DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP LPPM IAIN PURWOKERTO 2015

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan Dan Rekreasi

  Draft Final Kerjasama SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN CILACAP Dengan LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) IAIN PURWOKERTO

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap

  

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP

NOMOR …… TAHUN 2015

TENTANG

  

PENATAAN DAN PENGENDALIAN

TEMPAT HIBURAN DAN REKREASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

LPPM IAIN PURWOKERTO

2015

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt., Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan Dan Rekreasi telah mencapai tahap akhir.

  Harapan kami, mudah-mudahan Naskah Akademis Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan Dan Rekreasi ini pada gilirannya nanti akan berfungsi secara signifikan dan berkonstribusi secara maksimal dalam membantu menciptakan kehidupan masyarakat di Kabupaten Cilacap yang dinamis,

  Di kawasan perkotaan, termasuk Kota Cilacap dan sekitarnya,

  

leisure atau hiburan telah menunjukkan bentuk-bentuk yang tidak hanya

  beragam jenisnya, akan tetapi juga berkelas-kelas, dan berkembang menjadi industri yang marak dan memberikan ciri terhadap kawasan- kawasan tertentu yang mempunyai fungsi leisure atau hiburan.

  Sementara itu, rekreasi (berasal dari re dan creation) merupakan sesuatu yang ekuivalen dengan leisure atau hiburan. Dalam konteks ini, rekreasi merupakan sebuah institusi sosial yang di dalamnya terkandung dua elemen utama, yaitu; elemen restorasi dan elemen organisasi sosial.

  Elemen pertama, restorasi, adalah bagian dari rekreasi dimana rekreasi menjadi bagian dari kehidupan dan mempunyai arti tersendiri. Definisi yang semula hanya melihat rekreasi sebagai kegiatan yang memberi kesempatan bagi orang untuk bebas dari kerja, dianggap terlalu sempit.

  Restorasi dan recreation juga sangat diperlukan dalam mencapai berbagai tujuan non kerja, seperti; menjadi warga negara yang baik, menjadi kepala atau anggota keluarga yang baik, mencapai keseimbangan emosional, membuat belajar lebih efektif, atau sekedar menjadi lebih enak.

  Selanjutnya, elemen ke-dua dari rekreasi, yaitu organisasi sosial, mengandung makna bahwa rekreasi tidak dilakukan hanya untuk tujuan rekreasi, akan tetapi untuk tujuan sosial. Dalam konteks ini, leisure atau hiburan dipandang sebagai kegiatan yang rasional. Bukan bermakna arbitrer, seperti; apa saja, di mana saja, dan kapan saja, akan tetapi mengandung suatu keteraturan, rutinisasi, dan suatu kesenangan (enjoyment).

  Jika leisure atau hiburan merupakan fenomena human, maka rekreasi dalam konteks terakhir di atas dipandang sebagai fenomena sosial. Dalam konteks ini rekreasi adalah sesuatu yang disediakan (provided for), dikelola atau diorganisasikan, juga diajarkan.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Seseorang perlu belajar bagaimana melakukan rekreasi yang baik, yang memberikan manfaat bagi kehidupannya sebagai mahluk sosial, tidak hanya sekedar melakukan apa saja di luar kegiatan bekerja.

  Dalam masyarakat perkotaan, dengan kompleksitas organisasi yang tinggi, rekreasi bisa menjadi sesuatu yang terpisah, baik dalam penyelenggaraan maupun dalam pemanfaatan ruang.

  Perbedaan antara leisure atau hiburan dengan rekreasi dapat dijelaskan lebih lanjut, bahwa sebagai fenomena sosial, di dalam rekreasi terkandung masalah akseptabilitas, masalah organisasi maupun tujuan- tujuan sosial yang ingin dicapai.

  Kegiatan rekreasi harus merupakan sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat. Perjudian, misalnya, tidak dapat dilakukan secara terbuka sebagai rekreasi resmi. Meskipun sebagian orang tertentu melakukannya, akan tetapi masyarakat pada umumnya tidak dapat menerimanya sebagai kegiatan yang bermanfaat bagi pelaku maupun bagi masyarakat. Berbeda dengan olah raga tradisional maupun oleh raga yang berasal dari luar negeri, seperti; tai chi, kung fu, atau yang lainnya, yang sudah banyak dilakukan secara terorganisasi di tempat-tempat umum karena dianggap sebagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi pelaku maupun bagi masyarakat, dimana anggotanya menjadi lebih sehat dan lebih mengakrabkan satu dengan lainnya.

  Secara singkat, rekreasi sekarang ini bukan lagi merupakan konsumsi kemewahan, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan. Artinya, masyarakat saat ini bukan hanya menginginkan, akan tetapi membutuhkan rekreasi sebagai bagian dalam proses kehidupannya. John Wilson (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan rekreasi adalah kependudukan (jumlah, pendidikan, umur, pendapatan), tempat tinggal, pola kerja atau pola pemanfaatan waktu, mobilitas, komunikasi, ketersediaan, dan pola hidup.

