INTERAKSI PARTAI POLITIK DAN ANGGOTA DEW

INTERAKSI PARTAI POLITIK DAN ANGGOTA DEWAN

Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang Dan Anggota Dewan
Periode 2009-2014 Dalam Pengambilan Keputusan Politik

Nasirul Umam

Abstrak: Penelitian ini bermaksud untuk memahami pola komunikasi yang terbangun
antara partai politik dan anggota dewan dalam menampung aspirasi masyarakat
sehingga tidak menimbulkan perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan
diberhentikannya seorang anggota dewan dari jabatannya karena partai politik memiliki
kewenangan untuk meberhentikan anggota dewan dari fraksi partai tersebut. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui wawancara dengan orang-orang
yang dianggap memiliki kompetensi untuk menjawab permasalahan tersebut. Anggota
dewan merupakan representasi rakyat yang mempunyai kewajiban untuk menampung
aspirasi rakyat dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
sebuah keputusan. Namun, anggota dewan merupakan seseorang yang terikat dengan
partai politik sehingga mereka harus mengikuti aturan atau keputusan dari partai politik
terhadap suatu isu tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa seorang anggota dewan
tidak dapat leluasa dalam menyuarakan aspirasi masyarakat, khususnya konstituennya.
Komunikasi yang bersifat instruktif ini menuntut tanggung jawab partai politik dalam

menampung aspirasi masyarakat. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka sangat
dimungkinkan terjadi perbedaan pendapat atau pandangan dengan anggota dewan dalam
menentukan sikap atau keputusan politik. Perbedaan pendapat tersebut dapat dihindari
dengan membangun sistem komunikasi yang kuat antara ketiga elemen tersebut, yaitu
partai politik, anggota dewan dan masyarakat atau konstituen. Partai politik memiliki
aturan atau garis yang tegas dalam menyikapi perbedaan pendapat di internal partai. Hal
tersebut dilakukan guna menjaga stabilitas internal partai politik dan citra di
masyarakat. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara anggota dewan dengan
keputusan partai politik di dalam rapat parlemen, partai politik akan memberikan sangsi
atau bahkan memberhentikan anggota dewan tersebut dari jabatannya. Ini merupakan
salah satu kewenangan yang dimiliki partai politik di dalam sistem politik di Indonesia.
Kata Kunci: Anggota Dewan, Komunikasi Politik, Masyarakat, Partai Politik.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau biasa disingkat DPRD merupakan
lembaga legislatif yang berada di sebuah daerah guna menjaga check and balance di
wilayahnya sehingga terjadi stabilitas politik di wilayah tersebut. Namun, hal tersebut

1

tentu tidak akan berjalan secara optimal apabila tidak diikuti dengan penyerapan

aspirasi masyarakat oleh Partai Politik sebagai induk organisasi secara maksimal.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia mempunyai ciri dilaksanakannya
pemerintahan perwakilan sebagai pemegang kedaulatan tertiggi atas nama rakyat.
Melihat bahwasanya Anggota Dewan merupakan representasi politik partai politik yang
kemudian memberi mandat kepada wakil-wakilnya di parlemen atau lembaga legislatif,
hal ini menunjukkan betapa kuatnya peran partai politik dalam memberikan instruksiinstruksi kepada para wakilnya. Konsekuensi tersebut menjadikan kurang adanya
kebebasan

dalam

hak

berpendapat

yang

dimiliki

Anggota


Dewan

dalam

memperjuangkan suaranya di dalam pegambilan-pengambilan keputusan ditingkat
legislatif karena partai politik-lah yang kemudian menjadi pemberi mandat kepada
Anggota Dewan. Peran ini juga diperkuat dalam peraturan yang memberikan
kewenangan kepada partai politik untuk me-recall anggotanya apabila telah dianggap
melewati garis-garis yang telah diinstruksikan oleh partainya sebagai induk organisasi
yang telah mencalonkan anggota dewannya.
Dalam sistem perwakilan di Indonesia dikenal istilah fraksi yang merupakan
kepanjangan tangan dari partai politik sebagai induknya. Dalam konteks disiplin partai,
fraksi digunakan untuk mengontrol suara para anggotanya di parlemen guna tetap pada
garis-garis prinsipil yang telah ditentukan oleh partai sebagai induknya. Kuatnya peran
partai politik harus berjalan lurus dengan peran yang harus diemban partai politik
sebagai organisasi yang diberikan wewenang oleh konstitusi dalam kompetisi politik
melalui pemilihan umum.
Posisi Partai Politik sebagai pemberi mandat dapat menimbulkan kurangnya
perhatian para Anggota Dewan dalam memperjuangkan kepentingan konstituennya
karena Anggota Dewan akan cenderung menunggu instruksi Partainya dalam

memberikan tanggapan kepada publik. Pandangan tersebut semakin menjauhkan peran
Anggota Dewan dalam memperjuangkan konstituennya sesuai janji dan keadaannya
yang sedang terjadi.1

1

Perwakilan promissory, yaitu bentuk perwakilan di mana penilaian terhadap para wakil itu didasarkan
pada janji-janji yang telah dibuat dihadapan konstituen pada saat kampanye. Jenis perwakilan ini tidak
terlalu jauh berbeda dengan perwakilan formal (formalistic representation ) dari Pitkin. Lihat R. Bintan
Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia (Jakarta,1998), hal. 40.

2

Sebagai induk dari Anggota Dewan dan Fraksi sebagai kepanjangannya, maka
partai politik harus lebih memperhatikan kebutuhan konstituennya yang kemudian
dikomunikasikan di dalam rapat internal partai politik atau fraksinya di parlemen
sehingga akan terjadi pola interaksi yang jelas dan tidak menimbulkan perbedaan
pendapat antara Anggota dan Fraksi atau Partai Politik yang diwakilinya.
Partai politik merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah sistem
demokrasi dan posisi ini diperkuat dengan adanya Pasal 1 Ayat (1) dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi

yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Semakin kompleksnya hubungan komunikasi yang harus terbangun antara
Anggota Dewan, Partai Politik, dan Masyarakat dirasa perlu mendapat perhatian lebih
guna menjaga adanya pola interaksi yang terbangun antara ketiganya. Dengan demikian
diharapkan tidak adanya salah satu pihak yang melangkahi garis-garis yang telah
menjadi ketentuan dalam menyuarakan suara rakyat sebagai konstituen Anggota Dewan
dan Partai Politik.
Sesuai dengan fungsi partai politik. Komunikasi yang terbangun antara Anggota
Dewan, Partai Politik dan Masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah integrasi
yang saling melegkapi dan tidak saling berbepada pendapat antara satu dan lainnya. Hal
tersebut sesuai dengan fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik rakyat,
sosialisasi politik kepada rakyat, rekrutmen politik guna menyamakan visi yang
terbangun di masyarakat, dan sebagai penyelesai konflik dalam suatu masyarakat,
khusunya masyarakat yang diwakili.
Gagasan di atas dapat terjadi apabila partai politik mengembalikan perannya di
masyarakat sesuai dengan fungsinya dan tentunya membangun kembali komunikasi tiga
komponen ini (Partai Politik, Anggota Dewan, masyarakat) guna menjaga adanya

tujuan dan pandangan yang dianggap sebagai pandangan bersama.
Melihat lebih jauh dalam ruang lingkup politik di Kota Malang, Partai Demokrat
merupakan partai yang mempunyai jumlah Anggota Dewan di DPRD Kota paling

3

banyak. Ini menujukkan bahwa Partai Demokrat memiliki konstituen terbesar di Kota
Malang dengan 12 Anggota Dewan sebagai Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota
Malang.2 Di sinilah Penulis ingin memahami bagaimana Partai Demokrat menjalin
komunikasi ke tiga komponen seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan proporsi
masyarakat Kota Malang yang sangat heterogen, Partai Demokrat tentunya mempunyai
strategi-strategi dalam menyerap aspirasi ditataran grass root. Lebih jauh bagaimana
kemudian Partai Demokrat melakukan komunikasi politik dengan tiga komponen
tersebut sehingga terintegrasi menjadi sebuah kebijakan atas nama bersama.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai
Politik dinyatakan bahwa, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.
Partai politik sebagai pilar utama demokrasi mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam sebuah tatanan negara yang demokratis. Salah satu fungsi tersebut adalah
fungsi di mana partai politik sebagai sarana komunikasi politik, yaitu menyalurkan
aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengaturnya sedemikian rupa
sehingga mampu terakumulasi guna mendapatkan sebuah kesimpulan sebagai
pertimbangan di dalam pemerintah.3
Di dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
juga mengatur bagaimana partai politik memiliki kewajiban untuk menyerap,
menghimpun, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Guna menunjang setiap fungsi yang dimiliki oleh partai politik, partai politik
memiliki para wakilnya di dalam sebuah lembaga legislatif. Konsep tersebut merujuk
pada satu atau sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dan kewajiban untuk
berbicara, bertindak dan memperjuangkan hak politik sekelompok orang yang
diwakilinya. Proses inilah yang disebut denga perwakilan yang bersifat politik (Political
representative).
2
3


http://www.malangkota.go.id/mlg_halaman.php?id=16060710 diakses pada 5 Oktober
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta, 2001), hal. 164

4

Definisi perwakilan sangat bervariasi apabila ditinjau dari beberapa referensi
yang berbeda. Seperti yang dikemukakan Alfred de Grazie yang mendefinisikan
representasi sebagai hubungan antara dua orang, wakil dengan pihak yang diwakilinya
(konstituen), di mana wakil memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang
mendapat persetujuan dari konstituennya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hanna
Penicle Pitkin mendefinisikan sebagai proses mewakili, di mana wakil bertindak dalam
rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak demikian
sehingga antara wakil dan yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika itu terjadi, maka
harus diselesaikan melalui penjelasan. Perwakilan adalah konsep bahwa seseorang atau
sekelompok orang mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak
atas nama suatu kelompok yang lebih besar.4
Lembaga perwakilan secara murni mempunyai fungsi sebagai perancang
undang-undang atau fugsi legislasi. Inilah letak representasi satu atau sekelompok orang
untuk masuk ke dalam proses pengambilan keputusan yang berpihak kepada rakyat dan
sesuai kebutuhannya. Robert A. Dahl mengatakan bahwa “sepanjang proses pembuatan

keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan yang cukup dan
kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka mengenai hasil akhir.
Proses pembuatan keputusan tersebut harus mempunyai kesempatan-kesempatan yang
cukup sama untuk menempatkan masalah-masalah dalam agenda dan menyertakan
alasan mengapa diambil keputusan itu dan bukan yang lain.5
Lembaga perwakilan dalam sebuah negara demokratis harus benar-benar
disusun sedemikian rupa sehingga mampu memberikan representasi kepada rakyat
secara optimal dan bertanggung jawab. C.F. Strong sebagaimana dikutip oleh Miriam
Budiarjo mengemukakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana
mayoritas anggota dewasa masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan
yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakantindakannya kepada mayoritas itu.6
Menurut Arbi Sanit, lembaga perwakilan memiliki fungsi perwakilan politik, di
mana lemabaga legislatif atau lembaga perwakilan membuat kebijakan atas nama
anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut.
4

Ibid, hal. 175
Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi (Jakarta, 2001), hal. 164
6
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik (Jakarta, 1982), hal. 173.

5

5

Dalam hal ini lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai
pelindung kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya. 7Menurut
Pito dkk, berdasarkan kajian teori terhadap analisis dan pandangan-pandangan para
pemikir politik, terdapat beberapa konsep dasar perwakilan yang umumnya terjadi.
Beberapa konsep penting tersebut yaitu delegated representation, di mana seorang
wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan
demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat.
Sedangkan party representation, individu-individu dalam lembaga perwakilan
merupakan wakil dari partai politik yang diwakilinya. Semakin meningkatnya
organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya party bosses dan party caucauses.
Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi/partai politik yang
bersangkutan.8 Guna menjaga kedua hubungan di atas, maka wakil rakyat dan partai
politik harus selalu menjaga komunikasi politik antara keduanya.
Komunikasi politik merupakan suatu bidang atau disiplin yang menelaah
perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau
berpengaruh terhadap perilaku politik. Dengan demikian, pengertian komunikasi politik

dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbolsimbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok
kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan dan cara berpikir, serta
mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik.9 Melalui
komunikasi politik akan dimungkinkan terjadinya proses pengaruh mempengaruhi
antara dua orang atau kelompok hingga terjadinya sebuah kesepemahan bersama dalam
sebuah tindakan politik.
Dalam suatu proses politik, semua fungsi-fungsi dalam sistem politik, apakah itu
sosialisasi dan rekrutmen politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,
pembuatan aturan, penerapan aturan, dan penghakiman aturan, semuanya ditunjukkan
melalui sarana komunikasi.10 Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi
politik akan berperan penting dalam sebuah proses politik yang melibatkan aktor-aktor
7

Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta, 1985), hal. 253.
Pito, Toni Adrianus dan Efriza, Mengenal Teori-teori Politk dan Sistem Politik Sampai Korupsi
(Bandung, 2006), hal. 108-109.
9
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta, 2004), hal. 35
10
Gabriel A. Almond dalam Zamzami A. Karim, MA., Komunikasi Politik: Konsep, Model dan
Pendekatan (Tanjungpinang, 2007), hal. 9

8

6

politik dalam mengambil sebuah keputusan yang mengikat menjadi suatu aturan baku
yang harus dilaksanakan oleh aktor politik dalam lingkup terntentu.
Terlihat jelas bahwasanya komunikasi tidak hanya berbicara tentang kampanye
yang melibatkan media sebagai peranan yang sangat penting. Namun, komunikasi
politik juga dapat berjalan hanya antara seorang dengan seorang yang kemudian
menentukan sebuah sikap politik yang mampu mempengaruhi sebuah sistem politik.
Dalam melaksanakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah keputusan politik,
perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut
pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber
dan resources yang ada.11
Lebih jauh lagi, sebuah pola komunikasi politik yang baik juga dapat
menentukan sebuah budaya politik yang sehat dikalangan masyarakat maupun aktoraktor politik karena komunikasi politik yang terjadi akan saling timbal balik dengan
sistem politik yang ada.
Gambar 1
Unsur Komunikasi Politik
BUDAYA POLITIK

SISTEM POLITIK

KOMUNIKASI POLITIK

Sumber: Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia, 2008:28

Gambar di atas menunjukkan bahwa komunikasi politik saling terkait dengan
sistem politik yang kemudian akan saling mempengaruhi terhadap budaya politik yang
terbentuk dalam sebuah organisasi seperti partai politik. Sehingga baik buruknya sebuah
budaya politik di dalam suatu kelompok akan sangat dipengaruhi oleh salah satu
unsurnya yaitu komunikasi politik.
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang
bertujuan untuk memberikan informasi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
11

Miriam Budiarjo, Op.cit. hal. 8

7

fakta-fakta yang terjadi. Sedangkan di lain sisi, penelitian ini bertipe deskriptif. Tipe
deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan kasus yang diteliti secara
runtut dan gamblang sehingga mampu mendeskripsikan secara jelas.
Peneitian kualitatif ini secara spesifik akan diarahkan dengan pendekatan studi
kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba12, bahwa pendekatan kualitatif dapat
juga disebut dengan case study ataupun qualitative, yaitu penelitian yang mendalam dan
mendetail tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek penelitian.
Dalam melakukan penelitian kali ini, penulis akan melakukan penelitian
terhadap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Malang, hal ini
didasari bahwasanya Partai Demokrat merupakan partai yang memperoleh kursi
terbanyak di DPRD Kota Malang sehingga mampu merepresentasikan kepenangan
Partai Demokrat ditingkatan Nasional dan mempunyai konstituen yang harus
diperjuangkan lebih banyak dari pada partai lainnya.
Lebih lanjut, dalam menetapkan orang-orang yang akan dijadikan sampel
dengan teknik purposive sampling, peneliti akan membagi menjadi beberapa kategori
informan seperti yang telah dikemukakan oleh Bagong Suyanto13, dia menyatakan
bahwa informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu: 1) Informan Kunci (Key
Informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok

yang diperlukan dalam penelitian, 2) Informan Utama merupakan mereka yang terlibat
langsung dalam interaksi sosial-politk yang diteliti, 3) Informan Tambahan merupakan
mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam
interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan informan
kunci dan informan utama yaitu sebagai berikut:
Tabel 1
Kategorisasi Informan
Kategori

Nama
Adi Sancoko

Informan Kunci

Keterangan
Sekretaris DPC Partai
Demokrat Kota Malang

Ir. Indra Tjahyono

Ketua Fraksi Partai
Demokrat DPRD Kota

12
13

Sayekti Pujosuwarno, Petunjuk Praktis Pelaksanaan Konseling (Yogyakarta, 1992), hal 34
Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta, 2005), hal. 172

8

Malang
Hari Fajar, SE

Ketua Badan
Pemenangan Pemilu
Partai Demokrat Kota
Malang

Informan Utama
Hery Subiantono

Anggota DPRD Kota
Malang Fraksi Partai
Demokrat

Aria Bima

Anggota Fraksi PDI-P
DPR RI

Informan Tambahan

Drs. Ahmad Budiman,

Peneliti di P3DI

M.Pd

Sekretariat Jenderal DPR
RI

Dalam menguji keabsahan data yang didapat sehingga benar-benar sesuai
dengan tujuan dan maksud penelitian, maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi.
Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data
tersebut.14 Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
triangulasi dengan sumber dan metode, yang berarti membandingkan dan mengecek
derajat balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode kualitatif.15
Pemeriksaan data pada penelitian kali ini melalui pengumpulan berbagai
informasi yang diperoleh dari luar internal Partai Demokrat, sehingga terdapat data yang
digunakan untuk mengecek atau membandingkan data yang diperoleh dari internal
Partai Demokrat. Data dari luar internal Partai Demokrat diperoleh dari pakar dan ahli
politik. Pakar dan ahli politik tersebut adalah Drs. Ahmad Budiman, M.Pd selaku
peneliti di bidang ilmu politik dan Aria Bima selaku praktisi di bidang politik.

14
15

Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, 2006) Hal. 330
Ibid, hal. 39

9

Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang
Membangun sebuah pondasi yang kuat untuk sebuah komunikasi politik
organisasi atau partai politik tentu bukanlah hal yang mudah. Namun, hal tersebut tetap
harus dilaksanakan guna menciptakan stabilitas organisasi atau partai politik melalui
pendekatan yang demokratis.
Rutinitas komunikasi yang terbangun di dalam internal partai politik dinilai
sangatlah penting. Namun, di dalam internal Partai Demokrat sendiri hal tersebut belum
mampu terealisasi secara maksimal. Tidak terealisasinya rutinitas komunikasi tersebut
bukan menjadi masalah berarti bagi Partai Demokrat karena Ketua DPC Partai
Demokrat Kota Malang sekaligus menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Malang.
Merangkapnya Ketua DPC Partai Demokrat Kota Malang dengan Ketua DPRD
Kota Malang diasumsikan menjadi bagian penting yang membuat komunikasi antara
kedua elemen ini menjadi semakin mudah. Semua informasi di dalam DPRD Kota
Malang dapat secara langsung dikomunikasikan kepada DPC Partai Demokrat Kota
Malang sehingga menjadikanya lebih efektif dan kuat.
Komunikasi yang terbangun tersebut tidak akan berarti apabila aspirasi
masyarakat tidak dapat tersalurkan secara maksimal. Seorang anggota dewan
merupakan wakil dari masyarakat yang mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan
aspirasi tersebut sebagai pedoman dalam penyusunan sebuah kebijakan.
Orientasi pengambilan keputusan untuk masyarakat merupakan tanggung jawab
moral yang harus dipenuhi oleh anggota dewan karena mereka merupakan cerminan
dari masyarakat yang telah dipilih oleh masyarakat. Namun, Partai Demokrat sendiri
belum bisa secara maksimal dalam menampung aspirasi masyarakat. Hal tersebut
dibuktikan dengan tidak adanya program-program yang benar-benar disusun untuk
menampung aspirasi masyarakat atau konstituen dari anggota dewannya.
Terbatasnya program dalam penampungan aspirasi masyarakat menjadikan
keberadaan anggota dewan menjadi kurang maksimal karena telah keluar dari substansi
keberadaan anggota dewan itu sendiri. Adapun dalam menanggapi sebuah keputusan,
seorang anggota dewan diharuskan untuk mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh
partai politiknya. Hal tersebut membuat anggota dewan tidak dapat secara leluasa dalam
menyuarakan aspirasi masyarakat atau konstituennya karena perlu persetujuan dari
partai politik.

10

Hal tersebutlah yang menjadi alasan di mana seorang anggota dewan tidak dapat
secara leluasa dalam menyuarakan aspirasi masyarakat atau konstituennya karena
terdapat keharusan untuk meminta persetujuan dari partai politik. Jadi, sangat
dimungkinkan seorang anggota dewan mengambil sebuah keputusan yang tidak sesuai
dengan batin mereka masing-masing karena berseberangan dengan keinginan
konstituen.
Kenyataan di atas memperlihatkan secara jelas bagaimana partai politik berperan
besar dalam pengambilan sebuah keputusan di dalam lembaga legislatif baik di tingkat
local maupun nasional. Adanya instruksi dari partai politik merupakan aturan yang
harus dijalankan bagi setiap anggota dewan tanpa terkecuali, inilah yang kemudian
disebut sebagai gagris-garis prinsipil dari partai politik yang harus dijalankan oleh
setiap kader atau anggotanya.
Model komunikasi di atas menuntun anggota dewan mampu menemukan titik
temu pada setiap permasalahan yang ada sehingga tidak terjadi pertentangan antara
anggota dewan dengan partai politiknya masing-masing. Dengan titik temu pada setiap
permasalahan, diharapkan akan tercipta stabilitas politik di dalam partai politik. Apabila
titik temu tersebut tidak kunjung didapatkan dan menjadi perbedaan di dalam
pengambilan keputusan, partai politik tidak segan-segan untuk memberhentikan anggota
dewan tersebut dari kursi jabatannya karena dianggap telah melanggar garis-garis yang
telah ditentukan oleh partai politik.
Di sinilah komunikasi antara ketiga pihak, yaitu partai politik, anggota dewan
serta masyarakat harus terbangun dengan baik sehingga akan menimbulkan iklim
demokrasi yang kondusif tanpa menjadikan stabilitas politik sebagai pembenaran bagi
alasan partai politik memberhentikan anggota dewannya. Tanpa adanya komunikasi
antara partai politik dengan masyarakat, maka keberadaan anggota dewanpun tidak akan
begitu maksimal karena pengambilan sebuah keputusan di tingkatan parlemen lebih
dipengaruhi oleh keputusan fraksi atau partai politik.
Sistem yang terbangun di lembaga perwakilan atau parlemen tersebut
menjadikan makna dari perwakilan rakyat menjadi rancu. Secara ideal, perwakilan
rakyat adalah seorang anggota dewan yang telah dipilih secara langsung oleh
masyarakat atau konstituennya. Apabila kita melihat konsep Delegated Representation
di mana seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang

11

diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang
memberi mandat.16 Makna ideal dari siapa yang diwakili oleh seorang anggota dewan
adalah masyarakat atau konstituennya. Namun, sistem yang terbangun saat ini
mendorong makna yang diwakili tersebut kepada partai politik.
Peran Partai Politik Dalam Pengambilan Keputusan
Partai politik merupakan sebuah organisasi yang telah diberikan hak dalam
mengikuti pemilihan umum di dalam sistem politik Indonesia. Secara tidak langsung,
hal ini telah menunjukkan betapa kuatnya posisi yang dimiliki partai politik dalam
proses demokratisasi di Indonesia.
Menurut Miriam Budiarjo, Partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.17
Orientasi kekuasaan politik yang melekat pada setiap partai politik mendorong
untuk

terciptanya

sebuah

iklim

perpolitikan

yang

sehat

sehingga

mampu

merepresentasikan rakyat secara utuh. Apabila sebuah partai politik jauh dari
representasi rakyat maka secara ideal sebuah partai politik telah gagal dalam
menjalankan tugasnya yang seharusnya didasari oleh nilai-nilai dan cita-cita yang
bijaksana.
Partai politik memiliki beberapa fungsi yang seharusnya dilakukan dalam
mencapai tujuan ideal dari terbentuknya partai politik itu sendiri. Tujuan tersbeut
adalah:18
1.

