Perkawinan Semerga (Studi Etnografi Mengenai Merga Silima Masyarakat Karo di Desa Sugau, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang)

ABSTRAK

Gintarius Ginting, 2015, Judul: Perkawinan Semerga (Studi Etnografi Mengenai
Merga Silima Masyarakat Karo di Desa Sugau, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli
Serdang). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 128 halaman, 6 gambar, 3 bagan, dan 7
tabel.
Masyarakat Karo yang bermukim di Sumatra utara ada di wilayah kabupaten
Karo, Langkat, Deli Serdang, Dairi, dan Aceh Tenggara. Ada 86 sub merga pada
masyarakat Karo yang dikelompokkan kedalam merga silima(lima marga), yaitu
Ginting, Sembiring, Perangin-angin, Tarigan, dan Karo-karo. Sifat perkawinan dalam
masyarakat Karo adalah eksogami artinya harus mendapatkan jodoh di luar merganya
dengan pengecualian pada merga Sembiring dan Perangin-angin yang menganut
perkawinan eleutherogami terbatas, dimana merga ini diperbolehkan menikah dengan
orang dalam merganya yang sama asalkan sub merganya berbeda, misalnya dalam
merga perangin-angin sub merga Sebayang dan Bagun, sedangkan dalam merga
sembiring sub merga Brahmana, Pelawi, Depari, dan Meliala.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fenomena perkawinan
semerga pada masyarakat Karo di desa Sugau. Dengan terjadinya perkawinan
semerga maka telah terjadi perubahan nilai budaya merga silima, sangkep nggeluh,
dan tutur siwaluah. Berangkat dari fenomena ini, penulis tertarik untuk mengkaji
bagaimana proses terjadinya perkawinan semerga dan bagaimana perubahan sangkep

nggeluh dan tutur siwaluh terhadap keluarga yang melakukan perkawinan semerga.
Dengan demikian maka jenis penelitian ini adalah studi etnografi dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam menemukan data, peneliti tinggal di desa
Sugau dan mengobservasi keadaan di desa Sugau. Adapun informan dalam penelitian
ini adalah para pelaku perkawinan semerga, kepala desa, tokoh adat dan agama,
kerabat, dan masyarakat desa Sugau.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Karo di desa Sugau
menganggap perkawinan semerga menjadi tabu. Namun, dilihat dari sudut pandang
agama tidak tabu karena tidak ada laragan bagi orang yang semerga dilarang kawin.
Perkawinan semerga didasarkan atas saling mencintai dan keinginan untuk membina
keluarga. Perkawinan semerga tidak lagi mengikat kedua belah pihak keluarga ke
dalam sistem kekerabatan sangkep nggeluh tetapi hanya mengikat orang yang
melakukan perkawinan itu saja. Adat perkawinan semerga hanya bisa dilangsungkan
jika beru istri diganti dengan beru ibu suami, pada waktu perjabun anak pertama dan
mengket rumah simbaru. Pada akhirnya, perkawinan semerga dianggap tabu dan
melanggar hukum adat perkawinan. Akan bergeser menuju penyesuaian hukum adat
perkawinan yang baru yang lebih fleksibel dalam arena budaya mereka.

Kata Kunci: Kekerabatan, Merga Silima, Perkawinan, Sangkep Nggeluh


ii
Universitas Sumatera Utara