0.34 -3.05 Pisang
21.51 32.23 31.36 13.32 Sumber: BPS, Jakarta (2005).
Tabel 1 menunjukkan kecenderungan impor produk hortikultura yang semakin meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai peningkatan volume impor yang semakin tinnggi. Jumlah impor bawang putih dari tahun 2000 Tabel 1 menunjukkan kecenderungan impor produk hortikultura yang semakin meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai peningkatan volume impor yang semakin tinnggi. Jumlah impor bawang putih dari tahun 2000
Peningkatan volume impor bawang putih terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 39,56 ribu ton dari tahun sebelumnya. Ketergantungan Indonesia terhadap bawang putih impor menjadikan Indonesia sebagai konsumen bawang putih dipasar Internasional. Kebutuhan akan bawang putih di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 80 persen dipenuhi oleh bawang putih impor, terutama impor bawang putih asal Cina (Laporan Perekonomian Indonesia, BPS, 2006). Banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia menunjukkan bahwa ketergantungan impor bawang putih di Indonesia sangat tinggi.
Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih. Kegunaan bawang putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk olahan, sementara produksi dalam negeri tidak mampu memenuhinya. Permintaan bawang putih dalam negeri berasal dari permintaan berupa bawang putih segar. Permintaan bawang putih segar digunakan untuk konsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masakan dan dalam bentuk olahan sebagai bahan obat-obatan dalam bentuk ekstrak bawang putih.
Kecenderungan produksi dan konsumsi bawang putih yang tidak seimbang dimana konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya meyebabkan terjadinya defisit produksi (Tabel 2). Defisit produksi yang terjadi akan mendorong untuk melakukan impor untuk memenuhi kekurangan dari konsumsi tersebut sehingga konsumsi dapat terpenuhi. Suatu negara akan melakukan impor suatu komoditas apabila produksi dari komoditas tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi untuk komoditas tersebut, seperti halnya negara Indonesia terhadap komoditi bawang putih dimana produksi bawang putih tidak dapat memenuhi konsumsi yang ada.
Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi defisit produksi yang semakin tinggi di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 Indonesia mulai mengalami defisit produksi sebesar 19,26 ribu ton dan terus mengalami defisit hingga tahun 2006 sebesar 242,23 ribu ton. Tahun 2005 merupakan defisit tertinggi delapan tahun terakhir sebesar 284,74 ribu ton. Menurunnya produksi bawang putih setiap tahunnya, menyebabkan terjadinya defisit, sehingga peluang impor di Indonesia terbuka lebar untuk mengisi kekurangan permintaan yang ada di dalam negeri. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006
(Ribu Ton)
Defisit Laju Tahun
Produksi (%/th) Putih
9.22 - 74.42 286.40 2000 59.01 -5.16
7.46 - 87.83 18.52 2001 49.57 -16.00
7.15 - 107.77 22.70 2002 46.39 -6.42
32.64 - 162.31 50.61 2003 38.96 -16.02
30.60 - 233.97 44.15 2004 28.85 -25.95
2.68 - 251.02 7.29 2005 20.73 -28.14
9.15 - 284.74 13.43 2006 20.09 -3.09
- 242.23 -14.93
Perkembangan konsumsi bawang putih di Indonesia yang terus meningkat tidak diiringi dengan perkembangan produksi dalam negeri yang cenderung produksinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Laju produksi bawang putih yang bernilai negatif menunjukkan bahwa produksi cenderung turun. Perkembangan produksi bawang putih di Indonesia semakin jauh dari harapan yang diinginkan dengan adanya liberalisasi perdagangan (perdagangan bebas). Produk bawang putih lokal sulit untuk bersaing dengan bawang putih impor dalam hal kualitas tampilan dan harga. Harga bawang putih lokal lebih mahal dibandingkan dengan harga bawang putih impor.
Penyebab rendahnya produksi bawang putih lokal diantaranya dikarenakan luas lahan dan produktivitas hasilnya yang rendah (Tabel 3 dan 4). Menurut Wibowo (2006), kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah, penyakit yang sering menyerang bawang putih terutama jamur dan virus, lingkungan tumbuh yang kurang optimum serta tingginya kehilangan hasil akibat teknik penyimpanan umbi yang kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya produksi bawang putih di Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan produksi bawang putih lokal yang dialami petani bawang putih di Indonesia pada umumnya.
Biaya produksi untuk bawang putih di Indonesia masih sangat tinggi dan dalam pengerjaannya masih secara tradisional, sehingga dalam hal kualitas dan kuantitas hasil sulit untuk bersaing dengan produk bawang putih impor. Biaya produksi tinggi dan produktivitasnya rendah maka produksi yang dihasilkan rendah, hal ini membuat harga bawang putih lokal menjadi mahal. Harga mahal untuk bawang putih lokal dikarenakan untuk menutupi biaya produksi yang ada.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata luas panen komoditas bawang putih dari enam pulau besar di Indonesia yaitu pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Kalimantan. Rata-rata luas panen untuk bawang putih cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Rata- rata luas panen tiap tahunnya di Pulau Jawa lebih tinggi tetapi dengan luas panen yang semakin menurun. Menurunnya luas panen disebabkan karena petani lebih memilih menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan keuntungan. Bawang putih mempunyai harga yang lebih tinggi tetapi sulit bersaing. Tabel 3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia,
Tahun 2001-2006
Laju Wilayah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 (%/tahun)
Rata-rata Luas Panen (Ha)
1.281 (23,83) Bali dan 1.244 1.249
1.284 4,63 Nusa Tenggara Kalimantan
165 (15,88) dan Papua Total
3.146 (18,88) Indonesia Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah
Tabel 4 menunjukkan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia. Rata-rata hasil panen untuk bawang putih di Indonesia pertumbuhannya relatif berfluktuatif. Rata-rata hasil panen tertinggi untuk bawang putih terdapat di Pulau Sumatera, dengan luas lahan yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan Pulau Jawa namun rata-rata hasil panennya lebih tinggi. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Bali dan Nusa Tenggara mempunyai presentase rata-rata hasil panen yang lebih kecil.
Tabel 4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006
Laju Wilayah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 (%/tahun)
Rata-rata Hasil Panen (Ton/Ha)
4,99 (4,76) Bali dan 0,80 4,90
7,86 125,27 Nusa Tenggara Kalimantan 0,00 0,00
7,83 93,88 dan Papua Total
32,36 22,50 Indonesia Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah.
Rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen dapat pula dilihat dari lajunya dalam persen pertahun (Tabel 3 dan 4). Laju rata-rata luas panen untuk pulau Sumatera, Jawa serta Maluku dan Papua cenderung mengalami penurunan begitu juga dengan rata-rata hasil panennya. Penurunan terjadi karena banyak petani bawang putih yang beralih ke komoditas yang lain yang lebih menjanjikan dari segi keuntungan, sehingga luas lahan yang dibudidayakan untuk bawang putih semakin menurun.
Tabel 5 menunjukkan negara-negara pengekspor bawang putih terbesar ke Indonesia. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore. Impor bawang putih terbesar Indonesia berasal dari negara Cina dibandingkan dengan negara lainnya. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005. Keadaan ini mengancam usaha petani bawang putih karena sebelum pemerintah memberlakukan pembebasan bea masuk volume impor Tabel 5 menunjukkan negara-negara pengekspor bawang putih terbesar ke Indonesia. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore. Impor bawang putih terbesar Indonesia berasal dari negara Cina dibandingkan dengan negara lainnya. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005. Keadaan ini mengancam usaha petani bawang putih karena sebelum pemerintah memberlakukan pembebasan bea masuk volume impor
2002-2006 (ribu ton)
Negara
Laju Asal
Berat Bersih
2002 2003 2004 2005 2006 (%/th) Cina
0.25 1.99 1.32 138.97 Malaysia 1.23 0.71 1.17 3.66 3.75 59.45 Thailand 0.01 0.42 0.57 1.99 1.57 1090.93 Singapore 0.63 0.12
0.55 1.34 1.97 117.08 Sumber: BPS, Jakarta (2006)
Volume impor bawang putih dari Cina semakin meningkat dari tahun ke tahun. Impor dari Cina menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 284,255 ribu ton pada tahun 2006 (Tabel 6). Bawang putih asal Cina mempunyai tampilan yang lebih bagus dan harga yang lebih murah dibandingkan bawang putih lokal, sehingga lebih dipilih oleh konsumen. Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore merupakan negara pengekspor bawang putih dengan volume ekspor kecil, hal ini disebabkan volume impor bawang putih dari Cina mendominasi pasar Indonesia. Bawang putih yang merupakan tanaman asli dari subtropis, membuat cocok tumbuh di Cina dan menyebabkan Cina kelebihan produksi sehingga harus di ekspor. Tabel 6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006
Total Impor
Tahun
(Ribu Ton)
(Ribu Ton)
1.2. Perumusan Masalah
Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Produksi yang rendah ditunjukkan oleh menurunnya rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia (Tabel 3 dan 4). Menurunnya produksi dalam negeri salah satunya disebabkan karena biaya produksi tinggi. Selain itu juga disebabkan harga yang lebih mahal, sehingga tidak dapat bersaing dalam hal harga.
Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor.
Negara-negara pengekspor bawang putih terbesar di Indonesia diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore sedangkan Cina merupakan negara pengekspor paling banyak ke Indonesia (Tabel 5). Bawang putih impor asal Cina sebesar 81-96 persen dari total keseluruhan bawang putih impor yang masuk ke Indonesia (Tabel 6). Bawang putih impor asal Cina mempunyai kualitas yang lebih baik dengan dilihat tampilan fisiknya yang mempunyai ukuran lebih besar, selain itu mempunyai harga yang lebih murah, hal ini yang menyebabkan konsumen lebih memilih bawang putih impor.
Berdasarkan uraian-uraian diatas tentang permasalahan bawang putih impor di Indonesia maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1. Bagaimana deskripsi ekonomi bawang putih di Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia?
3. Apa rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan keadaan ekonomi bawang putih di Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia.
3. Membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditi yang dibutuhkan terutama impor bawang putih dimasa yang akan datang. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pelaku pasar seperti pedagang, importir, eksportir sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam meningkatkan impor atau ekspor suatu komoditi terutama komoditi bawang putih dari dan ke pasar
Internasional. Bagi penulis dan pembaca manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai impor bawang putih di Indonesia dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.5. Batasan Penelitian
Jumlah penduduk seharusnya dimasukkan kedalam persamaan karena ada variabel konsumsi total dalam penelitian, tetapi tidak dimasukkan karena keterbatasan dalam memperoleh data. Data jumlah penduduk tidak tersedia dalam bentuk data bulanan sehingga tidak dipakai dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor. Data pendapatan penduduk tidak dianalisis karena keterbatasan dalam mencari data dan ketersediaan data yang diperoleh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Wibowo (2006), bawang putih atau garlic termasuk dalam famili Liliaceae yang terkenal didunia. Nama ilmiah dari bawang putih adalah Allium sativum L. Bawang putih merupakan tanaman subtropis yang bisa di budidayakan di daerah tropis. Bawang putih ini mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi dan banyak tersebar di seluruh dunia. Iklim, tanah dan air merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam budidaya bawang putih untuk menghasilkan produksi bawang putih yang memuaskan. Budidaya bawang putih yang optimal diperlukan suhu yang tidak panas dan tidak terlalu dingin. Bawang putih dapat ditanam pada tanah tegalan, pekarangan maupun tanah sawah setelah ditanami dengan padi.
