Karakteristik Penderita TB MDR (Tuberculosis Multidrug Resistance) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di

berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran
selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan
terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari
(Price, 2002).
2.1.1

Penemuan Pasien
Penemuan pasien TB Resistan Obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang


dimulai dengan penemuan suspek TB Resistan Obat menggunakan alur penemuan
baku, dilanjutkan proses penegakan diagnosis TB Resistan Obat dengan
pemeriksaan dahak, selanjutnya didukung juga dengan kegiatan edukasi pada
pasien dan keluarganya supaya penyakit dapat dicegah penularannya kepada
orang lain. Semua kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penemuan pasien TB
Resistan Obat dalam Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat harus
dicatat dalam buku bantu rujukan suspek TB MDR, formulir rujukan suspek TB
MDR dan formulir register suspek TB MDR (TB 06 MDR) sesuai dengan fungsi
fasyankes.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2

Resistensi terhadap Obat Anti TB (OAT)
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana

kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. Terdapat 5 kategori resistansi
terhadap obat anti TB, yaitu:
a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid

(H)
b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid
(H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol (HE),
rifampicin ethambutol (RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin (HES),
rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES).
c. Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin,
dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE,
HRES.
d. Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah
salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
e. Total Drug Resistan (Total DR): Resistansi terhadap semua OAT (lini
pertama dan lini kedua) yang sudah dipakai saat ini.
2.1.3 Suspek TB Resisten Obat
Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
yang memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini:
a. Pasien TB kronik
b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi

Universitas Sumatera Utara


c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS
d. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian
sisipan.
f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
g. Pasien TB yang kembali setelah lalai berobat/default
h. Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT
Definisi kasus TB tersebut di atas mengacu kepada Buku Pedoman Nasional
Penanggulangan TB (Kemenkes, 2011) :
a. Kasus kronik yaitu pasien TB dengan hasil pemeriksaan masih BTA
(Basil Tahan Asam) positif setelah selesai pengobatan ulang dengan
paduan OAT kategori-2. Hal ini ditunjang dengan rekam medis
sebelumnya dan atau riwayat penyakit dahulu.
b. Kasus gagal pengobatan yaitu pasien baru TB BTA positif dengan
pengobatan kategori 1 yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Pengertian lainnya
yaitu, pasien baru TB BTA negatif, foto toraks positif dengan
pengobatan kategori 1, yang hasil pemeriksaan dahaknya menjadi

positif pada akhir tahap awal.
c. Kasus kambuh/ relaps yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau

Universitas Sumatera Utara

pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak mikroskopis dan biakan positif.
d. Pasien kembali setelah lalai berobat yaitu pasien yang kembali berobat
setelah lalai paling sedikit 2 bulan dengan pengobatan kategori 1 atau
kategori 2 serta hasil pemeriksaan dahak menunjukkan BTA positif.
Gambar 1. Alur Rujukan Suspek TB Resistan Obat dan Formulir yang
Digunakan

2.2

Penegakan Diagnosis

2.2.1


Strategi Diagnosis TB MDR
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan

dengan metode standar yang tersedia di Indonesia:
a. Metode konvensional
Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/ LJ) atau media cair (MGIT).
b. Tes Cepat (Rapid Test).

Universitas Sumatera Utara

Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert.
Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis yang dilaksanakan adalah pemeriksaan
untuk obat lini pertama dan lini kedua.
2.2.2

Prosedur Dasar Diagnostik Untuk Suspek TB MDR

a. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini
kedua bersamaan dengan OAT lini pertama:
1. Kasus TB kronis

2. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non DOTS Suspek TB
yang mempunyai riwayat kontak erat dengan kasus TB XDR konfirmasi.
b. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua setelah
terbukti menderita TB MDR :
1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
2. Pasien pengobatan kategori 1 yang gagal
3. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian
sisipan
4. Pasien kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
5. Pasien yang berobat kembali setelah lalai berobat/default, kategori 1 dan
kategori 2
6. Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
7. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon terhadap pemberian OAT
c. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua atas indikasi
khusus :

Universitas Sumatera Utara

1. Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah bulan ke
empat pengobatan menggunakan paduan obat standar yang digunakan

pada pengobatan TB MDR.
2. Pasien yang mengalami rekonversi biakan menjadi positif kembali
setelah pengobatan TB MDR bulan ke empat.
Sambil menunggu hasil uji kepekaan M.tuberculosis di laboratorium
rujukan TB MDR, maka suspek TB MDR akan tetap meneruskan pengobatan
sesuai dengan pedoman penanggulangan TB Nasional di tempat asal rujukan,
kecuali pada kasus kronik, pengobatan sementara tidak diberikan. Suspek TB
MDR tersebut akan diberikan penyuluhan tentang pengendalian infeksi.
2.2.3