  Sebelum industrialisasi, kota-kota tumbuh sebagai pusat pemerintahan, pusat budaya, atau tempat dengan berbagai lembaga keuangan, pendidikan, dan perdagangan eceran. Pada masa industrialisasi kota-kota mendapatkan fungsi dan mempunyai peran tambahan sebagai pusat produksi. Kota-kota dengan keuntungan lokasi (misal; pelabuhan, persimpangan dengan sungai yang menjadi jalur transportasi, dan sebagainya), tumbuh dengan pesat memenuhi tuntutan kebutuhan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi.

  Kota-kota tumbuh menjadi lebih kompleks dengan jejaring transportasinya, dan kegiatan produksi dalam bentuk pabrik, gudang, pemukiman buruh, serta berbagai fungsi ikutan lainnya.

  Kebutuhan pendatang yang mendukung proses produksi juga perlu disediakan. Kota dengan demikian tidak hanya tumbuh dari segi ukuran

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit penduduk maupun arealnya saja, akan tetapi juga kompleksitasnya.

  Kebutuhan tidak hanya semakin banyak, akan tetapi juga semakin beragam.

  Leisure atau hiburan dan rekreasi menjadi bagian dari kebutuhan yang tumbuh seiring dengan perubahan pola kerja dan tuntutan industri.

  Kota-kota industri mempengaruhi bentuk baru dalam komposisi pemanfaatan waktu maupun ruang. Perubahan bukan hanya terjadi secara fisik, akan tetapi terjadi pada seluruh aspek kehidupan, dengan implikasi yang kompleks.

  Persoalannya kemudian adalah bahwa hiburan atau rekreasi ini melibatkan interaksi dan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Apabila ada sementara orang yang melihat sisi positif dari hiburan dengan mengacu pada 4 (empat) manfaat di atas, maka ada beberapa orang lain yang melihat hiburan dari sudut pandang yang negatif. Misalnya: 1) gaya hidup hedonis, 2) identik dengan tempat maksiat, 3), tempat beredarnya minuman keras dan narkotika, dan beberapa stereotip lain mengenai hiburan.

  Berdasarkan kedua sudut pandang di atas, maka perlu dirumuskan sebuah konsep mengenai tata kelola hiburan yang bisa meminimalisir sisi negatif dan memaksimalkan nilai positifnya. Walau bagaimanapun setiap orang pasti membutuhkan hiburan. Hanya saja, jenis dan tata kelola hiburan tersebut yang kemudian menimbulkan berbagai dampak, tidak hanya positif tetapi juga negatif, bagi kehidupan masyarakat.

  Dalam konteks seperti inilah lahirnya sebuah produk hukum yang mencoba mengatur dan mengendalikan tempat-tempat hiburan serta rekreasi menjadi sangat relevan dan dibutuhkan.

  Penyusunan Naskah Akademis Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan Dan Rekreasi ini mendapatkan dukungan, bantuan dan partisipasi banyak pihak, antara lain:

  1. DPRD Kabupaten Cilacap yang telah memberikan kepercayaan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto.

  2. Badan Legislasi Daerah (BALEGDA) DPRD Kabupaten Cilacap yang secara intens bermitra dan berdiskusi selama proses penyusunan Naskah Akademik.

  3. Para narasumber meliputi para tokoh masyarakat dan tokoh agama, para pengusahan hiburan, Bagian Hukum Setda Kab. Cilacap, beberapa SKPD terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cilacap.

  4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga kerjasama yang baik ini dapat berlanjut dalam bidang-bidang lain demi memajukan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.

  Naskah Akademik ini sangat kami sadari banyak kekurangan baik dari sisi teknis maupun substansi. Untuk itu kami berharap masukan dan kritikan dari berbagai pihak untuk memperbaiki dan melengkapi informasi atau cakupan yang belum tercover. Atas nama Tim Ahli LPPM IAIN Purwokerto kami mohon maaf dan terima kasih.

  Purwokerto, 2 Oktober 2015 Koordinator,

  Sony Susandra, M. Ag

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit AFTAR ISI D

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  1 B. Identifikasi Masalah

  5 C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik

  5 D. Metode Analisis Naskah Akademik

  5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

A. KajianTeoritis

  7 B. Praktek Empiris Tempat Hiburan Dan Rekreasi

  12 Di Kabupaten Cilacap

  BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

  28 PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

  BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis

  35 B. Landasan Sosiologis

  41 C. Landasan Yuridis

  43 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah dan Frase

  45 B. Muatan Materi Peraturan Daerah

  47 BAB VI PENUTUP

  55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PENATAAN DAN PENGENDALIAN TEMPAT HIBURAN DAN REKREASI

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan perspektif yuridis, Pemerintah Negara Republik Indonesia wajib mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal

  tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

  tumpah darah Indo nesia dan untuk “memajukan kesejahteraan umum”, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

  Kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia meliputi kesejahteraan lahir dan batin. Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dinyatakan bahwa

  Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

  Selanjutnya, dalam pasal 4 undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa Kepariwisataan bertujuan untuk; 1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; 2. meningkatkan kesejahteraan rakyat; 3. menghapus kemiskinan; 4. mengatasi pengangguran; 5. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; 6. memajukan kebudayaan; 7. mengangkat citra bangsa; 8. memupuk rasa cinta tanah air; 9. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan 10. mempererat persahabatan antarbangsa.