Bawang putih merupakan tanaman yang masuk dalam golongan tanaman sayuran semusim. Tanaman ini dikonsumsi yaitu dalam bentuk umbi bawang putih. Jenis bawang putih banyak terdapat di dunia dan untuk di Indonesia banyak dijumpai adalah jenis Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Cirebon, Tawangmangu, jenis Ilocos dari Filipina dan jenis dari Thailand. Tanaman bawang putih bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Asal bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim
subtropis. Kajian tentang bawang putih terkait dengan budidaya bawang putih, kegunaan bawang putih sudah banyak dilakukan sehingga dapat dilihat bahwa kegunaan bawang putih sangat banyak. Bawang putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masak tetapi juga dapat digunakan dalam subtropis. Kajian tentang bawang putih terkait dengan budidaya bawang putih, kegunaan bawang putih sudah banyak dilakukan sehingga dapat dilihat bahwa kegunaan bawang putih sangat banyak. Bawang putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masak tetapi juga dapat digunakan dalam
Penelitian lain yang terkait dengan impor bawang putih yaitu dilakukan oleh Permana tahun 2006. Penelitian lain yang terkait dengan penulisan ini sebagai tinjauan pustaka yaitu penelitian yang terkait dengan perdagangan internasional oleh Purnamasari (2006). Sedangkan analisis impor oleh Ariningsih (2004), Lubis (2005), Komarudin (2005), Afifa (2006), Azziz (2006) dan Rachmad (1994). Tinjauan pustaka yang digunakan terkait dengan persamaan dan perbedaan dalam komoditas yang digunakan, variabel-variabel dan alat analisis yang digunakan sebelumnya.
Penelitian Permana (2006), memiliki persamaan yaitu mengkaji tentang impor bawang putih dan menggunakan variabel sama yaitu diantaranya total impor bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, produksi bawang putih dan konsumsi bawang putih dalam negeri. Perbedaannya yaitu periode data dan alat analisis yang digunakan. Permana (2006) menggunakan data Januari 2000 – Juni 2005 dan alat analisis yang digunakan Model VEC (Vector Error Corection) untuk melihat keseimbangan jangka panjang, dengan pengolahan data komputer menggunakan program SPSS, berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini yang mengunakan Minitab 14.
Hasil penelitian yang dilakukan Permana (2006) yaitu menunjukkan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang yang positif antara impor bawang putih dengan harga impor bawang putih. Disamping itu terdapat Hasil penelitian yang dilakukan Permana (2006) yaitu menunjukkan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang yang positif antara impor bawang putih dengan harga impor bawang putih. Disamping itu terdapat
Purnamasari (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia, persamaannya yaitu menggunakan variabel jumlah impor dan harga suatu komoditi dan berbeda terhadap komoditi yang diteliti, hasilnya yaitu harga kedelai ditingkat produsen dipengaruhi secara nyata oleh jumlah produksi kedelai, jumlah impor kedelai, jumlah konsumsi kedelai dan harga rill kedelai di tingkat produsen tahun sebelumnya. Jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Penelitian Ariningsih (2004) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, persamaannya yaitu variabel yang digunakan diantaranya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga impor dan jumlah impor dan hasilnya yaitu harga berdampak negatif terhadap permintaan tetapi pengaruhnya tidak nyata terhadap permintaan.
Lubis (2005) mempunyai persamaan dalam variabel harga konsumsi yang digunakan dalam penelitian. Komarudin (2005), yaitu menganalisis permintaan impor buah apel di Indonesia dimana persamaan variabel yang digunakan adalah jumlah impor, harga impor dan nilai ukar rupiah yang hasilnya yaitu dengan Lubis (2005) mempunyai persamaan dalam variabel harga konsumsi yang digunakan dalam penelitian. Komarudin (2005), yaitu menganalisis permintaan impor buah apel di Indonesia dimana persamaan variabel yang digunakan adalah jumlah impor, harga impor dan nilai ukar rupiah yang hasilnya yaitu dengan
Azziz menganalisis pengaruh impor terhadap harga beras dalam negeri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras dalam negeri, termasuk kebijakan pemerintah. Hasilnya yaitu impor beras secara nyata mempengaruhi harga beras dalam negeri, pengaruh tersebut negatif dimana jika impor beras meningkat maka harga beras dalam negeri akan menurun, tetapi responnya inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor- faktor yang mempengaruhi impor beras secara nyata adalah kebijakan perdagangan (penetapan tarif impor), harga terigu, harga beras impor dan harga beras dalam negeri (taraf nyta satu persen), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (taraf nyata lima persen) dan produksi beras nasional (taraf nyata 15 persen).
Faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara negatif adalah variabel produksi beras nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga beras impor dan harga terigu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi impor beras secara positif adalah harga beras dalam negeri dan kebijakan impor beras dimana ketika impor beras dapat dilakukan tanpa dikenakan tarif impor, impor beras Faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara negatif adalah variabel produksi beras nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga beras impor dan harga terigu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi impor beras secara positif adalah harga beras dalam negeri dan kebijakan impor beras dimana ketika impor beras dapat dilakukan tanpa dikenakan tarif impor, impor beras
Rachmad (1994), Cakupan analisa dalam penelitian ini adalah untuk lebih mendalami perilaku permintaan impor kedua komoditi tersebut dilakukan pendugaan fungsi permintaan impor dan elastisitas harga. Pendugaannya digunakan kesesuaikan pemakaian tiga model analisa yang sering dipakai dalam pendugaan permintaan impor yaitu model Armington, model AIDS dan model Translog. Pendugaan ketiga model tersebut dilakukan secara simultan dengan metode SUR dan Zellner. Pemakaian ketiga model dalam menduga permintaan impor kasus impor kedelai dan gandum Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pemakaian model AIDS dan Translog dapat digunakan, sedangkan model Armington tidak disarankan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Teori Permintaan
Menurut (Lipsey, 1995), permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tetentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tetentu dengan harga komoditi tersebut. Jumlah komoditi total yang inggin dibeli oleh konsumen disebut jumlah yang ingin diminta. Banyaknya komoditi yang inggin dibeli oleh konsumen pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan, harga komoditi barang substitusi, distribusi pendapatan dan besarnya populasi.
Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain tetap sama. Artinya yaitu semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar. Kurva permintaan menyajikan hubungan antara jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, dengan faktor lain tetap. Gambar 1 menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P.
2 Q Q 1 Q 3 Q= f (P)
Kemiringan yang menurun pada kurva permintaan menunjukkan bahwa jumlah yang diminta meningkat jika harganya turun. Ketiga titik (A, B, C) yang terdapat pada kurva permintaan merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga dan kuantitas. Titik A merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga di
P 1 dan kuantitas di Q 1.
Menurut Lipsey (1995) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan yaitu sebagai berikut:
1. Harga barang itu sendiri Harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan
secara negatif dengan faktor lain tetap sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin meningkat dan semakin tinggi harga maka semakin rendah jumlah yang diminta.
2. Harga barang lain Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang,
tetapi kedua barang tersebut harus mempunyai keterkaitan. Keterkaitan dua macam barang tersebut dapat bersifat substitusi (barang pengganti) dan bersifat komplementer (barang pelengkap). Apabila harga barang substitusi meningkat, maka harga barang tersebut menjadi lebih murah, sehingga harga permintaan barang tersebut meningkat. Sedangkan apabila harga barang komplementer turun, maka permintaan terhadap barang komplementer tersebut meningkat, sehingga permintaan terhadap suatu barang tersebut meningkat. Apabila dua macam barang tidak mempunyai keterkaitan meka perubahan harga suatu barang tidak mempengaruhi permintaan barang yang lain.
3. Distribusi pendapatan Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan yang
konstan dikembalikan kepada jumlah penduduk maka permintaan berubah. Apabila pendistribusian akan meningkatkan pendapatan suatu rumah tangga maka permintaan rumah tangga tersebut akan meningkat, sedangkan rumah tangga yang lain akan menurun.
4. Besarnya populasi Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan
pertambahan permintaan. Pertambahan penduduk pada umumnya dikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja, dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan. Pendapatan yang meningkat menambah daya beli dalam masyarakat . pertambahan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan.
5. Rata-rata penghasilan rumah tangga Apabila rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar,
maka rumah tangga dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi tersebut tetap sama.
6. Selera Selera suatu masyarakat atau kebiasaan yang terjadi berpengaruh besar
terhadap keinginan orang untuk membeli suatu barang. Perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan kenaikan atau peurunan tingkat permintaan untuk komoditi tersebut.
Menurut Nicholson (1991), fungsi permintaan merupakan representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, Menurut Nicholson (1991), fungsi permintaan merupakan representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga,
Q d = f (P x ,P y , I, Jumlah penduduk)
3.1.2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan
Menurut Lipsey (1995), perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubahan yang disebabkan oleh perubahan harga itu sediri dan perubahan yang disebabkan oleh perubahan faktor lain selain harga itu sendiri. Perubahan faktor lain selai harga yaitu perubahan distribusi pendapatan, jumlah penduduk, selera, harga barang substitusi, harga barang komplementer dan rata-rata pendapatan rumah tangga.
Perubahan harga barang itu sendiri menyebabkan perubahan barang yang diminta. Perubahan ini hanya hanya terjadi dalam satu kurva yang sama dan disebut pergerakan sepanjang kurva permintaan. Pergerakan yang terjadi
disepanjang kurva permintaan yaitu terletak pada D 0 . Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P 2 ke P 1 akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dari Q 2 ke Q 1 . Keseimbangan permintaan berubah yaitu bergerak dari titik B ke titik A (Gambar 2). Perubahan kurva permintaan terjadi karena ada faktor lain yang berubah. Perubahan dalam permintaan ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan kekiri bawah dan kekanan atas. Kurva permintaan akan bergeser kekanan dari D 0 disepanjang kurva permintaan yaitu terletak pada D 0 . Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P 2 ke P 1 akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dari Q 2 ke Q 1 . Keseimbangan permintaan berubah yaitu bergerak dari titik B ke titik A (Gambar 2). Perubahan kurva permintaan terjadi karena ada faktor lain yang berubah. Perubahan dalam permintaan ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan kekiri bawah dan kekanan atas. Kurva permintaan akan bergeser kekanan dari D 0
Gambar 2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan
3.1.3. Teori Elastisitas
Elastisitas adalah sebuah ukuran perubahan presentase dalam satu variabel yang diakibatkan oleh perubahan satu persen dalam variabel lainnya. Elastisitas digunakan dalam menggambarkan bagaimana jumlah sebuah barang yang diminta menanggapi perubahan dalam harganya (Nicholson, 1991). Elastisitas permintaan merupakan ukuran besarnya respondari kuantitas komoditi yang diminta terhadap perubahan harga (Lipsey, 1995). Elastisitas permintaan digolongkan menjadi empat jenis elastisitas yaitu elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan
Elastisitas harga permintaan merupakan presentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang itu sebesar satu persen. Elastisitas harga permintaan (eQ,P) digunakan untuk mengukur perubahan harga sebuah barang (P) pada perubahan jumlah barang yang di beli (Q), dapat dirumuskan sebagai berikut:
∂ Q P eQ,P = presentase perubahan dalam Q/presentase perubahan dalam P =
Angka elastisitas bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga. Elastisitas harga permintaan sama dengan nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang diminta bila terjadi perubahan harga, artinya jumlah yang diminta tidak peka terhadap adanya perubahan harga. Nilai elastisitas harga permintaan kurang dari satu, maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentase perubahan harga (permintaan inelastis). Apabila nilai elastisitas lebih dari satu maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih besar dari perubahan harganya (permintaan elastis).
Elastisitas harga permintaan dapat digunakan untuk mengevaluasi berapa perubahan pengeluaran total untuk suatu barang, sebagai respon terhadap perubahan harganya. Pengeluaran total suatu barang dihitung dengan mengalihkan barang itu (P) dengan kuantitas yang dibeli (Q). Jika permintaannya elastis, maka kenaikan harga akan menyebabkan pengeluaran total turun dan keadaann sebaliknya.
Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) yaitu merupakan presentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) dapat Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) yaitu merupakan presentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) dapat
Presentase perubahan Q Presentase Perubahan I
Elastisitas Pendapatan permintaan untuk barang normal bertanda positif ( ∂ Q/ ∂ I positif) karena kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Elastisitas untuk barang inferior eQ,I bernilai negatif yaitu dimana terjadi peningkatan pendapatan maka menurunkan kuantitas yang dibeli.
