Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengawet Alami Dari Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) Terhadap Mutu Tahu Se Penyimpanan

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tahu
Tahu mempunyai sejarah panjang di Tiongkok, tempat asalnya sejak 3.000
tahun lalu. Teknologi pembuatan tahu secara cepat menyebar ke Jepang, Korea,
dan Asia Tenggara. Meskipun hanya merupakan salah satu produk olahan kacang
kedelai, tahu merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi secara umum.
Tahu merupakan unsur penting dalam makanan sehari-hari di Indonesia dan
dimasak dengan variasi sesuai daerah setempat (Suprapti, 2005).
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil
penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan
kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium,
misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan batu tahu, batu coko atau sioko
(Sarwono dan Saragih, 2003).
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar
air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu.
Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi
dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah
protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat

tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein
agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai
daya awet rendah (Hamid, 2012).

4
Universitas Sumatera Utara

5

Dalam perdagangan dikenal beberapa jenis tahu, misalnya tahu cina, tahu
jepang (tofu) dan tahu biasa. Jenis tahu ini berbeda dalam bentuk dan cara
pembuatannya. Pada pembuatan tahu cina, kedelai direbus terlebih dahulu
sebelum

direndam.

Selain

itu


ukuran

tahu

cina

juga

lebih

besar

(Purwaningsih, 2008). Tekstur tahu cina lebih padat dan halus. Dalam
pembuatannya digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal
proteinnya. Tahu biasa atau disebut tahu sumedang adalah lembaran tahu putih
setebal 3 cm yang teksturnya lunak tapi isinya kosong sehingga disebut tahu
kopong atau tahu pong. Dalam pembuatan rata-rata menggunakan asam cuka
untuk penggumpalan protein sari kedelainya (Sarwono dan Saragih, 2003). Tahu
jepang atau biasa disebut tahu sutera atau tofu di Indonesia adalah tahu yang

teksturnya sangat halus dan lembut. Tahu ini teksturnya lebih lunak dan kurang
tahan terhadap pengolahan (Wikipedia, 2013).
Cara pembuatan tahu yang baik yaitu dipilih kedelai yang bersih,
kemudian dicuci. Direndam dalam air bersih selama 8-12 jam. Setelah itu kedelai
dikupas dan digiling dengan penambahan air 8-10 kali berat kedelai, kemudian
bubur kedelai disaring dan filtrat dimasak pada suhu 70oC – 80oC. Filtrat
diendapkan dengan menggunakan batu tahu atau kalsium sulfat (CaSO4) sebanyak
1 g atau 3 ml asam cuka untuk satu liter sari kedelai sambil diaduk perlahanlahan. Setelah itu dicetak dan dipres (Purwaningsih, 2008).
Komposisi Zat Gizi Tahu
Tahu merupakan bahan makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang
baik yang diperlukan oleh tubuh. Komposisi zat gizi tahu dilihat pada Tabel 1.

5
Universitas Sumatera Utara

6

Tabel 1. Komposisi nilai gizi pada 100 gram tahu segar
Komposisi
Energi (kal)

Air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalium (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Niacin (mg)

Jumlah
63
86,7
7,9
4,1
0,4
0,1
0,9

150
0,2
0,004
0,02
0,4

Sumber : Depkes (2003)

Tahu yang baik adalah tahu yang memiliki karakteristik sesuai syarat mutu
tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia, dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI
No
Jenis Uji
Satuan
1
Keadaan:
1.1
1.2
1.3


Bau
Rasa
Warna

1.4

Penampakan

2
3
4
5
6

Abu
Protein (Nx6,75)
Lemak
Serat Kasar
Bahan Tambahan Makanan


7
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
8
9

Cemaran logam :
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba :
Escherichia Colli
Salmonella
Angka Lempeng Total


% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)

Persyaratan

normal
normal
putih normal atau kuning
normal
normal, tidak berlendir,
tidak berjamur
maks. 1,0
min 0,9
min. 0,5
maks 0,1
sesuai SNI 01-0222-1995

dan Peraturan Men.Kes No
722/ Men.Kes/Per/IX/1988

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks. 2,0
maks. 30,0
maks 40,0
maks. 40,0 / 250,0
maks 0,03m
maks 1,0

APM/G
/25 G
koloni/g


maks. 10
negative
Maks. 1,0 x 106

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)

6
Universitas Sumatera Utara

7

Tahu mempunyai daya cerna yang tinggi yaitu mendekati 95% sehingga
dapat dikonsumsi oleh semua golongan umur, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan. Kandungan karbohidrat dan kalorinya rendah menjadikan
tahu baik sebagai menu bagi orang yang menjalani diet karbohidrat. Setiap 200 g
tahu hanya memberikan 7,2% dari kebutuhan kalori orang dewasa perhari
(Mien, dkk., 1990).
Manfaat Tahu
Tahu dengan kandungan asam folat yang bermanfaat mencegah penyakit

jantung, stroke, alzheimer (pikun), dan pembentukan sel darah merah. Tahu kaya
akan kandungan protein dan asam amino. Kedua zat gizi ini sangat baik untuk
pembentukan, pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh, pembentukan antibodi,
dan meningkatkan kecerdasan otak anak. Tahu berbahan dasar kedelai yang
banyak mengandung isoflavonoid, genestein, fitosterol, saponin, asam fitat, dan
protease inhibitor

yang berkhasiat memperlambat pengeroposan tulang,

menurunkan kadar kolesterol total, dan meningkatkan kadar HDL (kolesterol
baik). Tahu juga mengandung semua asam amino esensial dan kaya akan
mineral, seperti magnesium, kalsium, dan zat besi. Zat-zat gizi ini sangat
penting

untuk

kesehatan

saraf,

perkembangan

otak

dan

pertumbuhan

(Anggraini dan Surbakti, 2008).
Kerusakan pada Tahu
Perubahan yang dapat terlihat dari luar apabila tahu telah mengalami
kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu

7
Universitas Sumatera Utara

8

berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan
tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaannya (Fardiaz, dkk., 1988).
Meskipun teknologi pembuatan tahu dan tempe sangat berbeda, tetapi
kedua hasil tersebut memiliki daya simpan yang sama-sama singkat dan cepat
membusuk serta mudah terkontaminasi. Tahu mempunyai pH relatif 6,2-6,8
dengan kadar air tinggi umumnya dapat ditumbuhi semua jenis mikroorganisme,
tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat dari pada kapang dan khamir, maka
kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai (Winarno, 1993).
Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan
bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum
15oC (Fardiaz, 1988). Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air
menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba
sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono dan Saragih 2003).
Tahu yang berkualitas baik adalah tahu yang bergizi dan tidak cepat
mengalami kerusakan yang dapat menurunkan nilai gizi bahkan sampai tahu tidak
memenuhi syarat sebagai makanan. Misalnya tahu menjadi basi akan membuat
penurunan aroma, tahu cepat ditumbuhi jamur yang menghasilkan toksin atau
racun yang dapat menganggu kesehatan tubuh bagi yang memakannya. Adapun
faktor-faktor yang menentukan mutu tahu yaitu, kualitas kedelai yang digunakan,
proses pembuatan tahu, dan pemakaian bahan-bahan pembantu yang lainnya
(Tim Pengajar Pendidikan/Latihan Industri Tahu, 1988).
Pengawetan Tahu
Salah satu cara pengawetan tahu yaitu dengan menggunakan zat-zat kimia
seperti natrium benzoat, vitamin C (asam askorbat), dan asam sitrat. Zat-zat kimia

8
Universitas Sumatera Utara

9

tersebut dilarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu. Hasilnya, tahu dapat
dipertahankan kesegarannya selama 1 sampai 2 hari dalam suhu kamar. Misalnya,
dengan larutan natrium benzoat 1000 ppm, tahu dapat bertahan 3 hari pada suhu
kamar, dengan larutan vitamin C 0,05% dapat bertahan selama 2 hari pada suhu
kamar, dan dengan larutan asam sitrat 0,05% dapat bertahan selama 2 hari pada
suhu kamar (Tim Pengajar Pendidikan/Latihan Industri Tahu, 1988).
Efektivitas suatu pengawet tidak hanya ditinjau dari seberapa lama
pengawet tersebut mampu mengawetkan makanan. Salah satu yang harus
dipertimbangkan untuk menjadikan suatu bahan layak menjadi pengawet makanan
adalah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Pengawetan makanan yang
merugikan kesehatan manusia tidak layak untuk dipertahankan sebagai pengawet
makanan (Agustina, 2009).
Alternatif pengawetan tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami
tunggal, yaitu kunyit, kayu manis, bawang putih, dan biji pala menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing pengawet hanya mampu
mempertahankan mutu tahu yang baik dikonsumsi hanya sampai dua hari masa
penyimpanan. Penggunaan pengawet alami tersebut tidak cukup efektif
mengawetkan tahu untuk jangka waktu yang lama. Karena itu sebaiknya tahu
dikonsumsi dalam waktu tidak lebih dari dua hari, dikemas dengan baik, dan
disimpan dalam lemari es dengan tanpa pengawet alami (Mustafa, 2006).
Gambir
Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan berasal dari remasan daun
dan ranting tumbuhan yang bernama sama (Uncaria gambir Roxb). Di Indonesia
gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih. Kegunaan yang lebih penting

