Kajian Struktur dan Makna Tari Barong Banjar pada Upacara Perkawinan Masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam suku bangsa,

yang memiliki budaya

dengan ciri khasnya masing-masing, serta menjadi

kekayaan yang tidak ternilai bagi bangsa Indonesia. Kesenian sebagai salah satu
unsur kebudayaan, menjadi aset yang perlu untuk dijaga dan dikembangkan,
dikarenakan kesenian merupakan tradisi yang digunakan untuk tujuan tertentu
bagi masyarakatnya. Seni tari sebagai salah satu cabang kesenian, adalah produk
yang dihasilkan dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi
berikutnya. Pewarisan tersebut menjadikan seni tari tradisional sebagai identitas
dari suatu masyarakat dimana seni tari tersebut hidup. Tari adalah suatu
pertunjukan, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya, yang
juga merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
tercipta sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara, bentuk, dan dalam

konteks yang berbeda-beda. Tari biasanya difungsikan baik untuk kegiatan yang
sakral maupun sekuler. Misalnya kegiatan yang berkaitan dengan religi, adat, dan
kepercayaan, sebaliknya ada juga yang berfungsi utama sebagai hiburan atau
rekreasi. Sistem sosial dan lingkungan alam juga mempengaruhi bentuk dan
fungsi tari pada suatu suku (etnik) dan budaya, yang sudah menjadi tradisi bagi
masyarakatnya.
Sebagai bagian dari tradisi, kesenian merupakan rangkaian aktivitas dari budaya
masyarakatnya yang tidak bisa berdiri sendiri. Kehidupan kesenian setiap etnik,

Universitas Sumatera Utara

berhubungan erat dengan aspek adat, yang

menjadi keharusan dalam

pelaksanaannya. Bentuk-bentuk pertunjukan disesuaikan dengan tujuan dari
pelaksanannya, sehingga pelaksanaannya memerlukan perlakukan khusus dan
aturan-aturan yang mengikatnya. Bentuk seni tari tersebut menjadi seni tradisional
yang masih berkembang luas di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan.
Tari Barong Banjar merupakan salah satu tari tradisional yang dimiliki suku

Banjar yang ada di Tanjung Ibus. Suku Banjar merupakan salah satu dari sekian
banyak suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan. Dalam hikayat Banjar
diceritakan bahwa perahu orang Banjar memiliki kemampuan mengharungi
samudera dan lautan-lautan luas, konon untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah
Suci Mekkah (Saudi Arabia) orang Banjar menggunakan perahu sendiri. Oleh
karena itu wajar bila orang Banjar banyak didapati di pesisir-pesisir pantai di luar
pulau Kalimantan dan diperkirakan sejak ratusan tahun yang lalu sudah ada orang
Banjar di Pulau Sumatera. Kemudian, Suku Banjar mulai berkembang di Desa
Tanjung Ibus, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Suku Banjar merupakan salah satu dari ratusan suku bangsa di Indonesia
memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu kebiasaan yang menjadi ciri khas suku
Banjar adalah madam, yaitu kebiasaan orang Banjar berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain, lalu menetap di suatu tempat untuk mencari ketenangan hidup.
Salah satu tempat yang dihuni oleh suku Banjar sekarang ini adalah Desa Tanjung
Ibus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dimana mayoritasnya adalah
suku Banjar. Saat ini, Tradisi madam sudah mulai hilang, ini disebabkan karena

Universitas Sumatera Utara

kelompok masyarakat sudah mempunyai lahan pertanian untuk bercocok tanam

sehingga tradisi madam sudah tidak dilakukan lagi.
Tradisi madam suku Banjar telah membawa orang Banjar menetap di
Sumatera Utara, seperti di Desa Kebun Kelapa, Hamparan Perak/Paluh Kurau,
Pantai Cermin, Sei. Ular, dan Pantai Labu. Suku Banjar ini berasal dari DAS
(Daerah Aliran Sungai) Barito bagian hilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura,
dan DAS Tabanio di Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan. Menurut Fauzi
(2006: 2).“Bersama penduduk lainnya, mereka telah merasakan bahwa “Tanah
Deli” merupakan kampung halaman bersama, sehingga mereka mengaku sebagai
bagian dari suku Melayu di Sumatera Utara.”
Hal ini diperkuat oleh kesamaan agama yang dianut orang Banjar dan
orang Melayu, yakni agama Islam. Dengan demikian, agama Islam menjadi salah
satu ciri khas orang Banjar sebagaimana dinyatakan oleh Alfani Daud dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar berikut ini:
“Islam telah menjadi ciri masyarakat Banjar sejak beradab-abad yang
silam. Islam juga telah menjadi identitas mereka, yang membedakannya
dengan kelompok-kelompok Dayak yang ada disekitarnya, yang
umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan
kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah
agama di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai “babarasih”
(membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.”

