PERANAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKA

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Masalah kawasan perbatasan wilayah Indonesia bukan lagi menjadi hal

baru saat ini.Sejak Indonesia menjadi negara yang berdaulat, perbatasan sudah
menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik terang sampai dengan saat
ini. Permasalahan yang paling sering muncul adalah sengketa perbatasan dengan
negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah darat maupun wilayah
laut Indonesia.Selain itu, masalah kesejahteraan masyarakat yang bertempat
tinggal di wilayah perbatasan juga perlu diperhatikan.
Daerah perbatasan merupakan pintu masuk suatu negara, oleh sebab itu
diperlukan perhatian lebih dari Pemerintah. Pembangunan dan juga fasilitas
seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, informasi, kebutuhan sandang, pangan
dan sebagainya harus memadai. Masyarakat di daerah perbatasan harus lebih
diperhatikan kebutuhannya, sehingga mereka tidak terisolir dari dunia luar.
Indonesia sebagai negara kepulauanberbatasan langsung dengan banyak
negara seperti Timor Leste, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini. Karena
beberapa wilayah daratan Indonesia berbatasan dengan negara-negara tersebut,

maka untuk menghindari terjadinya permasalahan seperti perdagangan perbatasan
ataupun penyelundupan barang ilegal yang tidak diinginkan. Indonesia melakukan
perjanjian perdagangan perbatasan bersama masing-masing negara yang

1

berbatasan langsung dengan Indonesia dalam konteks hubungan bilateral.Adapun
nama perjanjian tersebut, yaitu :
-

Persetujuan mengenai Perdagangan Lintas Batas antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Filipina (Agreement on Border
Trade between the Government of the Republic of Indonesia and
the Government of the Republic of the Philippines) yang di

-

tandatangani pada tanggal 8 Agustus 1974;
Persetujuan mengenai Perdagangan Lintas Batas antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia (Agreement on

Border Trade between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Malaysia) yang di tanda

-

tangani pada tanggal 24 Agustus 1970;
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Malaysia

mengenai

Lintas

Batas(Agreement

between

the

Government of the Republic of Indonesia and the Government of

Malaysia on Border Crossing) yang ditandatangani pada tanggal
-

12 Januari 2006;
Persetujuan Dasar antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah

Papua

Nugini

tentang

Pengaturan-Pengaturan

Perbatasan(Basic Agreement between the Government of the
Republic of Indonesia and the Government of the Independent
State of Papua New Guinea on Border Arrangements) yang
-


ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1993;
Pengaturan Khusus untuk Pelintas Batas Biasa dan Tradisional
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua

2

Nugini (Special Arrangements for Traditional and Customary
Border Crossings between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of Papua New Guinea) yang
-

ditandatangani pada tanggal 15 November 1993;
Pengaturan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Republik Demokratik Timor Timur mengenai Pelintas Batas
Tradisional dan Pengaturan Pasar-Pasar (Arrangement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of
the Democratic Republic of Timor-Leste on Traditional Border
Crossings and Regulated Markets) yang ditandatangani pada
tanggal 11 Juni 2003;


Terlepas dari letak geografis antara negara-negara tersebut yang cukup
dekat dengan Indonesia, karena wilayah masing-masing negara-negara tersebut
saling terhubung yang membuat penduduk yang menetap di kawasan perbatasan
saling berhubungan dengan penduduk perbatasan yang ada di negara lainnya,
sehingga timbul perdagangan perbatasan antar kedua negara. Hal tersebut yang
membutuhkan pengawasan dalam hal kegiatan di perbatasan seperti keluar
masuknya barang untuk menghindari terjadinya kerugian dan mensejahterakan
masyarakat perbatasan.
Untuk mengatasi hal tersebut, ada banyak instansi yang diberikan
wewenang untuk menangani masalah perbatasan, diantaranya yaitu: Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan dan lain-lain.
Kementerian Keuangan dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Bea Cukai