9
Universitas Sumatera Utara

10

adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga mengandung
katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat antioksidan (Wikipedia, 2014).
Gambir (Uncaria gambir Roxb) merupakan tanaman yang bersifat spesifik
lokasi dan merupakan komoditas unggulan di daerah Provinsi Sumatera Barat dan
Sumatera Utara, terutama di Kabupaten Limapuluh dan Kabupaten Pakpak
Bharat. Hampir delapan sampai sembilan puluh persen kebutuhan gambir di dunia
dipasok dari Provinsi Sumatera Barat, sehingga gambir dikategorikan sebagai
komoditas ekspor yang memiliki sumbangan besar terhadap pendapatan daerah
Provinsi Sumatera Barat. Namun sampai saat ini tanaman gambir ini belum secara
optimal dimanfaatkan oleh masyarakat indonesia (Isnawati, 2010).
Syarat dan mutu gambir dapat dilihat dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) pada Tabel 3.
Tabel. 3 Mutu gambir menurut Standar Nasional Indoesia.
Karakteristik

Mutu I

Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar katekin (%)

Maks 17,0
Maks 7,0
Min 40,0

Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia (1999)

Ekstrak Daun Gambir
Ekstrak daun gambir menghasilkan kadar katekin, kadar air, dan kadar
abu yang memenuhi standar mutu gambir maka dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan ataupun obat-obatan. Kadar katekin tertinggi diperoleh dari pelarut
etil asetat 95% dengan kondisi operasi suhu maserasi 60OC dan lama
maserasi 6 jam yaitu sebesar 87,14%. Gambir

mengandung

katekin

yang

merupakan komponen utama. Katekin merupakan senyawa flavonoid yang

10
Universitas Sumatera Utara

11

dapat ditemukan pada teh hijau, teh hitam, gambir, anggur dan tanaman pangan
lainnya seperti buah–buahan dan kakao (Damanik, dkk., 2014).

Gambar 1. Struktur kimia katekin
Sumber : Wikipedia (2016)

Berdasarkan hasil yang diperoleh Djumarman (1992), pada penelitian
ekstrak daun gambir berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, baik cara
pengolahan, maupun tingkat ketuaan daun berpengaruh nyata terhadap rendemen
yang dihasilkan. Proses pengolahan basah memberikan rendemen yang lebih
tinggi dibanding dengan rendemen yang diproses secara kering. Kenyataan ini
disebabkan pada pengolahan basah, air mengalami penetrasi kedalam jaringan
daun dan melarutkan senyawa komponen daun sedangan cara pengolahan kering,
komponen sudah ada yang hilang selama pengeringan dan struktur daun berubah,
sehingga penetrasi air kedalam daun berbeda dari penetrasi air dalam daun segar.
(Djumarman dalam Pambayun, dkk., 2007).
Perbedaan kadar katekin antara berbagai mutu dapat disebabkan
karena penggunaan simplisia bagian tanaman seperti daun dan ranting dengan
mutu yang berbeda, misalnya umur tanaman sudah memenuhi syarat untuk
diambil getahnya. Perbedaan lain dapat disebabkan cara ekstraksi dan

11
Universitas Sumatera Utara

12

perlakuan pemurnian ekstrak. Pemurnian ekstrak yang dilakukan berulangulang akan menghasilkan katekin lebih tinggi (Isnawati, dkk., 2010).
Setelah dilakukan proses pengolahan gambir sesuai dengan pengolahan
secara tradisional, berdasarkan hasil pengamatan mula-mula daun dan ranting
berwarna hijau segar, lalu setelah direbus daun dan ranting gambir berubah
menjadi warna hijau kecoklatan dan air rebusan menjadi kuning kecoklatan.
Kemudian setelah daunnya ditumbuk dan diperas menghasilkan ekstrak gambir
yang berwarna kuning kecoklatan, setelah didiamkan selama 5 jam diperoleh
endapan gambir berwarna kuning kecoklatan (seperti tanah liat). Setelah dicetak
dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kering warnanya menjadi kuning
kecoklatan (sedikit lebih pudar) dan berbentuk padat dan keras dengan aroma khas
gambir (Sabrani, 2015).
Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan ekstrak etanol gambir terhadap stabilitas kimia air kelapa selama
penyimpanan suhu dingin. Stabilitas gula reduksi tertinggi ditunjukkan oleh air
kelapa yang ditambahkan ekstrak gambir 3000 ppm. Penambahan ekstrak gambir
pada berbagai konsentrasi ekstrak gambir tidak memberikan pengaruh terhadap
pH dan total asam air kelapa selama penyimpanan (Sarbini, dkk., 2011).
Kandungan Gambir
Ekstrak gambir mengandung katekin sebagai komponen utama serta
beberapa komponen lain seperti asam kateku tanat, kuersetin, kateku merah,
gambir flouresen, lemak dan lilin. Berdasarkan penelitian beberapa produk gambir
yang diolah masyarakat dari berbagai daerah sentra produksi gambir di Indonesia,

12
Universitas Sumatera Utara

13

diperoleh kandungan katekin bervariasi dari 35% sampai dengan 95%
(Amos dalam Rahmawati, dkk., 2012).
Gambir dengan komponen komponen utama katekin dan tanin yang
termasuk senyawa kompleks dari golongan polifenol dengan struktur flavonoid.
Pengembangan produk dari gambir merupakan potensi yang sepatutnya digarap,
karena dia mengandung senyawa flavonoid yang cukup tinggi terutama katekin
dan tanin, dimana senyawa ini terbukti sebagai antioksidan, anti aging dan
antimikroba (Muchtar, dkk., 2010).
Kandungan dan komposisi kimia ekstrak gambir dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kandungan dan komposisi kimia ekstrak gambir
No
Karakteristik
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Katekin
Asam katechu tanat
Pyrokatechol
Gambir flouresen
Katechu merah
Quersetin
Fixed oil
Lilin
Alkaloid

Persentase (%)
7-33
20-55
20-30
1-3
3-5
2-4
1-2
1-2
Sedikit

sumber: Isnawati (2010)

Ekstrak gambir mengandung senyawa fungsional yang termasuk dalam
golongan senyawa polifenol dan senyawa ini merupakan hasil metabolit sekunder
tanaman yang menyusun golongan tanin. Salah satu yang termasuk dalam
senyawa polifenol adalah flavonoid. Flavanoid banyak mendapat perhatian
karena, kelompok senyawa ini dilaporkan mempunyai berbagai aktifitas seperti:
antibakteri, anti inflamasi dan antioksidan. Katekin merupakan senyawa golongan
tanin oligomeric procyanidin (OPC). Secara farmakologi, OPC dan monomernya
bersifat seperti flavonoid dan seringkali diklasifikasikan sebagai flavonoid.
Flavonoid mempunyai sifat sebagai antioksidan, bersifat melindungi timbulnya

13
Universitas Sumatera Utara

14

penyakit jantung dan dapat menurunkan lipid peroksidase serum. Gambir
mengandung bermacam-macam komponen, antara lain katekin, asam katechu
tanat, quersetin, katechu merah, gambir fluoresen, alkaloid, asam lemak
(Isnawati, 2010).
Penyimpanan Tahu
Cita rasa tahu dan kecepatannya mengalami penyimpangan bau sangat
bergantung pada kualitas kedelai, sumber air untuk pembuatan, sanitasi alat-alat
pembuatan tahu, dan pekerjanya. Jika semua unsur itu diperhatikan baik, maka
kualitas tahu dapat dipertahankan 1-2 hari dengan cara disimpan di lemari es.
Sering juga tahu yang sudah jadi ini direndam dalam air bersih untuk mencegah
pengeringan dan menghalangi pencemaran mikroba pembusuk dari udara. Bila air
perendamnya tidak higienis, justru dapat mempercepat kerusakan tahu
(Kompas, 2012).
Untuk menghindari kerusakan pada tahu kebanyakan industri tahu di
Indonesia menambahkan bahan pengawet yang tidak aman seperti formalin
sehingga perlu dicarikan alternatif pengawet yang aman, alami dan mudah
diperoleh serta terjangkau harganya. Salah satu pengawet makanan yang aman
dan mungkin dikembangkan pada produk tahu adalah ekstrak daun gambir karena
mengandung senyawa katekin yang bersifat anti bakteri (Yuliana, 2008).

14
Universitas Sumatera Utara