  Dalam konteks peningkatan kesejahteraan lahir dan batin, pariwisata dapat dipandang sebagai sarana pemenuhan kesejahteraan batin, sementara itu, pengelolaan tempat pariwisata secara baik dapat digunakan sebagai sarana bisnis dimana

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

Pemerintahan Daerah memperoleh tambahan Pendapatan Asli

Daerah, sementara pihak masyarakat yang berusaha di bidang

pariwisata juga dapat menikmati keuntungan secara materi, dengan

kata lain memperoleh kesejahteraan lahiriah.

  Salah satu hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10

  

Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah usaha pariwisata. Dalam

pasal 1 ayat (7) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa u saha

  pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Selanjutnya pasal 14 undang-undang tersebut menyebutkan ruang lingkup usaha pariwisata, yang salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi. Hal tersebut tercantum dalam pasal 14 ayat (1) huruf g.

  Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi dinyatakan bahwa usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyelenggaraan kegiatan berupa usaha seni pertunjukkan, arena permainan, karaoke, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk pariwisata, tetapi tidak termasuk di dalamnya wisata tirta dan spa.

  Dengan demikian, usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi adalah merupakan bagian dari kepariwisataan. Hal tersebut didasarkan pada apa yang tercantum dalam dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi di atas bahwa usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi yang selanjutnya disebut usaha pariwisata, dan usaha pariwisata adalah salah satu hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

  2009 tentang Kepariwisataan.

  Artinya, pembahasan tentang usaha penyelenggaraan

  kegiatan hiburan dan rekreasi adalah juga pembahasan tentang pariwisata atau kepariwisataan.

  Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa manusia

  membutuhkan hiburan ?

  Ada beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan hiburan, antara lain :

  1. Hiburan dapat membuat kondisi fisik dan psikis segar kembali Kegiatan sehari-hari dan tekanan akibat pekerjaan seringkali membuat manusia menjadi lelah baik secara fisik maupun psikis. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  membuat kondisi mereka kembali ceria, segar dan bersemangat adalah dengan melakukan beragam aktifitas yang menghibur dan menyenangkan. Bisa bermain berbagai games, bernyanyi, menonton atau berwisata ketempat-tempat rekreasi.

  2. Hiburan dapat memberikan inspirasi Manfaat lain dari hiburan bagi manusia adalah dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi. Bagaimana tidak, banyak sekali jenis hiburan atau seni di jaman dahulu yang menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya karya-karya terbaik masyarakat jaman sekarang. Tidak menutup kemungkinan beberapa hiburan dan karya seni generasi jaman sekarang akan menginspirasi seterusnya.

  3. Hiburan bisa menjadi media untuk berinteraksi Sebagai makhluk sosial, sudah barang tentu manusia membutuhkan interaksi dan pengakuan dari orang lain. Salah satu media yang efektif bagi manusia untuk melakukan interaksi dengan manusia lain adalah dengan menggunakan sarana hiburan atau rekreasi. Di tempat hiburan orang-orang bisa dengan jujur mengungkapkan ekspresi jiwanya. Mereka juga bisa tertawa lepas bersama, menuangkan ide-ide segar, atau bahkan menyampaikan visi hidupnya. Semua terjadi dalam suasana rileks, bahagia dan menyenangkan.

  4. Hiburan dapat menonjolkan kepribadian dan keunikan seseorang Hiburan dapat juga dijadikan sebagai identitas seseorang.

  Ketika seseorang menyukai musik, film, atau buku tertentu, maka kepribadian dan keunikan orang tersebut dapat terbentuk karenanya. Bahkan, jenis hiburan tertentu terkadang bisa digunakan untuk menganalisis kepribadian dan keunikan seseorang.

  Salah satu padanan kata yang sangat dekat dengan pengertian hiburan adalah leisure. Dari sejarahnya, leisure seringkali diterjemahkan sebagai waktu luang, yaitu waktu di luar pekerjaan atau kewajiban lain, yang panjangnya bervariasi dari ukuran menit, jam sampai hari, atau bahkan lebih panjang lagi.

  Persoalannya kemudian adalah bahwa hiburan atau rekreasi ini melibatkan interaksi dan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Oleh karenanya perbedaan nilai dan cara pandang bisa saja terjadi. Apabila ada sementara orang yang melihat sisi positif dari hiburan dengan mengacu pada 4 (empat) manfaat di atas, maka ada beberapa orang lain yang melihat hiburan dari sudut pandang yang negatif. Misalnya: 1) gaya hidup hedonis, 2) identik dengan

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  tempat maksiat, 3), tempat beredarnya minuman keras dan narkotika, dan beberapa stereotip lain mengenai hiburan.

  Berdasarkan kedua sudut pandang di atas, maka perlu dirumuskan sebuah konsep mengenai tata kelola hiburan yang bisa meminimalisir sisi negatif dan memaksimalkan nilai positifnya. Walau bagaimanapun setiap orang pasti membutuhkan hiburan. Hanya saja, jenis dan tata kelola hiburan tersebut yang kemudian menimbulkan berbagai dampak, tidak hanya positif tetapi juga negatif, bagi kehidupan masyarakat.

  Dalam konteks seperti inilah lahirnya sebuah produk hukum yang mencoba mengatur dan mengendalikan tempat-tempat hiburan serta rekreasi menjadi sangat relevan dan dibutuhkan.

  Untuk melaksanakan hal tersebut Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Cilacap dapat melaksanakan kewenangan untuk membentuk Peraturan Daerah mengenai penataan dan pengendalian tempat hiburan dan rekreasi di Kabupaten Cilacap..

  Sebagaimana yang dikemukakan dalam pasal 1 ayat (2), Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip utonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Dalam rangka melaksanakan peran desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Pemerintah Daerah menjalankan urusan pemerintah konkuren. Urusan Pemerintahan konkuren dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. pembagian urusan tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Urusan pemerintahan tersebutlah yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

  Urusan pemerintahan konkuren terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terbagi lagi menjadi Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

  Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah; 1. pendidikan, 2. kesehatan, 3. pekerjaan umum dan penataan ruang, 4. perumahan rakyat dan kawasan permukiman, 5. ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, dan 6. Sosial.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  B. Identifikasi Masalah

  Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

  1. Hiburan dan rekreasi saat ini sudah merupakan kebutuhan masyarakat, bukan lagi sesuatu yang dipandang sebagai kemewahan.

  2. Banyak manfaat penting yang dapat dirasakan dari kegiatan hiburan dan rekreasi, baik manfaat yang bersifat individual maupun yang bersifat sosial, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikis.

  3. Perkembangan yang pesat dan dinamika kehidupan sosial yang sangat tinggi telah menyebabkan meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat, yang kemudian memicu eskalasi kebutuhan akan hiburan dan rekreasi, yang kemudian merangsang tumbuhnya berbagai hiburan dan rekreasi yang tidak lagi mengarah kepada fungsi positif dari hiburan dan rekreasi.

  4. Di Kabupaten Cilacap, belum ada peraturan daerah yang secara eksplisit mengatur tentang penataan dan pengendalian tempat hiburan dan rekreasi.

  C. Tujuan dan Manfaat Naskah Akademik

  Tujuan dari Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan ini adalah untuk melakukan penelitian atau pengkajian terkait aktifitas hiburan dan rekreasi di wilayah Kabupaten Cilacap yang bermuara pada solusi yang berupa peraturan perundang- undangan, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan.

  Dengan demikian, naskah akademik ini diharapkan memiliki kemanfaatan sebagai alasan, pedoman, dan arahan dalam membentuk peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan.

  D. Metode Analisis Naskah Akademik

  Metode analisis yang digunakan dalam naskah akademik ini adalah metode sosiolegal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa perundang-undangan, maupun berbagai tradisi lokal, dijadikan sebagai bahan rumusan pasal-pasal yang dituangkan dalam rancangan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Penataan Dan Pengendalian Tempat Hiburan.

  Metode ini didasari oleh sebuah teori bahwa hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya berlandaskan pada kaidah-kaidah teoritis, akan tetapi juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat.

  Secara sistematis, penyusunan naskah akademis ini meliputi tahapan-tahapan :

  1. Identifikasi permasalahan terkait fenomena aktifitas hiburan dan rekreasi di Kabupaten Cilacap.

  2. Inventarisasi bahan hukum yang terkait.

  3. Sistematisasi bahan hukum

  4. Analisis bahan hukum, dan

  5. Perancangan dan penulisan

  •  --

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS A. Kajian Teoritis Dalam konteks kehidupan modern yang semakin kompleks, terkadang manusia merasa terasing dengan diri dan alam sekitarnya. Rutinitas kerja untuk memenuhi setiap kebutuhan hidup, membuat manusia harus merasakan penat, letih dan terkadang putus asa. Dalam kondisi seperti ini manusia membutuhkan semacam suasa

  baru yang bisa merefresh semangat dan tenaga mereka agar bisa kembali bekerja maksimal. Biasanya, untuk menemukan suasana seperti itu manusia menghibur diri dengan mengunjungi tempat- tempat rekreasi atau tempat-tempat lain yang bisa menghilangkan penat, letih, atau mungkin rasa kecewa mereka yang berasal dari rutinitas pekerjaannya. Harapannya, dengan mengunjungi tempat- tempat tersebut mereka bisa menemukan kebahagiaan yang nantinya dapat menumbuhkan kembali semangat mereka.

  Sejak zaman dahulu, sebenarnya manusia sudah mulai berekreasi dengan berbagai hiburan untuk melengkapi hidup mereka. Musik, seni, olahraga, dan semua pertunjukan atau pertandingan dibuat oleh mereka guna memenuhi kebutuhan manusia akan hiburan dan suasana bahagia.

  Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa manusia

  membutuhkan hiburan ?

  Ada beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan hiburan, antara lain :

  5. Hiburan dapat membuat kondisi fisik dan psikis segar kembali Kegiatan sehari-hari dan tekanan akibat pekerjaan seringkali membuat manusia menjadi lelah baik secara fisik maupun psikis. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk membuat kondisi mereka kembali ceria, segar dan bersemangat adalah dengan melakukan beragam aktifitas yang menghibur dan menyenangkan. Bisa bermain berbagai games, bernyanyi, menonton atau berwisata ketempat-tempat rekreasi.

  6. Hiburan dapat memberikan inspirasi Manfaat lain dari hiburan bagi manusia adalah dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi. Bagaimana tidak, banyak sekali jenis hiburan atau seni di jaman dahulu yang menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya karya-karya terbaik masyarakat jaman sekarang. Tidak menutup kemungkinan beberapa hiburan dan karya seni generasi jaman sekarang akan menginspirasi

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  lahirnya karya-karya generasi mendatang, dan begitu seterusnya.

  7. Hiburan bisa menjadi media untuk berinteraksi Sebagai makhluk sosial, sudah barang tentu manusia membutuhkan interaksi dan pengakuan dari orang lain. Salah satu media yang efektif bagi manusia untuk melakukan interaksi dengan manusia lain adalah dengan menggunakan sarana hiburan atau rekreasi. Di tempat hiburan orang-orang bisa dengan jujur mengungkapkan ekspresi jiwanya. Mereka juga bisa tertawa lepas bersama, menuangkan ide-ide segar, atau bahkan menyampaikan visi hidupnya. Semua terjadi dalam

  8. Hiburan dapat menonjolkan kepribadian dan keunikan seseorang Hiburan dapat juga dijadikan sebagai identitas seseorang.

  Ketika seseorang menyukai musik, film, atau buku tertentu, maka kepribadian dan keunikan orang tersebut dapat terbentuk karenanya. Bahkan, jenis hiburan tertentu terkadang bisa digunakan untuk menganalisis kepribadian dan keunikan seseorang.

  Salah satu padanan kata yang sangat dekat dengan pengertian hiburan adalah leisure. Dari sejarahnya, leisure seringkali diterjemahkan sebagai waktu luang, yaitu waktu di luar pekerjaan atau kewajiban lain, yang panjangnya bervariasi dari ukuran menit, jam sampai hari, atau bahkan lebih panjang lagi.

  Sementera itu, dalam perkembangannya, beberapa pustaka mendefinisikan leisure secara lebih bermakna, tidak sekedar dilihat dari waktu luangnya, namun fungsi yang terkandung di dalamnya, yaitu leisure, yang dalam bahasa Latin licere, berarti bebas, juga berarti pengalaman.

  John R. Kelly (1982), mendefinisikan leisure atau hiburan sebagai kegiatan yang dipilih dalam suatu kebebasan relatif untuk semua yang berkualitas dan memberikan kepuasan.

  Sementara itu, Peter Murphy (1974) melihat leisure atau hiburan dalam berbagai pengertian. Mulai dari bentuknya sebagai waktu yang tersisa dari suatu siklus kerja tertentu, sebagai instrumen sosial untuk mencapai tujuan tertentu, untuk menunjukkan kelas sosial, sebagai state of freedom, sebagai suatu ekspresi diri, pemenuhan kepuasan yang tak kalah penting dari kerja (bukan nomor dua setelah kerja). Pendek kata. Leisure atau hiburan yang sebenarnya, adalah suatu kebebasan untuk pengembangan diri yang terekspresikan dalam suatu kegiatan.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Ada beberapa konsep yang terkandung dalam leisure, yaitu konsep waktu, konsep kebebasan, konsep recovery, konsep pembagian tanggungjawab antar institusi, konsep epistemologi berdasarkan nilai-nilai budaya maupun konsep sosiologis yang memberikan arti bagi kelompok-leompok sosial (Max Kaplan, 1973 dalam John Wilson, 1988).

  Selanjutnya, bagaimanakah kaitan antara leisure atau hiburan dengan dinamika sebuah kota atau sebuah wilayah ? Untuk melihat hubungan tersebut, kita bisa mulai dengan melihat bagaimana kehidupan sebuah wilayah yang berkembang menjadi perkotaan telah membentuk pola pemanfaatan waktu, pola budaya yang berproses (dalam proses perubahan yang dinamis dan berlangsung terus menerus), yang mempunyai pengaruh terhadap bentuk-bentuk leisure atau hiburan masyarakatnya.

  Secara umum, leisure atau hiburan dapat berbentuk sebagai kegiatan (misal; membaca, menonton tv, berjalan-jalan, dan sebagainya), bisa juga berupa kegiatan rekreasi lokal (misal; olah raga secara rutin, makan di luar rumah, dan sebagainya), atau rekreasi di luar tempat tinggal (misal; berwisata di sela-sela bisnis atau pekerjaan di suatu tempat, dan yang sejenisnya).

  Di kawasan perkotaan, leisure atau hiburan telah menunjukkan bentuk-bentuk yang tidak hanya beragam jenisnya, akan tetapi juga berkelas-kelas, dan berkembang menjadi industri yang marak dan memberikan ciri terhadap kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai fungsi leisure atau hiburan.

  Sementara itu, rekreasi (berasal dari re dan creation) merupakan sesuatu yang ekuivalen dengan leisure atau hiburan. Dalam konteks ini, rekreasi merupakan sebuah institusi sosial yang di dalamnya terkandung dua elemen utama, yaitu; elemen restorasi dan elemen organisasi sosial.

  Elemen pertama, restorasi, adalah bagian dari rekreasi dimana rekreasi menjadi bagian dari kehidupan dan mempunyai arti tersendiri. Definisi yang semula hanya melihat rekreasi sebagai kegiatan yang memberi kesempatan bagi orang untuk bebas dari kerja, dianggap terlalu sempit.

  John R. Kelly (1982) mengembangkannya dengan tidak hanya mengaitkannya dengan kerja. Menurut John R. Kelly, restorasi dan

  

recreation juga sangat diperlukan dalam mencapai berbagai tujuan

  non kerja, seperti; menjadi warga negara yang baik, menjadi kepala atau anggota keluarga yang baik, mencapai keseimbangan emosional, membuat belajar lebih efektif, atau sekedar menjadi lebih enak.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Jadi, bagi John R. Kelly, tujuan restore dan recreation bukan hanya untuk kerja, tetapi untuk segala tujuan yang diinginkan, untuk kehidupan secara menyeluruh. John R. Kelly mengungkapkan, “we do not recreate only to work. We recreate to live ”.

  Selanjutnya, elemen ke-dua dari rekreasi, yaitu organisasi sosial, mengandung makna bahwa rekreasi tidak dilakukan hanya untuk tujuan rekreasi, akan tetapi untuk tujuan sosial. Dalam konteks ini, leisure atau hiburan dipandang sebagai kegiatan yang rasional. Bukan bermakna arbitrer, seperti; apa saja, di mana saja, dan kapan saja, akan tetapi mengandung suatu keteraturan, rutinisasi, dan suatu kesenangan (enjoyment). rekreasi dalam konteks terakhir di atas dipandang sebagai fenomena sosial. Dalam konteks ini rekreasi adalah sesuatu yang disediakan (provided for), dikelola atau diorganisasikan, juga diajarkan.

  Seseorang perlu belajar bagaimana melakukan rekreasi yang baik, yang memberikan manfaat bagi kehidupannya sebagai mahluk sosial, tidak hanya sekedar melakukan apa saja di luar kegiatan bekerja.

  Dalam masyarakat perkotaan, dengan kompleksitas organisasi yang tinggi, rekreasi bisa menjadi sesuatu yang terpisah, baik dalam penyelenggaraan maupun dalam pemanfaatan ruang.

  Perbedaan antara leisure atau hiburan dengan rekreasi dapat dijelaskan lebih lanjut, bahwa sebagai fenomena sosial, di dalam rekreasi terkandung masalah akseptabilitas, masalah organisasi maupun tujuan-tujuan sosial yang ingin dicapai.

  Kegiatan rekreasi harus merupakan sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat. Perjudian, misalnya, tidak dapat dilakukan secara terbuka sebagai rekreasi resmi. Meskipun sebagian orang tertentu melakukannya, akan tetapi masyarakat pada umumnya tidak dapat menerimanya sebagai kegiatan yang bermanfaat bagi pelaku maupun bagi masyarakat. Berbeda dengan olah raga tradisional maupun oleh raga yang berasal dari luar negeri, seperti; tai chi, kung fu, atau yang lainnya, yang sudah banyak dilakukan secara terorganisasi di tempat-tempat umum karena dianggap sebagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi pelaku maupun bagi masyarakat, dimana anggotanya menjadi lebih sehat dan lebih mengakrabkan satu dengan lainnya.

  Secara singkat, rekreasi sekarang ini bukan lagi merupakan konsumsi kemewahan, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan. Artinya, masyarakat saat ini bukan hanya menginginkan, akan tetapi membutuhkan rekreasi sebagai bagian dalam proses kehidupannya. John Wilson (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang akan

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  berpengaruh terhadap kebutuhan akan rekreasi adalah kependudukan (jumlah, pendidikan, umur, pendapatan), tempat tinggal, pola kerja atau pola pemanfaatan waktu, mobilitas, komunikasi, ketersediaan, dan pola hidup.

  Sebelum industrialisasi, kota-kota tumbuh sebagai pusat pemerintahan, pusat budaya, atau tempat dengan berbagai lembaga keuangan, pendidikan, dan perdagangan eceran. Pada masa industrialisasi kota-kota mendapatkan fungsi dan mempunyai peran tambahan sebagai pusat produksi. Kota-kota dengan keuntungan lokasi (misal; pelabuhan, persimpangan dengan sungai yang menjadi jalur transportasi, dan sebagainya), tumbuh dengan pesat memenuhi tuntutan kebutuhan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi.

  Kota-kota tumbuh menjadi lebih kompleks dengan jejaring transportasinya, dan kegiatan produksi dalam bentuk pabrik, gudang, pemukiman buruh, serta berbagai fungsi ikutan lainnya.

  Kebutuhan pendatang yang mendukung proses produksi juga perlu disediakan. Kota dengan demikian tidak hanya tumbuh dari segi ukuran penduduk maupun arealnya saja, akan tetapi juga kompleksitasnya. Kebutuhan tidak hanya semakin banyak, akan tetapi juga semakin beragam.

  Leisure atau hiburan dan rekreasi menjadi bagian dari

  kebutuhan yang tumbuh seiring dengan perubahan pola kerja dan tuntutan industri. Kota-kota industri mempengaruhi bentuk baru dalam komposisi pemanfaatan waktu maupun ruang. Perubahan bukan hanya terjadi secara fisik, akan tetapi terjadi pada seluruh aspek kehidupan, dengan implikasi yang kompleks.

  Persoalannya kemudian adalah bahwa hiburan atau rekreasi ini melibatkan interaksi dan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Oleh karenanya perbedaan nilai dan cara pandang bisa saja terjadi. Apabila ada sementara orang yang melihat sisi positif dari hiburan dengan mengacu pada 4 (empat) manfaat di atas, maka ada beberapa orang lain yang melihat hiburan dari sudut pandang yang negatif. Misalnya: 1) gaya hidup hedonis, 2) identik dengan tempat maksiat, 3), tempat beredarnya minuman keras dan narkotika, dan beberapa stereotip lain mengenai hiburan.

  Berdasarkan kedua sudut pandang di atas, maka perlu dirumuskan sebuah konsep mengenai tata kelola hiburan yang bisa meminimalisir sisi negatif dan memaksimalkan nilai positifnya. Walau bagaimanapun setiap orang pasti membutuhkan hiburan. Hanya saja, jenis dan tata kelola hiburan tersebut yang kemudian menimbulkan berbagai dampak, tidak hanya positif tetapi juga negatif, bagi kehidupan masyarakat.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  

B. Praktek Empiris Kegiatan Usaha Dan Tempat Hiburan Dan

Rekreasi Di Kabupaten Cilacap

  Secara geografis, Kabupaten Cilacap adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Cilacap. Kabupaten yang merayakan hari jadinya pada tanggal 21 Maret 1896 ini, memiliki 23 kecamatan yang terdiri dari 282 desa. Dengan luas wilayah sekitar 6,6% dari total wilayah Jawa Tengah yaitu 225.360,840 Ha. Termasuk luas pulau Nusa Kambangan 11.510,55 Ha. Kabupaten ini adalah kabupaten yang memiliki wilayah terluas di antara kabupaten-kabupaten lain di Jawa Tengah. Letak geografis wilayahnya berada pada: 1080 4' 30" - 1090 30' 30" Bujur Timur - 70 30' - 70 45' 20" Lintang Selatan. Dengan batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

  • Sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Kebumen - Sebelah barat, berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat - Sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Banyumas - Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia Topografi wilayah: Wilayah Cilacap Bagian Barat pada umumnya berbukit dengan ketinggian 23 -198 dpl. Wilayah Cilacap bagian tengah pada umumnya datar dan sebagian berbukit dengan ketinggian antara 8 -75 dpl. Wilayah Cilacap bagian timur pada umumnya datar dengan ketinggian 8 -10 dpl. Wilayah Cilacap bagian selatan pada umumnya datar landai yang merupakan daerah pantai dengan ketinggian rata-rata 6 dpl. Iklim - Temperatur di wilayah bagian barat bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat,

  o o

  yaitu antara 20 C – 28

  C, sedangkan temperatur udara diwilayah

  o o

  cilacap bagian tengah, timur dan selatan antara 28 C

  C, Serta

  • – 31 banyak di pengaruhi udara laut.

Gambar 2.1 Letak Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  Berikut adalah kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Cilacap: Adipala, Bantarsari, Binangun, Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, Cilacap Utara, Cimanggu, Cipari, Dayeuhluhur, Gandrungmangu, Jeruklegi, Karangpucung, Kawunganten, Kedungreja, Kesugihan, Kroya, Majenang, Maos, Nusawungu, Patimuan, Sampang, Sidareja, Wanareja. (www.Cilacapkab.go.id)

  Menurut Hermawan (2005:113), produk daerah adalah “apapun yang ditawarkan oleh daerah kepada pelanggan untuk memenuhi keinginan dan kebutuh an mereka.” Produk daerah meliputi :

  1. Sumber daya daerah, yang terdiri dari sumber daya alam dan

  2. Layanan publik

  3. Infrastruktur

  4. Suprastruktur

  5. Atraksi Produk daerah Kabupaten Cilacap yang berupa sumber daya alam berikut adalah sumber daya yang pengelolaannya benar-benar dimaksimalkan. Mengingat pendapatan Kabupaten Cilacap sebagian besar berasal dari sektor-sektor ini. Sumber daya tersebut antara lain: bidang pertambangan yang meliputi: tambang bethonit, emas, tras dan pasir besi. Bidang perindustrian yang meliputi: minyak dan gas, semen, tepung terigu/tapioka, perikanan, pengalengan ikan, dan benang tenun.

  Sumber daya industri dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar seperti: PT. Pertamina UP IV, PT. Semen Cibinong Tbk, PT. Warung Batok Industri, PT. Industri Sandang II Unit Patal, PT. Panganmas Inti Persada, PT. Juifa International Foods, PT. Toxindo Prima, PT. Lautan Murti. Bidang perikanan yang meliputi perikanan darat, budidaya ikan kerapu dan rumput laut. Bidang perkebunan yang didominasi oleh perkebunan rakyat. Bidang yang terakhir yaitu pertanian.

  Sumber daya manusia Kabupaten Cilacap yang terdiri dari penduduk, pada tahun 2004 berjumlah 1.704.596 jiwa. Jumlah laki- laki 852.943 orang dan perempuan 851.653 orang. Tingkat pendidikan pada tahun yang sama berjumlah 16.037 jiwa namun jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sejumlah 29.749 jiwa. Jumlah angkatan Kerja sebanyak 862.258 orang sedangkan setengah penganggur berjumlah 200.160 orang.

  Layanan publik yang tersedia meliputi fasilitas perbankan, perhubungan, pariwisata, kesehatan, perhotelan, PDAM, PLN, hukum, pendidikan dan pos telekomunikasi. Infrastruktur yang ada

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  antara lain: bandara (Tunggul Wulung), pelabuhan laut (Tanjung Intan), jalan raya, kawasan industri, listrik, air dan telekomunikasi. Suprastruktur yang baru akan dibangun adalah pusat hasil laut. Mengingat hasil tangkapan laut Kabupaten Cilacap juga sangat berpotensi. (www.Cilacapkab.go.id)

  Pariwisata adalah produk daerah yang tergolong ke dalam atraksi, yang meliputi meliputi potensi wisata alam, budaya dan minat khusus serta event-event dan festival. Sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki, maka Dinas Pariwisata terus berusaha untuk memajukan sektor pariwisata di Kabupaten Cilacap. Potensi wisata yang dilimiliki dan merupakan andalan bagi Kabupaten Cilacap terdiri dari:

  a. Wisata Alam Terdiri atas 5 obyek wisata dan 8 wisata pantai.

  b. Wisata Budaya Merupakan wisata menjelajah obyek yang merupakan cagar budaya. Terdiri dari 3 obyek wisata benteng serta petilasan dan makam.

  c. Wisata Minat Khusus Ada 2 obyek wisata yang ditawarkan yaitu wisata di Pulau Nusakambangan dan wisata Bahari.

  Produk atraksi yang lain meliputi meliputi Gelar Budaya Tradisional, festival-festival, perlombaan, turnamen, kontes dan pentas musik yang digelar oleh Dinas Pariwisata dan Budaya setiap bulan dan pelaksanaannya di agendakan dalam kalender pariwisata selama 1 tahun. (Dinas Pariwisata Kab. Cilacap 2008)

  Pola pengembangan tujuan wisata telah disusun oleh pemerintah daerah dengan pembagian beberapa wilayah untuk memudahkan pengelolaannya dalam Rencana Pola Pengembangan Pariwisata Kabupaten Cilacap yang digambarkan dengan peta wisata sebagai berikut:

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

Gambar 2.2 Peta wisata Kabupaten Cilacap

  a. Wilayah I Wilayah pengembangan ini meliputi Kota Administratif

  Cilacap yang merupakan pusat berbagai kegiatan, di samping sebagai ibukota kabupaten, kota industri dan pelabuhan, serta kota pusat pelayanan wisata. Oleh karena terpusatnya berbagai kegiatan di kota Cilacap, maka perlu adanya penyebaran pengembangan wisata ke daerah-daerah lainnya, agar kunjungan wisatawan tersebar ke tempat lain yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari kegiatan aktivitas yang merata.

  b. Wilayah II Wilayah pengembangan ini meliputi wilayah pembantu bupati Kroya. Potensi kepariwisataan yang ada cukup mendukung, antara lain gunung Selok/Srandil, dan pantai Jetis, disamping itu terdapat berbagai kegiatan seperti batik dan kerajinan bambu.

  Wilayah ini juga dilalui jalur wisata Cilacap, Jatijajar-Gombong, dimana di wilayah tersebut terdapat obyek wisata yang potensial.

  c. Wilayah III Wilayah pengembangan ini meliputi wilayah pembantu bupati Majenang. Wilayah ini merupakan jalur pengembangan arus wisatawan dari Jawa Barat ke Jawa Tengah yang peranannya sangat penting dalam rangka meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke Cilacap dan daerah lain sekitarnya. Daya dukung wilayah tersebut berupa fasilitas kepariwisataan yang cukup memadai terdapat pada obyek wisata Rawa Badak dan fasilitas akomodasi di kota Majenang.

  Naskah Akademik Raperda Penataan dan Pengendalian Tempa Hiburan dan Rekreasit

  d. Wilayah IV Wilayah pengembangan ini meliputi wilayah pembantu bupati Sidareja. Potensi kepariwisataan di wilayah ini memang masih kurang bila dibandingkan dengan wilayah pengembangan lainnya, namum peranannya sangat positif karena merupakan jalur penghubung dengan Jawa Barat, dimana jenis transportasi yang dapat ditempuh adalah transportasi darat dan air.

  e. Wilayah Pengembangan Segara Anakan dan Pulau Nusa Kambangan