3

(DJBC) yang mempunyai misi sebagai Community Protector yaitu menjaga
perbatasan dan melindungi masyarakat perbatasan dari masuknya penyelundupan
dan perdagangan illegal serta mempunyai peran yang cukup signifikan terutama
untuk mengawasi keluar masuknya barang di perbatasan. Selain itu sebagai Trade
Facilitation yaitu memfasilitasi perdagangan di kawasan perbatasan, utamanya

perdagangan perbatasan dalam rangka memnuhi kebutuhan pokok masyarakat
perbatasan.
Saat ini salah satu isu penting perbatasan yaitu perbatasan antara Indonesia
dengan Malaysia dimana banyak terjadi permasalahan seperti tidak bolehnya
kapal Indonesia memasuki wilayah perbatasan Sebatik Tawau, adanya penutupan
PLBN di Entikong dan seterusnya.Sehingga adanya permintaan dari masyarakat
perbatasan untuk mereview perjanjian Border Trade Agreeement (BTA)antara
Indonesia dengan Malaysia yang sudah lama tidak diperbarui sejak di tanda
tangani tahun 1970. Diketahui bahwa sampai saat ini perjanjian perbatasan
Border Trade Agreeement (BTA)antara Indonesia dengan Malaysia tidak pernah di
review sejak penantanganan sehingga menurut warga perbatasan bahwa isi
perjanjian sudah tidak relevan pada saat ini. Diketahui pula bahwa BTA mengacu
pada Border Cross Agreement (BCA), karena di dalam BCA disebutkan exit/entry
point untuk ditentukan Di BTA. Sehingga BTA dan BCA saling berhubungan.
Namun demikian, adapun permasalahan bahwa BCA yang di tanda tangani sejak
tahun 2006 dinyatakan sudah terminasi oleh kedua belah pihak pada tahun 2011
sehingga BCA harus segera di review agar BTA juga dapat di review.

4


Saat ini DJBC sebagai salah satu instansi yang berperan dalam mengatasi
perbatasan, ikut berperan aktif berperan dalam diskusi dan rapat dengan instansiinstansi terkait lainnya dan dengan perwakilan daerah yang memilki wewenang
untuk menangani perbatasan, guna menemukan solusi terkait permasalahan BTA
tersebut. Misalnya dalam hal terkait exit/entry point DJBC selalu memberikan
masukan pada instansi lain, agar apabila dalam hal penentuan/ pembukaan atau
penambahan exit/entry pointdi perbatasan, agar dikaji terlebih dahulu cost dan
benefit nya, sehingga tidak akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab. Selain hal tersebut, DJBC juga meminta agar dilibatkan
sehingga DJBC bisa mempersiapkan diri dalam hal pengawasan di perbatasan.
Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin memaparkan terkait bagaimana
peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerjasama perdagangan lintas
batas antara Indonesia dengan Malaysia dalam Border Trade Agreement (BTA)
dan Border Crossing Agreement (BCA) antara Indonesia dengan Malaysia?
II.

Perumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang diatas penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut: “Bagaimana Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam
kerjasama perdagangan lintas batas antara Indonesia dengan Malaysia dalam

Border Trade Agreement (BTA) dan Border Crossing Agreement (BCA) antara
Indonesia dengan Malaysia?”
III.

Tujuan

5

1. Untuk mengetahui peran DJBC sebagai community protectoryaitu
menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat perbatasan dari
masuknya

penyelundupan

dan

perdagangan

illegal


serta

mempunyai peran yang cukup signifikan terutama untuk
mengawasi keluar masuknya barang di perbatasan;
2. Untuk mengetahui peran DJBC sebagai trade facilitation yaitu
memfasilitasi perdagangan di perbatasan, dan;
3. Untuk mengetahui peran DJBC dalam mendorong untuk segera
melakukan review terhadap BTA Indonesia-Malaysia.
IV.

Manfaat
Manfaat Praktis :
1. Agar penulis, mahasiswa, dan masyarakat dapat mengetahui
berbagai permasalahan di kawasan perbatasan antara IndonesiaMalaysia.
2. Dapat mengetahui mengenai perjanjian perdagangan perbatasan
(Border Trade) antara Indonesia dengan negara lainnya, khusunya
antara Indonesia dan Malaysia;
3. Mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan
masalah-masalah dikawasan perbatasan seperti jenis barang yang
diperdagangkan (Negative List), penentuan cakupan wilayah

(Exit/EntryPoint), nilai maksimal transaksi pembelian barang
(Threshold Value), serta permasalahan lain seperti penyelundupan
yang marak terjadi di kawasan perbatasan, adaya pembangunan
beberapa Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di kawasan perbatasan.

6

Manfaat Akademis:
1. Untuk

mengaplikasikan

teori-teori

Hubungan

Internasional

terhadapBorder Cross Agreement (BCA) dan Border Trade
Agreement (BTA) antara Indonesia-Malaysia.

2. Sebagai hasil laporan dari mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan.

7

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1

Liberalisme
Pada umumnya kaum Liberal memiliki pandangan yang positif terhadap

sifat manusia. Kaum Liberal mengakui bahwa memang individu itu selalu
mementingkan diri sendiri dan memiliki rasa untuk bersaing dalam segala hal.
Tetapi kaum Liberal juga percaya jika individu itu memiliki banyak kepentingankepentingan yang kemudian dapat terlibat dalam suatu aksi sosial yang kolaboratif
(kolaborasi) dan kooperatif (kerjasama, bersifat membantu) baik di ranah
domestik maupun di ranah internasional, yang mampu menghasilkan manfaat
yang besar. Ketika manusia memakai akal pikirannya, mereka dapat mencapai
suatu kerjasama yang menguntungkan bukan hanya dalam negara saja, tetapi juga
dalam cakupan internasional. Teoritisi Liberal pun kemudian yakin jika akal
pikiran yang dimiliki oleh manusia dapat mengalahkan rasa ketakutan manusia
dan nafsu akan sebuah kekuasaan.
Liberalisme memiliki tiga asumsi dasar (Jackson & Sorensen, 2009 : 139).
Adapun asumsi-asumsi dasar tersebut, yaitu
-

Pandangan positif tentang sifat manusia
Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif

-

daripada konfliktual
Percaya terhadap kemajuan. Salah satu asumsi dasar Liberalisme adalah
keyakinan terhadap kemajuan dimana menurut John Locke kemajuan bagi
kaum Liberal merupakan kemajuan bagi individu yang mendapatkan

8

jaminan kebebasan dari negara bagi individu tersebut untuk menghidupi
kehidupannya dan menggapai kebahagiannya tanpa ada campur tangan
dari pihak lain (Jackson & Sorensen, 2009 : 142).

2.2

Kerjasama Internasional
Sebagai tetangga terdekat, Indonesia-Malaysia harus menjalin kerjasama

yang saling menguntungkan bagi kedua Negara.Secara letak geografis, beberapa
daerah darat maupun laut Indonesia masih berhubung dengan wilayah kedaulatan
Malaysia.Untuk itu Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan atau kerjasama
yang dituangkan dalam Border Cross Agreement (BCA) antara IndonesiaMalaysia untuk mempermudah akses keluar masuk pelintas batas secara legal
(resmi). DJBC sebagai instansi pemerintah Indonesia ikut berperan membantu
dalam kelancaran dari implementasi Border Cross Agreement (BCA) BorderTrade
Agreement

(BTA)

antara

Indonesia-Malaysia.

Adapun

jenis

kerjasama

internasional yakni : Kerjasama Bilateral, Kerjasama Regional dan Kerjasama
Multilateral.

a.

