Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Berbagai program kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan hal tersebut.
Salah satu pokok program kesehatan yang dilaksanakan adalah pemberantasan
penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dan ditularkan lewat nyamuk
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung
semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit
DBD karena virus penyabab dan nyamuk penularnya yaitu Aedes aegypti tersebar
luas, baik di rumah maupun di tempat umum (Kemenkes RI, 2011).
Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di sebagian kabupaten atau
kota di Indonesia. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia yaitu di
Kota Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat
dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah

tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang
dilaporkan sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang (Depkes RI, 2006).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD yang dilaporkan di Indonesia sebanyak
112.511 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 871 orang dengan angka
kesakitan atau incidence rate (IR) sebesar 45,85%. Terjadi peningkatan jumlah
kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus
dengan IR sebesar 37,27%. Terjadi fluktuasi angka kesakitan DBD mulai tahun
2008 sampai dengan tahun 2013 sebagaimana tampak pada grafik di bawah ini
(Kemenkes RI, 2014).

Gambar 1.1 Grafik Angka Kesakitan (IR)DBD Per 100.000 Penduduk Tahun
2008-2013

Di Provinsi Sumatera Utara penyakit DBD telah menyebar luas sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif
tinggi. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD di Sumatera Utara sebesar 4.732 kasus
dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami kenaikan bila
dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4.367 kasus dengan IR
sebesar 33 per 100.000 penduduk. Berdasarkan angka kesakitan DBD di Sumatera

Universitas Sumatera Utara

3

Utara dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir dari tahun 2004-2013, lonjakan kasus DBD
terjadi pada tahun 2010 dengan IR sebesar 72 per 100.000 penduduk (Dinkes
Sumut, 2014).

Gambar 1.2 Grafik Angka Kasus Dan Angka Kematian DBD Di Provinsi
SumateraUtara Tahun 2004-2013

Berdasarkan KLB wilayah Provinsi Sumatera Utara ada delapan daerah
yang endemis DBD yaitu Kota Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, Asahan,
Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten Karo (Kemenkes RI, 2014).Kota

Medan merupakan daerah endemis DBD, berdasarkan data dari bidang P2P Dinas
Kesehatan Kota Medan tahun 2012, Jumlah kasus DBD di Kota Medan sebanyak
1.203 kasus, mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2013 dimana
jumlah kasus DBD sebesar 1.270 kasus. Pada tahun 2013 IR untuk kasus DBD
sebesar 59,8 per 100.000 penduduk, sementara Case Fatality Rate (CFR) sebesar
23% dimana CFR untuk laki-laki sebesar 34,3% dan CFR untuk perempuan sebesar
15,6% (Dinkes Medan, 2014).
Kota Medan memiliki 21 kecamatan. Salah satu kecamatan yang endemis
DBD adalah kecamatan Medan Helvetia. Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri

Universitas Sumatera Utara

4

dari tujuh kelurahan (Kelurahan Helvetia, Kelurahan Helvetia Tengah, Kelurahan
Helvetia Timur, Kelurahan SSC II, Kelurahan TG.Gusta, Kelurahan Dwi Kora dan
Kelurahan Cinta Damai) selalu mengalami kasus DBD setiap bulannya. Pada tahun
2014, jumlah kasus DBD yang terdapat di Kecamatan Medan Helvetia sebesar 147
kasus dan yang meninggal sebanyak empat orang, yaitu dua orang dari Kelurahan
SSC II dan dua orangnya lagi dari Kelurahan TG.Gusta. (Puskesmas Medan

Helvetia, 2015).
Tabel 1.1
Jumlah kasus DBD di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014
No
Kelurahan
Jumlah kasus
Meninggal
1. Helvetia
14
2. Helvetia Tengah
40
3. Helvetia Timur
17
4. SSC II
12
2
5. TG.Gusta
27
2
6. Dwi Kora

33
7. Cinta Damai
4
Jumlah
147 kasus
4 orang
Sumber : Puskesmas Medan Helvetia, 2015

Berdasarkan laporan kajian kebijakan penanggulangan wabah penyakit
menular, yakni studi kasus DBD yang dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia,
menyatakan bahwa kendala penting yang masih terjadi saat ini dalam menangani
DBD adalah kurang atau tidak adanya koordinasi dari instansi-instansi yang
seharusnya terkait dalam menangani DBD sehingga menimbulkan masalah
tersendiri di lapangan. Penanganan DBD tidak semata-mata tugas dinas kesehatan,
melainkan juga terkait dengan instansi lainnya. Instansi-instansi yang mengatur tata
kota dan pemukiman, kebersihan lingkungan hidup bahkan dinas pendidikan
(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

Universitas Sumatera Utara


5

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan bertanggung
jawab atas masalah kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Tingginya beban
puskesmas sebagai unit operasional utama di lapangan juga menjadi kendala utama
yang dihadapi dalam implementasi kebijakan penanggulangan penyakit menular
dalam kasus DBD (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa puskesmas seolah-olah
menjadi penanggung jawab tunggal atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
Berdasarkan wawancara dengan Petugas P2 DBD Puskesmas Medan Helvetia,
kendala-kendala yang dihadapi dalam masalah penanggulangan DBD yaitu
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan setiap jumat pagi belum
berjalan dengan optimal, masih ada warga yang menolak saat akan diperiksa jentik
di rumahnya, persepsi warga yang menganggap masalah DBD hanyalah masalah
puskesmas sehingga puskesmas lah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Selain itu, kepedulian dari sektor lain belum terlihat. Saat akan
dilaksanakannya PSN, terkadang kepala lingkungan nya tidak hadir.
Dalam mencapai tujuannya, sebuah organisasi memerlukan koordinasi.
Tujuan organisasi yang telah ditetapkan adalah suatu kondisi yang telah disepakati
oleh semua anggota organisasi. Dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai

jika semua anggota organisasi mempunyai kesediaan untuk bekerja sama dan
kegiatan mereka dapat dikoordinir dengan baik, sehingga tidak terjadi
kesimpangsiuran dan tumpang tindih atau kekosongan serta kehampaan tindakan
dalam pekerjaan. Dengan kata lain prinsip yang harus menjadi landasan dari semua
kerja sama adalah koordinasi (Prabawa, 2009).

Universitas Sumatera Utara

6

Menurut Hasibuan (2011), koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaanpekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Tanpa koordinasi,
individu-individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi.
Menurut WHO (2012), dalam pencegahan dan pengendalian demam dengue
dibutuhkan pendekatan lintas sektoral yang efektif, memerlukan koordinasi antara
kementerian memimpin (biasanya Departemen Kesehatan) dan kementerian terkait
lainnya dan lembaga pemerintah, sektor swasta (termasuk penyedia layanan
kesehatan swasta), lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat lokal. Berbagai
sumber daya merupakan aspek penting koordinasi.
Penelitian Kurniawan (2011) tentang implementasi program pencegahan

dan penanggulangan DBD di Kota Surakarta, menyatakan bahwa koordinasi sangat
diperlukan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai tujuan
kebijakan yang akan dilakukan. Koordinasi antara dinas kesehatan dengan
puskesmas dan kelompok kerja operasional DBD dilakukan melalui surat dan
hambatannya terjadi karena pokjanal tidak aktif.
Penelitian

Subargus

(2007)

tentang

analisa

terhadap

kebijakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam upaya penanggulangan DBD di

wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan bahwa koordinasi
dalam penanggulangan DBD masih belum berjalan lancar. Dinyatakan bahwa
perhatian dan upaya yang besar dari dinas kesehatan terhadap pemberantasan
penyakit DBD khususnya PSN DBD tidak diimbangi secara serius dan penuh

Universitas Sumatera Utara

7

tanggung jawab oleh instansi lain sehingga peran serta sektor terkait lainnya belum
dapat mendukung secara optimal dalam pelaksanaan DBD.
Penelitian Sriwulandari (2009) tentang evaluasi pelaksanaan program
pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue Dinas
Kesehatan Kabupaten Magetan, menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam
pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu karena
susahnya koordinasi dengan beberapa pihak. Dinyatakan bahwa susahnya
koordinasi dengan masyarakat maupun pihak desa terlihat dari terkadang ada
perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus yang menimpa warga.
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka penulis ingin
melakukan penelitian untuk menganalisis fungsi koordinasi dalam program

penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan fungsi
koordinasi dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia
Kecamatan Medan Helvetia tahun 2015.”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pelaksanaan fungsi koordinasi
dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan
Medan Helvetia tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

8

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi
mengenai pelaksanaan fungsi koordinasi dalam program penanggulangan DBD,
sehingga dapat meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

penanggulangan DBD.
2. Bagi Puskesmas Medan Helvetia, penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran mengenai pelaksanaan koordinasi dalam program
penanggulangan DBD, sehingga dapat meningkatkan koordinasi antarunit yang
ada di puskesmas dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas tersebut.
3. Bagi peneliti lain, dapat menambah wawasan keilmuwan dan pengalaman serta
keterampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang penanggulangan
DBD.
4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara