KONSEP DAN APLIKASI GADAI SYARIAH RAHN P

Makalah

AKUNTANSI SYARIAH
Penyajian Laporan Dalam Bentuk Makalah
KONSEP DAN APLIKASI GADAI SYARIAH (RAHN ) PADA
BANK JABAR BANTEN SYARIAH (BJB) CABANG SURABAYA

Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Adella Setya Purwa S.
Rian Tri Widianto
Dita Oktafiani
Kusnul Chotimah
Nur Laili Arfianti

Achmad Yunianto Dwi
Yogha Meika S.

2012410941
2012410945
2012410946
2012410950
2012410963
2012410965
2012410974

D3 Akuntansi
STIE PERBANAS SURABAYA
2013

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puja dan puji syukur atas kehadiran Allah SWT. Yang telah
memberikan kita rahmat, berkah serta hidayahnya kepada kami, sehingga kita dapat
berkumpul kembali dalam perencanaan tugas Akuntansi Syariah yang telah mencapai
materi cara pembuatan Laporan Penelitian berbentuk Makalah yang bertemakan

Konsep dan Aplikasi Gadai Syariah (Rahn) Pada Bank Jabar Banten (BJB)
Syariah Cabang Surabaya .

Sholawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada junjungan Nabi besar
ialah Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang yaitu zaman Hijriah. Dimana zaman ini telah
membawa berkah buat kita karena penuh dengan hikmah dan barokah yang bisa kita
ambil dari tauladan, dan sikap kebijakan baik beliau.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kampus tidak hanya berupa
kegiatan di dalam kelas. Kegiatan di luar perkuliahan sehari – hari pun dapat di
laksanakan, salah satunya dengan kegiatan mahasiswa yang nyata. Bentuk kegiatan
yang nyata dapat di lakukan berupa pengerjaan tugas dari dosen pembimbing dengan
melakukan pembuatan tentang tugas makalah yang telah diberikan.
Kehidupan takkan pernah berhenti memerlukan manusia – manusia baru
dengan semangat dan pemahaman baru atas realitas yang terus berkembang dengan
dinamis. Manusia baru inilah yang akan meneruskan kebenaran ketika yang tua
meninggalkannya. Manusia baru inilah yang akan memelihara keberanian ketika yang
tua bersembunyi. Merekalah yang akan tetap lantang bersuara ketika yang tua
terperosok dalam psimisme dan terhanyut dalam pragmatisme.
Surabaya, 18 September 2013


Tim Penulis
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. I
DAFTAR ISI ............................................................................................................... II
DAFTAR TABEL .................................................................................................... III
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... IIV
BAB.1

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1.
1.2.
1.3.

Latar Belakang ............................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 3
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3


BAB. 2

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH ............................. 4

2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.

Pengertian Bank Syariah ........................................................................................... 4
Sejarah Bank Syariah Di Indonesia ....................................................................... 5
Perkembangan Regulasi Bank Syariah Di Indonesia ....................................... 7
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ................................... 12
Perkembangan Produk Perbankan Syariah ....................................................... 14

BAB. 3

PEMBAHASAN ...................................................................................... 16


3.1.
3.2.
3.3.
3.4.

Profil Perusahaan ..................................................................................................... 16
Sekilas Tentang Bank BJB ...................................................................................... 16
Analisa Gadai Emas Pada Bank Jabar Banten Syariah ................................ 21
Mekanisme dan Prosedur Transaksi Gadai Syariah pada Bank Jabar
Banten Syariah ........................................................................................................... 23
Konsep dan Aplikasi Gadai Syariah Pada Bank Jabar Banten Syariah
Cabang Surabaya Berdasarkan Ketentuan Umum Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn ....................... 26
Perkembangan Produk Gadai Syariah Pada Bank Jabar
Banten Syariah ........................................................................................................... 27

3.5.

3.6.


BAB. 4

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 29

4.1.
4.2.

Kesimpulan .................................................................................................................. 29
Saran ............................................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. V
LAMPIRAN ............................................................................................................. VII
ii

DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 : DATA PERKEMBANGAN GADAI SYARIAH IB MASLAHAH SECARA TABEL ....................... 23
TABEL 1.2 : KETENTUAN UMUM GADAI DI BANK BJB SYARIAH ....................................................... 27

iii


DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1 : PENYERAHAN PENGHARGAAN BANKING EFFISIENCY AWARD 2011 ......................... 20
GAMBAR 1.2 : PENYERAHAN THE MOST SUCCESSFUL INNOVATIVE PRODUCT ................................ 20
GAMBAR 1.3 : PIAGAM GOOD SERVICE PERFORMANCE, CALL CENTER AWARD 2012 ..................... 20
GAMBAR 1.4 : DIAGRAM PERKEMBANGAN GADAI EMAS IB MASLAHAH ........................................ 28

iv

BAB.1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Seperti kita ketahui salah satu lembaga ekonomi yang berlandaskan pada

ekonomi Islam adalah perbankan syariah. Di Indonesia itu sendiri perbankan syariah
dimulai sejak tahun 1992 dengan digulirkannya UU No. 7/1992 yang memungkinkan
bank menjalankan operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang
sama lahir bank syariah pertama di Indonesia yaitu, Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan
Dual Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat

naik. Dalam 5 tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank
syariah bertambah menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas
mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit atau divisi
syariah bank konvensional. Pendatang-pendatang baru perbankan syariah dipastikan
terus bertambah mengingat pada akhir 2003 beberapa bank konvensional sudah
mengantungi ijin Bank Indonesia untuk membuka unit atau divisi syariah tahun ini.
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak
terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang
disebut dengan pegadaian syariah. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah
rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau
Mudharabah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhun bih (UP)

mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang
sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat
pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income
(FBI).
Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. ar-rahn

dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan rungguhan.

Akuntansi Syariah

1

Dalam Islam ar-rahn merupakan saran saling tolong menolong bagi umat Islam,
tanpa adanya imbalan jasa. Menurut beberapa mazhab, rahn berarti perjanjian
penyerahan harta oleh pemiliknya kepada kreditur dan dijadikan sebagai pembayar
hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Pada dasarnya, produkproduk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti tidak memungut bunga dalam
berbagai bentuk karena riba.
Inti dari riba dalam pinjaman (riba dayn) adalah tambahan atas pokok baik
sedikit maupun banyak. Yang membedakan antara gadai syariah (rahn) dan
konvensional diantaranya adalah dalam hal pengenaan bunga. Kemudian menetapkan
uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan
melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil.
Salah satu bentuk keberhasilan matrik dari pegadaian syariah yaitu, perum
pegadaian melalui unit usahanya gadai syariah hingga triwulan I 2009 telah
menyalurkan pembiayaan Rp 550,6 miliar atau naik sekitar 20 persen dari periode
yang sama 2008 hanya Rp 338,4 miliar. “Naiknya pinjaman sistem syariah ini

menunjukkan pertumbuhan usaha syariah cukup baik dan juga kredit 6 Azharudin
Lathif, Fiqih Muamalat, masyarakat dari konvensional beralih ke syariah,” kata
Manajer Komunikasi Perusahaan Kantor Pusat Perum Pegadaian Irianto di Jakarta.
Menurutnya, jumlah nasabah pada periode Januari-Maret 2009 sebanyak 161.397
orang, lebih banyak dari jumlah tahun 2008 yang hanya 126.308 nasabah.
Dengan melihat perkembangan pesat yang terjadi di pegadaian, beberapa
lembaga keuangan khususnya perbankan syariah mulai membuka produk gadai
syariah atau disebut juga dengan rahn. Namun untuk saat ini lembaga keuangan
seperti perbankan syariah hanya menerima barang gadai berupa emas lantakan,
perhiasan ataupun koin emas. Hal ini disebabkan oleh kecilnya nilai resiko yang akan
terjadi dan keberadaan nilai emas itu sendiri yang tetap stabil bahkan cenderung naik
dari tahun ke tahun serta tidak terkena dampak inflasi.

Akuntansi Syariah

2

Maka dengan melihat pemaparan yang singkat diatas, penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian, dengan memberikan gambaran apa dan bagaimana
konsep serta aplikasi gadai syariah (rahn) pada beberapa aspek yang terdapat di bank

syariah tersebut bukan pada perum pegadaian syariah yang memang sudah umum.
Sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “KONSEP DAN APLIKASI
GADAI SYARIAH (RAHN ) PADA BANK JABAR BANTEN SYARIAH
CABANG SURABAYA” .

Tujuan Penulisan

1.2.

1) Memenuhi tugas akademik bagi setiap mahasiswa dalam menyelesaikan Kuis
yang diadakan oleh Dosen Pembimbing.
2) Mendapatkan pemahaman tentang bagaimana konsep gadai syariah (rahn).
3) Mengetahui bagaimana perkembangan produk gadai syariah (rahn) pada bank
syariah tersebut.

Rumusan Masalah

1.3.

1) Bagaimana mekanisme gadai syariah (rahn) pada Bank Jabar Banten Syariah?
2) Bagaimana konsep gadai syariah (rahn) pada Bank Jabar Banten Syariah?
3) Bagaimana perkembangan produk gadai syariah (rahn) pada Bank Jabar Banten
Syariah dan aplikasinya?

Akuntansi Syariah

3

BAB. 2
TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH
2.1.

Pengertian Bank Syariah
Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan

yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini
berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau
memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba ), serta larangan
untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan
konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya,
misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman
haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam
sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bankbank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semiswasta dalam komunitas muslim di dunia.
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional,
yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara
meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam
transaksi-transaksi perbankan tersebut:
1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
2. Bunga,
3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja, serta
4. Ketidakjelasan dan manipulatif .

Akuntansi Syariah

4

2.2.

Sejarah Bank Syariah Di Indonesia
Ide untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sudah muncul sejak 1970-an.

Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional hubunagn Indonesia dengan timur
tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh lembaga
study ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan bhineka tunggal ika pada 1976
setelah diakdakan penelitihan yang mendalam,usaha untuk mendirikan bank syariah
sedikit ada kendala,yaitu tidak ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang
operasionalnya memakai prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioperasionalkan bank
syariah itu, maka tidak sejalan dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967 tentang
pokok-pokok perbankan yang berlaku pada waktu itu. selain hambatan ini bank
syariah ini dianggap oleh semua pihak ada keterkaitan dengan faktor ideologi yang
dianggapnya sebagian dari konsep Negara Islam.
Pada 1988 gagasan mengenai bank syariah muncul lagi dan gagasan ini
muncul karena pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO) yang
berisi liberalisasi industri perbankan di Indonesia. setelah ada rekomondasi lokakarya
ulama tentang bunga bank dan perbankan di cisarua, bogor tanggal 19-22 agustus
1990, hasil lokakarya ini dibahas lebih mendalam pada musyawarah nasional IV
majelis ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung dihotel sahid jaya, Jakarta pada 2225 agustus 1990. Berdasarkan amanat munas MUI ini dibentuklah kelompok kerja
untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil kerja kelompok ini adalah
dibentuknya PT Bank Muamalah Indonesia dengan ditandatangani akta pendiriannya
pada 1 november 1991 dengan total modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Dana
ini berasal dari presiden dan wakil presiden, juda dari 10 menteri Kabinet
pembangunan V, yayasan amal bakti muslim pancasila, yayasan dakab, yayasan
supersemar, yayasan dharmais, yayasan purna bakti pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad.
Pada 1 mei 1992 bank muamalah mulai beroperasi.
Pada awal berdiri, keberadaab PT Bank Muamalah Indonesia belum mendapat
perhatian yang optimal dalam tahapan industri perbankan nasional. Lahirnya undang-

Akuntansi Syariah

5

undang nomor 7 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil
diakomodasikan dan diakui keberadaanya, maka perbankan syariah mulai
menunjukkan prospeknya sangat bagus dan menanggapi beberapa pasal yang tersebut
dalam undang-unndang nomor 7 tahun 1992. pemerintah mengeluarkan peraturan
pemeritah (PP) Nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil
pada 30 oktober 1992 dan diundangkan pada 39 oktober 1992, ini Nomor 119 tahun
1992. Dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan bahwa bank umum atau bank
pekriditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil,
tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi
hasil, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena bank muamalat dan bank-bank perkriditan rakyat tidak
menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah, maka dibentuklah lembaga-lembaga
simpan pinjam yang disebut Baitul Maal wattam wil (BMT). Kemudian bank
muamalat mensponsori lokakarya ulama tentang reksada syariah oleh PT Danaresa
Investiment Management. Kemudian juga lahir pasal modal syariah, obligasi syariah
membuat perkembangan lembaga keuangan syariah tumbuh dan berkembang cepat
dengan hasil yang sangat menggembirakan menurut riset yang dilakukan oleh Karim
Business Consulting pada 2005 lalu menunjukkan bahwa total aset bank syariah di
indonesia diperkirakan akan lebih besar dari pada yang diperkirakan oleh bank
Indonesia. Total aset bank syariah diperkirakan akan mencapai antara 1,92% sampai
2,31% dari industri perbankan nasional. pertumbuhan yang cukup signifikan ini
disebabkan karena semakin baiknya kepastian disisi regulasi serta berkembangnya
pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah.
Lahirnya Undang-Undang nomor 7 tahun 1998 tentang perubahan undangundang nomor 1992 tentang perbankan yang diikuti dengan dikeluarnya sejumlah
ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan direksi bank Indonesia dan
peraturan ban Indonesia, telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi
pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan bank
Indonesia ini telah memberikan kesempatan untuk mengembangkan bank syariah

Akuntansi Syariah

6

dengan cara mempermudah memberi izin usaha dan mempermudah pembukaan
kantor cabang serta diperkenankan bank umum dapat dijalankan dua kegiatan usaha,
baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan
yang sesuai syariah, maka pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut
dalam UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan,yang secara implisit telah membuka
peluang kegiatan usaha perbankan syariah meskipun masih menggunakan istilah bank
bagi hasil. Dasar operasional bank bagi hasil kemudian secara rinci dijabarkan
dengan peraturan pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasrkan prinsip bagi
hasil. Selanjutnya ketentuan perundang-undangan tersebut telah dijadikan dasar
hukum beroperasinyya bank syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era
sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia.
Pada tahun 1998 dikeluarkan UU No. 10 tahun 1998 sebagai amademen dari
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang mmemberikan landasan hokum yang
lebih kuat bagi keberadaan system perbankan syariah. Berdasrkan UU No. 23 tahun
1999 yang selanjutnya diamademenkan dengan UU No. 3 2004 tentang bank
Indonesia yang memberikan kewenangan kepada bank Indonesia untuk dapat pula
menjalankan

tugasnya

berdasaran

prinsip

syariah.

Sementara

itu,

bank

Indonesia,sebagai bank sentral Republik Indonesia sekaligus selaku regulator dari
industri perbankan di Indonesia, secara internal telah membentuk satuan kerja khusus
(Biro perbankan Syariah yang selanjutnya berkembang menjadi direktorat perbankan
syariah) yang memfokuskan tugasnya bagi upaya pengembangan industri perbankan
syariah.
2.3.

Perkembangan Regulasi Bank Syariah Di Indonesia
Dewasa ini para pelaku ekonomi dunia telah mengakui ekonomi Islam sebagai

salah satu kekuatan yang memegang peranan penting dalam perputaran sumber
modal. Momen paling menentukan bagi perkembangan ekonomi Islam adalah

Akuntansi Syariah

7

didirikannya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang berpusat di
Jeddah yang dirancang untuk “menyaingi” Bank Dunia (The World Bank),
serta Asian Development Bank (ADB) yang dibentuk oleh negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), salah satunya Indonesia sebagai
pemegang saham dan Menteri Keuangan Indonesia yang ketika itu menjabat Dewan
Gubernur. Berdirinya IDB memicu berdirinya bank-bank Islam di seluruh dunia,
bahkan di kawasan Eropa. Di Timur Tengah, perbankan Islam bermunculan pada
paruh kedua tahun 70-an, misalnya Dubai Islamic Bank (1975), Kuwait Finance
House (1977), dan di Iran yang melakukan islamisasi perbankan secara nasional.

Sementara di negara-negara “Islam” di kawasan Asia Tenggara, perkembangan
perbankan syari’ah lebih baru dimulai era 80-an, ditandai dengan beroperasinya Bank
Islam

Malaysia

Berhad (BIMB)

pada

tahun

1983

dan Bank

Mu’amalat

Indonesia (BMI) pada tahun 1991.

Keberhasilan ekonomi Islam menjadi kekuatan baru ekonomi dunia, tidak
dapat dilepaskan begitu saja dari intervensi pemerintah di negara-negara tempat
tumbuh berkembangnya lembaga-lembaga perbankan dan keuangan syari’ah lainnya.
Dalam hal ini, pemerintah dengan otoritas yang dimilikinya berperan dalam membuat
instrument regulasi yang mengatur dan melindungi eksistensi lembaga-lembaga
tersebut. Bagaimana dengan Indonesia?
Sebagaimana diketahui, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia memiliki
karakter yang khas dan membedakannya dengan fenomena yang umumnya terjadi di
Negara lain. Kekhasan yang dimaksud adalah bahwa, jika perkembangan ekonomi di
Negara lain biasanya diawali dari perkembangan pemikiran baru kemudian diikuti
oleh terbentuknya lembaga-lembaga pendukungnya, cikal penggerak perkembangan
ekonomi Islam di Indonesia dimulai dari terbentuknya Bank Mu’amalat pada tahun
1991, sebagai bank milik pemerintah yang beroperasi murni secara syar’i. Berdirinya
BMI kemudian dibackup oleh keluarnya peraturan dalam bentuk Undang-Undang
No. 7 tahun 1992, yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Perbankan No.
10 tahun 1998, dimana dalam peraturan tersebut disebutkan adanya kemungkinan

Akuntansi Syariah

8

sebuah bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil atau bank syariah. Peluang
tersebut kemudain ditanggapo positif oleh pelaku pasar, terbukti dengan
bermunculannya lembaga-lembaga perbankan syari’ah Menurut data dari DSN
sampai dengan 13 Desember 2006 di Indonesia terdapat tiga bank umum
syariah, dua belas unit usaha syariah BPD, dan sembilan puluh BPRS. Sampai
dengan 13 Desember 2006 antara lain Bank Umum Syariah: Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia;Unit Usaha Syariah
BPD: Bank Jabar Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Riau Syariah, Bank Sumut

Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD NTB Syariah, Bank Sumsel
Syariah, Bank Kalbar Syariah, BPD DIY Syariah, BPD Kaltim Syariah, Bank Nagari
dan 90 BPR Syariah. (“Daftar Perbankan Syariah,”http://www.mui.or.id/DSN, akses
5 Januari 2007). Jumlah tersebut belum termasuk lembaga-lembaga keuangan mikro
syari’ah lainnya semacam BMT yang jumlahnya tidak terhingga.
Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa sebagai lembaga yang ”baru
saja” tumbuh, geliat perbankan syari’ah di Indonesia (dan umumya di negara-negara
lain yang menganut dual system bank), sangat rentan dan lemah manakala harus
berhadapan dengan hegemoni kekuatan konvensional. Faktanya hingga saat ini
menurut berbagai laporan, total aset perbankan syari’ah belum lagi mencapai 2 % dari
total dana perbankan nasional yang beredar di pasar. Ini artinya besar kemungkinan
bank syari’ah tergusur dari peta persaingan dengan perbankan konvensional.
Itulah sebabnya, instrumen regulasi yang dibutuhkan tidak cukup hanya
menjamin eksistensi perbankan syari’ah. Lebih dari itu, diperlukan instrumen regulasi
lain yang dapat mendukung percepatan perkembangannya agar dapat tercipta
kompetisi yang seimbang antara perbankan syari’ah dengan perbankan konvensional.
Sebab, perbankan apapun jenisnya adalah sebuah institusi yang tidak dapat berdiri
sendiri dan lepas dari dukungan institusi lainnya. Beruntung, beberapa waktu yang
lalu telah diterbitkan peraturan perundang-undangan tentang GCG danSukuk yang
sangat diperlukan oleh perbankan sari’ah. GCG merupakan instrumen yang menjamin

Akuntansi Syariah

9

terciptanya persaingan sehat antar korporasi, termasuk di dalamnya korporasi
perbankan.
Secara

yuridis

prinsip-prinsip

GCG

yang

telah

ditetapkan

oleh

BI

dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 dan diubah dalam Peraturan
Bank

Indonesia

No.

8/14/PBI/2006

tentang

Pelaksanaan Good

Corporate

Governance bagi Bank Umum., mencakup lima point, yaitu:

1. Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan
relevan mengenai perusahaan.
2. Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban
organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.
3. Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang
sehat.
4. Independensi

yaitu

pengelolaan

bank

secara

profesional

tanpa

pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
5. Kewajaran

yaitu

keadilan

hak stakeholders yang

timbul

dan

kesetaraan

berdasarkan

dalam

memenuhi

perjanjian

dan

hak-

peraturan

perundang-undangan yang berlaku.
Secara

operasional,

prinsip-prinsip

tersebut

dapat

dijabarkan

sebagai

berikut dalam perbankan syari’ah sebagai berikut:
1. Transparansi. Bank syariah harus menyampaikan informasi secara tepat
waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat dibandingkan. Informasi tersebut
juga harus mudah diakses stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Akuntabilitas. Bank syariah harus menetapkan tanggung jawab yang jelas
dari setiap komponen organisasi dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha,
serta strategi perusahaan. Setiap komponen organisasi mempunyai kompetensi

Akuntansi Syariah

10

sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Mereka harus dapat
memahami perannya dalam pelaksanaan GCG. Selain itu, bank syariah harus
memastikan ada tidaknyacheck and balance dalam pengelolaan bank. Bank
syariah harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajarannya berdasarkan
ukuran yang disepakati secara konsisten sesuai dengan nilai perusahaaan,
sasaran usaha, dan strategi bank, serta memiliki reward and punishment
system.

3. Pertanggungjawaban.

Artinya,

bank

syariah

harus

memegang

prinsip prudential banking practices. Prinsip tersebut harus dijalankan sesuai
dengan

ketentuan

usahanya. Bank

yang
juga

berlaku
harus

agar
mampu

tetap

terjaga

bertindak

kelangsungan
sebagai good

corporate citizen (perusahaan yang baik).

4. Independensi. Bank syariah harus mampu menghindari terjadinya dominasi
yang tidak wajar oleh stakeholders. Pengelola bank tidak boleh terpengaruh
oleh kepentingan sepihak. Ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan
kepentingan
5. Kewajaran. Disamping bank syariah harus memperhatikan kepentingan
seluruh stakeholdersberdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran, bank syariah
juga perlu memberikan kesempatan kepadastakeholders untuk memberikan
masukan bagi kepentingan bank sendiri serta memiliki akses terhadap
informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
Dengan begitu, bank syariah dituntut untuk melakukan kinerja yang baik sebagai
cerminan dari kegiatan yang islami. (Menata Bank dengan Good Corporate
Governance” (BEI News Edisi 19 Tahun V, Maret-April 2004). Dengan lahirnya

instrumen-instrumen tersebut, diharapkan lembaga perbankan syari’ah di Indonesia
dapat tumbuh berkembang dengan pesat dan berdiri sejajar dengan lembaga
perbankan konvensional.

Akuntansi Syariah

11

Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

2.4.

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional - Bank Syariah adalah
sebuah lembaga perbankan yang pada prinsipnya berpegang pada syariat Islam,
mempunyai

sistem

operasi

di

mana

ia

tidak

mengandalkan

pada

bunga. sedangkan Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Nah, di sini terkadang banyak orang yang bertanya apa perbedaan bank
syariah dengan bank konvensional? Kalau menurut saya pribadi perbedaan pokoknya
bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan
bank kovensional justru kebalikannya. namun, untuk lebih jelas dan tau apa saja
bedanya kedua bank tersebut simak pernyataan berikut ini :
a. Bank Syariah
1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah
SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai
ajaran Islam
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta
nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
3. Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan
pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah
sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,
prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham,
Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
5. Prinsip bagi hasil:


Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi

Akuntansi Syariah

12



Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang



diperoleh



pendapatan



Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah

Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek
itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama
oleh kedua belah pihak

b. Bank Konvensional
1. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh
imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang
saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga
simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain
pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang
rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga
pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank
konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola
Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang
bertolak belakang
3. Sistem bunga:


Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu



untung untuk pihak Bank



dipinjamkan.



berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik

Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang

Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan

Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
Islam

Akuntansi Syariah

13



Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

2.5.

Perkembangan Produk Perbankan Syariah
Produk-produk keuangan/perbankan syariah dirumuskan sebagai kristalisasi

dari tujuan ekonomi syariah yaitu kesejahteraan kemanusiaan.produk-produk
perbankan syariah secara garis besar dibagi dua yaitu bersifat profit motive dan yng
bersifat social motive dan yang bersifat. Keduanya memiliki keterkaitan dan saling
mendukung. Dalam operasionalnya perbankan syariah selain mengelola dana-dana
bersifat investasi dan titipan juga mengelola sumber dana sosial seperti dana ZISW
(zakat, infaq, sedekah, dan waqaf). Dana-dana tersebut disalurkan sesuai dengan
prinsip syariah yang secara formal harus memenuhi standar fatwa yang berlaku.
Dengan demikian, perbankan syariah secara prinsip keuangan menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi keungan dalam menunjang proses pembangunan
dengan dimensi penyampaian yang lebih luas karena berpotensi menjangkau
golongan masyarakat yang selama ini dikategorikan sebagai “unbankable”.
Dari tahun ketahun jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah terus bertambah.sampai dengan akhir tahun 2006. industri
perbankan syariah di Indonesia telah memiliki 3 bank umum syariah (BUS), 20 unit
usaha syariah (UUS) dan 105 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Sejalan
dengan berjumlahnya bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga
mengalami peningkatan yang signifikan. Sampai dengan akhir 2006, jumlah jumlah
kantor bank syariah (termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan unit
pelayanan syariah) bertambah 40 kantor dari 596 kantor pada akhir tahun
2005.ditinjau dari penyebarannya, jaringan kantor perbankan syariah kini telah
ditinjau dari penyebarannya, jaringan kantor perbankan syariah kini telah menjangkau
masyarakat lebih dari 70 kabupaten/kodya di 31 provinsi. Jumlah tersebut belum
termasuk jaringan kantor cabang bank konvesional penyedia layanan syariah
sebanyak 456 kantor yang umumnya baru beroperasi pada semester kedua tahun

Akuntansi Syariah

14

2006. Hal ini mengindikasikan para pemilik dana masih melihat potensi yang cukup
tinggi untuk pengembangan perbankan syariah, khususnya ke wilayah-wilayah
potensial di luar ibu kota provinsi.
Aset perbankan syariah juga tumbuh dengan pesat dari Rp. 479 milyar pada
tahun 1998 menjadi Rp. 2.781 milyar pada tahun 2001. meskipun kontribusinya
terhadap total asset perbankan nasional masih relatif kecil (penetrasi asset 0,26%),
asset perbankan syariah mampu mencapai pertumbuhan 74 % pertahun selama
periode 1998 – 2001. Dana pihak ketiga meningkat dengan cepat dari Rp. 392 milyar
menjadi Rp. 1.806 milyar dan rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga hanya
turun sedikit 117 % pada tahun 1998 menjadi 113 % tahun 2001. Sampai tahun 2002,
industri perbankan syariah memiliki 88 institusi (2 bank umum syariah, 5 bank umu
konvensional yang memiliki cabang syariah, dan 81 BPRS) dengan jumlah jaringan
kantor sebanyak 136 yang tersebar di 20 propinsi. Hingga akhir tahun 2005, terdapat
3 bank umum syariah dan 16 unit usaha syariah.

Akuntansi Syariah

15

BAB. 3
PEMBAHASAN
3.1.

Profil Perusahaan

Visi
Menjadi 5 Bank Umum Syariah terbesar, sehat dan berkinerja baik di Indonesia.
Misi
1. Memberikan layanan perbankan syariah secara amanah dan profesional.
2. Mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui peningkatan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
3. Memberikan nilai tambah bagi stakeholder
3.2.

Sekilas Tentang Bank BJB
Bank BJB (dahulu dikenal dengan Bank Jabar Banten) adalah bank BUMD

milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten yang berkantor pusat di Bandung.
Bank ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1961 dengan bentuk perseroan terbatas (PT),
kemudian dalam perkembangannya berubah status menjadi Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD). Saat ini Bank BJB memiliki 62 Kantor Cabang, 304 Kantor Cabang
Pembantu, 140 Kantor Kas, 987 ATM BJB, 103 Payment Point, 4 Kantor Wilayah,
dan 473 Waroeng BJB.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk menjadi bank
devisa sejak tanggal 2 Agustus 1990. Dirut Bank BJB saat ini adalah Bien
Subiantoro.
Pendirian BPD Jawa Barat dilatarbelakangi oleh Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33/1960 tentang penentuan perusahaan di Indonesia milik
Belanda yang dinasionalisasi. Salah satu perusahaan milik Belanda yang

Akuntansi Syariah

16

berkedudukan di Bandung yang dinasionalisasi adalah De Erste Nederlansche
Indische Shareholding N.V., sebuah bank hipotek.
Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya PP tersebut, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dengan Akta Notaris Noezar nomor 152 tanggal 21 Maret 1961 dan
nomor 184 tanggal 13 Mei 1961 dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur
Provinsi Jawa Barat nomor 7/GKDH/BPD/61 tanggal 20 Mei 1961, mendirikan PD
Bank Karya Pembangunan Daerah Jawa Barat dengan modal dasar untuk pertama
kali berasal dari kas daerah sebesar Rp 2.500.000,00.
Untuk menyempurnakan kedudukan hukum Bank Karya Pembangunan
Daerah Jawa Barat, dikeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11/PDDPRD/72 tanggal 27 Juni 1972 tentang kedudukan hukum Bank Karya Pembangunan
Daerah Jawa Barat sebagai perusahaan daerah yang bergerak di bidang perbankan.
Selanjutnya melalui Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 1/DP040/PD/1978 tanggal 27 Juni 1978, nama PD Bank Karya Pembangunan Daerah
Jawa Barat diubah menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat.
Pada tahun 1992, aktivitas Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
ditingkatkan menjadi bank umum devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 serta berdasarkan Perda
Nomor 11/1995 dengan sebutan Bank Jabar beserta logo baru.
Dalam rangka mengikuti perkembangan perekonomian dan perbankan, maka
berdasarkan Perda Nomor 22/1998 dan akta pendirian nomor 4 tanggal 8 April 1999
berikut akta perbaikan nomor 8 tanggal 15 April 1999 yang telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 16 April 1999, bentuk hukum Bank
Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Untuk memenuhi permintaan masyarakat akan terselenggaranya jasa layanan
perbankan yang berlandaskan syariah, maka sesuai dengan izin Bank Indonesia

Akuntansi Syariah

17

Nomor 2/18/DpG/DPIP tanggal 12 April 2000, terhitung sejak tanggal 15 April 2000,
Bank Jabar menjadi BPD pertama di Indonesia yang menjalankan sistem perbankan
ganda dengan memberikan layanan perbankan secara konvensional dan syariah.
Pada bulan Juli 2010, Bank BJB menjadi BPD pertama di Indonesia yang
melantai saham di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat tanggal 3
Juli 2007 di Bogor, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.
9/63/KEP.GBI/2007 tanggal 26 November 2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas
Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat menjadi Izin Usaha Atas Nama PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta SK Direksi Nomor
1065/SK/DIR-PPN/2007 tanggal 29 November 2007 maka nama perseroan berubah
menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten dengan sebutan Bank
Jabar Banten
Berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS- LB)
PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten Nomor 26 tanggal 21 April
2010, sesuai dengan Surat Bank Indonesia No.12/78/APBU/Bd tanggal 30 Juni 2010
perihal Rencana Perubahan Logo serta Surat Keputusan Direksi Nomor
1337/SK/DIR-PPN/2010 tanggal 5 Juli 2010, maka perseroan telah resmi berubah
menjadi bank BJB.
Pada saat pendirian bank bjb syariah memiliki modal disetor sebesar
Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham bank bjb syariah
dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. dan PT
Global Banten Development, dengan komposisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
Barat dan Banten Tbk. sebesar Rp.495.000.000.000 (empat ratus sembilan puluh lima
milyar rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar Rp.5.000.000.000 (lima
milyar rupiah).

Akuntansi Syariah

18

Pada tanggal 6 Mei 2010 bank bjb syariah memulai usahanya, setelah
diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS tertanggal 30
April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari Divisi/Unit Usaha
Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang menjadi
cikal bakal bank bjb syariah.
Kemudian, pada tanggal 21 juni 2011, berdasarkan akta No 10
tentang penambahan modal disetor yang dibuat oleh Notaris Popy Kuntari Sutresna
dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
nomor AHU-AH.01.10-23713 Tahun 2011 tanggal 25 Juli 2011, PT Banten Global
Development menambahkan modal disetor sebesar Rp. 7.000.000.000 (tujuh milyar
rupiah), sehingga saham total seluruhnya menjadi Rp. 507.000.000.000 (lima ratus
tujuh milyar rupiah), dengan komposisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten Tbk. sebesar Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima
milyar rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar Rp.12.000.000.000 (dua
belas milyar rupiah).
Pada tanggal 31 Juli 2012, berdasarkan akta nomor 27 perihal Pelaksanaan
Putusan RUPS Lainnya Tahun 2012, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten, Tbk dan PT Banten Global Development menambahkan model disetor
sehingga total modal PT Bank Jabar Banten Syariah menjadi sebesar Rp
609.000.000.000,- (enam ratus sembilan milyar rupiah), dengan komposisi PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk sebesar Rp 595.000.000.000,(lima ratus sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT Banten Global Development
sebesar Rp 14.000.000.000,- (empat belas milyar rupiah)
Hingga saat ini bank bjb syariah berkedudukan dan berkantor pusat di Kota
Bandung, Jalan Braga No 135, dan telah memiliki 8 (delapan) kantor cabang,
44 (empat puluh empat) kantor cabang pembantu, 54 (empat puluh enam) jaringan
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di daerah Propinsi Jawa Barat, Banten
dan DKI Jakarta dan 49.630 jaringan ATM Bersama. Pada tahun 2013 diharapkan

Akuntansi Syariah

19

bank bjb semakin memperluas jangkauan pelayanannya yang tersebar di daerah
Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta serta untuk kawasan yang baru yaitu
Surabaya.
Penghargaan (Award) :
1. Banking Efficiency Award 2011,Harian Bisnis Indonesia

Gambar 1.1 : Penyerahan Penghargaa Banking Effisiency Award 2011

2. The Most Succesfull Inovative Product, Karim Business Consulting

Gambar 1.2 : Penyerahan The Most Successful Innovative Product

3. “GOOD” Service Perfomance, CALL CENTER AWARD 2012 for service
excellence

Gambar 1.3 : Piagam Good Service Performance, Call Center Award 2012

Akuntansi Syariah

20

Analisa Gadai Emas Pada Bank Jabar Banten Syariah

3.3.

Bank Jabar Banten me;uncurkan produk gadai emas (rahn) pada tahun 2004
bulan Maret tepatnya tanggal 1 Muharram 1424 H. Nama lain dari gadai emas pada
Bank Jabar Banten Syariah adalah pinjaman multiguna dengan jaminan barang emas.
Yang merupakan salah satu produk unggulan Bank Jabar Banten Syariah untuuk
melayani masyarakat yang membutuhkan pinjaman dengan proses cepat. Pinjaman
gadai emas Bank Jabar Banten Syariah didasarkan pada akan Qordh yaitu pinjaman
tanpa kelebihan dari pinjaman tersebut. Resiko dari gadai syariah ini terletak pada
penilaian penaksir emas selaku ujung tombak pada saat pengujian berlangsung.
Alasan berdirinya produk gadai syariah (rahn) di Bank Jabar Banten adalah sebagai
berikut :
1) Karena masyarakat Jabar pada umumnya berinvenstasi dengan emas dan
40% diantaranya menabung emas. Sehingga karena keberhasilannya di Jawa
Barat, Bank Jabar Banten mempunyai maksud yang sama di Surabaya dan
sekitarnya dan sebagai acuan keberhasilan Bank Jabar Banten Syariah dalam
pendirian kantor cabang antar daerah di Indonesia.
2) Dari sisi bisnis nilai emas kebal dengan inflasi yang mengakibatkan harga
emas tersebut menjadi naik.
3) Dari sisi resiko bank akan aman karena liquiditas aman.
4) Pangsa pasar cukup besar yaitu hampir >14 Triliun, sehingga akan menjadi
potensi yang bagus dan belum pernah mengalami kerugian.
Adapun landasan dari berdirinya produk gadai syariah (rahn) di Bank Jabar
Banten Syariah adalah sebagai berikut :
a) Hukum positif perdata 1150-1160 tentang gadai
b) UU Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008 (Secara alami Bank Syariah boleh
membentuk sebuah produk rahn yang kemudian ada anti monopoli)
c) Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25 dan No. 26 tahun 2002

Akuntansi Syariah

21

d) Fiqih Mahzab
Gadai emas Syariah ini dapat dimanfaatkan oleh Anda yang membutuhkan
dana jangka pendek dan keperluan yang mendesak. Misalnya menjelang tahun ajaran
baru, hari raya, kebutuhan modal kerja jangka pendek dan sebagainya.
 Keunggulan :

 Cepat, karena keseluruhan proses hanya memakan waktu kurang dari 30
menit. Mudah, karena dengan prosedur yang sederhana dan diperuntukkan
untuk segenap lapisan masyarakat.

 Murah, karena tarif penitipan ditetapkan harian dan tidak dikaitkan dengan
nominal pembiayaan.

 Berkah, karena dikelola secara syariah dan tanpa atau tidak menggunakan
bunga.

 Fasilitas Yang diberikan :

 Diberikan ATM

 Mendapatkan referensi untuk melakukan kemudahan dalam pembiayaan lain
 Mendapatkan asuransi untuk barang yang digadaikan
 Persyaratan:

 Memiliki bukti identitas yang jelas dan masih berlaku
 Menyerahkan barang angunan

 Membuka rekening di Bank Jabar Banten Syariah dengan saldo minimum Rp.
50.0000,- (tetapi tidak diwajibkan)

 Tarif Gadai:

 Biaya meterai (Rp 6.000,-)
 Bebas biaya administrasi

Perkembangan gadais yariah (rahn) pada Bank Jabar Banten Syariah ini sangatlah
pesat. Dari awal berdirinya produk ini hingga sekarang telah mempunyai jumlah
nasabah yang sangat banyak yaitu sekitar 1920 nasabah per Juli 2010. Pencapaian
dari target segmentasi pasarnya sudah tercapai, yaitu dari kalangan menengah

Akuntansi Syariah

22

kebawah (middlelow) dan tahun kedepan mulai mulai diarahkan kesegmentasi middle
up dengan arah berinvestasi dalam emas.Dan juga perkembangan outstandingqardnya

telah mencapai kurang lebih sekitar 19 M. Adapun data perkembangan gadai syariah
(rahn) pada Bank Jabar Banten Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1 : Data Perkembangan Gadai Syariah iB Maslahah Secara Tabel

3.4.

Mekanisme dan Prosedur Transaksi Gadai Syariah pada Bank
Jabar Banten Syariah
Mekanisme gadai syariah (rahn) atau Pinjaman Gadai Emas di Bank Jabar

Banten Syariah adalah berasal dari modal sendiri dan didasarkan pada tiga akad.
Diantaranya yaitu, (1) Qordh, yaitu pinjaman tanpa kelebihan dari pinjaman tersebut.
(2) Rahn, yaitu menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. (3) Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barangnya sendiri.
Salah satu syarat nasabah mendapatkan pinjaman multiguna tersebut adalah
dengan menyertakan agunan berupa barang emas boleh perhiasan atau barang lainnya
misalnya coin emas dan perhiasan lainnya yang terbuat dari emas minimal seharga
Rp. 1.000.000,- atau seberat 4 gram 16 karat emas.

Akuntansi Syariah

23

Kemudian nasabah tersebut melampirkan kartu identitasnya yang berupa
KTP/SIM. Dan membuka rekening di Bank Jabar Banten Syariah dengan saldo
minimum Rp. 50.000,-. Namun hal ini tidak diwajibkan.
Setelah syarat tersebut dipenuhi oleh nasabah maka barang agunan atau emas
atau perhiasan yang dibawa nasabah ditaksir oleh penaksir dengan manggunakan tes
uji. Yaitu memakai jarum uji emas dan metode berat jenis. Kemudian penaksir
memberikan nilai taksiran dari harga emas tersebut.
Nasabah berhak mendapatkan pinjaman maksimal sebesar 85% (untuk coin
dan perhiasan) dan 90% (untuk emas batangan) dari nilai taksiran barang emas.
Nasabah cukup membayar biaya sewa tempat penyimpanan emas tersebut di Bank
Jabar Syariah dengan biaya relatif murah sebesar Rp. 3.750,- /gram per bulan yang
dibayar di awal akad. Atau sama dengan beban biaya ujrah 1.2%. 3
Dana pinjaman atau utang (marhun bih) umumnya diberikan dengan cara
tunai atau langsung. Namun dengan ketentuan jika marhun bih dibawah Rp.
5.000.000,-, maka dana tersebut dapat diambil secara langsung atau tunai dan bisa
juga melalui pemindahbukuan. Sesuai dengan akad yang berlangsung. Sedangkan
untuk marhun bih

diatas Rp. 5.000.000,-, maka dana tersebut wajib dilakukan

dengan cara pemindahbukuan dengan alasan keamanan.
Masa pinjaman maksimal selama 1 bulan dan dapat diperpanjang sesuai
dengan akad. Bila pada saat jatuh tempo ditambah masa tenggang selama 7 hari
nasabah tidak dapat melunasi pinjamanya, maka nasabah dapat melakukan
perpanjangan sebelum melewati masa tenggang dengan membayar kembali biaya
sewa penyimpanan barang emas, atau bersama-sama Bank Jabar Syariah barang
jaminan emas milik nasabah dapat dijual dan hasilnya digunakan untuk melunasi
kewajibannya kepada Bank Jabar Syariah. Bila hasil penjualan tersebut lebih tinggi
dari jumlah kewajiban nasabah maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah,
sedangkan bila hasil penjualan barang emas lebih kecil dari jumlah kewajiban, maka

Akuntansi Syariah

24

tetap menjadi hutang Nasabah kepada Bank Jabar Syariah. Terdapat pula biaya masa
tenggang yaitu sebesar Rp. 1000/gr/15 hari.
Barang gadai (marhun) selama perjanjian berlangsung statusnya hanya
disimpan saja dan tidak dimanfaatkan oleh pihak manapun. Emas tersebut di simpan
didalam hasanah atau lemari besi yang anti api dengan menggunakan CCTV dan juga
menggunakan 2 kunci yang dipegang oleh 2 orang pula. Serta di lindungi oleh
asuransi guna meninimalisir resiko yang akan terjadi. Standar operasional prosedur
produk gadai syariah di Bank Jabar Banten Syariah ini dijalankan dengan konsep
yang berdasarkan atau berlandaskan pedoman dari Bank Jabar Banten Syariah pusat
melalui pedoman atau petunjuk mengenai pegadaian syariah. Dan dari strategi produk
dan pemasarannya dengan cara promosi melalui siaran di Radio menyebarkan brosur
di pasar dan masjid atau pengajian.Pangsa pasrnya adalah pedagang kecil yang
memerlukan ada cepat guna meningkatkan modal kerjanya.
Contoh Kasus:
Bapak Endang menggadaikan emas batangannya seberat 100 gr 24 karat selama 2
bulan. Harga pasaran emas Rp.350.000,-. Maka pelunasannya adalah sebagai berikut:
Diket :

Gadai emas = 100gr (24 karat)
Harga pasaran emas = Rp. 350.000,Taksiran pembiayaan = 100gr x Rp. 350.000,- x 24/24 karat = Rp. 35.000.000,Max. Pinjaman emas 24 karat 90% = Rp. 35.000.000,- x 90% = Rp. 31.500.000,Biaya ijarah perhari per gr = Rp. 3.750,Jawab:

Biaya penitipan atau ujrah = 100gr x Rp. 3.750,- x 2 bulan = Rp.750.000,Maka biaya ujrahnya selama 2 bulan adalah sebesar Rp. 750.000,- dan dibayar
langsung pada awal transaksi. Disertai dengan biaya materai Rp. 6.000,-

Akuntansi Syariah

25

3.5.

Konsep dan Aplikasi Gadai Syariah Pada Bank Jabar Banten
Syariah Cabang Surabaya Berdasarkan Ketentuan Umum Fatwa
Dewan Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn

No.

Ketentuan Umum

Bank BJB Syariah

Pemenuhan Rukun
1. Rahin (Penggadai)
1

2.
3.
4.
5.

Murtahin (Penerima Gadai)
Marhun (Barang Gadai)
Marhun Bih (Utang)
Shighat (Ijab Qabul)

1. Segmentasi Pasar : Pedagang kecil,
UMKM
2. BJB Syariah
3. Emas, koin, dan perhiasan lainnya
4. Pemindah bukuan dan tunai
5. Menggunakan surat kesepakatan
(surat gadai bermaterai)
Disimpan atau tidak dimanfaatkan

2

Pemanfaatan Barang Gadai

3

Pemeliharaan dan Penyimpanan Lemari besi dengan dua kunci, CCTV,
dan diasuransikan syariah
Barang Gadai


4

Ketentuan Biaya





Emas = Rp 1.000.000/ seberat 4 gr
16 karat
Ujrah = sebesar Rp 3.750/ gr per
bulan
Taksiran = emas batangan sebesar
90%, koin/perhiasan lainnya
sebesar 85%

Akuntansi Syariah

26

Penjualan Barang Gadai

1. Peringatan kepada nasabah

1. Telepon dan surat

2. Prosedural lelang

2. Bank bersama nasabah menjual
emas tsb

3. Pengambilan biaya dari
hasil lelang

3. Biaya pinjaman dan denda

4. Kelebihan hasil penjualan

4. Diberikan ke nasabah setelah

5

dikurangi biaya pinjaman dan
denda

Tabel 1.2 : Ketentuan Umum Gadai di Bank BJB Syariah

3.6.

Perkembangan Produk Gadai Syariah Pada Bank Jabar Banten
Syariah

1. Dilihat