Partai politik sebagai sarana komunikasi politik

2.

Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik

3.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik (political recruitment)

4.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management)

16

Pito, Toni Adrianus dan Efriza, Op.cit. hal. 108
Miriam Budiarjo, Op.cit. hal. 160-161
18
Ibid. Hal. 164
17

12

Dalam fungsi partai politik, terdapat partai politik sebagai sarana komunikasi
politik yang mengharuskan partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat yang ada
dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan besarnya tanggung jawab yang dimiliki
oleh partai politik. Namun, disamping tanggung jawab yang besar tersebut partai politik
juga memiliki wewenang yang besar pula seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Partai politik telah diberikan hak untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu melalui kebijakan atau keputusan yang
mengikat kepada seluruh warga negara sehingga perlu sebuah keseimbangan antara hak
dan kewajiban yang telah dimiliki oleh partai politik.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban dapat dilakukan secara ideal dengan
terbentuknya sebuah sistem yang baik di dalam internal partai politik. Sistem tersebut
tentunya meliputi komunikasi yang harus terbangun antara partai politik dengan
anggota dewannya di dalam parlemen yang membuat kebijakan-kebijakan atas nama
rakyat.
Fungsi komunikasi politik menuntut partai politik semaksimal mungkin dalam
menjaring aspirasi rakyat dengan jalan mereka masing-masing yang dianggap paling
tepat. Tanpa sebuah sistem yang tepat dalam menampung aspirasi rakyat maka partai
politik dapat dinilai telah gagal dalam menjalankan amanat yang telah diberikan oleh
konstitusi.
Besarnya kewenangan yang dimiliki partai politik juga dapat terlihat dalam
proses Pemberhentian Antar Waktu (PAW) seorang anggota dewan. PAW telah
dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dalam Pasal 213 hingga Pasal
218.
Pada Pasal 213 ayat (2) poin “e” dijelaskan bahwa PAW diusulkan oleh partai
politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.19 Salah satu yang menjadi
alasan untuk diberhentikannya seorang anggota dewan adalah usulan oleh partai politik
dari anggota dewan yang bersangkutan. Sedangkan pada poin “h” dan “i” menyebutkan
bahwa anggota dewan dapat diberhentikan karena telah diberhentikan sebagai anggota
partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau menjadi
anggota partai lain.20

19
20

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 213 ayat (2) poin e.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 213 ayat (2) poin h dan i.

13

Pasal 214 ayat (1) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan diberhentikan
berdasarkan usulan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR dengan tembusan
kepada Presiden.21 Pasal tersebut semakin memperkuat unsur oligarki sebuah organisasi
dengan usulan dari pimpinan sebuah partai politik. Robert Michels menjelaskan bahwa
Organisasi yang besar cenderung menyerahkan monopoli kekuasaan kepada para
pemimpinnya.22
Organisasi sebesar partai politik menuntut adanya sebuah sistem yang benarbenar mampu menjamin keberlangsungan stabilitas partai politik sehingga peraturan ini
mencerminkan bagaimana sebuah partai politik berusaha untuk selalu menjaga stabilitas
internalnya dengan adanya sifat oligarki di dalamnya. Hal ini telah diramalkan sejak
lama oleh Robert Michles mengenai partai politik dan organisasi yang demokratis
lainnya di masa yang akan datang atau masa sekarang ini.
Peresmian pemberhentian seorang anggota dewan dilakukan oleh Presiden23
yang juga seorang anggota dari partai politik yang juga memiliki berbagai macam
kepentingan. Kewenangan ini semakin menunjukkan kuatnya unsur oligarki di dalam
sistem partai politik di Indonesia.
Sifat oligarki partai politik juga semakin terlihat apabila kita melihat struktur
kepengurusan Partai Demokrat di tingkatan pusat di mana Ketua Majelis Tinggi Partai
sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Kehormatan yang
mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis, seperti
penentuan calon Presiden dan Wakil Presiden, dan memutuskan dan menjatuhkan
sanksi atas pelaggaran etika, moral dan pelanggaran terhadap ketentuan organisasi yang
harus dijalankan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
Dalam pengambilan sebuah keputusan, DPC sebagai wakil partai politik di
daerah harus mengkomunikasikan dengan DPP dan juga dengan PAC dan Ranting yang
menjadi wakil mereka ditingkatan kecamatan dan desa. Komunikasi yang terbangun
cukup baik karena telah terjadi pola komunikasi yang jelas dalam pengambilan sebuah
keputusan atau sikap politik.
Hal ini telah menunjukkan sebuah sistem yang ideal terkait pola komunikasi
partai politik dalam menentukan sebuah sikap politik atau keputusan politik. Namun,
21

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 214 ayat (1).
Robert Michels, Partai Politik, Kecenderungan Oligarkis pada Birokrasi (Jakarta, 1984). Hal. xxix
23
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 215 ayat (6)

22

14

hal tersebut tidak menjadi jaminan untuk terciptanya iklim politik yang ideal dalam
menyuarakan aspirasi rakyat apabila masih terdapat sifat oligarki di dalam sebuah partai
politik.
Peran Fraksi Dalam Pengambilan Keputusan
Fraksi merupakan pengelompokan anggota dewan perwakilan rakyat baik
ditingkatan pusat maupun daerah yang mencerminkan konfigurasi partai politik. Dalam
sistem perwakilan di Indonesia, setiap anggota dewan harus menjadi anggota salah satu
fraksi.24
Di indonesia, pengaturan masalah fraksi di DPR tersebar di berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun
2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal
80 ayat (1) sampai (6) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD yang menyebutkan antara lain: “(1) untuk mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR,
dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. (2) dalam mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja
anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. (3) setiap anggota DPR harus
menjadi anggota salah satu fraksi. (4) fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penetuan perolehan kursi DPR. (5)
fraksi mempunyai sekretariat. (6) Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.”
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tersebut kemudian diperjelas dengan
Tata Tetib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Tahun 2009 dalam
Pasal 18 ayat (3), (6), (7) dan Pasal 19 yang menyebutkan antara lain: “Pasal 18 ayat (3)
Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan dari 2 atau lebih partai politik sebagaimana

24

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 11.

15

dimaksud pada ayat (2)25, (6) Fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya
dan melaporkan kepada publik, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sidang,
(7) Pimpinan fraksi ditetapkan oleh fraksinya masing-masing, dan Pasal 19 Dalam
rangka memperlancar tugasnya, fraksi mengajukan usul anggaran dan kebutuhan tenaga
ahli kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk diteruskan kepada BURT”.
Fraksi dibentuk guna memudahkan anggota dewan dalam merekayasa sebuah
pengambilan keputusan di tingkat parlemen. Banyaknya anggota dewan di sebuah
lembaga legislatif baik tingkat pusat maupun daerah, fraksi digunakan sebagai
pengontrol vote di dalam pengambilan keputusan sehingga pengambilan keputusan akan
lebih efektif dan efisien. Hal tersebut juga semakin mempermudah partai-partai politik
pemenang pemilu untuk mencapai tujuannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Fraksi merupakan sebuah wadah berhimpunnya anggota dewan yang
mempunyai tanggung jawab besar dalam menampung segala aspirasi rakyat atau
konstitunenya. Anggota dewan dituntut untuk mengambil keputusan atas nama rakyat
karena mereka telah secara langsung dipilih oleh rakyat sebagai konstituen mereka.
Sebagai wakil dari rakyat di dalam lembaga legislatif, anggota dewan telah
melakukan tugasnya dengan menampung aspirasi konstituenya melalui berbagai cara.
Namun, sangat disayangkan, dalam menampung aspirasi rakyat, anggota dewan belum
melakukan dengan turun langsung ke masyarakat dan hanya mengandalkan pengaduan
masyarakat melalui sms atau telephone. Hal tersebut menjadikan fungsi anggota dewan
sebagai wakil rakyat menjadi kurang maksimal karena tidak mengetahui langsung
kondisi masyarakat.
Secara ideal, anggota dewan sebagai wakil rakyat harus mampu menampung
aspirasi konstituen untuk dibicarakan lebih lanjut melalui partai politik mereka sebagai
induk dari fraksi di parlemen. Disamping itu, partai politik juga mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam menampung segala aspirasi masyarakat, hal tersebut
ditunjukkan dengan fungsi sarana komunikasi politik dari setiap partai politik.26
Pada kenyataannya, anggota dewan tidak mempunyai kebebasan penuh dalam
memberikan suara atas nama rakyat atau konstituennya. Anggota dewan harus

Ayat (2) di dalam Pasal 18 Tata Tertib DPR RI menyebutkan antara lain “Fraksi dapat dibentuk oleh
partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR”
26
Miriam Budiarjo, Op,citI. Hal. 164
25

16

menerima instruksi dari partai politik masing-masing melalui fraksi dalam pengambilan
sebuah keputusan atau sikap politik.
Peranan anggota dewan dalam pengambilan keputusan politik memang sangat
besar. Namun, sebelum keputusan tersebut diambil, anggota dewan harus mengikuti apa
yang telah diputuskan di dalam internal partai politik, baik tingkatan pusat maupun
daerah.
Sikap politik yang telah ditentukan oleh partai politik masing-masing harus
dilaksanakan oleh anggota dewan meskipun sikap tersebut dianggap tidak sejalan
dengan anggota dewan.
Kenyataan tersebut menujukkan adanya proses demokratisasi yang tidak sehat
dalam sistem perpolitikan Indonesia, khusunya di dalam sistem perwakilan. Fenomena
bahwa seorang anggota dewan tidak dapat leluasa dalam menentukan sikap sesuai
dengan aspirasi konstituen tersebut menjadi bukti bahwa seorang anggota dewan yang
diberikan tanggung jawab untuk menyuarakan suara rakyat tidak lagi mempunyai posisi
yang cukup kuat dalam menjalankan tugas tersebut. Partai politik dan fraksi sebagai
kepanjangan tangannya telah mendikte sebagian besar gerak anggota dewan agar
stabilitas iternal partai politik tetap terjaga.
Anggota dewan sebagai wakil partai politik di dalam parlemen dituntun untuk
mencapai sebuah titik temu di dalam setiap keputusan politik. Hal tersebut guna
menghindari perbedaan pendapat antara anggota dewan dengan partainya atau anggota
dewan dengan anggota dewan yang lain.
Titik temu dalam setiap keputusan yang diambil sangatlah penting karena akan
mengurangi resiko perpecahan dan juga menurunnya citra partai politik di masyarakat.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan salah satunya menjaga pola komunikasi yang baik
antara pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan sehingga tidak
mengecilkan sebagian pihak.
Apabila pola komunikasi dalam menyuarakan aspirasi masyarakat tidak mampu
terbangun mulai dari partai politik maupun anggota dewan kepada masyarakat, maka
akan besar resikonya untuk terjadi perpecahan atau perbedaan pendapat dan pandangan
dalam melihat sebuah keputusan politik.Di dalam internal Partai Demokrat Kota
Malang sendiri belum pernah terjadi perbedaan pendapat pada periode 2009-2014 saat
ini.

17

Di sisi lain, apabila kita menengok ke partai politik lain, sering terjadi perbedaan
pendapat yang memicu perpecahan internal partai politik. Itu bisa dilihat pada kasus
Partai Kebangkitan Bangsa yang me-recall dua anggota dewannya karena mempunyai
perbedaan pandangan atau pendapat dalam sidang parlemen di DPR RI terkait hak
angket mafia pajak pada tahun 2011.
Penarikan anggota fraksi DPR RI (recall) atas usulan partai pernah terjadi di era
pasca reformasi ini. Kasus ini menimpa Lily Chadidjah Wahid dan Effendi Choirie
ketika diganti oleh Andi Muawiyah Ramliresmi dan Jazilul Fawaid yang telah resmi
dilantik oleh Marzuki Alie pada 20 Maret 2013. Sebelum recall dilakukan, sebagaimana
telah ditegaskan oleh Marwan Djafar selaku ketua Fraksi PKB bahwa kedua anggotanya
tersebut dianggap telah banyak tindakan yang bertentangan dengan kebijakan partai. 27
Hal ini menunjukkan adanya sebuah pengekangan kebebasan para anggota
sebagai wakil rakyat dalam menyuarakan suara konstituennya yang belum tersalurkan
kepada partai politiknya. Namun, pengambilan keputusan ini bukan tanpa dasar.
Ketentuan Pasal 22B UUD 1945 menjelaskan bahwa anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur
dalam undang-undang. Inilah yang menjadi dasar dalam pengaturan hak recall. Dalam
undang-undang organiknya tercantum ketentuan Pasal 213 Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ayat (1) anggota diberhentikan antar
waktu karena:
1.

Meninggal dunia;

2.

Mengundurkan diri; atau

3.

Diberhentikan.

Ayat (2) menyatakan anggota diberhentikan antar waktu karena:
1.

Melanggar sumpah/janji/jabatan dan kode etik DPR;

2.

Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR;

3.

Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;

4.

Diberhentikan sebagai anggota partai politik.

27

Tempo.co, Fraksi PKB: Recall Effendy-Lily Disetujui Seluruh DPW. 02 Oktober 2013.

18

Recall anggota DPR sebenarnya bukan sesuatu yang asing dalam politik

parlemen di Indonesia. Pada masa Orde Baru, recall dijadikan instrumen politik oleh
rezim penguasa guna menundukkan kepatuhan anggota DPR sekaligus partai-partai
politik.
Perbedaan pendapat tampaknya secara jelas mudah berkembang leluasa dalam
menghadapi proses politik di internal fraksi. Di dalam internal fraksi, dianggap bahwa
hal tersebut merupakan bagian yang wajar dalam tatanan demokrasi dalam rangka
memperoleh suatu alternatif yang dapat ditempuh guna mencapai hasil yang dianggap
terbaik. Tetapi di sisi lain, ketika proses pembahasan sebuah keputusan ditingkat DPR
atau alat-alat kelengkapan DPR, keberadaan partai politik menggariskan instruksi atau
batas-batas toleransi terhadap anggota-anggotanya dalam menyikapi perbedaan
pendapat yang harus dipatuhi setiap anggota. Instruksi ini merupakan batas garis partai
dan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi guna menjaga stabilitas partai politik
atau fraksi. Itu juga melihat bagaimana seorang anggota dewan merupakan bagian partai
politik yang terikat mulai dari pengangkatannya sebagai kader partai politik hingga
menjadi anggota dewan.
Konstruksi keberadaan fraksi yang menjadi ruang terbuka bagi bergabungnya
partai-partai lain mendorong tingginya kemungkinan untuk terjadi perbedaan pendapat
di dalam menentukan sikap politik. Disiplin kepartaian yang rendah akan menyulitkan
fraksi dalam menentukan sikap atau perilaku politik anggotanya yang bertentangan
dengan arahan partai politik. Sebaliknya, rendahnya tanggungjawab penggunaan hakhak individu anggota fraksi dapat menciptakan ketidakstabila politik di dalam tubuh
DPR itu sendiri.
Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang dan Anggota Dewan Dalam
Menampung Aspirasi Masyarakat
Kuatnya keterkaitan antara partai politik dengan anggota dewannya menuntut
adanya kerjasama yang baik antara keduanya. Kerjasama tersebut berupa komunikasi
timbal balik antara kedua elemen sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat yang
muncul dikalangan publik.
Dalam sistem perwakilan di Indonesia, partai politik diwakili oleh fraksinya
masing-masing di dalam parlemen atau lembaga perwakilan. Peranan fraksi sebagai

19

kepanjangan tangan partai politik sangatlah besar meskipun fraksi bukanlah alat
kelengkapan dari DPR.
Perbedaan pendapat di dalam internal fraksi sangatlah mungkin, hal ini
mengingat bahwa fraksi dapat terdiri dari beberapa partai politik. Hal ini dinilai
sangatlah wajar karena setiap partai politik tentu memiliki tujuan atau orientasi politik
yang berbeda. Namun, di dalam internal partai politik, perbedaan pendapat menjadi
suatu tindakan yang amat dihindari demi terjaganya stabilitas, citra partai politik di
masyarakat dan tujuan politik dari partai politik tersebut. Di dalam internal Partai
Demokrat Kota Malang selama periode 2009-2014 belum pernah terjadi perbedaan
pendapat.
Tidak adanya perbedaan pendapat menunjukkan kuatnya komunikasi yang
terbangun antara Partai Demokrat dengan Fraksinya di DPRD meskipun ada faktor
eksternal di dalamnya, yaitu Ketua DPC sekaligus menjabat sebagai Ketua DPRD yang
diasumsikan sebagai faktor yang mempermudah proses komunikasi antara dua elemen
tersebut.
Kuatnya komuikasi yang terbangun tersebut belum diimbangi dengan kuatnya
komunikasi yang terbangun antara partai politik dengan masyarakat atau anggota dewan
dengan masyarakat. Tanpa adanya sistem komunikasi yang terbangun ke masyarakat,
substansi keberadaan partai politik dan anggota dewan menjadi tidak maksimal.
Pada umumnya partai politik didirikan atas prinsip mayoritas, dan selalu
dibangun atas prinsip massa.28 Masyarakat merupakan bagian penting yang harus
diperjuangkan oleh partai politik sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cukup
serius. Partai Demokrat Kota Malang belum secara maksimal memperhatikan
masyarakat sebagai konstituen dari anggota dewannya. Hal tersebut terlihat dari tidak
adanya program-program yang telah disusun untuk menampung aspirasi masyarakat. Di
lain sisi, anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat juga kurang memperhatikan
konstituennya. Mereka tidak mempunyai program-program yang telah disusun untuk
menampung aspirasi masyarakat. Hingga kini, mereka hanya menampung aspirasi
konstituen malalui sms atau telefon.
Komuikasi yang kurang sehat ini juga dipengaruhi oleh sistem perwakilan yang
terbangun di lembaga legislatif. Peranan partai politik yang sangat besar mendorong
28

Robert Michel, Op.cit. hal. 3

20

anggota dewan untuk lebih pasif dan menunggu instruksi dari partai politik. Bukan
tanpa alasan, aspirasi masyarakat yang telah ditampung tidak bisa sepenuhnya
dilaksanakan oleh anggota dewan. Mereka harus menunggu kebijakan dari partai politik
sehingga tidak semua aspirasi masyarakat yang diterima anggota dewan dapat
dilaksanakan.
Kuatnya peran partai politik dalam sistem perpolitikan di Indonesia seharusnya
diimbangi dengan program-program berorientasi masyarakat. Kenyataan anggota dewan
yang pasif menuntut partai politik untuk berperan aktif dalam menampung aspirasi
masyarakat. Tanpa adanya peran aktif dari partai politik, maka partai politik tidak akan
mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat. Padahal, partai politik memegang
peranan penting dalam menentukan sikap atau keputusan politik di dalam lembaga
legislatif melalui fraksinya masing-masing.
Besarnya peran partai politik mulai menggeser substansi representasi yang
mulanya berada pada anggota dewan secara individu menjadi representasi kepada fraksi
atau partai politik.
Kenyataan ini harus secepatnya diimbangi dengan model komunikasi kepada
masyarakat yang baik. Tanpa adanya komunikasi kepada masyarakat dari partai politik,
maka demokratisasi di Indonesia akan semakin sulit untuk menuju negara yang
demokratis.
Seorang anggota dewan tidak memiliki kebebasan dalam melakukan
pengambilan keputusan sesuai dengan keinginan pribadi atau konstituennya. Hal
tersebut terlalu beresiko terhadap kelangsungan jabatannya karena partai politik
memiliki kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian seorang anggota dewan
kepada lembaga legislatif. Hal ini kemudian berdampak panjang terhadap kinerja
anggota dewan yang cenderung pasif dan tidak menciptakan komunikasi yang kuat
kepada masyarakat sebagai konstituen mereka.
Sistem yang terbangun ini akan mendorong berkembangnya karakter
pemerintahan yang oligarki di Indonesia. Hanya akan ada beberapa orang atau elite
politik yang menjadi pemain kunci di dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Hal
tersebut tentunya patut dihindari karena akan mencederai arti demokrasi yang
sesungguhnya dengan sistem yang lebih demokratis.

21

Komunikasi politik yang kuat antara ketiga elemen ini, yaitu partai politik,
anggota dewan dan masyarakat akan sangat mempengaruhi terhadap sistem politik serta
budaya politik.29 Terbangunnya komunikasi politik yang sehat antara ketiga alemen
tersebut hanya dapat dicapai apabila sistem yang terbangun telah memberikan peran
kepada masing-masing elemen sesuai porsinya. Seorang anggota dewan harus dijamin
kebebasannya secara bertanggung jawab, sedangkan partai politik juga harus dibatasi
kewenangannya guna menjaga kebebasan seorang wakil rakyat yang telah diberi mandat
oleh masyarakat melalui pemilihan langsung.
Kedaulatan rakyat adalah konsekuensi logis dari adanya kebebasan dan equality
of the people yang kemudian menghendaki adanya hierarki penguasaan yang didasarkan

atas persetujuan lebih dahulu dari orang-orang yang sama hak tersebut untuk dapat
diperintah. Rakyat itu sendiri yang berhak menentukan siapa dan bagaimana mereka
harus diperintah dalam struktur hidup bernegara. Rakyat berhak sama dalam menarik
mandat dari orang-orang yang tidak dapat mewujudkan dan menjalankan aspirasi
mereka.30
Lembaga perwakilan dibentuk oleh masyarakat melalui partai politik sehingga
porsi akan hak dan kewajiban dari setiap elemen harus benar-benar diperhitungkan. Hal
ini guna menjaga agar sistem yang terbangun nantinya merupakan sistem yang adil bagi
setiap elemen, tanpa mengkerdilkan salah satu elemen.
Apabila sistem yang ada saat ini masih terus berlangsung, maka konsekuensi
yang tejadi adalah semakin terpinggirkannya hak-hak yang dimiliki anggota dewan dan
juga masyarakat sebagai konstituennya. Tidak kalah penting, komunikasi antara ketiga
elemen ini juga harus berjalan secara timbal balik guna menghindari kesalahpahaman
antara partai politik, anggota dewan, maupun masyarakat sehingga kedaulatan rakyat
tetap terjaga.
Kesimpulan
Komunikasi politik merupakan bagian yang amat penting dalam menciptakan
stabilitas internal partai politik. Namun, komunikasi tersebut tidak sebatas antara partai
politik dengan anggota dewan atau fraksinya, melainkan juga dengan masyarakat.
29

Muhatadi, Op.cit. hal. 28
Hendra Nurtjahyo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen (Jakarta, 2005). Hal.
80

30

22

Mengingat adanya aturan yang mengharuskan anggota dewan tetap satu suara dalam
suatu pandangan atau sikap politik dengan partai politik sebagai induknya maka proses
komunikasi antara ketiga elemen tersbut menjadi sangat penting.
Partai Demokrat merupakan partai pemenang pemilihan legislatif di Kota
Malang pada Tahun 2009 dengan menempatkan 12 anggota dewannya di dalam
lembaga perwakilan tingkat kota. Maka, Partai Demokrat mempunyai tanggung jawab
paling besar karena memiliki konstituen terbanyak yang harus diwakili oleh anggota
dewannya. Hal tersebut menuntut Partai Demokrat untuk bekerja lebih keras dalam
mengakomodir aspirasi yang muncul dikalangan masyarakat. Namun, selama perjalanan
kepengurusan pada periode 2009-2014, Partai Demokrat kurang maksimal dalam
mengakomodir aspirasi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya
program-program yang khusus disusun untuk mengakomodir aspirasi