Elastisitas harga silang (eQ,P y ) mengukur presentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain. Elastisitas harga silang mengukur reaksi jumlah yang dibeli (Q) terhadap perubahan harga barang lain (P y ). Apabila barang-barang ini saling bersubstitusi, elastisitas harga silang permintaan akan bernilai positif saat harga satu barang dan kuantitas permintaan barang lain bergerak searah. Elastisitas harga silang dapat dirumuskan sebagai berikut:
eQ,P y = Presentase perubahan Q Presentase perubahan P y
3.1.4. Teori Dasar Perdagangan Internasional
Teori Perdagangan Internasional mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan Internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme (new protectionism) (Salvatore, 1997). Ide yang mendasar dari perdagangan bebas internasional adalah untuk mengurangi distorsi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijakan tarif dan non-tarif. Pengenaan tarif sebagai pajak menyebabkan biaya perdagangan meningkat. Akibat dari biaya perdagangan yang Teori Perdagangan Internasional mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan Internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme (new protectionism) (Salvatore, 1997). Ide yang mendasar dari perdagangan bebas internasional adalah untuk mengurangi distorsi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijakan tarif dan non-tarif. Pengenaan tarif sebagai pajak menyebabkan biaya perdagangan meningkat. Akibat dari biaya perdagangan yang
Heckscher-Ohlin (Salvatore, 1995) dalam teorinya mengenai timbulnya perdagangan, menganggap bahwa negara dicirikan oleh bawaan faktor yang berbeda, sedangkan fungsi produksi disemua negara adalah sama. Menggunakan asumsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda, suatu negara akan cenderung untuk mengekspor komoditi yang secara relatif intensif dalam menggunakan faktor produksi yang relatif banyak dimiliki karena faktor produksi melimpah dan murah. Suatu negara juga akan mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka didapat dan biaya yang mahal.
Gambar 2, secara teoritis dapat dilihat dimana negara A adalah negara pengekspor dan negara B adalah negara pengimpor. Negara A (eksportir) akan mengekpor suatu komoditi (misalkan bawang putih) ke negara B. Saat sebelum
terjadi perdagangan harga di negara A pada P 1 karena terjadi kelebihan penawaran (excess suplly) sebesar garis BE, harga yang terbentuk sebelum terjadi perdagangan lebih rendah. Sehingga negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya kenegara B.
Negara B sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan supply (penawaran) bawang putih karena konsumsi domestiknya melebihi dari produksinya dan terjadi excess demand (kelebihan permintaan) sebesar garis B’E’. Sehingga harga bawang putih menjadi lebih tinggi, harga yang terbentuk di
Negara B adalah P 3 . Hal ini yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar Negara B adalah P 3 . Hal ini yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar
terjadi keseimbangan harga dipasar Internasional berada dititik E * dan harga
terbentuk di pasar Internasional berada di P 2 .
Negara A
Negara B (Eksportir)
Gambar 3: Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional
Sumber : (Salvatore, 1997)
Keterangan: P x /P y = Harga relatif komoditi X
P 1 = Harga domestik komoditi X di Negara A, sebagai negara eksportir sebelum terjadi perdagangan Internasional P 2 = Harga yang terjadi dipasar Internasional setelah terjadi perdagangan internasional P 3 = Harga domestik komoditi X di negara B, sebagai negara importir sebelum terjadi perdagangan internasional BE = Besarnya excess suplay di Negara A atau jumlah yang di ekspor
Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Pada umumnya fungsi produksi digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan hubungan antara input dan output serta menunjukkan berapa jumlah maksimum output yang dapat diproduksi apabila sejumlah input tertentu dipergunakan dalam proses produksi. Peningkatan produksi tidak hanya berarti bahwa terdapat kelebihan produk pertanian untuk dikonsumsi secara langsung tetapi juga terdapat kelebihan penggunaan bahan mentah mengolah produk non pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.2. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia
3.2.1. Nilai Tukar Terhadap mata Uang Asing
Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 19995). Menurut Mankiw (2003) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dibagi menjadi dua yaitu kurs nominal dan krs rill. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara.
Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa meperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah , harga barang-barang diluar negeri lebih mahal dan harga dalam negeri relatif lebih murah. Apabila kurs rill Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa meperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah , harga barang-barang diluar negeri lebih mahal dan harga dalam negeri relatif lebih murah. Apabila kurs rill
Nilai tukar (exchange rate) di gunakan untuk menentukan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Suatu negara dengan sistem perekonomian terbuka dimana ada kegiatan ekspor dan impor didalamnya, nilai tukar merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap variabel lain seperti harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Tingkat nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga suatu negara dapat berubah sewaktu-waktu. Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Dollar Amerika digunakan karena merupakan mata uang dunia yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional.
3.2.2. Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia