Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
ditandai dengan demam dua sampai tujuh hari disertai dengan perdarahan,
penurunan jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, adanya kebocoran plasma
ditandai dengan peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20% dari nilai
normal (Kemenkes RI, 2013).
2.1.1 Penyebab Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dengan
tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B
Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010).
2.1.2 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue
Vektor penular demam berdarah dengue ialah nyamuk Aedes aegypti.
2.1.2.1 Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
a. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih
pada seluruh tubuhnya.

b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum.
c. Mampu terbang sampai 100 meter.

9
Universitas Sumatera Utara

10

d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai
sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga atau tumbuhan yang
mengandung gula.
e. Umur nyamuk aedes aegypti rata-rata dua minggu, tetapi sebagian
diantaranya dapat hidup dua sampai tiga bulan.
2.1.2.2 Morfologi nyamuk Aedes aegypti
a. Telur
1) Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran lebih
kurang 0.80 mm.
2) Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100
butir.
3) Telur ini di letakkan di tempat yang kering (tanpa air) dan dapat

bertahan sampai enam bulan.
4) Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dua hari
setelah terendam air.
b. Jentik
1) Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,1-5 cm.
2) Jentik Aedes aegypti akan selalu bergerak aktif dalam air. Geraknya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas
(mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.
3) Pada waktu istirahat, posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

Universitas Sumatera Utara

11

4) Setelah enam sampai delapan hari jentik itu akan berkembang/berubah
menjadi kepompong.
c. Kepompong
1) Berbentuk seperti koma.

2) Gerakannya lamban.
3) Sering berada di permukaan air.
4) Setelah satu sampai dua hari akan menjadi nyamuk dewasa.
2.1.2.3 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Telur

Jentik

Nyamuk

Kepompong

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk lebih kurang sembilan
sampai sepuluh hari (Depkes RI, 2006).
2.1.2.4 Tempat berkembang nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air dan
barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah,
misalnya :


Universitas Sumatera Utara

12

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari baik di dalam
maupun di luar rumah, antara lain ember, drum, tempayan, bak mandi atau wc
dan lainnya.
b. TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, antara lain tempat minum burung, vas
bunga, perangkap semut, barang bekas, talang air dan lainnya.
c. TPA alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung
kelapa, potongan bambu, pelepah pisang dan lainnya (Kemenkes RI, 2013).
2.1.3 Gejala / Tanda Demam Berdarah Dengue
Penderita penyakit DBD pada umumnya disertai tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Hari pertama sakit : panas mendadak, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit
dibedakan dengan penyakit lain.
2. Hari kedua atau ketiga : timbul bintik perdarahan, lebam atau ruam pada kulit
muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Gejala perdarahan seperti
mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas

gigitan nyamuk. Untuk membedakannya kulit direnggangkan, bila hilang bukan
tanda penyakit DBD.
3. Antara hari ketiga sampai ketujuh : panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan
yang selanjutnya :
a. Penderita sembuh, atau
b. keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki
dingin, banyak mengeluarkan keringat. (Kemenkes RI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.4

Penularan Demam Berdarah Dengue
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang terinfeksi

saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam
darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama delapan sampai sepuluh
hari terutama dalam kelenjar air liurnya dan jika nyamuk menggigit orang lain maka

virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia,
virus ini akan berkembang empat sampai enam hari dan orang tersebut akan
mengalami sakit DBD. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan
berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).
2.1.5

Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah Dengue

1. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara
aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah
hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan
iklim (climate change).
2. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan
penderita di puskesmas dan rumah sakit.
3. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk


Universitas Sumatera Utara

14

memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia.
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
a)

Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas.

b) Secara kimiawi dengan larvasidasi.
c)

Secara biologis dengan pemberian ikan.

d) Cara lainnya (menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat
kasa dll).
Kegiatan pengalaman vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
a) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan

dimonitor oleh petugas puskesmas.
b) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim
penularan.
c) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan dilaksanakan
oleh petugas puskesmas.
d) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL) DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas
Jentik (ABJ).
4. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan
guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah).

Universitas Sumatera Utara

15

5. Sistem Kewaspaspadaan Dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB

dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan
tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan Penyelidikan
Epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus,
penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
6. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau
poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang
nyamuk sesuai dengan kodisi setempat.
7. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar.
Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992 dan
KEPMENDAGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja operasional
(POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring
kemitraan dalam pengendalian DBD (Kemenkes RI, 2011).
8. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam
pengendalian


DBD.

Sehingga

secara

rutin

perlu

diadakan

sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader, puskesmas
sampai dengan pusat.

Universitas Sumatera Utara

16

9. Penelitian dan survei

Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus
dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, rumah sakit, Litbang,
LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor,
penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan saat ini sedang
dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.
10. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan atau desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan
pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai
pada setiap tahun (Kemenkes RI, 2011).
2.1.6 Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan
kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan KLB dapat dicegah. Selanjutnya
dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta
masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pemberantasan
maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.
1. Penyelidikan Epidemiologis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum
dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah untuk mengetahui
penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan
yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan

Universitas Sumatera Utara

17

untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada
tidaknya jentik nyamuk penular DBD dan menentukan jenis tindakan
(penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.
2. Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD
yang dilaksanakan dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan dan penyemprotan
(pengasapan) menggunakan insektisida sesuai kriteria. Tujuannya adalah
memberantasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di tempat tinggal
penderita DBD dan rumah atau bangunan sekitarnya serta di tempat-tempat
umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.
3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan
yang meliputi : pengobatan atau perawatan penderita, pemberantasan vektor
DBD,

penyuluhan

kepada

masyarakat

dan

evaluasi

atau

penilaian

penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB.
Tujuannya adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di
suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Penilaian penanggulangan KLB
meliputi penilaian operasioanal dan penilaian epidemiologi. Penilaian
operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan melalui
kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk
pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan penilaian epidemiologi
ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah

Universitas Sumatera Utara

18

penderita dan kematian DBD dengan cara membandingkan data kasus atau
kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan DBD.
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah
kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD
(Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah
mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat dicegah dan
dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ).
Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan dengan “3M”, yaitu (1)
menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air (2) Menutup rapatrapat tempat penampungan air, dan (3) Mengubur atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan.
5. Pemeriksaan Jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangan
nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau
kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Tujuannya adalah melakukan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD termasuk memotivasi keluarga atau
masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD (Direktorat Kesehatan dan Gizi
Masyarakat, 2006).
2.2 Koordinasi
2.2.1 Pengertian koordinasi
Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to
regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat

Universitas Sumatera Utara

19

(equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling
memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu (Ndraha, 2003).
Menurut Handoko (2000) dalam bukunya yang berjudul Manajemen,
Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada
satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi,
individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas
peranan mereka dalam organisasi.
Menurut G. R. Terry (dalam Hasibuan, 2011) koordinasi adalah suatu usaha
yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan
harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Defenisi G.R. Terry bahwa
koordinasi adalah pernyataan usaha dan meliputi ciri-ciri sebagai berikut :
1.

Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

2.

Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut.

3.

Pengarahan usaha-usaha tersebut.
Menurut Herbert G.Hicks (dalam Sutarto, 2002) prinsip koordinasi

menerangkan bahwa pelaksanaan organisasi itu efektif apabila semua orang dan
sumber disinkronkan, diseimbangkan dan diberikan pengarahan.
Berdasarkan pendapat tentang koordinasi yang telah dikemukakan oleh G.
R. Terry dan Herbert G.Hicks, maka dapat diambil kesimpulan mengenai
koordinasi, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

20

a.

Koordinasi merupakan kesatuan tindakan,

b.

Koordinasi merupakan keseimbangan antarsatuan,

c.

Koordinasi merupakan keselarasan, dan

d.

Koordinasi merupakan sinkronisasi.

2.2.2 Ciri-ciri Koordinasi
Menurut Handayaningrat dalam bukunya yang berjudul Administrasi
Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (1991), ciri-ciri koordinasi adalah
sebagai berikut :
1.

Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi
menjadi tanggung jawab daripada pemimpin. Dikatakan bahwa pimpinan yang
berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.

2.

Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama
merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan baik.

3.

Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process). Artinya
sutau proses yang bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan
organisasi.

4.

Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena
koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok bukan terhadap
usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di dalam kelompok
untuk mencapai tujuan bersama.

5.

Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi.
Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha atau tindakan daripada

Universitas Sumatera Utara

21

setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam
mencapai hasil bersama.
6.

Tujuan organisasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha
atau tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut
serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

2.2.3 Sifat-sifat Koordinasi
Koordinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
(manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan (Hasibuan,
2011).
2.2.4 Tipe-tipe Koordinasi
Koordinasi memiliki tipe-tipe sebagai berikut :
1.

Koordinasi

vertikal

(vertical

coordination)

adalah

kegiatan-kegiatan

penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit,
kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Atasan
mengkoordinir semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara
langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan
dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
2.

Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan
tindakan atau kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan

Universitas Sumatera Utara

22

dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal dibagi
atas interdisciplinary dan interrelated.
e.

Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,
menyatukan tindakan, mewujudkan dan menciptakan disiplin antara unit
yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada
unit-unit yang sama tugasnya.

f.

Interrelated adalah koordinasi antarbadan (instansi), unit yang fungsinya
berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan
atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya
setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena
koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit
diatur sebab kedudukannya setingkat (Hasibuan, 2011).

2.2.5 Syarat-syarat Koordinasi
Koordinasi memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut
bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.
2. Rivalry, dalam perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagianbagian, agar bagian-bagian ini berlomba untuk mencapai kemajuan.
3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai.
4. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat (Hasibuan, 2011).

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.6 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Koordinasi
Menurut Ketani (2004), keberhasilan koordinasi ditentukan oleh berbagai
faktor yaitu :
1.

Partisipasi unit
Kehadiran setiap pejabat yang mengepalai unit-unit organisasi sangat
menentukan cepatnya masalah untuk diselesaikan. Masalah yang seharusnya
dapat ditanggulangi secara cepat, akan tertunda apabila satu pejabat saja tidak
hadir dalam rapat koordinasi yang mana masalah tersebut terkait pula
dengannya, artinya keputusan tidak dapat diambil pada waktu rapat koordinasi
tersebut karena absennya seorang pejabat.

2.

Disiplin koordinasi
Kehadiran pejabat unit organisasi dalam rapat koordinasi tergantung pada
disiplin yang ditetapkan oleh koordinator dalam memengaruhi pejabat yang
dikoordinasikannya. Kalau dalam rapat koordinasi yang ditetapkan,
koordinator tidak memimpin sendiri rapat tersebut dan mewakilkannya pada
orang yang ditunjuk mewakilinya, maka ada kecenderungan bahwa pejabat
unit akan mewakilkan kehadirannya kepada bawahannya pula. Akibatnya rapat
koordinasi tidak akan dapat memecahkan masalah sesegera mungkin, karena
wakil unit tersebut dalam hal-hal yang prinsip biasanya tidak berani
memutuskan dan harus berunding dulu dengan atasannya.

3.

Keterbukaan berkomunikasi
Komunikasi adalah kunci dari koordinasi yang efektif dan koordinasi yang
efektif ditandai dengan kemampuan menyelesaikan masalah tepat pada

Universitas Sumatera Utara

24

waktunya. Kemampuan ini tergantung pada mendapatkan, menyalurkan dan
memproses informasi. Koordinasi dapat pula dipandang sebagai kegiatan
memproses informasi, untuk mencapainya maka penting sekali keterbukaan
dari setiap unit yang terlibat dalam koordinasi tersebut untuk berkomunikasi
secara lancar dalam usaha menyampaikan informasi dari unit masing-masing
dalam rangka usaha pencapaian tujuan organisasi keseluruhan.
2.2.7 Manfaat Koordinasi
Koordinasi memiliki manfaat-manfaat yaitu sebagai berikut :
1. Koordinasi dapat menghindarkan perasaan lepas satu sama lain antara satuansatuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
2. Koordinasi dapat menghindarkan perasaan atau suatu pendapat bahwa satuan
organisasinya atau jabatannya merupakan yang paling penting.
3. Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan timbulnya pertentangan
antarsatuan organisasi atau antarpejabat.
4. Koordinasi dapat menghindarkan timbulnya rebutan fasilitas.
5. Koordinasi dapat menghindarkan terjadinya peristiwa waktu menunggu yang
memakan waktu lama (Sutarto, 2002).
2.2.8 Gejala kurangnya Koordinasi
Kosong atau kurangnya koordinasi dalam suatu organisasi akan terlihat dari
adanya gejala sebagai berikut :
1.

Petugas atau satuan organisasi bertengkar menuntut suatu bidang kerja atau
wewenang yang masing-masing menganggap termasuk dalam lingkungan
tugasnya.

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Petugas atau satuan organisasi saling melemparkan suatu tanggungjawab
kepada pihak lain karena masing-masing merasa bahwa sesuatu pekerjaan tidak
termasuk dalam ruang lingkup tugasnya.

3.

Pencapaian tujuan organisasi tidak berjalan secara lancar karena suasana
organisasi terasa serba kacau, para petugas terlihat ragu dalam melaksanakan
pekerjaan, bahkan hasil pekerjaan yang satu sering dihapuskan oleh pekerjaan
yang lain tanpa disadari (Sutarto, 2002).

2.2.9 Masalah-masalah Pencapaian Koordinasi yang Efektif
Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch telah mengemukakan empat tipe
perbedaan dalam sikap dan cara kerja di antara bermacam-macam individu dan
departemen dalam organisasi yang mempersulit tugas pengkoordinasian bagianbagian organisasi secara efektif, yaitu :
1.

Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota dari
departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang
bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik.

2.

Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih memperhatikan
masalah yang harus diselesaikan segera atau dalam periode waktu pendek.

3.

Perbedaan dalam orientasi antar pribadi.

4.

Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi
mungkin mempunyai metoda dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi
program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan (Handoko, 2000).

Universitas Sumatera Utara

26

2.2.10 Pendekatan-pendekatan untuk pencapaian koordinasi yang efektif
Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif. Ada tiga pendekatan
untuk pencapaian koordinasi yang efektif, yaitu :
1.

Pendekatan pertama, mempergunakan teknik manajemen dasar : hirarki
manajerial, rencana dan tujuan sebagai pengarah umum kegiatan-kegiatan serta
aturan dan prosedur.

2.

Pendekatan kedua, diperlukan bila bermacam-macam satuan organisasi
menjadi lebih saling tergantung dan lebih luas dalam ukuran dan fungsi.

3.

Pendekatan ketiga, di samping peningkatan kordinasi potensial, yaitu dengan
mengurangi kebutuhan akan koordinasi. Mengurangi kebutuhan akan
koordinasi dapat dilakukan dengan penyediaan tambahan sumber daya untuk
satuan kegiatan atau pengelompokan kembali satuan organisasi agar tugas
dapat berdiri sendiri (Handoko, 2000).

2.2.11 Cara-cara Mengadakan Koordinasi
Koordinasi tidak dapat diperintahkan, dipaksakan, tetapi lebih baik dengan
cara permintaan, permohonan kepada pegawai, karena dengan cara ini akan lebih
diresapi, ditaati oleh para pegawai serta mereka merasa dihargai. Koordinasi dapat
dilakukan dengan cara :
1. Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan mengenai
pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan yang tepat harus diambil untuk
menciptakan, menghasilkan koordinasi yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

27

2. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh
anggota tidak menurut masing-masing anggota dengan tujuannya sendirisendiri. Tujuan itu adalah tujuan bersama.
3. Mendorong anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide dan lain-lain.
4. Mendorong anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan, penciptaan
sasaran (Ketani, 2002).
2.2.12 Indikator Koordinasi
Menurut Handayaningrat (1991), koordinasi dalam proses manajemen dapat
diukur melalui indikator :
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan sebuah proses dimana informasi dipertukarkan dan
dimengerti oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk memotivasi
atau mempengeruhi perilaku (Daft, 2002). Hal-hal yang dilihat dalam komunikasi
yaitu :
a. Ada tidaknya informasi
b. Ada tidaknya alur informasi
c. Ada tidaknya teknologi informasi
2. Kesadaran pentingnya koordinasi
Kesadaran pentingnya koordinasi adalah setiap masing-masing pihak terkait
wajib memahami pentingnya dari sebuah koordinasi agar dapat bertanggungjawab
dalam menjalankan tugasnya. Kesadaran akan pentingnya koordinasi dapat dilihat
dari :
a.

Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi

Universitas Sumatera Utara

28

b.

Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

3. Kompetensi partisipan
Kompetensi partisipan adalah adanya pihak-pihak yang berwenang yang
terlibat dan mengawasi jalannya koordinasi. Hal-hal yang dapat dilihat dalam
kompetensi partisipan yaitu :
a. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat
b. Ada tidaknya ahli yang terlibat
4. Kesepakatan, komitmen dan insentif
Sebelum melakukan koordinasi, diperlukan adanya kesepakatan dan
komitmen agar pekerja yang berkoordinasi tidak melalaikan tugasnya. Komitmen
berarti bahwa pekerja akan berbagi cara pandang dengan pemimpin dan dengan
antusias melaksanakan instruksi (Daft, 2002).
Menurut Daft (2002), manajer dapat bertindak untuk mempromosikan
komitmen organisasi pada karyawannya dengan senantiasa memberi informasi
kepada karyawan, memberi penjelasan atas keputusan yang dibuat, menyediakan
pelatihan yang dibutuhkan dan sumber daya lain agar mereka dapat sukses,
memperlakukan mereka secara adil dan menawarkan penghargaan yang bernilai
bagi mereka. Hal-hal yang dapat dilihat dalam indikator kesepakatan, komitmen
dan insentif yaitu :
a. Ada tidaknya bentuk kesepakatan
b. Ada tidaknya pelaksana kegiatan
c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan
d. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi

Universitas Sumatera Utara

29

5. Kontinuitas perencanaan
Kontinuitas perencanaan yaitu apabila koordinasi sudah berjalan maka perlu
dilihat ada atau tidaknya feedback (umpan balik) dari obyek maupun subyek
koordinasi tersebut, oleh sebab itu diperlukan perencanaan selanjutnya jika masalah
dalam koordinasi tidak terpecahkan. Hal-hal yang dilihat dalam kontinuitas
perencanaan yaitu :
a. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek dalam koordinasi
b. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan.

Universitas Sumatera Utara

30

2.3 Fokus Penelitian

Fungsi Koordinasi
1.
2.
3.
4.
5.

Komunikasi
Kesadaran pentingnya koordinasi
Kompetensi partisipan
Kesepakatan, komitmen dan insentif
Kontinuitas perencanaan

Pelaksanaan program
penanggulangan DBD

Gambar 2.2 Fokus Penelitian

Defenisi fokus :
1. Komunikasi adalah penyampaian pesan dua arah oleh pihak-pihak yang terkait
dalam penanggulangan DBD.
2. Kesadaran pentingnya koordinasi adalah setiap pihak-pihak yang terkait
memahami pentingnya dari sebuah koordinasi dalam penanggulanagn DBD agar
dapat bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya.
3. Kompetensi partisipan adalah adanya pihak-pihak berwenang yang terkait
mengawasi jalannya koordinasi dalam penanggulangan DBD, seperti adanya
kader yang dilatih untuk mengetahui lebih dalam mengenai DBD.
4. Kesepakatan, komitmen dan insentif adalah setiap pihak memiliki kesepakatan
dan komitmen koordinasi dalam penanggulangan DBD agar tidak melalaikan
tugasnya dan adanya berupa dana transportasi yang diberikan untuk pihak-pihak
yang di undang.
5. Kontinuitas perencanaan adalah ada atau tidaknya umpan balik dari pihak-pihak
yang terkait dalam koordinasi tersebut dalam menanggulangi DBD.

Universitas Sumatera Utara

31

6. Pelaksanaan program penanggulangan DBD adalah proses berjalannya program
penanggulangan DBD.

Universitas Sumatera Utara