Persebaran orang Banjar ke berbagai kawasan Indonesia membuat budaya
Banjar pun ikut menyebar. Budaya Banjar yang dibawa oleh masyarakat Banjar
yang madam dipengaruhi oleh budaya lokal sehingga terjadi percampuran
antarbudaya. Hal ini berakibat positif bahwa budaya Banjar dikenal oleh
masyarakat lain. Akan tetapi, akibat negatif pun muncul, terutama di kalangan

Universitas Sumatera Utara

generasi muda terkini yang tidak mengenal budaya leluhurnya, sungguh pun
mereka menyadari bahwa mereka orang Banjar, bahkan sebagian di antaranya
tidak lagi mengenal bahasa dan tidak dapat menarikan tari-tarian Banjar.
Percampuran budaya ini turut didukung oleh kesamaan agama dan mata
pencaharian dengan masyarakat Melayu.
Tari Barong Banjar merupakan salah satu budaya masyarakat Banjar yang
cenderung terlupakan oleh generasi penerusnya. Apalagi, Tari Barong Banjar
merupakan tari yang bersifat ritual yang dimiliki masyarakat Banjar. Menurut
Syarifuddin (2006: 18),“Nenek-moyang masyarakat Banjar pernah menganut
kepercayaan animisme atau kaharingan yang mengakui adanya kekuatan magis”.
Tari Barong Banjar sepengetahuan penulis dan sudah wawancara dengan
(Hakim:januari 2014) hanya dilakukan di Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang

Kabupaten Langkat, dan sudah beradaptasi dengan budaya setempat. Tari Barong
Banjar ini memang berasal dari Kalimantan, tetapi tari Barong Banjar yang ada di
Tanjung Ibus berbeda dengan yang ada di Kalimantan.
Menurut sejarah, tari barong Banjar merupakan cerita pernikahan Putri
Junjung Buih dan anak Raja Majapahit. Berkisah dari sejarah, Putri Junjung Buih
merupakan Putri suku Banjar yang berwujud buih di laut. Putri Junjung Buih telah
mengetahui siapa yang akan menjadi jodohnya. Oleh karena itu, ia mengutus
empat anak adam untuk melihat anak raja majapahit. Sesampainya ditanah Jawa,
empat anak adam melihat Raja majapahit yang berwujud buah semangka.
Kemudian mereka kembali dan memberitahukan hal tersebut kepada Putri

Universitas Sumatera Utara

Junjung Buih. Meskipun demikian, Putri Junjung Buih tetap ingin menikah
dengan anak Raja Majapahit yang diyakininya merupakan jodohnya.
Sebelum melangsungkan pernikahan, Putri junjung Buih meminta empat
anak adam untuk membuat balai atau rumah yang berwarna kuning yang berasal
dari Batung bertulis. Putri Junjung Buih memberitahukan kepada empat anak
adam bahwa batung bertulis berasal dari Gunung Halau-Halau. Setelah batung
bertulis itu selesai dibuat, Putri Junjung Buih pergi kedarat untuk menikah

dengan anak Raja Majapahit. Di Muara Sungai Barito, muncullah dua ekor naga
yang bersedia menghantarkan Sang Putri ketanah Jawa. Selanjutnya, dua ekor
naga itu menjadi kendaraan Putri Junjung Buih dan anak Raja Majapahit. Itulah
sejarah terjadinya Tari Barong Banjar tersebut.
Tari Barong Banjar biasanya dipertunjukkan pada upacara adat penolak
bala yang dilakukan setiap setahun sekali, ini wajib dilakukan. Jika tidak
dikerjakan, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti mendapat penyakit
atau bencana alam menurut kepercayaan mereka dan pada pesta adat perkawinan.
Sebelum acara pernikahan, calon pengantin yang akan menikah mendapat
bisikan bahwa sewaktu acara pernikahannya nanti harus dilaksanakan acara adat
tari Barong Banjar.Untuk upacara adat penolak bala wajib dilaksanakan di tepi
sungai sebagai lambang tempat tinggal Putri Junjung Buih. Pada pesta adat
perkawinan dilaksanakan juga ditepi sungai, namun apabila ditempat pesta tidak
ada sungai, pihak keluarga akan membuat tempat pemandian pengantin, yaitu
dengan memakai ember yang besar berisi air bersih . Tari Barong Banjar
dilakukan oleh orang yang berdarah Banjar dengan gerak improvisasi dimana

Universitas Sumatera Utara

dalam upacara itu diantaranya akan ada kemasukan oleh roh para leluhur. Gerakgerak yang dilakukan para penari walaupun dilakukan secara improvisasi tetapi

masih ada menampilkan pola gerak dasar yang sama. Para penari yang menarikan
Tari Barong Banjar menampilkan ekspresi yang berbeda sesuai dengan roh
leluhur yang masuk ketubuh mereka, ada yang sedih, senang, marah, atau gembira.
Apabila dia senang atau gembira berarti roh leluhur yang masuk kedalam tubuh
sipenari merasa bahwa dia berkumpul dengan keluarganya diibaratkan lengkaplah
keluarganya di acara tersebut. Apabila dia sedih berarti roh leluhurnya merasa
bahwa keluarganya tidak berkumpul didekatnya. Apabila dia marah berarti si
pemain gendang atau biola salah memainkan musiknya dan leluhurnya akan
mengingatkannya.
Melihat dari fenomena – fenomena di atas, maka penulis tertarik ingin
meneliti tentang Tari Barong Banjar ini, penelitian ini akan ditulis dengan judul
Kajian Struktur, Bentuk Penyajian dan Makna Tari Barong Banjar pada upacara
Perkawinan Masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat. Dengan demikian, masyarakat memperoleh gambaran yang
lengkap terhadap Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Indonesia,
khususnya di Kabupaten Langkat.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disajikan pada latar belakang penelitian ini, Tari


Barong Banjar dikembangkan oleh suku Banjar di Sumatera Utara, khususnya di
Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Dari

Universitas Sumatera Utara

perkembangan tari tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa masalah berikut
ini:
1. Bagaimanakah struktur Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan
dalam kehidupan

masyarakat di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat?
2. Apakah makna dalam struktur tari Barong banjar yang dikaji dari urutanurutan motif-motif gerak, syair, pola, music, busana, dan pesan dari tujuan
yang disampaikan, pada upacara perkawinan di Desa Tanjung Ibus,
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?
3. Bagaimana bentuk penyajian Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan
di Desa Tanjung Ibus,Kecamatan Secanggang,Kabupaten Langkat?
Perumusan masalah berperan penting dalam suatu penelitian. Menurut

Sevilla, (2006: 23) bahwa masalah dalam penelitian haruslah merupakan hal baru,
dapat diselesaikan sesuai waktu yang diinginkan, dan tidak bertentangan dengan
moral.
Berdasarkan karakteristik rumusan masalah tersebut dan hasil identifikasi
masalah yang peneliti lakukan di Desa Tanjung Ibus, maka penelitian ini akan
dilakukan berdasarkan rumusan masalah, “Bagaimanakah Kajian Struktur, Bentuk
Penyajian dan Makna Tari Barong Banjar pada Upacara Perkawinan Masyarakat
Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?”

Universitas Sumatera Utara

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1

Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam


proses penelitian ini adalah:
1. Mengkaji struktur Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa
Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
2. Mengkaji Bentuk penyajian Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan
di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
3. Mengkaji makna Tari Barong Banjar pada upacara perkawinan di Desa
Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
1.3.2

Manfaat penelitian
Secara umum, hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk mengetahui

keberadaan kesenian tradisional Banjar berbentuk Tari Barong Banjar yang
selama ini tidak diketahui oleh masyarakat luas. Secara khusus, manfaat penelitian
ini adalah:
1. Hasil penelitian ini memberi deskripsi bentuk penyajian tari untuk
melestarikan Tari Barong Banjar agar tidak punah. Oleh karena itu,
Pemerintah Kabupaten Langkat sebagai pemangku kebijakan tempat
berkembang Tari Barong Banjar dapat mengambil kebijaksanaan yang
tepat untuk melestarikan, meningkatkan, dan mengembangkan hasil

kesenian suku Banjar tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna untuk
meningkatkan kualitas seni dan budaya Indonesia sehingga menambah
kekayaan khasanah budaya Indonesia.
3. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan para penari, ahli tari, dan
peneliti yang ingin melakukan penelitian tari yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat Banjar di Kabupaten Langkat.
1.4

Kajian Pustaka
Sebelum penulis mengadakan studi lapangan, terlebih dahulu penulis

mengadakan studi keperpustakaan antara lain : kajian tentang tari Barong Banjar
masih sangat minim sekali, belum banyak yang melakukan kajian-kajian tentang
tarian ini. Akan tetapi buku tentang seni tari telah banyak ditulis oleh pakar-pakar
seni tari baik di Barat maupun di Indonesia yang digunakan sebagai bahan
panduan dan bahan informasi terhadap kajian ini. Selain itu, buku tentang sejarah
suku Banjar sebagai masyarakat pemilik tari Barong Banjar juga telah
dipublikasikan. Maka dari itu, sebelum melangkah kepada kajian yang dijalankan
tahap yang penulis lakukan adalah studi keperpustakaan untuk mempelajari
literature yang berkaitan dengan objek kajian.
Dari hasil studi literature tulisan ini akan menggunakan buku-buku yang
berkaitan dengan penulisan ini antara lain :
Buku yang berjudul “ Antropologi Tari “ ( Anya Peterson Royce,
terjemahan F.X Widaryanto, 2007), “ Antopologi Tari “, merupakan tinjauan
antropologis secara luas, dalam dunia tari sekaligus memberi keleluasan dalam
dunia seni pertunjukan maupun antropologi. Dimana wilayah kajiannya mencapai

Universitas Sumatera Utara

kajian budaya tari dari segala macam bentuk dan wujud kelompok masyarakat
yang ada diberbagai belahan dunia. Dalam dunia tari dianalisis dari sudut pandang
sejarah metode perbandingan simbol dan gaya, struktur dan fungsi, morfologi dan
fungsi tari pada masyarakat. Buku ini menjadi panduan bagi peneliti dalam
mengkaji struktur, makna, dan bentuk pertunjukan pada masyarakat Banjar.
Menurut Ahmad ( 2006) sejarah masyarakat Banjar, budaya dan adat
istiadat suku banjar dan perpindahan orang banjar dari Kalimantan ke Sumatera
Utara. Buku ini sangat membantu penulisan kajian ini terutama masalah latar
belakang masyarakat Banjar di Sumatera Utara dan sejarah budaya masyarakat
Buku yang berjudul Berger, Arthur Asa. Signs in Contemporary culture :
An intriduction to semiotics. Terjemahan M. Dwi Marianto dalam “ Pengantar
Semiotika : Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer”, merupakan tanda
sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Dimana ada tanda
disana ada sistem. Tanda akan mengacu ke sesuatu yang lain disebut objek. Tanda
baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui
interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri
penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat
ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang
sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang terkenal
dengan nama segitiga semiotik. Buku ini menjadi panduan bagi peneliti dalam
mengkaji makna simbol pada masyarakat Banjar.
Ada juga beberapa sumber dalam bentuk skripsi dan tesis :

Universitas Sumatera Utara

Skripsi Hilma Mithalia Shalihat, yang berjudul “ Bentuk dan Makna simbol tari
Barong Banjar pada upacara perkawinan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat” pada tahun 2011. Ada beberapa
perbedaan dengan penulisan skripsi S1 dan penulisan untuk tesis S2 peneliti.
Pada Skripsi penulis terdahulu berisikan tentang Sejarah Tari Barong Banjar,
bentuk penyajian tari dimana terdapat pada ragam gerak, sesajen, properti dan
busana. Pada skripsi hanya dasar-dasarnya yang diambil berbeda dengan Tesis S2
dimana dalam Tesis berisikan tentang Asal mula kedatangan suku Banjar ke
Tanah deli, Kebudayaan dalam masyarakat Banjar, bahasa Banjar, rumah adat
banjar, upacara dalam kehidupan masyarakat Banjar, Upacara perkawinan adat
Banjar dimana ada tata cara pra perkawinan, tata cara perkawinan dan tata cara
pasca perkawinan. Di Tesis di bicarakan mengenai struktur Tari Barong Banjar,
fungsi Barong Banjar, makna ragam, dan empat puluh satu macam sesajen pada
saat upacara adat Barong Banjar. Skripsi ini menjadi acuan peneliti untuk
membuat tesis ini, karena peneliti dahulunya juga sudah meneliti tentang
masyarakat banjar.
Tesis Sannur Sinaga, yang berjudul “ Tor-tor dalam pesta Horja pada
kehidupan masyarakat Batak Toba : Suatu kajian struktur dan Makna”.
Merupakan penjelasan tentang kajian struktur dan makna yang akan dibahas juga
oleh peneliti.
Tesis Vanesia Amelia Sebayang, yang berjudul “ Analisis interelasi guru
sibaso, musik dan trance dalam upacara ritual Erpangir Kulau pada masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Karo” . Tesis ini menjadi panduan untuk peneliti terutama tentang membahas
bagaimana proses trance dan apa makna dari trance tersebut.
Tesis Erma Satifa, yang berjudul “ Syair Madihin pada adat perkawinan
Banjar diLangkat : Kajian Prosodi dan fungsi”. Merupakan penjelasan tentang
beberapa upacara dalam kehidupan masyarakat Banjar. Tesis ini sangat membantu
peneliti dalam bentuk penyajian upacara pada kehidupan masyarakat Banjar.
Tesis Ewidiani, “ Analisis struktur dan pola gerak tari Bello Mesusun
pada masyarakat Alas di Kabupaten Aceh Tenggara” . Tesis ini menjadi acuan
peneliti untuk mengkaji tentang nilai-nilai yang ada pada tari Barong Banjar
terutama dalam estetika dan etika.
Skripsi Imelda Ningsih, yang berjudul “ Barongsai dan masyarakat Cina di
Kota Medan, Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik “. Skripsi ini
menjadi acuan untuk membedakan bagaimana tari Barongsai dalam masyarakat
Cina dengan tari Barong Banjar dalam masyarakat Banjar.
Selain sumber yang telah dijelaskan di atas penulis juga mendapat
beberapa masukan lewat sumber webside antara lain www.google.com dan
www.wikipedia.org.
1.5

Kerangka Konsep

1.5.1. Konsep
Dalam rangka memperjelas makna-makna peristilahan yang digunakan
dan berhubungan dengan topik tesis ini, maka penulis akan menjelaskan apakah
konsep dan teori itu. Penulis menggunakan ini agar tidak terjadi pendistorian
makna. Konsep adalah rancangan idea tau pengertian yang diabstrakkan dari

Universitas Sumatera Utara

peristiwa kongkret. Dalam penulisan tesis ini konsep yang diuraikan adalah
tentang : (1) Tari, (2) Barong Banjar (3) Struktur (4) Makna Tari (5) Upacara
Adat Perkawinan. Konsep ini terutama mengacu kepada pandangan para ahli di
dunia pengetahuan seni dan dari kalangan masyarakat pendukungnya.
(1) Tari pada masyarakat Banjar merupakan salah satu budaya yang
diwariskan para leluhurnya. Tari Barong Banjar merupakan tari yang disajikan
oleh penari pada upacara yang berkaitan dengan peringatan tingkatan-tingkatan
kehidupan, seperti acara pesta perkawinan. Tari ini berfungsi sebagai ritual dalam
kehidupan masyarakat Banjar di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang,
Kabupaten Langkat.
(2) Barong menurut tata bahasa Banjar merupakan suatu symbol kebesaran.
Dalam Tari Barong Banjar symbol kebesaran itu berupa kepala naga yang disebut
“kepala indarok”.
(3) Struktur adalah bangunan (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang
berhubungan satu sama alain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan
dengan pengertian struktur social atau struktur masyarakat. Dalam kaitannya
dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada struktur
pertunjukan tari. Struktur mencakup etika pembawaan tari, estetika tari maupun
prosesnya.
(4) Makna adalah hal-hal yang dapat diketahui tujuannya melalui yang
hendak disampaikan kepada orang lain. Seni yang bermutu adalah seni yang
memberikan pengalaman estetik, pengalaman emosi, pengalaman keindahan, atau
pengalaman seni yang khas milik darinya. Menurut C. Bel, menanamkan kualitas

Universitas Sumatera Utara

seni yang demikian itu sebagai significant form (bentuk bermakna) (Sumardjo
2000: 124). De Saussure mengungkapkan “hubungan antara bentuk dan makna
tidak bersifat pribadi, tetapi sosial yakni di dasari oleh kesepakatan (konvensi)
sosial (Hoed, 2008: 3-4).
Makna dan simbol merupakan dua kata yang berkaitan satu sama lain.
“Simbol memiliki makna lambang. Lambang itu sendiri memiliki pengertian (i)
sesuatu seperti benda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu
hal atau mengandung maksud tertentu; (ii) tanda pengenal yang tetap (menyatakan
sifat, keadaan, dan sebagainya); (iii) huruf atau tanda yang digunakan untuk
menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau satuan matematika.”
Berdasarkan pengertian di atas, kata “makna” dapat diartikan sebagai arti
yang diberikan seseorang kepada suatu hal yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
baik arti sebenarnya maupun arti kiasannya. Sedangkan simbol dapat diartikan
sebagai lambang sesuatu yang berlaku dalam kebiasaan masyarakat pada
lingkungan atau budaya tertentu. Dengan demikian, makna simbol tari dapat
diartikan sebagai arti yang diberikan seseorang kepada bentuk gerakan tertentu
dalam tari sesuai dengan sesuatu yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Makna simbol tari dalam penelitian ini mengacu pada gerakan tari.
Artinya, makna gerakan tari yang dijadikan sorotan dalam penelitian ini adalah
gerakan yang bersifat umum sebagai gerak tari yang dipersiapkan penarinya
maupun gerakan yang muncul secara alamiah sebagai gerakan tari yang tidak
dipersiapkan oleh penari tetapi muncul dan memberi kekuatan estetika tariannya.

Universitas Sumatera Utara

Makna simbol yang tersirat dipengaruhi oleh konsep penciptaan tari. Hal
ini menunjukkan pentingnya sang penari mengetahui latar belakang penciptaan
tari agar dapar memaknai setiap simbol yang ada pada gerakan tari sesuai dengan
asat istiadat budaya pemilik tarian. Makna tari melekat erat pada tiap gerakan
mulai dari awal tari sampai akhir tarian.
Makna Simbol diartikan sebagai arti yang diberikan seseorang terhadap
symbol-simbol yang terdapat pada tarian. Makna simbol tari dalam penelitian ini
mengacu pada gerakan tari. Jadi gerakan tari merupakan symbol yang maknanya
harus sesuai dengan sesuatu yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

1.6 Landasan Teori
Sebelum mengutarakan teori yang akan dipergunakan, terlebih dahulu
penulis akan mengulas tentang apa itu teori. Teori adalah pendapat yang
didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan
argumentasi. Teori merupakan alat, dasar, pijakan, kerangka atau acuan bagi para
peneliti yang akan mengadakan penelitian. Teori diperoleh berdasarkan studi
perpustakaan dari para ahli yang sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji. Dengan
adanya teori, proses pengumpulan dan penganalisisan data bisa dilakukan dengan
lebih terarah dan terencana.
Di dalam penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan untuk
memilih beberapa sumber yang sesuai dengan ragam dan makna tari. Untuk
melihat makna yang terkandung dalam tari Barong Banjar, penulis menggunakan
teori makna dalam tari (Perteson Royee, 2007), ketika berbicara mengenai makna

Universitas Sumatera Utara

tari, Peterson menawarkan hal-hal yang tersirat di dalam tari dengan
membandingkan aspek-aspek komunikasi dari perilaku tari melalui media
ekspresi lain. Kapasitas ekspresi tari yang kadang-kadang membuatnya menjadi
efektif sebagai pembawa makna.
Untuk itu, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai pedoman
berpikir dalam melaksanakan penelitian dan membahas hasil penelitian. Landasan
teoritis pada penelitian ini diuraikan dalam tiga bagian (1) Struktur Tari (2) Teori
Semiotik (3) Bentuk Penyajian.

1.6.1

Teori struktur
Menurut Brown dan Parsons (1989) mengkaji sebuah “ keutuhan struktur

social masyarakat “, dengan demikian bahasan tentang tari akan dilihat dari
struktur tari yang akan dipertunjukkan sehingga antara masyarakat yang akan
dibahas dalam teori struktur fungsi dan sebuah tari yng dipertunjukkan
dipanggung sama-sama mempunyai struktur antara bagian-bagian dari struktur
yang tidak dapat dipisahkan atau saling berhubungan secara fungsional.
Kajian struktural tari biasanya berkenaan dengan sesuatu yang
menghasilkan tata bahasa dari gaya-gaya tari tertentu. Struktur menunjuk pada
tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Struktur tari harus
mengandung nilai-nilai etika tari yang dibawakan sehingga menjanjikan estetika
tari dengan menjunjung tinggi aspek keindahan tari di setiap proses tarian.
Dalam penjelasan struktur adalah penting untuk membedakan morfologi
dan struktur karena selain penggunaannya yang kerap kali saling tertukar,

Universitas Sumatera Utara

keduanya tidak menunjuk pada kesamaan derajat sesuatu benda. Secara sederhana
dinyatakan, bahwa morfologi berkenaan dengan bentuk, sementara struktur
berkaitan dengan tata hubungan dari bentuk-bentuk tersebut (Anya Peterson
Royce 69 : 2007).
Berdasarkan kajian struktur dan morfologi maka dalam mengkaji struktur
tari Barong Banjar akan dilihat dari struktur dan morfologi yaitu kajian struktur
akan dilihat dari hubungan tari yang ditampilkan pada upacara perkawinan,
sedangkan morfologi akan dianalisis dari gerak, tema property, musik, busana,dan
kelengkapan lainnya.
Pada umumnya tari memiliki susunan ragam gerak atau patokan gerak.
Rangkaian patokan pola-pola gerak atau patokan tersebut merupakan bentuk
rangkaian gerak yang pada umumnya dapat diulang langsung tanpa melalui gerak
lainnya. Pada dasarnya patokan gerak ini terbagi atas dua bagian yaitu patokan
yang disebut gerak pokok dan gerak penghubung (Elin Syamsuri, dkk, 1994 2829).
1.6.2 Teori Semiotik
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinan de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Pierce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu
sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar belakang
keilmuan adalah linguistik, sedangkan Pierce filsafat. Saussure menyebut ilmu
yang dikembangkannya semiologi. Semiologi menurut Saussure didasarkan pada
anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna

Universitas Sumatera Utara

atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakangnya sistem pembedaan
dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda disana ada
sistem. (Sumbo, 2008: 11-12)
Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak
dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disana ada
sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek
yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau
bentuk aspek lainnya yang disebut signified, bidang bidang petanda atau konsep
atau makna. Aspek kedua terkandung dalam aspek pertama. Jadi, petanda
merupakan kinsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. (Sumbo,
2008: 11-13, Marianto, 2006:135-138)
Menurut Pierce, tanda ialah suatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain
dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh
Pierce disebut obyek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru
dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui
interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri
penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda apabila dapat
ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang
sistem tanda dalam suatu masyarakat. hubungan ketiga unsur yang dikemukkan
Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik. (Sumbo, 2008: 13-14)
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan
menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda
antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut

Universitas Sumatera Utara

metafora. Contoh ikon adalah potret. Indeks adalah ada hubungan kedekatan
eksistensi, contoh, tanda panah penunjuk panah bahwa disekitar tempat itu ada
bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan
hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan. (Sumbo, 2008: 14)
Barthes mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat
bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda
dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi berlangsung
tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai
kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya
intersubjektif. Semuanya ini berlangsung ketika interpretant dipengaruhi sama
banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. (Hoed, 2008: 76, Sumbo, 2008: 15)
Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adlah penanda dalam
tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Jika teori
ini dikaitkan dengan spiritualitas gendang lima sedalanen dalam gendang
kematian pada masyarakat Karo, maka setiap pesan yang ada di dalamnya
merupakan signifier (lapisan ungkapan) dan signified (lapisan makna). Lewat
unsur verbal dan visual, diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotatif
yang terdapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat
dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotika terletak pada tingkat
signified, makan pesan dapat dipahami secara utuh. (Sumbo, 2008: 15).
Untuk mengkaji makna tari dalam pertunjukan Tari Barong Banjar, penulis
menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk
memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem

Universitas Sumatera Utara

simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik
adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders
Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai
sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound
image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa
mempunyai lambang bunyi tersendiri.
Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi
terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat
(interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus
memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari
lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses
penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon,
indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti
foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu
seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak
menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara
Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.
Semiotik atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign) serta
tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula
dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari
Swiss Ferdinand de Sausurre.

Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai

“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.”
Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu

Universitas Sumatera Utara

John Locke, gagasan semiotik sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan
berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru
muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika
munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat,
Charles Sanders Peirce.
Dalam karya awal Peirce di

lapangan semiotik ini, ia menumpukan

perhatian kepada pragmatisme dan logika.

Ia mendefinisikan tanda sebagai

“sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.”

Salah satu

sumbangannya yang besar bagi semiotik adalah pengkategoriannya mengenai
tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan
referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan);

(b)

indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c)
simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara penemuan (seperti dengan
kata-kata atau signal trafik).
Untuk membantu kajian makna dalam penelitian ini juga penulis mengkaji
fungsi tari Barong Banjar, dengan menggunakan teori fungsionalisme. Teori
fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang
menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi dan kebiasaankebiasaan pada masyarakat tertentu.

Analisis fungsi menjelaskan bagaimana

susunan sosial didukung oleh fungsi. Institusi-institusi seperti negara, agama,
keluarga, aliran dan pasar terwujud.

Sebagai contoh, pada masyarakat yang

kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung nilai-nilai
yang di ungsikan untuk mendukung aktiviti politik demokrasi dan ekonomi pasar.

Universitas Sumatera Utara

Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam
upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara
kelompok-kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya. Untuk lebih
memperinci teori semiotik ini maka penulis mendeskripsikan empat teori semiotik
yang digunakan untuk mengkaji makna tari Barong Banjar.
Peirce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang
terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda
adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera
manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di
luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang
muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan
indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda
ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi
referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Santosa, 1993:10) dan
(Pudentia, 2008:323).
Bagan 1.1:
Segitiga Makna
Objek

Representamen

Interpretan

Menurut Peirce (Santosa,1993:10) pemahaman akan struktur semiosis
menjadi dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya
mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan
sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam

Universitas Sumatera Utara

mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala
sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan
jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan
pikiran dengan jenis petandanya seperti yang tertera dalam bagan 1.2 dan bagan
1.3 berikut.
Bagan 1.2:
Pembagian Tanda

Ground/ representamen :
tanda itu sendiri sebagai
perwujudan gejala umum.

Objek/ referent: yaitu apa
yang diacu.

Interpretant: tanda-tanda baru
yang terjadi dalam batin
penerima.

Qualisign: terbentuk oleh
suatu kualitas yang
merupakan suatu tanda,
misalnya: “keras” suara
sebagai tanda, warna hijau.

Ikon: tanda yang penanda
dan petandanya ada
kemiripan. Misalnya: foto,
peta.

Rheme: tanda suatu
kemungkinan atau konsep, yaitu
yang memungkinkan menafsirkan
berdasarkan pilihan, misalnya:
“mata merah” bisa baru
menangis, tapi bisa juga yang
lain.

Sinsign/tokens: terbentuk
melalui realitas fisik.
Misalnya : rambu lalu lintas.

Index: hubungan tanda dan
objek karena sebab akibat.
Misalnya: asap dan api.

Dicent sign: tanda sebagai fakta/
pernyataan deskriptif eksistensi
aktual suatu objek, mis : tanda
larangan parkir adalah kenyataan
tidak boleh parkir.

Legisign: Hukum atau
kaidah yang berupa tanda.
Setiap tanda konvensional
adalah legisign, misalnya:
suara wasit dalam
pelanggaran.

Symbol: hubungan tanda
dan objek karena
kesepakatan / suatu tanda
yang penanda atau
petandanya arbitrer
konvensional. Misalnya:
bendera, kata-kata.

Argument: tanda suatu aturan,
yang langsung memberikan
alasan, mis : gelang akar bahar
dengan alasan kesehatan.

Sumber: Erni Yunita (2011)

1.6.3

Bentuk penyajian tari
Secara historis, bentuk penyajian tari dapat dibedakan sebagai bentuk

penyajian tari modern dan tari tradisional. Menurut Edi Sedyawati, tari modern

Universitas Sumatera Utara

diciptakan untuk melepaskan keterkaitan tradisi dan berfungsi sebagai hiburan,
baik bersifat estetis maupun komersial. Di dalam hal ini, penari modern selalu
mau mencari hal-hal baru, baik dalam tema maupun bentuk dan dasar teknik
menarinya. Sedangkan tari tradisional berfungsi untuk mempertunjukkan kaidahkaidah keindahan tari sesuai dengan persyaratan teknik, bentuk, dan ritme tari
sehingga lebih bersifat ritual pada upacara yang berhubungan dengan tingkatantingkatan hidup dan perputaran waktu (Sutrisno dan Verhaak ,1993:100).
Bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional berkaitan erat dengan
proses penyajian tari dan persiapan sebelum membawakan tari. Penyajian tari
merupakan rentetan aplikasi dari cara menyajikan tari, tahapan penyajian dan
waktu penyajian tari. Sedangkan persiapan merupakan seluruh perlengkapan yang
diperlukan dalam menyajikan tari. cara, tahapan waktu, dan perlengkapan
penyajian tari merupakan perwujudan estetika tari. Bentuk gerakan sebagai inti
dari bentuk penyajian tari.
1.7

Metodologi Penelitian
Penelitian Tari Barong Banjar ini akan dilakukan penulis dengan secara

kualitatif. Menurut Bungin (2007: 6),
“Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti memulai berpikir secara
induktif, yaitu mengungkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial,
melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan berupaya
melakukan teoritisasi berdasarkan apa yang diamatinya.”
Untuk mencapai hal itu, penelitian ini akan menggunakan metode
deskripsi. Metode deskripsi merupakan cara memperoleh data berdasarkan apa

Universitas Sumatera Utara

yang terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat

Sevilla, (2006: 71) yang

menyatakan,
“Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan sekarang.
Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol halhal yang telah terjadi, demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki
kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi, dan hanya
dapat mengukur apa yang ada (exists).”

Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini akan menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan bentuk penyajian Tari
Barong Banjar pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan bentuk penyajian tari
ini, maka akan dideskripsikan makna gerakan tari yang melatarbelakangi gerakan
tari sesuai dengan adat suku Banjar.
1.7.1 Teknik Pengumpulan Data/ Observasi
Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, dan
dokumentasi kepustakaan. Ketiga teknik pengumpulan data ini dilakukan secara
bertahap dengan terlebih dahulu melakukan observasi. Observasi merupakan cara
pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhadap objek yang
diteliti. Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara langsung
terhadap penyajian Tari Barong Banjar di Desa Tanjung Ibus, baik penyajian tari
pada acara pesta perkawinan maupun penyajian tari secara khusus yang disajikan
di hadapan penulis. Pengamatan meliputi struktur penyajian tari yang dilakukan
secara detail dari proses sebelum pelaksanaan upacara hingga penyajian tari
Barong Banjar pada upacara perkawinan.
Setelah dilakukan observasi maka peneliti melakukan wawancara dan
mendokumentasikan Tari Barong Banjar. Di dalam tahap dokumentasi, peneliti