Diagnosis TB Resisten Obat

a. Diagnosis TB Resistan Obat

dipastikan berdasarkan uji

kepekaan

M.tuberculosis, baik secara metode konvensional dengan menggunakan


media padat atau media cair, maupun metode cepat (rapid test).
b. Untuk keperluan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis, suspek
TB Resistan Obat diambil dahaknya dua kali, salah satu harus „dahak pagi
hari‟.
2.2.4

Pemeriksaan Laboratorium
Semua fasyankes yang terlibat dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu

Pengendalian TB Resistan Obat merujuk semua suspek TB MDR ke laboratorium
rujukan DST dengan melalui fasyankes Rujukan TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Pemeriksaan mikroskopis: Pemeriksaan mikroskopis kuman tahan asam (BTA)
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis dilaksanakan untuk:
a. Pemeriksaan pendahuluan pada suspek TB MDR, yang dilanjutkan dengan
biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.

b. Pemeriksaan dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-waktu tertentu
selama masa pengobatan, diikuti dengan pemeriksaan biakan, untuk
memastikan bahwa M.tuberculosis sudah tidak ada lagi.
2. Biakan M. tuberculosis
Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah dibanding media
cair, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu 3-8 minggu. Sebaliknya bila
menggunakan media cair hasil biakan sudah dapat diketahui dalam waktu 1-2
minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal. Kualitas proses biakan M.
tuberculosis yang dilakukan di laboratorium sangat menentukan. Proses yang

tidak mengikuti prosedur tetap, termasuk pembuatan media, pelaksanaan biakan,
dapat mempengaruhi hasil biakan, misalnya: proses dekontaminasi yang
berlebihan atau tidak cukup, kualitas media yang tidak baik, cara inokulasi kuman
dan suhu inkubasi yang tidak tepat.
Kesalahan laboratorium seperti kesalahan pemberian identifikasi (label) dan
kontaminasi silang diantara spesimen dapat mengakibatkan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Mengacu kepada semua tersebut di atas, hasil pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


laboratorium harus selalu dikaitkan dengan kondisi klinis pasien; bilamana perlu
pemeriksaan laboratorium dapat diulang.
Hasil pemeriksaan biakan dengan media padat dicatat sesuai dengan pertumbuhan
koloni sebagai berikut :

3. Uji kepekaan M.tuberculosis terhadap OAT:
Saat ini uji kepekaan terhadap M.tuberculosis dapat dilakukan dengan cara
konvensional dan cara cepat. Cara konvensional Indonesia telah mempunyai 5
laboratorium yang telah disertifikasi dan selalu mengikuti secara aktif PME oleh
laboratorium supra nasional Indonesia (IMVS Adelaide, Australia). Ketepatan uji
kepekaan M.tuberculosis yang dilakukan dalam kondisi optimum bergantung
kepada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama, ketepatan tertinggi untuk
rifampisin (R) dan isoniazid (H) disusul untuk streptomisin (S), dan etambutol
(E). Sementara itu uji kepekaan M. tuberculosis untuk pirazinamid (Z) tidak
dianjurkan karena tingkat kepercayaan dan keterulangannya belum terjamin.
Untuk

uji


kepekaan

M.tuberculosis

terhadap

OAT

lini

kedua,

aminoglikosida dan fluorokuinolon mempunyai tingkat kepercayaan dan
keterulangan baik. Data tentang tingkat kepercayaan dan keterulangan untuk OAT
lini kedua yang lain masih sangat terbatas bahkan ada yang belum dapat
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis secara cepat (rapid test) sudah
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penapisan. Metode yang
tersedia adalah :
a. Line probe assay (LPA):
1. Pemeriksaan molekuler yang didasarkan pada PCR
2. Dikenal sebagai Hain test/ Genotype MDRTB plus
3. Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih 24 jam.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosis
yang resistan terhadap rifampisin (R) ternyata juga resistan terhadap
isoniazid (H) sehingga tergolong TB-MDR.
b. Gene Xpert.
1. Merupakan tes molekuler berbasis PCR.
2. Merupakan tes amplifikasi asam nukleat secara automatis sebagai sarana
deteksi TB dan uji kepekaan untuk rifampisin.
3. Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam.
Pemanfaatan hasil tes cepat untuk penetapan diagnosis dan pengobatan pasien TB
MDR disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan keputusan dari TAK.
2.2.5

Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB MDR
a. Klasifikasi TB MDR (berdasarkan lokasi) :
1. Paru
Apabila kelainan ada di dalam parenkim paru.
2. Ekstra Paru
Apabila kelainan ada di luar parenkim paru.

Universitas Sumatera Utara

b. Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasar
riwayat pengobatan sebelumnya, sebagai berikut :
2.3

Etiologi
Bakteri penyebab TB Paru ini memiliki ukuran 0,5-4 mikron × 0,3-0,6

mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, tidak mempunyai
selubung tetapi memiliki lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (Widoyono,
2005).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam HCL dan alkohol sehingga disebut Basil Tahan
Asam (BTA) (Aditama, 2002). Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan
dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri ini mati pada pemanasan 100ºC selama
5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit. Bakteri ini tahan selama
1-2 jam di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap, namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2005).
2.4

Patogenesis
TB ditularkan melalui udara secara langsung, yaitu melalui hubungan

dekat antara penderita dengan orang yg tertular, misalnya berada di dalam satu
ruangan kerja atau kamar tidur. Droplet yang mengandung basil TB yang keluar
bersamaan dengan batuk, melayang di udara hingga kurang lebih dua jam,
tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tersebut terhirup oleh
orang yang sehat, droplet tersebut akan terdampar pada dinding sistem
pernapasan. Droplet yang masuk memiliki ukuran yang berbeda-beda, droplet
yang berukuran besar akan menetap di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

droplet yang berukuran kecil akan masuk ke alveoli di lobus manapun; tidak ada
predileksi lokasi terdamparnya droplet berukuran kecil (Djojodibroto, 2012).
2.5

Gejala Klinis
Gambaran klinik TB Paru dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala

sistemik dan gejala respiratorik.
2.5.1

Gejala Sistemik

a.

Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB Paru, biasanya timbul pada

sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang hilang
timbul dan makin panjang masa serangannya, demam dapat mencapai suhu tinggi
yaitu 40º- 41ºC.
b.

Malaise
TB Paru bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak

badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, sakit kepala,
mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
2.5.2

Gejala Respiratorik

a. Batuk
Batuk akan timbul ketika penyakit telah mengenai bronkus, dan batuk
mula-mula disebabkan karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat terjadi
peradangan pada bronkus sehingga terjadi batuk yang produktif, batuk ini dapat
terjadi 2 sampai 3 minggu.

Universitas Sumatera Utara

b. Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah, berat ringannya
batuk darah yang timbul tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah dapat juga terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh, hal
ini disebabkan oleh robekan jaringan paru. Pada keadaan ini dahak sering tidak
mengandung basil tahan asam (negatif).
c. Sesak Nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang cukup luas, pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapat.
d. Nyeri Dada
Gejala ini biasanya ditemukan pada penderita yang mempunyai keluhan
batuk kering (non produktif) dan nyeri ini akan bertambah bila penderita batuk,
gejala ini timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
2.6

Epidemiologi

2.6.1

Distribusi Penderita TB MDR

a. Menurut Orang
Data pada resistensi obat dikelompokkan berdasarkan kelompok usia dan
jenis kelamin dapat memberikan wawasan kelompok risiko dan efektivitas
kegiatan pengendalian TB tertentu. Selain itu, besarnya resistensi obat di antara
kelompok usia muda lebih mungkin untuk menjadi indikasi penularan baru
daripada di antara kelompok usia yang lebih tua, yang mungkin menyimpan
infeksi yang lebih tua (WHO, 2015).

Universitas Sumatera Utara

b. Menurut Tempat
Indonesia telah melakukan beberapa survey resistensi OAT untuk
mendapatkan data OAT. Survey tersebut diantaranya dilakukan di Kabupaten
Timika Papua pada tahun 2004, menunjukkan data kasus TB MDR diantara kasus
baru TB adalah 2%; di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, data kasus TB
MDR diantara kasus baru TB adalah 1,9% dan kasus TB MDR pada TB yang
pernah diobati sebelumnya adalah 17,1%; di Kota Makasar pada tahun 2007, data
kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 4,1% dan pada TB yang pernah
diobati sebelumnya adalah 19,2% (Ditjen PP dan PL, 2013).
c. Menurut Waktu
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (InfoDATIN) tahun 2015, memperlihatkan kasus TB MDR di Indonesia
cenderung meningkat sejak tahun 2009 sampai tahun 2014. Tahun 2014
ditemukan kasus TB MDR sebanyak 1.716 kasus. (Kemenkes, 2015).
2.7

Tipe Penderita

2.7.1

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak yang dilakukan kepada pasien, tipe

penderita TB Paru terbagi atas:
a.

TB Paru BTA Positif, apabila:
Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak

menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality
external assurance (EQA).

Universitas Sumatera Utara

Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat
EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
1. Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
2. Satu hasil pemeriksaan pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan oleh
klinisi, atau
3. Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur
M.tuberculosis positif.

b.

TB Paru BTA Negatif, apabila:
Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. Sedikitnya dua

hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat
EQA. Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif
untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV > 1%
atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%.
Atau, jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang
belum memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis, memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu
dari berikut, yaitu hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium
sesuai HIV, atau jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui
prevalens HIV rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian
antibiotik spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti TB
seperti fluorokuinolon dan aminoglikosida) (PDPI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.7.2

Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko

resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur
dan uji kepekaan OAT.
Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:
1. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan.
Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif engan lokasi anatomi
penyakit dimanapun.
2. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah
pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal satu bulan, dengan
hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit
dimanapun (PDPI, 2011).
2.8

Program Penanggulangan TB MDR
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada

strategi DOTS.
1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat
mengakses pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang
mengandung OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila
terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan paduan baru
yang ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis (TAK) (PDPI,2011).

Universitas Sumatera Utara

2.9

Pencegahan

2.9.1

Pencegahan Primordial
Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit

TB Paru dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi
risiko penyakit TB Paru. Sasaran dari pencegahan ini adalah masyarakat yang
sehat secara umum. Upaya pencegahan primordial dapat berupa anjuran
kesehatan, peraturan-peraturan atau penyuluhan kesehatan dalam upaya menjaga
kondisi dan daya tahan tubuh (Bustan, 1997).
2.9.2

Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan penyakit TB Paru

sebelum seseorang menderita TB Paru. Pencegahan ini ditujukan kepada
kelompok yang mempunyai faktor risiko tinggi. Dengan adanya pencegahan ini
diharapkan kelompok berisiko ini dapat mencegah berkembangnya TB Paru
secara dini. Pecegahan primer dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
1. Mengonsumsi makanan yang bergizi
2. Usahakan setiap hari untuk tidur cukup dan teratur
3. Melakukan olahraga di tempat-tempat yang berudara segar
4. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan imunisasi BCG
b. Meningkatkan kesehatan lingkungan
1. Melengkapi rumah dengan ventilasi yang cukup
2. Menghindari over crowded dalam kamar (Mukty, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.9.3

Pencegahan sekunder
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada

strategi DOTS.
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat
mengakses pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
b. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung
OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan
hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh
TAK.
Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, maka sebelum memulai
pengobatan harus dilakukan persiapan awal. Pada persiapan awal yang dilakukan
adalah melakukan pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk mengetahui data
awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk
pemantauan efek samping obat.
Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah:
a) Pemeriksaan fisik:
1) Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti
sakit kuning (hepatitis), diabetes mellitus, gangguan ginjal gangguan
kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati
perifer) dll.

Universitas Sumatera Utara

2) Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan,
pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan
pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.
b) Pemeriksaan kejiwaan.
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal ini
berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum,
selama dan setelah pengobatan pasien selesai.
c) Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah
lekosit.
3) Pemeriksaan kimia darah:
a. Faal ginjal: ureum, kreatinin
b. Faal hati: SGOT, SGPT.
c. Serum kalium
d. Asam Urat
e. Gula Darah
4) Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)
5) Tes kehamilan.
6) Foto dada/ toraks.
7) Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
8) Pemeriksaan EKG
9) Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)

Universitas Sumatera Utara

d) PMO untuk pasien TB MDR haruslah seorang petugas kesehatan terlatih.
Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri
dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar
potensi dan efikasinya, yaitu :
Tabel 1. Pengelompokan OAT

Universitas Sumatera Utara

2.10

Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita TB MDR (Tuberculosis Multi Drug Resistance)
1. Sosiodemografi
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Perkawinan
d. Pekerjaan
2. Status Pasien
3. Asal rujukan
4. Penyakit Penyerta
5. Lama pengobatan
6. Tipe kunjungan

Universitas Sumatera Utara