Kerjasama Bilateral

Kerjasama bilateral adalah hubungan yang dilakukan antara 2 negara.
Dalam kerja sama ini, Indonesia melakukan hubungan dengan salah satu negara
lain. Misalnya, indonesia mengadakan kerjasama dalam perdagangan perbatasan
dengan Malaysia, Indonesia mengadakan kerja sama di bidang keamanan dengan
Singapura, Indonesia menjalin kerja sama di bidang ekonomi dengan Jepang,

9

Indonesia melakukan pertukaran pelajar dan misi kebudayaan dengan Malaysia,
Indonesia mengadakan kerja sama di bidang ketenagakerjaan dengan Arab Saudi,
dan sebagainya.
Dalam kerjasama perdagangan perbatasan Indonesia-Malaysia, telah
banyak kemajuan dan keuntungan yang didapat oleh kedua negara khususnya bagi
masyarakat diperbatasan. Karena kerjasama bilateral ini dapat mempermudah
jalannya perdagangan perbatasan yang juga akan melancarkan kegiatan-kegiatan
yang ada diperbatasan, selain itu hubungan kerjasama ini dapat membantu
mencegah terjadinya penyelundupan yang sering terjadi di daerah perbatasan yang
dapat merugikan negara.
b.

Kerjasama Regional

Kerjasama regional adalah hubungan yang dilakukan antara beberapa
negara dalam satu kawasan.Bentuk peran serta Indonesia dalam hubungan
regional adalah sebagai salah satu negara pendiri Association of South East Asian
Nation (ASEAN). Di dalam ASEAN, dilakukan kerja sama di berbagai bidang
seperti ekonomi, hak asasi manusia, sosial, budaya, dan keamanan. Bentuk peran
serta Indonesia di tingkat regional adalah sebagai anggota AFTA (ASEAN Free
Trade Area).Organisasi ini bertujuan untuk menciptakan perdagangan bebas di
kawasan Asia Tenggara.
c.

Kerjasama Multilateral

Kerjasama multilateral adalah hubungan yang dilakukan antara negaranegara di dunia maupun antara negara dengan lembaga internasional.Dalam

10

hubungan multilateral, Indonesia berperan aktif dalam berbagai organisasi dunia
seperti PBB, OPEC, APEC, dan WTO. OPEC (Organization of Petroleum
Exporting Countries) adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak. APEC
(Asia Pasific Economic Cooperation) adalah organisasi kerja sama ekonomi
negara-negara yang terletak di sepanjang Samudra Pasifik. WTO (World Trade
Organization) adalah organisasi perdagangan internasional.

11

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
III.1

Metode Penelitian
Penelitian dalam makalah ini menggunakan metode kualitatif yaitu

menggunakan pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk di deskripsikan
dan dirangkum. Jenis penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif
dengan berdasarkan data-data peristiwa yang telah tersediayang kemudian
dikumpulkan untuk memperoleh bahan untuk permasalahan yang akan dibahas
sehingga hasil datanya dapat dipertanggung-jawabkan.
III.2

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan peneliti dalam menyusun makalah ini yaitu

dengan menggunakan sumber data tidak langsung atau data sekunder.Sumbersumber penelitian diperoleh dari buku-buku teks dan laporan-laporan penelitian
seperti makalah, jurnal dan media elektronik internet yang memiliki keakuratan
data.
III.3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari makalah ini adalah menjelaskan peranan institusi

pemerintah Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam menangani
masalah perdagangan perbatasan khususnya antara Indonesia dengan Malaysia
melalui perannya dalam BTA dan BCA.

12

BAB VI
PEMBAHASAN
Hubungan kerjasama Indonesia-Malaysia yang tertuang dalam BTA dan
BCA merupakan suatu upaya untuk membantu masyarakat perbatasan
mendapatkan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat perbatasan
tersebut. Selain karena akses penyebaran bahan-bahan pokok ke wilayah
perbatasan yang kurang memadai, maka dari itu Indonesia bekerjasama dengan
Malaysia dalam BTA dan BCA juga karena letak geografis yang sangat
berdekatan, Dalam hal ini DJBC sebagai instansi pemerintah Indonesia yang
cukup berkepentingan dan membantu kelancaran BTA dan BCA.
Hubungan BCA dengan BTA
Diketahui pula bahwa BTA mengacu pada Border Cross Agreement
(BCA), karena di dalam BCA disebutkan exit/entry point untuk ditentukan Di
BTA. Sehingga BTA dan BCA saling terhubung. Maka perubahan BCA
memberikan pengaruh terhadap BTA, dimana BCA terkait dengan pengaturan
pergerakkan lintas batas orang, sedangkan BTA ada hubungannya dengan
pengaturan pergerakkan barang yang bersifat lintas batas antar Negara. Dalam
ketentuan BCA, yaitu kesepakatan tentang exit/entry pointyaitu penentuan
cakupan wilayah (pos lintas batas/PLB), disebutkan juga cakupan area (access of
area) yang ada pada setiap PLB.Cakupan area ini menjadi rujukan terhadap
penetapan kawasan (area) yang berhak mendapatkan fasiltas perdagangan lintas
batas antara negara, yang diatur menurut ketentuan BTA.Dalam kawasan tersebut