Universitas Sumatera Utara

juga melakukan observasi secara sistematis sehingga diperoleh hasil dokumentasi
Tari Barong Banjar yang andal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
Berdasarkan hasil dari suatu percobaan, bahwa metode pengumpulan data
kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan
teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi,
bahan dokumenter, serta metode baru seperti metode bahan visual dan metode
penelusuran bahan internet ( Bungin,2007: 107).
Dalam proses penelitian lapangan, digunakan beberapa instrumen
pembantu seperti buku notes, pulpen, kamera Canon A495, handycam Sony,
kamera Blackberry 9800. Sedangkan dalam proses kerja laboratorium ( laboratory
research), digunakan beberapa alat bantu seperti notes,pulpen, 1buah note book,1
buah laptop, printer Canon MP198, dan komputer Tablet Samsung GT-P5100.
1.7.2

Wawancara
Untuk memperoleh data-data

yang tidak dapat dilakukan melalui

observasi,penulis melakukan wawancara.Wawancara

yang dilakukan adalah

wawancara yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan yang tidak
mempunyai struktur dan yang mempunyai struktur, tetapi selalu terpusat kepada
satu pokok tertentu.
Menurut Bungin (2007), metode wawancara dibagi kedalam dua jenis
yakni wawancara mendalam dan wawancara bertahap. Wawancara mendalam
secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

Universitas Sumatera Utara

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara
mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan. Sedangkan bentuk
wawancara kedua sedikit formal dan terstruktur jika dibandingkan dengan bentuk
wawancara mendalam. Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga
mendalam, tetapi kebebasan ini tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan
ditanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan oleh pewawancara.
Kehadiran utama dari wawancara ini adalah dilakukan secara bertahap. Kehadiran
pewawancara sebagai penelitian yang sedang mengamati objek penelitian dapat
dilakukan secara tersembunyi atau terbuka.
Di dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara terstruktur kepada
informan kunci dan wawancara tidak terstruktur kepada masyarakat Banjar di
Desa Tanjung Ibus. Model wawancara yang dilakukan adalah wawancara secara
langsung dengan teknik catat dan rekam hasil wawancara.
Dokumentasi dalam p enelitian ini dibagi atas dua hal, yaitu dokumentasi
berupa data tertulis dan dokumentasi digital. Dokumentasi dalam penelitian ini
dihasilkan penulis dari hasil penelitian lapangan, baik berupa hasil wawancara,
pemotretan, dan perekaman video penyajian Tari Barong Banjar di Desa Tanjung
Ibus.

Universitas Sumatera Utara

1.7.3

Teknik penyajian hasil analisis data
Setelah diperoleh data dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi,

maka peneliti akan melakukan analisis data dengan mendeskripsikan ragam gerak
secara tertulis, baik gerakan tari, makna tari, maupun tata cara penyajian tari.
Deskripsi dilakukan secara berurutan sesuai konsep gerak yang terdapat dalam
Tari Barong Banjar. Berdasarkan deskripsi gerakan tari dan tata cara penyajian
tari, maka dilakukan pembahasan yang berkaitan dengan ragam gerak dalam Tari
Barong Banjar.Gerak dan makna didasarkan pada bentuk penyajian tari klasik
sebagaimana di ungkapkan oleh Rustam A.A (2007: 6-12) dalam kebudayaan
suku Banjar.
1.8

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Desa Tanjung Ibus, Kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat. Di Desa Tanjung Ibus inilah ditemukan Tari
Barong Banjar sebagai warisan kesenian masyarakat Banjar di kawasan budaya
suku Melayu. Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota
Medan menuju arah Langkat. Jarak tempuh akan memakan waktu sekitar satu
setengah jam dengan menggunakan kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bulan Maret 2013 –
Mei 2013. Selama tiga bulan tersebut, peneliti mengintensifkan penelitian
terhadap ragam gerak dan makna tari sebagai bagian akhir dari penelitian
pendahuluan yang peneliti lakukan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

1.9

Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan ini hasil penelitian mempunyai : Pengantar,

hasil penelitian dan kesimpulan bagian pertama dalam tulisan ini adalah
pendahuluan yang didalamnya berisikan latar belakang dan permasalahan ruang
lingkup dan manfaat penelitian, tujuan penelitian, penulisan tinjauan pustaka,
teori dalam penulisan, lokasi penelitian, metode penelitian, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Didalam bab dua ini penulis mengkaji beberapa hal tentang tinjauan
umum masyarakat Banjar diantaranya adalah geografis kabupaten Langkat, data
kependudukan Desa Tanjung Ibus, asal mula kedatangan suku Banjar, sistem
religi, sistem kekerabatan, mata pencaharian, bidang kegamaan, upacara adat dan
juga tidak tertinggal adalah kesenian masyarakat Banjar.
Pada bab ketiga memaparkan tentang sejarah tari Barong Banjar, struktur
tari Barong Banjar, tahapan upacara pelaksanaan pada upacara perkawinan
masyarakat Banjar, serta penyajian tarinya.
Pada bab keempat mendeskripsikan tentang makna tari Barong Banjar,
makna gerak tari Barong Banjar pada upacara perkawinan masyarakat Banjar,
musik iringan pada tari Barong Banjar, tata busana dan tata rias pada upacara
perkawinan masyarakat Banjar, sesajen pada upacara perkawinan masyarakat
Banjar, tempat pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Banjar serta
perlengkapan pada upacara perkawinan masyarakat Banjar.

Universitas Sumatera Utara

Bab kelima sebagai akhir dari penulisan ini, memuat kesimpulan
mengenai keseluruhan dalam pembahasan yang diharapkan dapat menarik benang
merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara