Peran Keluarga Dan Petugas Puskesmas Terhadap Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Perumnas Helvetia Medan Tahun 2009

(1)

PERAN KELUARGA DAN PETUGAS PUSKESMAS TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI PERUMNAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Oleh KARMILA 077033020/IKM

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

PERAN KELUARGA DAN PETUGAS PUSKESMAS TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI PERUMNAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh KARMILA 077033020/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : PERAN KELUARGA DAN PETUGAS PUSKESMAS TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PERUMNAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Karmila Nomor Pokok : 077033020

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) Ketua

(Ir. Indra Chahaya, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

Tanggal lulus: 15 Juni 2009


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 11 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, M.Si

2. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 3. Drs. Eddy Sahrial, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PERAN KELUARGA DAN PETUGAS PUSKESMAS TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI PERUMNAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

KARMILA NIM. 077033020


(6)

ABSTRAK

Demam berdarah dengue disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum dapat ditanggulangi. Di seluruh wilayah Sumatera Utara, kasus demam berdarah bermunculan dan memakan korban yang sangat banyak. Kecamatan Helvetia merupakan daerah endemis demam berdarah dan penyumbang korban yang cukup banyak pada tahun 2006.

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, pada keluarga dan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran keluarga dan petugas kesehatan dalam penanggulangan demam berdarah dengue. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan selama Februari-April 2009, dengan subjek penelitian 4 keluarga, seorang petugas pemegang program penanggulangan demam berdarah dan seorang kepala lingkungan. Penganalisisan data dilakukan dengan tehnik “on

going analysis”.

Hasil penelitian menunjukkan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya demam berdarah. Kebersihan rumah tangga dan sanitasi lingkungan mempunyai kontribusi terjadinya demam berdarah. Kebersihan rumah tangga yaitu rumah dan semua yang ada di dalamnya seperti kebersihan kamar mandi, bak mandi dan wadah-wadah penampungan air. Ketersediaan air yang kurang menyebabkan banyaknya wadah-wadah untuk menyimpan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk. Faktor penyebab yang lain yaitu sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat.

Mengatasi hal di atas diharapkan petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam hal ini keluarga secara berkesinambungan sehingga keluarga menjadi lebih proaktif dalam penanggulangan demam berdarah.

Kata Kunci: Peran Keluarga, Petugas Kesehatan, Penanggulangan, Demam Berdarah


(7)

ABSTRACT

Up to now, Dengue Hemorrhage Fever (DHF) spread by the Aedes Aegypthi is still an unresolved problem. In the whole area of Sumatera Utara, the incident of DHF has brought about many cases with a great number of victims. Helvetia Sub-district is a DHF endemic area with a great number of victims in 2006.

The purpose of this descriptive study with qualitative approach conducted among the families and health workers in the working area of Helvetia Community Health Center from February to April 2009 is to analyze the roles of family and health workers in preventing prevent the incident of DHF. The respondents of this study consisted of 4 (four) families, an executive staff of DHF prevention program, and a neighborhood head. The data for this study were obtained through observation and in-depth interview. The data obtained were analyzed through an on-going analysis technique.

The result of the study shows that many factors which caused the incident of DHF. Household hygiene including the cleanliness of the house itself, its bathroom, its bathtub, and because of the unadequate water supply, the many water containers found in the house that can be the breeding place for the mosquitoes as well as the environmental sanitation that does not meet the sanitation requirement are the factors that contribute to the incident of DHF.

To solve the problem mentioned above, it is suggested that health workers provide the community especially the familie living in the area with a continuous extension that the families can be more proactive in preventing the incident of DHF.

Key Words: Role of Family, Health Worker, Prevention, Dengue Hemorrhage Fever.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul “Peran Keluarga dan Petugas Puskesmas terhadap Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Perumnas Helvetia Medan Tahun 2008”.

Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan sabar serta tulus hati membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan tulus dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku Dosen Pembanding yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran-saran dan perbaikan bagi tesis ini. 5. Bapak Drs. Eddy Sahrial, M.Kes., selaku Dosen Pembanding yang telah

memberikan saran-saran dan perbaikan bagi tesis ini.

6. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.Si., yang telah banyak memberikan dukungan, masukan dan saran dalam pelaksanaan tesis ini.

7. Bapak Dr. Fikarwin Zuska., yang telah bersedia membagi ilmu kualitatifnya kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini.


(9)

8. Bapak dr. Edwin, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian.

9. dr. Anjelimery Paulina, selaku Kepala Puskesmas Helvetia, beserta stafnya, yang telah memberikan izin dan keleluasaan bagi penulis dalam melakukan pengumpulan data.

10. Irforman yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi yang sangat dibutuhkan.

11. Ibunda (Alm) dan Abah tercinta yang senantiasa memberi semangat dan dukungan serta doa kepada penulis.

12. Abang tersayang yang memberikan doa, dukungan dan warna yang indah dalam kehidupan penulis.

13. Adikku yang telah memberikan dukungan dan semangat serta doa kepada penulis.

14. Seluruh Dosen dan Administrasi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi pengajaran, bimbingan dan arahan selama penulis dalam masa pendidikan.

15. Teman-teman seangkatan di peminatan Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang selalu memberikan saat-saat berbagi cerita dan penuh tawa.

Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran-saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga semua ini bermanfaat bagi kita.

Penulis


(10)

(11)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Karmila 2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Agama : Islam

4. Tempat/Tgl lahir : Rantau, 13 April 1976

5. Alamat : Jl. Durung Gg. Amal No. 5 Medan

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD YPDP Pertamina Rantau Tahun 1982 - 1988 2. SMP Dharma Patra Rantau Tahun 1989 - 1991 3. SMA Negeri I Kuala Simpang Tahun 1992 - 1994 4. Akper DepKes RI Medan Tahun 1995 - 1998 5. DIV Perawat Pendidik USU Tahun 2000 - 2001 6. Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2002 - 2005 7. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan Promosi Kesehatan dan

Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana USU Tahun 2007 - 2009

C. RIWAYAT PEKERJAAN


(12)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... .... i ABSTRACT... ... ii KATA PENGANTAR... ii i RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... v i DAFTAR TABEL... i x DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... x i BAB 1 PENDAHULUAN... .... 1

1.1. Lat

Belakang...

1 1.2.

Permasalahan... 7

1.3. Tujua

Penelitian...

7

1.4. Manfa

Penelitian... 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pera

Keluarga...

9

2.1.1. Pengertia

Keluarga...

9 2.1.2. Peran Petuga Kesehatan...

1 2 2.1.3. Tanggung Jawab Petugas terhada DBD...

1 4 2.2. Pengetahuan dan Sika

Masyarakat...

1 4


(13)

2.3. Promo Kesehatan...

1 6 2.3.1. Strategi Promo Kesehatan...

1 6 2.3.2. Promosi Kesehatan ole Puskesmas...

1 8 2.4. Penyakit Demam Berdarah Dengu

(DBD)...

1 9 2.4.1. Tanda-tanda Penyak

DBD...

2 2

2.4.2. Vekto

Penular...

2 3 2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penulara

Penyakit DBD... 2 5 2.5. Upaya Penanggulanga DBD...

2 6

2.5.1. Penemua

Penderita...

2 6 2.5.2. Pelaporan dan Tindak Lanjut Penanggulanga DBD....

2 9

2.5.3. Penataa

Lingkungan...

3 1 2.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Sulitnya Penanggulanga

DBD... 3 3 2.7. Kerangka Pik Penelitian... 3 5 BAB 3 METODE PENELITIAN... 3 6

3.1. Jen

Penelitian...

3 6 3.2. Lokasi Penelitian dan Wakt Penelitian...

3 6

3.3. Pemiliha

Informan...

3 7 3.4. Metode Pengumpula Data...

3 8 3.5. Metode Pengolahan dan Analis Data... 4 2 BAB 4 HASIL PENELITIAN... 4 4


(14)

Umum... 4 4.1.1. Kecamatan Meda

Helvetia... 4 4 4.1.2. Kependudukan... 4 4

4.1.3. Ma

Pencaharian...

4 5 4.1.4. Penduduk yan Mutasi...

4 6

4.2. Subje

Penelitian...

4 6 4.2.1. Deskripsi Subje

Penelitian...

4 6 4.2.2. Petugas Penanggulangan Demam Berdarah...

5 5 4.3. Penyebab Terjadinya Demam Berdarah pad Keluarga...

6 1 4.3.1. Kebersihan dalam Ruma Keluarga...

6 1

4.3.2. Ketersediaa

Air...

6 2

4.3.3. Pengetahua

Keluarga...

6 3

4.3.4. Sanita

Lingkungan...

6 4 4.4. Peran Petuga Kesehatan...

6 6 4.5. Penanggulangan Demam Berdarah ole Keluarga...

6 8 4.5.1. Menjaga Kebersihan Rumah Tangga dan Kam Mandi..

6 8 4.5.2. Mengantisipasi Ketersediaa Air...

6 9 4.5.3. Menjaga Kebersihan Sanita Lingkungan...

7 1 4.6. Perlindungan Keluarga terhada DBD...

7 2 4.7. Penanggulangan Demam Berdarah ole Pemerintah... 7 4 BAB 5 PEMBAHASAN... ... 7 7 5.1. Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti ole Keluarga...

7 7


(15)

5.1.1. Cara Pemberantasan Nyamuk Aede aegypti...

7 7

5.1.2. Sanita

Lingkungan...

8 1

5.1.3. Pengetahua

Keluarga...

8 5

5.2. Pera

Petugas...

8 6

5.2.1. Tanggung Jawa

Petugas...

8 6

5.2.2. Promo

Kesehatan...

8 9 5.2.3. Pemberantasan Saran Nyamuk...

9 0 5.3. Penanggulangan terhada DBD...

9 1 5.4. Promosi Kesehatan dalam Pencegahan Demam Berdarah... 9 4 BAB 6 KESIMPULAN DA SARAN... 9 6 6.1. Kesimpulan... 9 6

6.1.1. Pera

Keluarga...

9 6 6.1.2. Peran Petuga Kesehatan...

9 7

6.1.3. Penanggulanga

DBD... 9 7 6.2. Saran... 9 7 DAFTAR PUSTAKA... 9 8


(16)

DAFTAR TABEL

No mor

Judul Halaman 4.1. Luas Kelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Pendudu

Per Km2 di Kecamatan Meda Helvetia...

45 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pad

Wilayah Kecamatan Meda Helvetia...

45 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mutasi pada Wilaya

Kecamatan Meda Helvetia...


(17)

DAFTAR GAMBAR

No mor

Judul Halaman

2.1. Alur Pelaporan Kasu

DBD...

30

2.2. Kerangka Pikir Penelitia

...


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No mor

Judul Halaman

1. Lembaran

Wawancara...

101 2. Lembaran Observasi Sanitasi Lingkunga

...

102 3. Lembaran Observasi Sanitasi Lingkungan Keluarg

Bapak

Sugi...

104

4. Lembaran Observasi Sanitasi Lingkungan Keluarg Bapak

Apri...

106

5. Lembaran Observasi Sanitasi Lingkungan Keluarg Bapak

Sitorus...

108

6. Lembaran Observasi Sanitasi Lingkungan Keluarg Bapak

Nainggolan...

110

7. Surat Iz

Penelitan...


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan oleh pemerintah. Keluarga dan petugas kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam penanggulangan demam berdarah sehingga dengan melihat upaya-upaya yang mereka lakukan untuk mencegah demam berdarah dapat mengurangi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat pada saat ini.

Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever

(DHF) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan hidup penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita (Depkes RI, 2006).

Kejadian luar biasa atau KLB DBD di Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1998 yaitu dengan IR (Insident Rate) sebanyak 35,19 per 100.000 ribu


(20)

penduduk, lalu menurun pada tahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 ribu penduduk, mengalami peningkatan kembali pada tahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 ribu penduduk dan kembali meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000 ribu penduduk, kembali menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19,24 per 100.000 ribu penduduk dan meningkat tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000 ribu penduduk. Data di atas menunjukkan bahwa penyakit DBD di Indonesia menjadi fenomena yang sangat sulit diatasi di mana kejadian DBD setiap tahunnya berfluktuasi (Depkes RI, 2004).

Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Berdasarkan data di wilayah Propinsi Sumatera Utara terdapat 8 daerah endemis DBD yaitu: Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Asahan, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Karo. Daerah Sporadis DBD sebanyak 15 daerah, yaitu: Kota Sibolga, Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Humbang Hasundutan, Pak-Pak Barat, Serdang Bedagai dan Kabupaten Samosir. Daerah Potensial/Bebas DBD adalah Nias dan Nias Selatan dikarenakan daerah tersebut berada di tempat dataran tinggi di mana suhu udara rendah sehingga tidak memungkinkan nyamuk hidup dan berkembang biak (Dinkes Kota Medan, 2006).

Angka kejadian penyakit DBD di Sumatera Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2002 jumlah penderita (IR) adalah 3,6/100.000


(21)

penduduk (353 penderita), tahun 2003 sampai 2004 naik menjadi 8,79/100.000 penduduk (1093 penderita). Pada tahun 2005 terjadi ledakan kasus yang sangat tajam yaitu 30,75/100.000 penduduk (3.657) penderita dan tahun 2006 terjadi penurunan yaitu 17,58/100.000 penduduk (2.091 penderita), tahun 2007 terjadi kembali peningkatan kasus yaitu menjadi 34,5/100.000 penduduk. Angka ini masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 yaitu 2/100.000 penduduk. Sebaliknya, walaupun jumlah penderita naik, tapi angka kematian DBD (CFR) mengalami penurunan sejak tahun 2002 yaitu 2,84% menjadi 1,53% pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,83% pada tahun 2007. Penurunan CFR ini menunjukkan bahwa penanganan kasus di sarana pelayanan kesehatan sudah mengalami peningkatan, namun tingginya IR menunjukkan masih banyak tempat-tempat berkembang biak (Breeding Places) dan tempat peristirahatan (Resting

Places) nyamuk Aedes aegypti di lingkungan penduduk (Dinkes Provinsi

Sumatera Utara, 2006).

Berdasarkan SK Menkes Nomor 581 Tahun 1992, kegiatan pokok upaya penanggulangan penyakit DBD yang dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh pemerintah adalah pencegahan, penemuan, pertolongan dan pelaporan, penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit DBD, penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan (Depkes, 1996).

Pemerintah pada tanggal 12 Nopember 1999 yang bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional ke-40 mencanangkan Gerakan PSN DBD. Oleh karena itu


(22)

yang menjadi penggeraknya dipilih oleh pemerintah Jumantik (Juru Pemantau Jentik) dan supervisor dari masyarakat sendiri (Depkes RI, 2006).

Upaya program penanggulangan penyakit DBD yang dilaksanakan sangat banyak tetapi belum optimal karena lebih banyak mempengaruhi epidemiologi penyakit DBD. Angka kematian DBD cenderung menurun walaupun kasus bertambah, hal ini menunjukkan bahwa penatalaksanaan kasus cukup efektif di pelayanan kesehatan yang ada tetapi peran serta masyarakat untuk pencegahan penyakit demam berdarah belum ada (Depkes RI, 2000).

Menurut Kepala Dinas Kesehatan melalui Kasubdin Program Pencegahan Penyakit/P2P (Pulungan, 2007), bahwa DBD bukan hanya menyerang orang dewasa, hal tersebut sesuai data tahun 2007, yang diketahui 27% penderita penyakit yang berasal dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Medan korbannya balita, dan dari 27% tersebut, 9% balita 0-4 tahun dan 18% berusia 5-12 tahun dan sisanya paling banyak berusia 20-24 tahun. Saat ini seluruh kecamatan di Medan berstatus endemis DBD. Kecamatan tersebut adalah Medan Tuntungan sebanyak 69 orang, Medan Johor sebanyak 74 orang, Medan Amplas sebanyak 69, Medan Denai sebanyak 92 orang, Medan Area sebanyak 27 orang, Medan Kota sebanyak 68 orang, Medan Maimun sebanyak 12 orang, Medan Polonia sebanyak 27 orang, Medan Baru sebanyak 113 orang, Medan Selayang sebanyak 83 orang, Medan Sunggal sebanyak 127 orang, Medan Helvetia sebanyak 213 orang, Medan Petisah sebanyak 77 orang, Medan Barat sebanyak 28 orang, Medan Timur sebanyak 65 orang, Medan Perjuangan sebanyak 51 orang, Medan


(23)

Tembung sebanyak 75 orang, Medan Deli sebanyak 53 orang, Medan Labuhan sebanyak 12 orang, Medan Marelan sebanyak 28 orang dan Medan Belawan sebanyak 15 orang. Kecamatan Helvetia merupakan daerah yang terbanyak penderita demam berdarah (Dinkes Kota Medan, 2007).

Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi dan mencegah penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kota Medan antara lain: (1) Pertolongan pertama pada penderita DBD, dan selanjutnya dirujuk kerumah sakit apabila perlu (2) Penyuluhan terus menerus kepada masyarakat (berkoordinasi dengan Sie. Promosi Kesehatan dan Lintas Sektoral) (3) Fogging Foccus dan Fogging ULV

(4) Penaburan bubuk Abate pada tempat-tempat penampungan air (5) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara bergotong royong yang melibatkan masyarakat dan Lintas Sektoral. Namun upaya yang telah dilakukan belum dapat merubah status daerah endemis DBD di Kota Medan. Kondisi di atas mengingatkan bahwa kasus penyakit DBD belum dapat ditanggulangi secara maksimal walaupun telah dilakukan berbagai upaya (Dinkes Kota Medan, 2006).

Pada tahun 2000, Sub Direktorat Arbovirus Departemen Kesehatan yang membidangi upaya pemberantasan penyakit yang bersumber dari binatang termasuk di dalamnya upaya pemberantasan penyakit DBD, mensosialisasikan Rencana Strategis (Renstra) Program Pemberantasan Penyakit DBD Tahun 2001-2005. Dalam Renstra tersebut dikemukakan banyak faktor yang mendukung peningkatan kasus, antara lain kurangnya upaya penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD), kurangnya keterlibatan


(24)

keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dan kurang aktif petugas dalam menjalankan fungsinya.

Terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti tanggal 3 Nopember 2008 pada keluarga yang salah seorang anggota keluarganya terkena penyakit demam berdarah dengue didapat bahwa pada awalnya si ibu tidak tahu akan pentingnya PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dikarenakan kurangnya petugas memberi informasi dan penyuluhan. Petugas menjadi aktif apabila ada kasus dan petugas kesehatan di Puskesmas Helvetia yang bertugas untuk menangani pencegahan demam berdarah dengue hanya 1 (satu) orang.

Pengadaan kampanye kebersihan yang intensif dan penyebaran leaflet merupakan upaya di tingkat masyarakat yang telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi hal ini sering gagal karena tidak adanya keterlibatan keluarga di dalamnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk mendorong mereka mau melaksanakan kegiatan 3M secara intensif di rumah dan juga melibatkan keluarga agar turut serta dalam kegiatan PSN yang ada di lingkungannya (Depkes, 2005).

Petugas mempunyai peran yang juga tidak kalah pentingnya. Selama ini petugas hanyalah sebatas penyuluh kesehatan yang bertugas memberikan informasi. Padahal seorang petugas kesehatan bukan hanya memberikan informasi tetapi juga harus membagi pengetahuan mereka di setiap kesempatan di manapun petugas berada. Pada dasarnya pemeliharaan kesehatan dasar adalah keterlibatan masyarakat. Hubungan yang erat antara petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat sangat penting dan harus merupakan proses dua arah. Petugas


(25)

kesehatan harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang mereka layani (Tarimo, 1994).

Seharusnya melalui program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yang matang dan ditunjang oleh informasi kesehatan khususnya yang menyangkut penyakit DBD, maka diharapkan keikut sertaan masyarakat terutama keterlibatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M di lingkungan tempatnya tinggal, sehingga penyebaran penyakit DBD dapat diatasi (Depkes RI, 1992).

Berdasarkan paparan di atas, di mana program penanggulangan penyakit demam berdarah dengue belum sepenuhnya dapat menanggulangi kasus penyakit demam berdarah dengue maka sangat penting dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat khususnya keluarga, sehingga perlu dilakukan penelitian yang dapat menggali peran keluarga dan petugas puskesmas dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue.

1.2. Permasalahan

Bagaimana peran keluarga dan petugas Puskesmas dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue di Perumnas Helvetia Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran keluarga dan petugas Puskesmas dalam upaya penanggulangan penyakit demam berdarah dengue,


(26)

sehingga didapat suatu model pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan penyakit demam berdarah dengue yang tepat dan sesuai dengan keinginan masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Dinas Kesehatan Kota Medan mendapat masukan bagaimana kinerja petugas pelayan kesehatan dan keberhasilan program penanggulangan serta pencegahan penyakit demam berdarah dengue.

2. Memotivasi keluarga agar dapat mencegah penyakit demam berdarah dengue

secara berkelanjutan.

3. Sebagai bahan masukan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Helvetia dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue tentang metode promosi yang tepat sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Keluarga 2.1.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988).

Menurut Friedman (1986) yang dikutip oleh Setiawati (2008), fungsi keluarga adalah:

1. Fungsi Afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Di dalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.

2. Fungsi Sosial adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

3. Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4. Fungsi Ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarganya yaitu: sandang, pangan dan papan.


(28)

5. Fungsi Keperawatan Kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

Menurut Setiawati (2008), ada beberapa alasan perlunya keterlibatan keluarga dalam pelayanan kesehatan antara lain:

1. Keluarga dipandang sebagai sumber daya kritis untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

Kasus meningkatnya angka kesakitan akibat DBD membuat pemerintah dengan gencar menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam skala nasional, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat berperan dalam penyampaian pesan betapa pentingnya PSN agar terhindar dari wabah demam berdarah.

2. Keluarga sebagai satu unit antar anggota dalam keluarga.

Keluarga dipandang sebagai kesatuan dari sejumlah anggota keluarga, berada dalam satu ikatan dan saling mempengaruhi.

3. Hubungan yang kuat dalam keluarga dengan status kesehatan anggotanya. Peran keluarga sangat penting dalam tahapan-tahapan perawatan kesehatan, mulai dari tahapan peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan sampai dengan rehabilitasi.

4. Keluarga sebagai tempat penentuan kasus dini.

Adanya masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga akan memungkinkan munculnya faktor resiko pada anggota keluarga lainnya.


(29)

5. Individu dipandang dalam konteks keluarga.

Seorang dapat mencapai pemahaman yang lebih jelas terhadap individu dan fungsinya apabila individu tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka.

6. Keluarga sebagai sumber pendukung bagi anggota keluarga lainnya.

Peran keluarga dalam penanggulangan demam berdarah adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

1. Keluarga turun serta melaksanakan pemberantasan nyamuk demam berdarah dengan melakukan 3M + 1T yaitu menguras, menutup dan mengubur serta telungkup.

2. Apabila ada keluarga yang anggota keluarganya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah maka keluarga mengerti cara pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam siali silat) dan segera memeriksakan diri kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.

3. Keluarga segera melaporkan kepada Lurah melalui kader atau kepala lingkungan/kepala dusun.

4. Keluarga melakukan PSN secara serentak dan mengikuti petunjuk dalam pelaksanaan pananggulangan demam berdarah.

5. Keluarga mengikuti/menghadiri kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.


(30)

Keterlibatan atau partisipasi keluarga ditujukan untuk memperkenalkan perilaku baru (yang mungkin sebagai pengganti dari perilaku yang selama ini dipraktikkan keluarga tersebut). Misalnya buang air besar dijamban, mengkonsumsi garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi-menutup persediaan air-mengubur benda-benda buangan yang dapat menahan/menampung air (Kutuk), mengkonsumsi makanan berserat (Depkes RI, 2005).

2.1.2. Peran Petugas Kesehatan

Penempatan tenaga atau personil merupakan bagian yang paling banyak mengeluarkan biaya dalam kebanyakan sistem pemeliharaan kesehatan. Penting bagi petugas kesehatan untuk turut mendukung dan berpartisipasi dalam proyek masyarakat misalnya, mereka dapat membantu mengetahui penyebab masalah kesehatan dan mengusulkan cara perbaikannya. Hendaknya, petugas kesehatan terutama memikirkan keseluruhan masyarakat sebagai tanggung jawabnya, tidak hanya sebagai penunjang klinik saja (Tarimo, 1994).

Hal yang membuat petugas kesehatan sangat berharga karena mereka mengenal secara pribadi semua keluarga di daerah mereka. Petugas kesehatan merupakan anggota yang sangat penting dalam Tim Kesehatan karena pengetahuan yang mereka miliki tentang keadaan setempat. Sebagai tenaga/petugas kesehatan kunjungan rumah merupakan tugas tambahan yang penting bagi pemeliharaan kesehatan dan membutuhkan orang tertentu untuk melaksanakan dengan baik (Tarimo, 1994).


(31)

Keterlibatan petugas dalam hal ini adalah petugas puskesmas adalah dengan melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga, yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas, atau keluarga-keluarga lain yang berada di wilayah kerja Puskesmas. Dalam kunjungan rumah ini dikumpulkan semua anggota keluarga dan diberikan informasi berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan. Pemberian informasi dilakukan secara sistematis sehingga anggota-anggota keluarga itu bergerak dari tidak tahu ke tahu, dan dari tahu ke mau. Bila sarana untuk melaksanakan perilaku yang bersangkutan tersedia, diharapkan juga sampai tercapai fase mampu melaksanakan (Depkes RI, 2005).

Peran petugas kesehatan dan sektor terkait dalam penanggulangan demam berdarah adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

1. Camat dan Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan rencana penanggulangan, memerintahkan warga setempat melalui kepala lingkungan/ kepala dusun untuk melakukan PSN dan membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan demam berdarah.

2. Petugas kesehatan atau tenaga terlatih melakukan penyemprotan insektisida 2 siklus dengan interval 1 minggu dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

3. Kepala lingkungan/Kepala Dusun dibantu pemuka masyarakat dan kader menyampaikan informasi tentang rencana penanggulangan demam berdarah dan membantu pelaksanaan penyuluhan.


(32)

4. Kepala Lingkungan dan kader mendampingi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyemprotan.

5. Keluarga melakukan PSN secara serentak sesuai petunjuk pelaksanaan penanggulangan demam berdarah.

2.1.3. Tanggung Jawab Petugas terhadap DBD

Tanggung jawab petugas Kesehatan dalam penangulangan DBD adalah (Depkes RI, 2006):

1. Petugas DBD mempunyai tanggung jawab untuk melakukan kunjungan rumah.

Kunjungan rumah ini dimaksudkan agar keluarga mengerti dan mau melaksanakan penanggulangan DBD.

2. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkala di rumah-rumah.

Untuk melihat ada tidaknya jentik dibak-bak penampungan air yang ada rumah keluarga yang ada di wilayah kerjanya.

3. Berperan sebagai penggerak dan pengawas dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.

4. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik.

5. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik kepada puskesmas sebulan sekali.

2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Analisis dari Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor non perilaku


(33)

(non behaviour causes). Sedangkan perilaku itu sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yakni:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari seseorang.

b. Faktor-faktor penunjang (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik.

c. Faktor-faktor pendukung (Reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya keluarga dan teman sebaya.

Green (1980), kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.

Jika menelaah dari ketiga faktor tersebut maka proses perubahan perilaku sangat berhubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Kepercayaan terhadap kesehatan dengan dimensi pembentukan (determinant) adalah pengetahuan dan sikap. Kedua dimensi ini berkaitan erat dengan karakteristik demografis individu.

b. Kemampuan mendapatkan informasi, kemudahan mendapatkan pelayanan serta ketersediaan alat dan bahan dalam melakukan pencegahan.


(34)

Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang tanda/ gejala, cara penularan dan pencegahan penyakit DBD mempunyai resiko terkena penyakit DBD. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan mengenai gejala/ tanda, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit DBD perlu mendapat perhatian utama agar masyarakat lebih berperan aktif untuk melakukan pembersihan dan pemberantasan sarang nyamuk. Kebiasaan menggantungkan pakaian di dalam rumah merupakan kesenangan nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat (Depkes, 1992).

2.3. Promosi Kesehatan

2.3.1. Strategi Promosi Kesehatan

Menurut Depkes RI (2005), kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu:

1. Gerakan pemberdayaan adalah proses pemeberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sarasan utama pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat.

2. Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat mau melakukan perilaku yang


(35)

diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain bahkan masyarakat umum) memiliki opini positif terhadap perilaku tersebut. Terdapat tiga pendekatan bina suasana, antara lain:

a. Bina suasana individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarkan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan seperti “gerakan 3M +1T”. Di samping itu diharapkan mereka juga bersedia memperkenalkan atau mau mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misal seorang pemuka agama rajin melakukan 3M yaitu menguras, mengubur dan menutup serta telungkup).

b. Bina suasana kelompok ditujukan kepada kelompok masyarakat seperti Kepala Lingkungan, majelis pengajian, majelis gereja, organisasi pemuda dan lain-lain. Pendekatan ini dilakukan bersama tokoh masyarakat sehingga mereka perduli dan mau mendukung perubahan perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui untuk mempraktekkan perilaku yang sedang diperkenalkan yaitu 3M + 1 T tersebut.

c. Bina suasana masyarakat umum dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dengan media komunikasi tersebut diharapkan media-media massa


(36)

tersebut perduli dan mendukung perubahan perilaku yang diperkenalkan. Dengan demikian media massa tersebut dapat menjadi mitra dalam rangka penyebarluasan informasi dan akhirnya diharapkan terbentuklah sebuah opini publik yang positif terhadap perubahan perilaku baru yang diperkenalkan dan akhirnya mereka masyarakat mau melaksanakan perilaku baru tersebut dalam kehidupannya.

3. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis atau terencana untuk mendapatkan komitmen adan dukungan dari pihak-pihak yang terkait

(stakeholders). Advokasi diarahkan untuk mendapatkan dukungan yang

berupa kebijakan (misal dalam bentuk perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenisnya. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah. juga dapat berupa tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan di bidangnya.

2.3.2. Promosi Kesehatan oleh Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai visi “Indonesia


(37)

Sehat”. Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan tiga fungsi, yaitu sebagai: (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat, dan (3) pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

2.4. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan deman mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lembam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/renjatan atau syok (Depkes, 2006).

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Virus ini termasuk kelompok

Arthropoda. Borne Viruses (Arbovirosis). Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype

virus yaitu: (1). Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944 (2). Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944 (3). Dengue 3 diisolasi oleh Sather (4).

Dengue 4 diisolasi oleh Sather

Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.


(38)

Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

maupun Aedes albopictus. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan sekitar rumah, sedangkan aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak (Depkes RI, 1991).

Penularan penyakit DBD dapat terjadi apabila seorang penderita yang di dalam darahnya mengandung virus dengue, yang kemudian menularkan kepada orang lain dengan perantaraan gigitan nyamuk Ae. Aegypti atau Ae.albopictus. Dalam darah penderita, virus dengue mengalami inkubasi selama 4-7 hari

(viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Pada masa viremia ini

penderita berperan sebagai sumber infeksi kepada orang lain (Sumarmo, 1999). Penularan demam berdarah dengue melalui bermacam cara antara lain: a. Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina.

b. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD dan tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue.


(39)

c. Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar liurnya.

d. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus akan berpindah bersama air liur nyamuk.

e. Bila orang yang tertular itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak) maka virus itu akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler). Akibatnya terjadi pendarahan dan kekurangan cairan yang ada dalam pembuluh darah orang itu.

f. Bila orang yang tertular mempunyai zat anti kekebalan yang cukup maka virus tersebut dibuat tidak berdaya sehingga orang tersebut tidak sakit.

g. Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang satu minggu (Depkes RI, 2006).

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaraingan tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 1992).

Penyakit Demam Berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit, mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus


(40)

dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai hari 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 1992). 2.4.1. Tanda-tanda Penyakit DBD

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus menerus dan badan terasa lemah dan lesu. Pada hari kedua dan ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat.


(41)

Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba). Kadang-kadang kesadarannya menurun (Depkes, 1992).

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau neyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena (biasanya cairan ringer laktat atau NaCL) perlu diberikan. Transfusi darah diberikan kepada penderita yang mengalami perdarahan yang membahayakan seperti hematemesis, melena, serta penderita yang menunjukkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht) pada pemeriksaan berkala. Indikasi pemberian transfusi pada penderita yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang semakin tegang dengan penurunan kadar Hb yang mencolok (Depkes RI, 2004).

Pada fase demam dianjurkan (Depkes RI, 2006): (1) Istirahat di tempat tidur (bed rest) selama masih demam (2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan bila diperlukan (3) Memberikan minum sebanyak-banyaknya, karena penderita DBD mengalami kekurangan cairan di dalam tubuh. Oleh sebab itu pertolongan pertama yang paling penting adalah memberi minum sebanyak-banyaknya. Minuman dapat berupa jus buah, air teh manis, sirop, susu, serta larutan oralit.

2.4.2. Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk


(42)

Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes

tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus

berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya (Soedarto, 1995).

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat penyimpanan air di dalam atau di luar rumah, atau di tempat-tempat-tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah (Depkes, 1992).

Nyamuk-nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat-tempat gelap yang lembab, baik di dalam maupun dekat rumah. Nyamuk betina meletakkan telurnya di bejana-bejana atau tempat-tempat penyimpanan air di dalam atau di sekitar rumah, sekolah atau gedung perkantoran. Tempat yang sering dijadikan bertelur adalah batok kelapa, drum, kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tatakan pot bunga, tangki air, tempat penampungan air pada lemari es, baskom, pipa air, benda-benda yang terbuang dari kaca atau plastik, ban-ban bekas dan botol-botol kosong, dan talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depary, 2003).

Nyamuk ini mendapatkan virus dengue pada waktu mengisap darah penderita DBD. Jika nyamuk kelak menggigit orang lain, maka virus dengue akan


(43)

dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut dapat menderita sakit DBD. Virus DBD memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan ada dalam darah selama 1 minggu. Setelah nyamuk menggigit dan menghisap darah penderita yang sedang dalam masa viremia, lalu dalam tubuh nyamuk akan mangalami multiplikasi dan menyebar di berbagai jaringan tubuh termasuk dalam kelenjar air liur. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut telah siap untuk menularkan virus kepada orang lain dengan tenggang waktu itu disebut masa inkubasi ekstrinsik (Sumarmo, 1999).

Virus dengue akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang menghisap virus dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui salauran alat tusuknya (probocis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur itulah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes

aegypti hidupnya antara 1-2 bulan (Depkes RI, 1992).

2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD

Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain:


(44)

Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.

b. Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik. c. Kebersihan Lingkungan

Kebersihan halaman dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Depkes, 1997).

2.5. Upaya Penanggulangan DBD 2.5.1. Penemuan Penderita

Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengan demam, pilek atau diare. Penyakit ini dianggap sebagai penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Tetapi, hal ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di Manila pada tahun 1953-1954, yang disertai renjatan (shock) dan perdarahan gastrointestinal yang berakhir dengan kematian penderita, menyebabkan pandangan ini berubah (Soedarmo, 1988).

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik. Oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat tanda/gejala yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit DBD (Depkes RI, 1992).

Apabila keluarga/masyarakat menemukan tanda/gejala di atas, maka penderita segera diberi obat penurun panas golongan parasetamol. Beri kompres hangat dan minum banyak seperti air teh, susu, sirop, oralit dan lain-lain. Jika dalam dua hari


(45)

panas tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti perdarahan kulit (seperti gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS) atau sarana pelayanan kesehatan lain untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan (Depkes RI, 2006).

Dokter atau petugas kesehatan yang menentukan penderita DBD maka wajib dilaporkan dalam 1 kali 24 jam ke Puskesmas sesuai dengan tempat tinggal penderita. Pelaporan resmi dilakukan dengan jalan mengirim formulir pemeriksaan spesimen DBD atau tanpa spesimennya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 Tahun 1989 (Depkes RI, 1992).

Penanggulangan seperlunya adalah kegiatan untuk mencegah atau membatasi penularan penyakit DBD di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan lebih lanjut.

Jenis kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

a. Bila ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan satu atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik, dilakukan penyemprotan (fogging focus) di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter, 2 siklus dengan interval 1 minggu (siklus 1 untuk mematikan nyamuk Aedes aegypti yang ada dan siklus II untuk mematikan nyamuk Aedes


(46)

penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk.

b. Bila ditemukan penderita tetapi tidak ditemukan jentik, dilakukan penggerakan masyarakat PSN dan penyuluhan.

c. Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat.

Penanggulangan lain yang dilakukan di desa/kelurahan rawan dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu masyarakat untuk mencegah terjadinya KLB dan membatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain. Jenis kegiatan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut (Soegijanto, 2004):

a. Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir setiap tahun terjangkit DBD maka dilakukan:

i. Penyemprotan massal sebelum musim penularan, yaitu penyemprotan yang dilakukan di sebagian atau di seluruh wilayah Desa/Kelurahan rawan I sebelum masa penularan untuk membatasi penularan dan mencegah KLB. ii. Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan di tempat umum yaitu pemeriksaan

tempat-tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur

sekurang-kurangnya tiga bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penular DBD dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ).


(47)

b. Desa/kelurahan rawan II (sporadis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir terjangkit DBD tetapi tidak setiap tahun maka dilakukan:

i. Pemeriksaan jentik berkala. ii. Penyuluhan pada masyarakat.

c. Desa/Kelurahan rawan III (potensial) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir tidak pernah terjangkit penyakit DBD tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain dan persentase ditemukan jentik lebih dari 5%, maka dilakukan:

i. Pemeriksaan Jentik Berkala di rumah dan tempat umum akan tetapi pemeriksaan di rumah di lakukan jika ada Desa/Kelurahan rawan I atau II di kecamatan yang sama.

ii. Penyuluhan kepada masyarakat.

d. Desa/Kelurahan bebas yaitu desa/kelurahan yang tidak pernah terjangkit DBD, dan ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut atau yang ketinggiannya kurang dari 1000 meter tetapi persentase rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5% maka dilakukan:

i. Pemeriksaan jentik berkala di tempat umum. ii. Penyuluhan kepada masyarakat.

2.5.2. Pelaporan dan Tindak Lanjut Penanggulangan DBD

Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus/tersangka DBD diwajibkan melapor kepada Puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal) pasien dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala


(48)

desa/kelurahan melalui keluarga pasien. Laporan kasus/tersangka DBD dari Rumah Sakit dan Puskesmas Perawatan lalu dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan tembusan kepada Puskesmas sesuai dengan tempat tinggal pasien yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan 24 jam setelah diagnosa sementara ditegakkan.

Puskesmas yang menerima laporan adanya kasus DBD melaksanakan penyelidikan Epidemiologis dan penanggulangan focus untuk membatasi penularan penyakit DBD:

1. Penyelidikan Epidemiologi: meliputi kegiatan pencarian penderita DBD tambahan/tersangka DBD, serta pemeriksaan jentik di rumah pasien dan 20 rumah sekitarnya. Tujuan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui ada/ tidaknya risiko penularan lebih lanjut.

2. Penanggulangan fokus di lapangan meliputi kegiatan:

a. Penyemprotan insektisida (fogging focus) bila sesuai indikasi, yaitu: ditemukan ≥ 1 kasus DBD lainnya, ditemukan 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas (tersangka DBD) serta ditemukan jentik > 5% rumah/ bangunan yang diperiksa.

b. Penggerakan masyarakat untuk PSN secara bersama-sama yang dikoordinasi olrh Kepala Desa/Kelurahan setempat.

c. Jika diperlukan dilakukan larvadinasi (terutama untuk daerah sulit air). d. Penyuluhan kepada masyarakat tentang gejala/tanda dini DBD dari


(49)

Dinas Kesehatan

Desa Puskesmas dan Penyelidikan Epidemiologi Puskesmas Perawatan

Keluarga RS/Unit pelayanan Kesehatan

Gambar 2.1. Alur Pelaporan Kasus DBD

2.5.3. Penataan Lingkungan

Penataan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi kontak antara vektor dengan manusia adalah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah (Depkes RI, 2003).

Pencegahan perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD adalah dengan cara modifikasi lingkungan yaitu (Depkes RI, 2003):

1. Perbaikan saluran air: Apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanya tersedia sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air tersebut pada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkan perkembangbiakan aedes.


(50)

2. Talang air/tangki air bawah tanah atau sumber air bawah tanah anti nyamuk: Perindukan jentik Ae.aegypti termasuk di talang air/tangki air bawah tanah bangunan dari batu (masonary), saluran pipa air, maka strukturnya harus dibuat anti nyamuk.

Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2003): 1. Mengeringkan instalasi penampungan air: genangan air/kebocoran di ruang

berdinding batu, pipa penyaluran, katup, katup pintu air, kotak keran hidran, meteran air dan lain-lain, akan dapat menampung air dan menjadi tempat perindukan jentik Ae.aegypti bila tidak dirawat.

2. Tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga: Sumber utama perkembangbiakan Ae. Aegypti sebagian besar adalah wadah-wadah penampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari keramik, tanah liat dan bak semen, galon dan wadah-wadah yang lebih kecil sebagai penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air harus ditutup dengan penutup rapat atau kasa.

3. Jamban/vas bunga dan perangkap semut: Merupakan sumber perkembangbiakan Ae.aegypti yang banyak dijumpai. Semua harus dilubangi sebagai lubang pengeringan. Untuk vas bunga dapat diberi campuran pasir dan air. Jambangan bunga dari kuningan, bukan merupakan tempat perindukan larva yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti wadah dari kaca. Perangkap semut dapat dibubuhi garam atau minyak.


(51)

4. Diwadah tertentu lainnya: Alat pendingin air, wadah kondensasi air di bawah kulkas, dan pendingin ruangan harus secara teratur diperiksa, dikeringkan dan dibersihkan.

5. Pembuangan sampah padat: Sampah padat seperti kaleng, botol, ember atau sejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam tanah.

6. Pembuangan Ban: Ban bekas merupakan tempat perkembangbiakan utama

Aedes. Ban dapat didaur ulang untuk menghasilkan barang-barang.

7. Mengisi lubang pagar: Pagar atau pembatas pagar yang terbuat dari tanaman berlubang seperti bambu harus dipotong pada ruasnya dan pagar beton harus dipenuhi dengan pasir, pecahan gelas, atau semen untuk mengurangi perindukan Aedes.

8. Botol, Kaca dan Kaleng: Semuanya merupakan wadah penampung air yang harus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur-ulang untuk keperluan industri.

Pengawasan kualitas lingkungan adalah cara pemberantasan vektor DBD melalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuan untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.aegypti dari daerah pemukiman penduduk. Kegiatan yang dilakukan adalah: (1) Pengawasan kebersihan lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali, (2) Penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam


(52)

kebersihan lingkungan dan masyarakat dalam kebersihan lingkungan melalui gotong royong secara berkala, (3) Pemantauan kualitas menggunakan indikator kebersihan dan indeks vektor DBD (Chahaya, 2003).

2.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Sulitnya Penanggulangan DBD

Faktor manusia erat kaitannya dengan peran serta dalam penanggulangan vektor DBD di masyarakat. Mobilitas penduduk yang tinggi dapat memudahkan penyebarluasan DBD dari suatu tempat ke tempat lain. Menurut Depkes RI (2003), bahwa populasi penduduk, kepadatan penduduk di suatu wilayah dengan mobilitas yang tinggi mempunyai potensi yang besar untuk meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah terjangkitnya penyakit DBD.

Dari laporan Depkes RI tahun 2003, penyebab sulitnya pemberantasan DBD disebabkan antara lain:

1. Tenaga pemantau jentik tetap di masyarakat yang bertugas untuk memantau jentik secara berkala ada tapi belum berjalan maksimal.

2. Faktor biaya juga salah satu penghambat pelaksanaan program pemberantasan penyakit DBD. Tidak adanya dana khusus menyebabkan banyaknya pokja-pokja (kelompok kerja) DBD yang telah dibentuk di kecamatan tidak berjalan dan berfungsi seperti yang diharapkan, padahal peran serta masyarakat pada pokja sangat potensial dalam memberantas penyakit DBD.


(53)

3. Sistem surveilans yang sangat penting belum dilakukan dengan baik, terlihat dari beberapa perencanaan kegiatan surveilans yang tidak direalisasikan dan minimnya dana operasional kegiatan surveilans.

4. Penentuan diagnosis yang cepat dan tepat sebagai deteksi dini kasus dan pemutusan rantai penularan juga belum dilakukan secara optimal. Tidak adanya peralatan untuk menghitung trombosit dan hematokrit, yang merupakan penunjang diagnosis secara laboratorium di puskesmas sangat mempengaruhi kecepatan penetapan diagnosis (Depkes RI, 2003).

2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan landasan teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka didapat kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Peran Keluarga

- Pemberantasan sarang

Nyamuk

- Sanitasi Lingkungan

Peran Petugas Kesehatan

- Tanggung Jawab Petugas - Promosi Kesehatan

- Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN)

Penanggulangan  Terhadap 


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang berupaya melihat sedalam mungkin kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat. Dengan melihat fenomena kehidupan pribadi individu dan kelompok, serta bagaimana kehidupan itu mempengaruhi motif, tindakan, serta komunikasi mereka (Daymon, 2001).

Pendekatan dengan melihat fenomena yang ada di masyarakat ditujukan untuk membantu memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya untuk memahami bagaimana mereka menjalankan kehidupannya dengan cara mereka, serta pemahaman bahwa realitas pemahaman setiap individu berbeda.

Penelitian ini, fenomena yang akan digali adalah faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit demam berdarah dengue dan upaya-upaya penanggulangan yang telah dilakukan.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perumnas Helvetia Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian di Perumnas Helvetia dikarenakan Perumnas merupakan perumahan dengan padat penduduk yang juga mobilitas masyarakatnya sangat tinggi sehingga sampai saat ini masih ditemukan penderita penyakit demam


(55)

berdarah dengue, walaupun telah dilakukan upaya-upaya penanggulangan penyakit demam berdarah dengue.

Pengamatan dan wawancara saya lakukan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia yaitu di sekitar Perumnas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia, penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Februari 2009 – April 2009.

3.3. Pemilihan Informan

Informan pada penelitian ini adalah keluarga yang dapat memberikan informasi ataupun keterangan yang dibutuhkan yaitu keluarga baik itu ibu, bapak maupun anggota keluarga yang lain yang tinggal dalam satu rumah baik yang pernah menderita demam berdarah dengue maupun yang tidak menderita demam berdarah dengue. Informan selanjutnya dan petugas penunjang lain yaitu kepala lingkungan yang juga sebagai petugas Jumantik.

Informan atau keluarga yang menjadi subjek penelitian ini sebanyak 4 (empat) keluarga yang diambil dari warga Perumnas Helvetia. Dari kempat keluarga yang menjadi subjek penelitian ini, ternyata secara kebetulan ada dua keluarga yang anggota keluarganya pernah menderita penyakit demam berdarah dan dua keluarga lagi belum pernah menderita demam berdarah. Walaupun ternyata secara kebetulan terdapat jumlah yang sama antara yang pernah menderita dan tidak pernah menderita demam berdarah bukanlah suatu kesengajaan apalagi untuk membuat perbandingan perilaku keluarga dalam penanggulangan penyakit demam berdarah.


(56)

Selain mewawancarai keluarga saya juga mewawancarai petugas kesehatan yaitu petugas penanggung jawab program demam berdarah di Puskesmas Helvetia dan Kepala lingkungan yang juga bertindak sebagai jumantik.

Untuk melengkapi data yang dibutuhkan saya juga mewawancarai tetangga keluarga sehingga informasi yang didapat lengkap sehingga kedalaman informasi tercapai sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Untuk keabsahan data saya melakukan teknik triagulasi data. Saya memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dengan catatan harian observasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data saya lakukan dengan cermat atas kegiatan-kegiatan yang berlangsung dan didapat pada rumah keluarga dan tempat kerja petugas kesehatan. Data-data yang saya dapat lalu dikumpulkan untuk mengkaji penelitian ini. Hasil wawancara saya peroleh dari 4 keluarga dan 1 orang petugas penanggulangan demam berdarah. Wawancara juga saya lakukan kepada seluruh keluarga yang tinggal di rumah keluarga tersebut juga kepada tetangga keluarga. Wawancara saya lakukan langsung di dalam rumah keluarga, di halaman rumah atau di luar rumah keluarga, sedangkan untuk petugas kesehatan saya lakukan


(57)

wawancara di Puskesmas Helvetia kalau kepada petugas penunjang lain yaitu jumantik saya juga melakukan di rumah jumantik tersebut dan di kantor Kelurahan dikarenakan jumantik juga sebagai Kepala Lingkungan.

Hasil wawancara atau percakapan mendalam serta hasil observasi, saya tulis langsung di tempat, tetapi ada juga percakapan yang saya tulis setelah berlalu beberapa saat atau agak lama. Hal ini sangat beresiko terhadap kemungkinan terlupakannya beberapa data yang telah diperoleh, oleh sebab itu kemungkinan saya mengingat atas apa yang baru saya lihat dan dengar dari informan sangat dibutuhkan. Pengambilan data yang saya lakukan, kemungkinan besar bahwa ada beberapa data yang lupa dan lolos dari pencatatan saya, karena semua pembicaraan tidak didukung dengan alat rekaman. hal ini saya lakukan atas dasar, ketika saya melakukan wawancara dengan merekam mereka menolak pembicaraan mereka direkam karena mereka merasa seperti diwawancarai oleh wartawan. Dan ketika saya tidak menggunakan alat perekam tersebut mereka lebih rileks dan lebih leluasa menjawab pertanyaan yang saya berikan, sehingga saya memutuskan untuk tidak menggunakan alat perekam tersebut.

Hambatan-hambatan yang saya temukan pada penelitian ini adalah setelah saya memperoleh data tentang keluarga yang terkena demam berdarah dari data Puskesmas lalu saya mencari rumah mereka tetapi kebanyakan mereka susah saya temui dikarenakan pada umumnya rumah mereka kosong dan terkunci dikarenakan keluarga tersebut bekerja dan setelah saya temukan keluarga yang ada dirumah mereka menolak untuk saya wawancarai dengan alasan repot tetapi


(58)

pada kenyataannya mereka merasa risih dan tidak bersedia menjawab pertanyaan apalagi bila rumah mereka di lihat-lihat terutama kamar tidur, kamar mandi dan dapur mereka. Walaupun begitu keluarga baru mau bekerjasama setelah saya mengajak petugas Puskesmas untuk menemani pertama sekali kerumah keluarga tersebut dan memperkenalkan saya merupakan bagian dari petugas Puskesmas yang sedang melakukan pendataan penderita demam berdarah.

Dalam pengumpulan data di lapangan, saya lakukan dengan pengamatan atas aktivitas yang dilakukan keluarga sehari-hari sedangkan kepada petugas kesehatan selain saya mewawancarai mereka di Puskesmas, saya juga melakukan pengamatan yang mereka lakukan di lapangan dengan mengikuti kegiatan mereka sewaktu melakukan penyelidikan Epidemiologi serta melakukan penyemprotan/fogging

di rumah keluarga yang menderita demam berdarah. Aktivitas yang dilakukan oleh keluarga maupun oleh petugas kesehatan dan petugas penunjang, cara-cara penanggulangan demam berdarah yang dilakukan oleh objek menjadi catatan lapangan peneliti.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh keluarga dan petugas kesehatan, meliputi bagaimana cara keluarga melakukan pencegahan demam berdarah yaitu 3M, kebersihan rumah tangga dan sanitasi lingkungan serta penanggulangan demam berdarah yang dilakukan petugas saya catat langsung ketika melakukan pembicaraan. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya kelupaan yang menyebabkan berkurangnya data yang saya peroleh. Selanjutnya data yang saya


(59)

kumpulkan melalui pengamatan dan wawancara, kemudian ditarik kesimpulan yang perlu dikoreksi, dan dijadikan sebagai catatan penulisan dalam pengkajian pada penelitian.

Dalam pengumpulan data saya memulainya dari semua keluarga yang bersedia saya wawancarai lalu kemudian setelah saya mendapatkan respon yang cukup positif dari mereka maka saya memilih keluarga yang terkena demam berdarah terlebih dahulu yang saya amati untuk mengetahui bagaimana mereka sampai terkena demam berdarah dan melihat bagaimana keadaan sanitasi dan kebersihan rumah mereka serta tindakan 3 M keluarga tersebut, sedangkan keluarga yang tidak terkena saya dapati keluarga mereka telah melakukan 3M serta kepada petugas peneliti mengikuti kegiatan mereka dalam penanggulangan demam berdarah.

Dari 2 keluarga yang terkena demam berdarah dari hasil perbincangan, saya berpendapat bahwa keluarga Bapak Sugi dan Bapak Apri tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mereka sakit demam berdarah. Sehingga keluarga mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk melakukan pencegahan dikarenakan kurangnya petugas kesehatan memberikan penyuluhan walaupun informasi bukan hanya bisa didapat dari petugas kesehatan tetapi petugas kesehatan seharusnya juga merasa bahwa mereka juga bagian dari masyarakat sehingga masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan.

Untuk memperoleh data secara mendalam dari 4 keluarga tersebut saya mendatangi mereka secara kontinu sehingga mereka merasa dekat dengan


(60)

peneliti, terutama kepada 2 keluarga yang menderita demam berdarah yaitu keluarga Bapak Sugi dan Bapak Apri yang menerima saya dengan sangat terbuka. Hal ini memungkinkan penelitian yang dilakukan dapat lebih mendalam.

Jumlah informan yang peneliti ambil berdasarkan azas kecukupan, yaitu bila dalam proses pengumpulan data tidak ditemukan lagi variasi informasi maka saya tidak perlu mencari informan lagi, saya akan terus mencari informan apabila informasi yang diterima masih berubah-ubah (bervariasi), sampai diperoleh hasil yang sama serta tidak bervariasi. Oleh karena itu walaupun informan kunci hanya 4 keluarga tetapi saya sudah mendapat data yang cukup mengenai peran keluarga dalam penanggulangan demam berdarah. Begitu juga dengan petugas dikarenakan untuk penanggung jawab program hanya satu orang maka saya hanya menggali informasi kepada petugas tersebut karena petugas tersebutlah yang turun langsung ke lapangan sedangkan Kepala Puskesmas hanya mengetahui segala tindakan yang dilakukan petugasnya serta menerima laporan dari petugas dan untuk melengkapi maka saya juga menggali informasi kepada kepala lingkungan yang juga bertugas sebagai jumantik.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis jawaban-jawaban yang diberikan informan. Penganalisisan data dilakukan dengan tehnik “on going

analysis” yaitu analisis yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data yang


(61)

metode yang digunakan untuk menemukan bingkai dari suatu perspektif untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan pengamatan, analisis, dan interpretasi terhadap sebuah realitas di masyarakat (Bungin, 2007).

Cara analisis bingkai yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi dan mengkategori penyebab masalah, faktor-faktor pendukung yang menjadi kemungkinan masalah tersebut ada di masyarakat. Kemudian dilakukan penilaian dan evaluasi terhadap penyebab-penyebab masalah.

Hal yang ingin dicapai dalam melakukan analisis data kualitatif adalah menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena dan memperoleh gambaran tuntas terhadap proses tersebut, serta menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Kecamatan Medan Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia luasnya ± 11,55 km2 (1.155 Ha), terdiri dari 7 kelurahan. Kecamatan Medan Helvetia dibagi berdasarkan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas Helvetia mengelola 7 kelurahan sebagai wilayah kerjanya. Puskesmas Helvetia terletak di jalan Kemuning Raya Perumnas Helvetia.

Kecamatan Medan Helvetia merupakan daerah padat penduduk dengan ketinggian 27 meter dari permukaan laut, letak Lintang Utara: 030 – 2´ LU Lintang Selatan: 620 – 41¨ LS Bujur Timur: 980 – 39´ BT. Adapun batas-batas kecamatan ini, yaitu:

Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Sunggal Sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal

Sebelah Timur : Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah 4.1.2. Kependudukan

Berdasarkan data statistik maka jumlah penduduk pada Kecamatan Medan Helvetia adalah sebesar 130.581 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 65.548 jiwa dan perempuan sebesar 65.033 jiwa. Adapun luas kelurahan, jumlah


(63)

penduduk dan kepadatan penduduk per Km2 di Kecamatan Medan Helvetia, seperti terlihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1. Luas Kelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Km2 di Kecamatan Medan Helvetia

No Kelurahan Luas (Km2)

Jumlah Pendudu

k

Kepadatan (Km2)

1 Helvetia 1,25 13.149 10.519

2 Helvetia Tengah 1,50 22.275 14.850

3 Helvetia Timur 1,82 22.094 12.140

4 Dwikora 2,00 23.137 11.568

5 Sei Sikambing 0,98 13.179 13.448

6 Cinta Damai 1,80 17.708 9.838

7 Tanjung Gusta 2,20 19.309 8.654

Jumlah 11.55 130.581 11.306

Sumber: Kantor Camat Medan Helvetia, 2007 4.1.3. Mata Pencaharian

Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pada wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia, seperti pada Tabel 4.2:


(64)

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian pada Wilayah Kecamatan Medan Helvetia

Mata Pencaharian No Desa/Kelurahan PNS A B RI Swa sta Pet ani Pedaga ng Pensiun an 1 Helvetia 1.23 6 14 5 1.93 2

- 1.364 530

2

Helvetia Tengah 2.48 8

24 5

758 - 496 840

3

Helvetia Timur 661 45

2

607 15 1.085 91

4 Dwikora 460 76 536 24 377 105

5 Sei Sikambing 361 16 203 - 1.923 93

6

Cinta Damai 396 26

6

663 26 582 318

7

Tanjung Gusta 403 10

3

298 40 141 110

Jumlah 6.00 5 1. 30 3 4.99 7

103 5.266 2.056


(65)

Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa distribusi mata pencaharian penduduk yang berada pada Kecamatan Medan Helvetia yang terbesar adalah sebagai PNS, diikuti oleh Pedagang dan yang terkecil adalah petani. Pada penelitian ini pekerjaan informan adalah Swasta dan PNS.

4.1.4. Penduduk yang Mutasi

Distribusi penduduk berdasarkan mutasi di wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia, seperti yang terlihat pada Tabel 4.3:

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mutasi pada Wilayah Kecamatan Medan Helvetia

N Kelurahan Lahir Mati Datang Pindah

1 Helvetia 53 54 384 274

2 Helvetia Tengah

87 6 519 317 3 Helvetia

Timur

94 44 689 204

4 Dwikora 78 23 734 156

5 Sei Sikambing

5 29 428 136

6 Cinta Damai 34 26 441 190

7 Tanjung Gusta

58 52 456 87

Jumlah 409 289 8.054 1.364

Sumber: Kantor Camat Medan Helvetia, 2007.

Pada Tabel 4.3. Terlihat bahwa mutasi (pindah) penduduk yang berada di Medan Hevetia cukup banyak tetapi tetap saja Datang lebih besar. Menunjukkan tingginya mobilisasi dari penduduk sehingga memungkinkan menjadi daerah endemis demam berdarah.


(66)

4.2. Subjek Penelitian

4.2.1. Deskripsi Subjek Penelitian

Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada 4 keluarga serta satu orang petugas pemegang program penanggulangan DBD di Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Keluarga yang menjadi subjek penelitian ini semuanya bertempat tinggal di Perumnas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Walaupun subjek bertempat tinggal di Perumnas di mana semuanya tertata dengan baik dengan kehomogenan dari lingkungan mereka tetapi tetap saja demam berdarah terjadi. Perumnas Helvetia merupakan perumahan masyarakat dengan tatanan letak rumah yang berdempetan dan memanjang sebanyak 25 rumah dan didepannya juga memanjang rumah sebanyak 25 rumah. Perumnas Helvetia dengan jumlah penduduk yang cukup banyak dan mobilisasi dari warganya yang tinggi sehingga memungkinkan terjangkitnya demam berdarah. Perumnas Helvetia tidak menyediakan ruang atau halaman bagi penghuninya sehingga warga hanya memiliki halaman yang sangat kecil dan juga sempit. Halaman warga merupakan jalan yang memisahkan rumah yang ada didepan. Halaman yang sempit tersebut juga dimanfaatkan warga Perumnas untuk banyak hal seperti untuk bermain oleh anak-anak. Adapun gambaran umum dari subjek penelitian dapat dilihat di bawah ini:

1. Informan I (Keluarga Bapak Sugi)

Bapak Sugi berumur 41 tahun bekerja sebagai penarik becak mesin, pendidikan Bapak Sugi adalah SMA dan bersuku Jawa. Bapak Sugi mempunyai


(67)

seorang istri yang bernama Ibu Dita yang berusia 44 tahun, bersuku Jawa dengan pendidikan terakhir adalah PGTK (Pendidikan Guru TK) atau setingkat DI dan bekerja sebagai guru TK sebelum menikah dengan Bapak Sugi, tetapi setelah menikah berhenti menjadi guru TK dan hanya sebagai ibu rumah tangga. Bapak Sugi dan Ibu Dita mempunyai seorang anak yang bernama Rizdin berusia 5 tahun dan bersekolah di TK Paut Muhabah. Rizdin inilah yang terkena demam berdarah

dengue. Bapak Sugi dan keluarga bertempat tinggal di Perumnas Helvetia Medan.

Semua pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh Ibu Dita, dari mulai membersihkan rumah sampai mengantar jemput anaknya sekolah. Ibu Dita dalam melakukan pekerjaan rumah juga dibantu oleh suami dan seorang keponakannya seperti dalam hal membersihkan kamar mandi dan bak mandi.

Rumah Bapak Sugi berada di Perumnas Helvetia dengan type rumah 36, terdapat ruang tamu, dapur, dua kamar tidur dan dua buah kamar mandi. Kamar mandi yang satu berukuran kecil yaitu 1x 1 M2 yang bertugas membersihkan adalah Bapak Sugi, sedangkan bak yang lebih besar yaitu berukuran 2½ x 1 M2 dan dalam keadaan baik serta air selalu penuh berada satu ruang dengan tempat mencuci pakaian dan mencuci piring serta tempat menjemur pakaian. Kamar mandi tersebut dalam keadaan lembab dan kotor serta baru terang ketika dinyalakan lampu. Adapun yang bertugas membersihkan kamar mandi tersebut adalah sang keponakan tetapi di karenakan banyaknya kegiatan di sekolah maka keponakan tersebut sangat jarang memberihkan kamar mandi tersebut. Ibu Dita menjemur pakaian di dalam rumah dikarenakan Ibu Dita jarang di rumah serta


(1)

Bina suasana dalam hal ini adalah dengan mengajak tokoh masyarakat agar mau menyebarkan opini-opini yang positif terhadap perlunya perubahan perilaku dalam hal ini adalah melakukan 3M dan pemberantasan sarang nyamuk.

Tokoh masyarakat yang berperilaku menguras, menutup dan mengubur sehingga dengan perilaku tersebut tokoh masyarakat dan keluarganya terhindar dari demam berdarah akan menjadi perhatian bagi masyarakat dan akhirnya diharapkan masyarakat/keluarga mau meniru perilaku dari tokoh masyarakat tersebut.

c. Advokasi

Melakukan berbagai lobi sehingga penanggulangan demam berdarah dapat berjalan yaitu kepada Lurah sehingga Lurah mau memberikan keputusan yang mendukung penanggulangan demam berdarah dengan cara pemberantasan sarang nyamuk setiap hari Jumat yang disebut juga jumat bersih secara kontinu di wilayah kerjanya. Bersama Lurah mengadakan advokasi untuk mendapatkan dukungan dari Camat sehingga didapatkan dukungan yang lebih besar dan pada akhirnya didapat sebuah kesepakatan bersama sehingga terbentuk sebuah ketetapan yang bisa mengikat seluruh masyarakat seperti peraturan yang melarang masyarakat membuang sampah secara sembarangan terutama sampah yang dapat menampung air di dalamnya seperti ban bekas, ember bekas dan sampah padat lainnya sehingga akhirnya masyarakat sadar dan mau melakukan tindakan pencegahan demam berdarah yaitu PSN serta 3M.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan berdasarkan aspek penelitian, sebagai berikut:

6.1.1. Peran Keluarga

1. Dua keluarga yang tidak terkena demam berdarah merupakan keluarga yang menjaga kebersihan rumah dan kamar mandi, sedangkan dua keluarga kurang menjaga kebersihan rumah dan kamar mandi sehingga keluarga tersebut terkena demam berdarah.

2. Sanitasi lingkungan yang terjaga ada dua keluarga sehingga keluarga tidak terkena demam berdarah, sedangkan dua keluarga yang terkena demam berdarah tidak menjaga sanitasi lingkungan karena kesibukan dan jarang di rumah.

3. Dua keluarga yang terkena demam berdarah mempunyai pengetahuan yang kurang di mana keluarga tidak mengetahui penanggulangan demam berdarah, sedangkan dua keluarga mempunyai pengetahuan yang baik serta mengetahui penanggulangan demam berdarah.


(3)

6.1.2. Peran Petugas Kesehatan

1. Peran petugas tidak berjalan dengan baik di mana petugas kurang memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga masyarakat masih banyak yang menderita demam berdarah.

2. Petugas kurang aktif dalam menjalankan tugasnya terutama dalam hal melakukan pemberantasan sarang nyamuk sehingga pemberantasan sarang nyamuk tidak berhasil.

6.1.3. Penanggulangan DBD

1. Penanggulangan DBD hanya dilakukan ketika terjadi wabah demam berdarah sehingga penanggulangan tidak berjalan secara terus menerus.

6.2. Saran

1. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas kesehatan terutama dalam penanggulangan demam berdarah.

2. Diharapkan masyarakat lebih proaktif dalam mencari tahu upaya penanggulangan demam berdarah sehingga masyarakat mempunyai motivasi yang baik dalam hal penanggulangan demam berdarah tersebut.

3. Petugas kesehatan agar mau memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penanggulangan demam berdarah secara berkesinambungan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alsa A, 2003, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Bungin B, 2007, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana, Jakarta.

Chahaya, I, 2003, Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia, Digitized by USU Digital Library, Medan.

Depkes RI, 1992, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular dan Pelaporan DBD, Ditjen PPM & PLP Depkes RI, Jakarta.

________, 1992, Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, DepKes RI, Jakarta.

________, 1999, Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

________, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

________, 2004, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta. ________, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

di Indonesia, Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

________, 2005, Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta. , 2006, Buku Saku Promosi Kesehatan, Pusat Promosi Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dinkes Medan, 2006, Profil Kesehatan Kota Medan, Medan.

Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2006, Profil Kesehatan Sumatera Utara, SUMUT.


(5)

Green, L, 1991, Health Promotion Planning and Education and Environtment Approch, Institue of Health Promotion Research University of British Colombia.

Notoadmodjo S, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta.

________, 2003, Pendidikan dan perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. ________, 2005, Promosi Kesehatan dan Aplikasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta. ________, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta,

Jakarta.

Nawar, S, 2005, Kajian Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Daerah Endemis dan Non Endemis di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005, Tesis, USU.

Soedarmo S.P. Sumarmo, Demam Berdarah (Dengue) pada Anak, UI, Jakarta, 1988.

Sumodiningrat G, 1999, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sutomo S, 2003, Rencana Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue 2004-2008: Laporan Konsultan WHO Project INO CPC 001 September-Desember 2003, Ditjen P2M & PLP.

Soegijanto, S, 2003, Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press, Surabaya.

Soegijanto, S, 2006, Demam Berdarah Dengue, Airlangga University Press, Surabaya.

Suhardiono, 2004, Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue oleh Puskesmas di Kabupaten/Kota Endemis Sumatera Utara tahun 2002, Tesis, USU.

Siregar, F.A, 2004, Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Indonesia, Digitized by USU Digital Library.


(6)

Soedjajadi dkk, 2005, Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2, NTB.

Tarimo E, 1994, Pemanduan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dengan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, Pertimbangan-pertimbangan praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Wang W, 1997, Control of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever in China, Dengue Bulletin, Volume 21 Desember 1997, www, Whosea.org.

WHO, 2000, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terjemahan dari WHO regional Publication SEARO No. 29: Prevention Control of dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, Depkes RI, Jakarta.