13

sudah

terdefinisikan

penduduk

yang

mendapatkan

hak-hak

melakukan

perdagangan dengan nilai perdagangan sebesar RM 600/ orang/bulan, termasuk
jenis barang yang dapat diperdagangkan (negative list).
Untuk menentukan penduduk yang terdefinisikan dalam BCA, yaitu
dibuktikan dengan kepemilikan pas lintas batas, sehingga dengan bukti tersebut
penduduk bersangkutan dapat melakukan pergerakkan lintas batas antar Negara,
termasuk melakukan kegiatan perdagangan dan membawa barang, tanpa dibebani
bea keluar/masuk dan harus diingat bahwa pembebasan bea tadi pada tahun 1970
masih relatif tinggi tarif-nya, sehingga sudah sewajarnya pemenuhan barangbarang kebutuhan pokok bagi penduduk yang berada dikawasan perbatasan kedua
Negara dibebaskan dari pungutan bea keluar/masuk. Hal-hal seperti ini telah
diatur dengan baik dalam ketentuan BTA Tahun 1970.Dinamika perkembangan
hubungan Indonesia - Malaysia, pada prinsipnya tidak terdapat indikasi yang
menyebabkan perubahan BCA, kecuali pada posisi Indonesia.Perubahan
dimaksud hanya perubahan PLB dan cakupan area-nya.Demikian pula mengenai
BTA Tahun 1970, indikasi perubahannya pada penentuan nilai perdagangan
(threshold value for border trade) dan penggunaan nilai mata uang.
Adapun pelaku lintas batas adalah orang (penduduk) yang berdiam
(bertempat tinggal) didalam kawasan perbatasan kedua negara, dan pas lintas
batas yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan BCA, yang terakhir adalah BCA
Tahun 2006, sedangkan saat disepakatinya BTA Tahun 1970 rujukannya adalah
BCA Tahun 1967. Sementara jenis barang/produk yang diperdagangkan, dari
pihak Indonesia mencakup hasil pertanian maupun lainnya, tidak termasuk
14

minyak, mineral dan bijih tambang. Sedangkan dari pihak Malaysia mencakup
barang kebutuhan hidup sehari-hari (pokok) serta peralatan/perlengkapan untuk
keperluan industri skala terbatas (sederhana).
Nilai barang/produk yang dapat dibawa/diangkut melalui perdagangan
lintas batas di kawasan perbatasan darat oleh penduduk kedua Negara tidak
melebihi RM 600/orang/bulan (threshold value), sedangkan melalui kawasan
perbatasan laut/pesisir dapat dilakukan dengan menggunakan kapal terdaftar pada
pemerintah lokal

masing-masing pihak,

dan nilai barang/produk yang

dibawa/diangkut tidak lebih dari RM 600 setiap kalijalan.
Dalam hal tersebut peran DJBC sebagai trade facilitation / fasilitasi
perdagangan dengan memberikan pembebasan bea masuk pada perdagangan
perbatasan LIHAT PMK NO. 188 tentang perdagangan perbatasan) dan
community protector yaitu melindungi dan mengawasi masyarakat di perbatasan
antara Indonesia-Malaysia, untuk mengawasi jenis barang yang diperdagangkan
masuk ke wilayah Indonesia / Negative List dan memeriksa Nilai barang yang
dapat diangkut oleh pelintas batas yang telah memiliki pass lintas batas/kartu
identitas lintas batas (KILB) tidak lebih dari RM 600/orang/bulan/Threshold
Value. Selain mencegah terjadinya barang-barang yang dilarang masuk ke wilayah
Indonesia dan juga menghindari terjadinya penyalahgunaan kartu identitas lintas
batas oleh orang-orang yang tidak bertanggug jawab hanya untuk keuntungan.

Evaluasi BTA dan BCA saat ini

15

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa status BTA dan BCA saat ini
sudah terminasi jika dilihat dari jangka waktu berlakunya BTA dan BCA.Terkait
exit/entry point, kini sudah menjadi agenda utama dari fokus utama pemerintah.
Lalu terkait threshold value, kini sedang menjadi agenda rapat mengenai rencana
untuk menaikkan biaya pembebasan bea masuk sebesar RM 600/orang/bulan yang
sesuai ketetapan PMK 188 menjadi U$ 500. Namun sampai dengan saat ini,
pihak Kementerian Keuangan masih melakukan kajian terkait hal tersebut,
mengingat threshold value tidak ditujukan untuk mendorong impor (bukan untuk
mendorong orang untuk membeli barang di luar negeri), namun sebagai jaminan
terhadap hak-hak pelintas batas sesuai kelaziman internasional, pembebasan
diberikan agar pelintas batas tidak perlu melakukan formalitas kepabeanan untuk
membayar Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sehingga apabila
threshold value naik menjadi U$ 500 belum tentu dapat mensejahterakan
masyarakat di kawasan perbatasan. .
Misalnya saat ini saja dengan threshold value RM 600, telah menimbulkan
masalah seperti adanya pihak-phak yang tidak bertanggung jawab yang
mengumpulkan kartu identitas lintas batas/KILB lebih dari satu untuk bisa di
gunakan untuk keuntungan pribadi, yang seharusnya dipergunakan untuk
kebutuhan pokok, apalagi jika dinaikkan menjadi USD 500. Hal ini tentu menjadi
tugas DJBC untuk menangani masalah-masalah yang terjadi tersebut.
Hingga saat ini Border Trade Agreement (BTA) dan Border Crossing
Agreement (BCA) antara Indonesia dengan Malaysia masih dalam status review
dan menjadi fokus utama pembicaraan dalam bilateral meeting Indonesia dengan
16

Malaysia. Namun perdagangan perbatasan tetap berjalan sesuai peraturan yang
ada di dalam PMK 188, karena meskipun perjanjian tersebut masih dalam status
review tetapi perdagangan perbatasan harus tetap berjalan untuk memenuhi
kebutuhan pokok bagi masyarakat perbatasan.
Peran DJBC dalam Mendorong Review BTA Indonesia-Malaysia
DJBC sebagai salah satu instansi pemerintah yang juga memilki
wewenang di perbatasan utamanya dalam hal pengawasan, ikut berperan aktif
dalam mendorong adanya review BTA Indonesia-Malaysia salah satunya dengan
ikut berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan/rapat yang membahas mengenai
permasalahan perbatasan dengan instansi-instansi/lembaga terkait lainnya. Dalam
menghadiri pertemuan yang membahas perbatasan tersebut, DJBC selalu
memberikan masukan agar permasalahan perbatasan sebaiknya dibahas dengan
melibatkan

pemerintah

daerah

agar

mereka

dapat

menginformasikan

masyarkatnya mengenai informasi dari pusat. Selain itu, DJBC juga selalu
memberikan masukan agar pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan
sosialisai kepada masyarakat perbetasan mengenai perbedaan perdagangan
perbatasan dan perdagangan umum, agar pembebasan bea masuk yang diberikan
oleh DJBC yang tertuang dalam PMK 188/PMK.04/2010 tidak disalahgunakan
oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. DJBC juga selalu menyampaikan
masukan, apabila ada rencana untuk pembukaan/penambahan exit/entry point agar
DJBC diinformasikan dan dilibatkan, guna dapat mempersiapkan pengawasan di
daerah perbatasan tersebut.

17

Selain hal tersebut di atas, DJBC juga telah menempatkan personelpersonelnya di beberapa PLBN untuk mengawasi peredaran barang di kawasan
perbatasan, serta telah dilengkapi dengan x-ray, dan DJBC juga memiliki
beberapa Kantor Wilayah yang melakukan pengawasan di daerah perbatasan
Indonesia-Malaysia yaitu Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat dan Kanwil
DJBC Bagian Timur. DJBC juga terlibat dalam forum Sosioekonomi IndonesiaMalaysia (Sosek Malindo) yang agenda pembahasannya juga melibatkan tentang
permasalahan perbatasan Indonesia-Malaysia. Kedepan DJBC akan terus
berupaya untuk mendorong review BTA Indonesia-Malaysia, dan terus berperan
katif adalam mengawasi perbatasn.

18

BAB IV
KESIMPULAN
DJBC sebagai instansi pemerintah Indonesia ikut berberan aktif dalam
reviewBorder Trade Agreement (BTA) dan Border Crossing Agreement (BCA)
antara Indonesia dengan Malaysia sebagai pengawas dan fasilitator. DJBC yang
berperan mengawasi dan memfasilitasi di pos-pos lintas batas yaitu exit/entry
point untuk menampung pergerakkan orang dan barang dalam satu pintu yang
dapat dipantau hal tersebut terkait Border Crossing Agreement (BCA).
Sedangkan,peran DJBC terkait Border Trade Agreement (BTA) mengawasi
barang-barang larangan yang masuk ke wilayah Indonesia/ Negative List dan
memeriksa Nilai barang yang dapat diangkut oleh pelintas batas yang telah
memiliki passs lintas batas/kartu identitas lintas batas (KILB) tidak lebih dari RM
600/orang/bulan/ Threshold Value. Selain mencegah terjadinya barang-barang
yang dilarang masuk ke wilayah Indonesia dan juga menghindari terjadinya
penyalahgunaan kartu identitas lintas batas oleh orang-orang yang tidak
bertanggug jawab hanya untuk keuntungan.

19

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
1. Jackson, Robert dan George Sorensen. Pengantar Hubungan
Internasional Teori dan Pendekatan, Edisi Kelima. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014.
2. Steans, Jill dan Llyod

Pettiford. Hubungan

Internasional:

Perspektif dan Tema. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009
3. Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin
dan Metodologi. Jakarta: LP3ES
4. Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
WEBSITE
1. Bea Cukai, (2015). Bea Cukai Terus Berinovasi Tingkatkan

Keamanan Demi Kemakmuran Bangsa. Warta Bea Cukai, Volume
47

No.

12.

https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ve
d=0ahUKEwiKqOHktePPAhXDqo8KHaP2BTMQFggiMAE&url=
http%3A%2F%2Frepository.beacukai.go.id%2Fdownload
%2F2015%2F12%2Fa879266fafb993528c37df02f0374f8f-wbcdesember.pdf&usg=AFQjCNFULsAdXVHRS9yPXtb5NVntljTEi
w&sig2=vjC2-hJHCl12FjAz32fyIQ&bvm=bv.135974163,d.c2I
(Diakses pada 11 November 2016)
2. PMK 188

20

http://repository.beacukai.go.id/peraturan/2012/07/7a2b4c4bd38ce
3dc02acca09da59be3e-188pmk042010.pdf (Diakses pada tanggal
23 November)
3. http://kemlu.go.id/id/kebijakan/Pages/Kerjasama-Bilateral.aspx
(Diakses pada tanggal 10 Desember)
4. http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index

tanggal 10 Desember 2016)

21

(Diakses

pada

Dokumentasi Kuliah Kerja Lapangan





Foto didepan Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Penulis sedang mengerjakan
Laporan Kuliah Kerja Lapangan

22



Rapat pembahasan kerjasama kepabeanan dengan
Netherland Customs



Sosialisasi Free Trade Agreement (FTA)

23



Foto

bersama

para

staf

Direktorat

Kepabeanan

Internasional dan antar Lembaga / Dit. KIAL dan temanteman Magang

24