Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Medan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015

(1)

PEDOMAN WAWANCARA

ANALISIS PELAKSANAAN FUNGSI KOORDINASI DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI PUSKESMAS MEDAN HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

TAHUN 2015

A. Pedoman Wawancara dengan Penanggungjawab Program DBD Dinas Kesehatan Kota Medan

I. Karakteristik Informan Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

II. Pertanyaan

a. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD Tahun 2014, di Puskesmas Medan Helvetia kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

4. Apakah puskesmas ada menghubungi atau melaporkan ke DKK mengenai kasus DBD tersebut?

c. Kesepakatan, komitmen dan insenif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD ini pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sektor untuk


(2)

pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

d. Kontinuitas perencanaan

7. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

8. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

B. Pedoman Wawancara dengan Kepala Puskesmas Medan Helvetia I. Karakteristik Informan

Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, di puskesmas ini kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang ibu lakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

4. Apakah ibu ada menghubungi atau melaporkan ke tingkat II atau camat atau lurah mengenai kasus DBD tersebut?

c. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sektor untuk

mendapatkan kesepakatan dan komitmen dalam pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

7. Untuk menetapkan komitmen, dimana forum koordinasi dalam lintas sektoral ataupun lintas program dilakukan?


(3)

8. Bagaimana rapat bulanan pimpinan di kecamatan? Apakah ada koordinasi semua sektor?

9. Dalam penanggulangan DBD ada dua program yaitu pencegahan dan pemberantasan, dalam hal ini tentu koordinasi dan komitmen berbeda. Untuk itu bagaimana koordinasi dalam pencegahan dan bagaimana koordinasi dalam pemberantasan? Siapa saja yang terlibat dalam pencegahan?

d. Kontinuitas perencanaan

10.Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

11.Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

C. Pedoman Wawancara dengan Petugas DBD Puskesmas Medan Helvetia

I. Karakteristik Informan Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, di puskesmas ini kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang ibu lakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

4. Apakah ibu ada menghubungi atau melaporkan ke tingkat II atau camat atau lurah mengenai kasus DBD tersebut?


(4)

c. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD ini pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sector untuk

mendapatkan kesepakatan dan komitmen dalam pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

7. Bagaimana tindak lanjut dari rapat pimpinan yg biasa dihadiri pimpinan puskesmas dalam program penanggulangan DBD? Apakah mendapatkan komitmen?

d. Kontinuitas perencanaan

8. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

9. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

D. Pedoman Wawancara dengan Camat Medan Helvetia I. Karakteristik Informan

Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Medan Helvetia memiliki kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

4. Apakah bapak ada menghubungi atau melaporkan ke tingkat II atau puskesmas mengenai kasus DBD tersebut?


(5)

c. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD ini pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sektor untuk

mendapatkan kesepakatan dan komitmen dalam pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

d. Kontinuitas perencanaan

7. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

8. Apakah ada bapak instruksikan untuk melaksanakan PSN kepada masyarakat?

9. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

E. Pedoman Wawancara dengan Lurah I. Karakteristik Informan

Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Medan Helvetia memiliki kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. komunikasi

4. Apakah bapak ada menghubungi atau melaporkan ke tingkat II atau puskesmas mengenai kasus DBD tersebut?


(6)

c. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD ini pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sector untuk

mendapatkan kesepakatan dan komitmen dalam pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

d. Kontinuitas perencanaan

7. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

8.Apakah ada bapak instruksikan untuk melaksanakan PSN kepada masyarakat?

9.Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

F. Pedoman Wawancara dengan Kepala Lingkungan I. Karakteristik Informan

Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Medan Helvetia memiliki kasus DBD cukup tinggi. Dengan adanya kasus tersebut, apakah langkah-langkah yang seharusnya lakukan? Bagaimana pelaksanaannya?

2. Apakah langkah-langkah tersebut ada dikoordinasikan baik lintas sektor maupun program?

3. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

4. Apakah bapak ada menghubungi atau melaporkan ke tingkat II atau puskesmas mengenai kasus DBD tersebut?


(7)

c. Kesepakatan, komitmen dan insentif

5. Apakah ada diputuskan atau dipahami tentang pelaksanaan pemberantasan DBD ini pada pertemuan-pertemuan lintas sektor? 6. Apakah dalam pertemuan-pertemuan lintas sektor untuk

mendapatkan kesepakatan dan komitmen dalam pertemuan-pertemuan tersebut diperlukan dana? Jika ya, darimana dana tersebut?

d. Kontinuitas perencanaan

7. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

e. Kompetensi partisipan

8. Apakah ada bapak instruksikan untuk melaksanakan PSN kepada masyarakat?

9. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?

G. Pedoman Wawancara dengan Masyarakat I. Karakteristik Informan

Nama :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan Umur : Tahun

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

a. Kesadaran pentingnya koordinasi

1. Menurut laporan kasus DBD, Puskesmas Medan Helvetia memiliki kasus DBD cukup tinggi. Apakah ibu mengetahui hal tersebut? 2. Apakah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan jika ada kasus

DBD?

3. Apa saja program penanggulangan DBD yang diselenggarakan di puskesmas? Bagaimana pelaksanaannya? Apakah petugas puskesmas pernah mengunjungi rumah ibu? Apa yang dilakukannya?

4. Apakah dalam penanggulangan kasus DBD diperlukan koordinasi? Jika ya, mengapa ?

b. Komunikasi

5. Apakah ibu ada menghubungi atau melaporkan kepada kepala lingkungan, lurah, camat atau puskesmas apabila ada kasus DBD?


(8)

c. Kontinuitas perencanaan

6. Apakah saat dilaporkan adanya kasus DBD, DKK langsung melaksanakan fogging?

d. Kompetensi partisipan

7. Apakah ada camat menginstruksikan untuk melaksanakan PSN kepada masyarakat?

8. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam penanggulangan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatannya?


(9)

(10)

(11)

(12)

Depkes RI. 2006. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK). Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Medan. 2014. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013. Medan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumuatera Utara. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan.

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1991. Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Cetakan ke-7. Jakarta: CV. Haji Masagung. Handoko, T.Hani. 2000. Manajemen. Yogyakarta.

Hasibuan, M.S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Ed.Revisi, Cetakan ke-9. Bumi Aksara. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2011a. Modul Pengendalian Demam Berdarah. Jakarta.

. 2011b. Pemberantasan Demam Berdarah Membutuhkan Komitmen Semua Pihak. Jakarta.

. 2013. Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk Pengelola Program DBD Puskesmas. Jakarta.

. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta.

Ketani, Nurlela. 2002. Azas-azas Manajemen. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Medan.

. 2004. Administrasi Pembangunan. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Medan.


(13)

Kurniawan, Arif. 2011. Implementasi Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Kota Surakarta Tahun 2010. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Moeloeng, L. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-17. Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung.

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Nur, R. 2005. Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan Pada Pencegahan Penyakit Demam Berdarah (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Skripsi. Makassar Universitas Hasanuddin.

Prabawa, Yossy, F. 2009. Pengaruh Koordinasi dan Efektivitas Kerja Karyawan terhadap Kualitas Produk pada CV. Permata 7 Wonogiri. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Puskesmas Medan Helvetia. 2015

Sitti.C. Rosmini dan Halimuddin, 2011. Peningkatan peran Serta Masyarakat dalam pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) di Dua Kelurahan di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 4 Tahun 2011.

Sriwulandari, Wiwit. 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2008. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Subargus, Amin. 2007. Analisis terhadap Kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Yogyakarta.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta, CV. Bandung.


(14)

Unair News. 2016. Penanganan Demam Berdarah Butuh Peran Lintas Sektoral. (online), (http:/news.unair.ac.id/2016/01/25/penanganan-dbd butuh-peran lintas-sektoral/ di akses tanggal 25 Januari 2016.

Sutarto. 2002. Dasar-dasar Organisasi. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

WHO. 2012. Global Strategy For Dengue Prevention And Control. Perancis Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan dan Pemberantasannya. Penerbit Erlangga. Semarang.


(15)

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moeloeng 2004). Penelitian ini dipilih untuk menganalisis pelaksanaan fungsi koordinasi dalam program penanggulangan DBD di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2015.

3.2Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Medan Helvetia, dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2014 diketahui ada 147 kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia. Penulis melihat setiap bulan permasalahan selalu ada, seolah-olah program yang dijalankan puskesmas kurang berhasil. Sehingga penulis ingin meneliti dimana letak permasalahannya. Apakah masalahnya dikarenakan kurangnya pelaksanaan koordinasi ? kurangnya biaya ? atau kurang dilibatkannya masyarakat ? atau ada hal-hal lain.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-September tahun 2015, di mulai dari survei pendahuluan sampai penelitian.


(16)

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini Informan diambil dengan menggunakan teknik purposive, yaitu teknik dimana peneliti mempunyai atau memiliki kecenderungan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahannya secara mendalam berkaitan dengan topik penelitian, yaitu koordinasi antarunit yang ada di puskesmas dan lintas sektoral di wilayah kerja puskesmas, berjumlah delapan informan, yang terdiri dari satu informan kepala bidang PMK Dinas Kesehatan Kota Medan, satu informan kepala puskesmas, satu informan petugas DBD puskesmas, satu informan camat Medan Helvetia, satu informan lurah, satu informan kepala lingkungan dan dua informan masyarakat (yang pernah menderita penyakit DBD dan yang tidak pernah menderita penyakit DBD).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data yaitu :

a. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan dengan berpedoman pada panduan wawancara yang telah dipersiapkan.

b. Data sekunder diperoleh dari data Puskesmas Medan Helvetia dan instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi sumber, yaitu dengan melakukan pengecekan kembali data-data yang


(17)

diperoleh dari informan dengan cara menanyakan kebenaran data atau informasi kepada informan yang satu dengan informan yang lainnya.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis domain. Menurut Spradley dalam Sugiyono (2010) analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian. Untuk menemukan domain dari obyek yang diteliti, maka dilakukan analisis hubungan semantik antar kategori dengan tipe sebab akibat. Model analisis domain dengan hubungan semantik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Analisis domain koordinasi

Rincian Domain Hubungan Semantik Domain

1. Komunikasi 2. Kesadaran

pentingnya koordinasi 3. Kompetensi

partisipan 4. Kesepakatan,

komitmen dan insentif 5. Kontinuitas

perencanaan

Adalah sebab dari Terlaksananya fungsi koordinasi


(18)

Puskesmas Medan Helvetia terletak di Jalan Kemuning Perumnas Helvetia, Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia. Batas wilayahnya yaitu :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal 3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah

Puskesmas Medan Helvetia mencakup tujuh kelurahan dengan jumlah penduduk yang dicakup oleh Puskesmas Helvetia sebanyak 145.239 jiwa yang terdiri dari 88 lingkungan dan 31.625 kepala keluarga.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah

Penduduk

Jumlah Lingkungan

Jumlah KK 1. Helvetia 11376 12 2627 2. Helvetia Timur 24111 13 5233 3. Helvetia Tengah 26756 22 6039 4. Dwikora 24374 12 5414 5. SSC II 12384 14 2862 6. Tanjung Gusta 29402 7 5639 7. Cinta Damai 17116 8 3838

Jumlah 145.519 88 31652


(19)

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Helvetia Tahun 2014

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Helvetia paling banyak di Kelurahan Tanjung Gusta dan distribusi penduduk paling sedikit yaitu di Kelurahan Helvetia.

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014

No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Helvetia 5519 5857 11376 2. Helvetia Timur 11732 12379 24111 3. Helvetia Tengah 12891 13865 26756 4. Dwikora 11321 13053 24374 5. SSC II 6075 6309 12384 6. Tanjung Gusta 15295 14107 29402 7. Cinta Damai 8378 8738 17116

Jumlah 71211 74308 145.519

Sumber : Kecamatan Medan Helvetia, 2014

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki yaitu 74.308 jiwa dari total jumlah penduduk.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 Helvetia Helvetia Timur Helvetia Tengah

Dwikora SSC II Tanjung

Gusta

Cinta Damai


(20)

Tabel 4.3 Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Tahun 2014

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas 1

2. Puskesmas Pembantu 2 3. Rumah Sakit Swasta 4 4. Balai Pengobatan Paru 6

5. Rumah Bersalin 9

6. Puskesmas Keliling -

7. Apotik 27

8. Praktek dokter Umum Swasta 71 9. Praktek dokter Spesialis 35 10. Praktek drg Swasta 23

11. Praktek Bidan 32

12. Toko obat berizin 8

13. Laboratorium 4

14. Sinshe 3

15. Dukun Patah 1

16 Tukang Gigi 9

Sumber : Puskesmas Helvetia, 2014

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas sarana kesehatan di Kecamatan Medan Helvetia adalah praktek dokter umum swasta, yaitu ada sebanyak 71 tempat.

Tabel 4.4 Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Tahun 2014

Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter Umum 3

Dokter Gigi 2

Sarjana Kesehatan Masyarakat 6 S2 Kesehatan Masyarakat 2

Sarjana Keperawatan 5

D3 Keperawatan 5

Bidan 5

Sanitarian 1

Perawat Gigi 2

Analis Farmasi 3

Apoteker 1


(21)

4.2Karakteristik Informan

Karakteristik informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Karakteristik Informan

No Informan Jenis

Kelamin

Umur (tahun)

Pendidikan Jabatan 1. Masrita Tiominar

Akestina Lumbantobing

Perempuan 47 S2 Kabid PMK DKK 2. dr.Zulheri Laki-laki 32 S1 Kepala

Puskesmas 3. Dachria Salome

Hutabarat,AMK

Perempuan 48 D3 Keperawatan

Petugas DBD Puskesmas Medan Helvetia 4. Edie Mulia

Matondang

Laki-laki 46 S2 Camat 5. Irvan Jamal

Zebua,SE

Laki-laki 38 S1 Lurah Helvetia Tengah

6. Aidil Lubis Laki-laki 46 SMA Kepala Lingkungan XVII 7. Eko Siahaan Laki-laki 27 D3 Masyarakat

Penderita DBD 8. Marina Perempuan 17 SMA Masyarakat

Bukan Penderita DBD

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa informan dalam penelitian ini terdiri dari delapan informan, yaitu terdiri dari satu Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan yang berusia 47 tahun dengan pendidikan S2, satu Kepala Puskesmas Medan Helvetia yang berusia 32 tahun dengan pendidikan S1, satu informan petugas DBD Puskesmas Medan Helvetia yang berusia 48 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan, satu informan Camat Medan Helvetia yang berusia 46 tahun dengan pendidikan S2, satu informan Lurah Helvetia Tengah yang berusia 38 tahun dengan pendidikan S1, satu informan Kepala Lingkungan yang berusia 46 tahun dengan pendidikan SMA, satu informan masyarakat yang pernah menderita


(22)

DBD berusia 27 tahun dengan pendidikan D3, dan satu informan masyarakat yang tidak pernah menderita DBD yang berusia 17 tahun dengan pendidikan SMA.

4.3 Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan DBD

4.3.1 Pernyataan Tentang Kecamatan Helvetia Merupakan Kecamatan Yang Endemis DBD

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Tentang Kecamatan Helvetia Merupakan Kecamatan Yang Endemis DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Iya...memang Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Sunggal dan Medan Helvetia itu merupakan daerah yang endemis DBD. Itu memang terjadi setiap tahunnya

Informan 2 Iya...tau Informan 3 Tau... Informan 4 Ya sudah

Informan 5 Untuk daerah kami ini sebelumnya cuma dua kali yang kejadian tahun ini, jadi kalo dibilang yang tertinggi yaaa kita belum tau kalo kita nomor tiga tertinggi dari informasi itu Informan 6 Ya ya ya

Informan 7 Kurang tahu saya Informan 8 Enggak tau kak..

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa dari delapan informan, sebagian besar informan sudah mengetahui bahwa Kecamatan Helvetia merupakan Kecamatan yang endemis DBD dan hanya tiga orang informan yang menyatakan bahwa mereka belum mengetahui bahwa Kecamatan Helvetia merupakan kecamatan yang endemis DBD.

4.3.2 Pertnyataan Tentang Langkah-langkah yang dilakukan dalam Menangani DBD

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Tentang Langkah-langkah yang dilakukan dalam Menangani DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Upaya kami dari dinas yang pertama seperti membuat surat edaran dari tingkat pemerintah medan maupun dari dinas kesehatan untuk mengaktifkan kembali PSN nya, yang kedua


(23)

kita juga selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, apakah fungsinya penyuluhan , baik ketika ada pertemuan di posyandu atau dimana untuk masing-masing menjaga kebersihan di rumahnya.

Informan 2 Sebelumnya kita sudah dibuat kegiatan PSN, pemberantasan sarang nyamuk dengan cara turun ke lapangan. kita adakan rutin dulu sebelumnya itu sebulan sekali berbeda-beda lingkungan, itu biasanya sebulan sekali di hari jumat. Sebelum ada banyak kasus. Cuma sekarang intensitas kita tambah, kalau dulu sebulan sekali sekarang udah sebulan empat kali.

Informan 3 Yaaa...sampai saat ini kita tetap mengadakan penyuluhan pada masyarakat. Itu yang utama.. pelaksanaannya tidak terbatas, mau di posyandu mau di puskesmas mau juga dimanapun. Informan 4 Iya bekerja sama dengan puskesmas lah. Misalnya dalam

rangka memberikan penyuluhan, jumantik saat moment tertentu kita bergotong royong, bukan gotong royong membersihkan tapi gotong royong mencari lokasi jentik. Informan 5 Pertama kita informasikan kepada kepala lingkungan kan gitu,

sama koordinasi sama puskesmas karena orang itu yang diii... apa namanya yang terjun langsung ke lapangan langsung dari puskesmas itu gitu jadi mana yang kena itu tetap dilaporkan dari kepala lingkungan koordinasi ke kelurahan baru lapor ke puskesmas.

Informan 6 Di lingkungan lah ya, aaaa di lingkungan kita kan rutin bikin gotong royong paling tidak sebulan sekali. Kita mengharapkan air tidak tergenang kan gitu.. dan kita juga ada posyandu di lingkungan jdi orang itu juga rajin mensosialisasikan... masalah ini, apa itu namanya buka tutup apa itu?? Ya 3M, itu dan kadang- orang dari akper dari puskesmas datang juga ke lingkungan ke rumah warga men cek bak mandi. Biasanya gak rutin, kalau musim hujan kadang sekali sebulan. Jdi anak-anak akper yang datang bawa senter

Informan 7 Kalo saya kan bukan dari nyamuk, tapi dari virus. Mungkin karna kondisi langsung ngedrop daya tahan tubuh aja yang perlu di tinggkatkan. Karna kata dokter kalo nyamuknya gigit tapi daya tahan tubuh bagus ya gak ada masalah sih

Informan 8 Kalau saya biasanya menjaga kebersihan rumah, misalnya membersihkan selokan dan gak membuang air yang tergenang. Karena kan nyamuk suka di tempat-tempat air yang tergenang ntah itu di kaleng atau sebagainya.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dua informan menyatakan bahwa langkah-langkah yang dilakukan dalam menanggulangi DBD yaitu dengan cara pemberatasan sarang nyamuk dan penyuluhan, dua informan mengatakan


(24)

dengan cara penyuluhan di posyandu, satu informan mengatakan koordinasi dengan kepala lingkungan dan jika ada yang melapor ke kelurahan maka akan langsung dilaporkan ke puskesmas, satu informan mengatakan rutin melakukan gotong royong, satu informan mengatakan meningkatkan daya tahan tubuh dan satu informan lagi mengatakan menjaga kebersihan lingkungan rumah sendiri.

4.3.3 Pernyataan Tentang Program Penanggulangan DBD yang dilakukan Puskesmas

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Tentang Program Penanggulangan

DBD yang dilakukan Puskesmas

Informan Pernyataan

Informan 1 Instruksi jumat bersih sebenarnya instruksi dari pak walikota, ke pak camat, ke pak lurah, ke pak kepling untuk masyarakatnya. Selain itu kita juga ada melakukan preventif dan promotif dan kalau sampai terjadi kasus kita langsung melaksanakan fogging.

Informan 2 Ada kita buat kegiatan di kecamatan misalnya promosi kesehatan, tapi tidak semua masyarakat hadir. Selain itu kami juga melakukan penyuluhan. Penyuluhan kami lakukan bukan hanya di posyandu saja, tetapi juga kami lakukan saat di puskesmas yaitu saat mereka datang untuk berobat. Kita manfaatkan untuk memberikan informasi mengenai DBD saat mereka berada di ruang tunggu. Kita di bantu juga oleh adek-adek mahasiswa yang sedang pkl disini untuk memberikan informasi mengenai DBD. Selain itu kita juga ada semacam spanduk-spanduk nya, itu kita paparkan apa itu demam berdarah jadi biar mereka paham apa itu demam berdarah. Jadi bukan hanya di posyandu saja.

Informan 3 Kalo pun gak ada kasus yaaa kita psn lah itu kan tetap itu kan kita ada tim dikelurahan tapi kita dikecamatan ini karena kita ada 1 induk 2 pustu. Jadi yang pustu mereka yang melakukan itu yang 5 kelurahan kita.

Informan 4 Ya itulah jumat bersih. Biasanya petugas puskesmas datang ke rumah-rumah warga untuk melakukan PSN

Informan 5 Itu yang dilakukan dari puskesmas itu sendiri, misalnya informasi dari posyandu yakan, udah itu dari pkk itukan tiap bulannya ada apa istilahnya. Kalo pkk penyuluhan kesehatan dari puskesmas sama anggota pengurus pkk itu kan hadir dalam kepala lingkungan.

Informan 6 Kalau program DBD yang dilakuin puskesmas itu..itulah yang setiap hari jumat. Itu biasanya puskesmas datang ke


(25)

rumah-rumah warga sini untuk periksa apa itu namanya...iya jentik pake senter biasanya..dan minta dampingi sama saya juga biar warganya mau bukain pintu. Soalnya kan sekarang banyak penipuan, jadi warga gak mau kadang bukain pintu kalau bukan orang yang dia kenal.

Informan 7 Paling itulah yang 3M itu, menutup, menguras, mengubur. Tapi saya kurang tau juga karena saya jarang di rumah. Palingan Cuma sekali seminggu karena saya kerja

Informan 8 Kurang tau kak. Cuma kadang ada sekali sebulan kepling ngajak kami untuk gotong royong bersihkan selokan. Tapi itu juga gak rutin kak. Kalau dari puskesmas saya kurang tau apa aja programnya.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dua informan menyatakan bahwa program yang dilakukan puskesmas dalam menanggulangi dbd yaitu PSN dan penyuluhan, dua informan menyatakan bahwa program dbd adalah PSN, dua informan menyatakan program dbd adalah penyuluhan, satu informan menyatakan bahwa programnya adalah 3M, menutup, menguras, mengubur, dan satu informan lagi mengatakan bahwa program nya adalah gotong royong.

4.3.4 Pernyataan Tentang Perlunya Koordinasi dalam Penanggulangan DBD

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Tentang Perlunya Koordinasi dalam Penanggulanagn DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Perlu..perlu..Jadi untuk melakukan jumat bersih itu bukan petugas tapi seluruh warga yang ada disitu diarahkan atau diwajibkan untuk melakukan jumat bersih, cuman itulah ya , masih ada image masyarakat ini yang menganggap bahwa kesehatan itu urusan tenaga kesehatan , jadi artinya apa, ternyata tugas kita sebagai promkes itu belum maksimal. Kita belum menjadikan mereka bagian dari diri kita. Jadi dia masih merasa bahwa kesehatan ini adalah tanggung jawab petugas kesehatan.

Informan 2 Iya perlu. Karena sifatnya penyakit demam berdarah ini kan tidak bisa hanya satu orang saja yang bekerja karena berbasis lingkungan dia. Terutama yang punya rumah juga harus berperan aktif karena bisa jadi sekarang dia kena kalau dia tidak paham lah akan apa itu demam berdarah, tidak tau dia penyebab


(26)

nya apa, kenapa knapa bisa terkena demam berdarah, bisa jadi kemungkinan besar akan terulang kembali. Makanya juga kita peran sertakan tokoh-tokoh masyarakat.

Informan 3 Ya itu tetap.. karena dalam penanggulangan DBD harus ada kerjasama antara camat, lurah, masyarakat. Bukan hanya tanggung jawab puskesmas saja.

Informan 4 Perlu lah.. harus ada kerjasama dalam penanggulangan DBD. Gak hanya camat aja, tapi semua juga harus ikut serta.

Informan 5 Kalo koordinasinya sebenarnya diperlukan cumakan sebenarnya masyarakat itu sendiri yang harus mau kan gitu, soalnya kan kalo masyarakatnya itu gak mau gimana bisa jalan cobak jadi semuanya harus jalan antara pihak masyarakat dan pemerintahan itu sendiri

Informan 6 Ya perlu..kita biasanya koordinasinya dengan puskesmas Informan 7 Perlu lah. Tapi kan biasanya dari puskesmas kan itu dari

pemerintahannya langsung kan mereka kan seharusnya mengadakan sosialisasi entah gimana cara mencegah dbd, menjaga kebersihan lingkungan. Tapi sepertinya puskesmas kita juga kurang ini.

Informan 8 Perlu. Karena saya rasa tanggung jawab bersamalah, sesama warga saling menjaga

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa ke delapan informan menyatakan bahwa perlu nya koordinasi dalam penanggulangan DBD.

4.3.5 Pernyataan Tentang Koordinasi Semua Sektor dalam Penanggulangan DBD

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Tentang Koordinasi Lintas Sektor dalam

Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Ada...ada..ada. nah jadi tingkat pemerintah kota kita ada namanya rapat koordinasi antara pak sekda dengan pak sekda. Itu per triwulan di tingkat pemko, di kecamatan sendiri itu ada minilog, nah jadi setiap sebulan sekali mereka minilog dengan pak camat nya. Itu sekalian di evaluasi. Itu pak camatnya di undang. Kan itu dibagi dua, minilog lintas program dan minilog lintas sektoral. Nah minilog lintas program ya internal, kalau lintas sektoral mengundang pak camat, ibu pkk, bagian agama, pendidikan.

Informan 2 Kita kan ada rapat lintas sektoral, sebelumnya kan lintas program di puskesmas. Lintas sektoral kan koordinasi dengan stake holder- stake holeder di kecamatan, lurah. Kita juga akan menyampaikan laporan hasil kegiatan kita yang berhubungan


(27)

dengan kesehatan masyarakat di kecamatan ini. Nah nanti juga akan kita paparkan dalam satu bulan itu mana-mana aja kelurahan yang banyak kasus. Pertama gini, kita koordinasi dengan kepala lingkungan, kepala lingkungan pasti tau ada warganya terkena demam berdarah. Kalaupun begitu kita juga koordinasi ke rumah-rumah sakit. Karena mereka juga sudah kita rapatkan baik tingkat kecamatan maupun tingkat dinas kesehatan melalui kepala dinas itu dihimbau kepada pihak-pihak rumah sakit yang ada pasiennya terkena demam berdarah itu harap melaporkan ke wilayah tempat tinggal si pasien walaupun tidak ada ke dinas kesehatan jadi nanti pihak-pihak yang terkait ini akan berkoordinasi. Jadi walaupun si pasien tadi tidak datang ke puskesmas langsung ke rumah sakit, pasti pihak rumah sakit mengabari kita kalau dia nya tinggal di wilayah kita. Kalau misalnya pihak rumah sakit tidak melaporkan, kepling juga mungkin kurang tau, saya harap pihak keluarga memberitahukan ke kami beserta dilengkapi dibawa foto copy hasil laboratorium. Pasti langsung kami fogging karena itu salah satu program pemerintah itu. Jadi diharapkan peran serta mereka juga.

Informan 3 Yaaa… lintas sektoral dari kecamatan, lurah, kapus, dinas kesehatan, dinas pendidikan yaitu di sekolah-sekolah.

Informan 4 Itulah dia.. Dari Dinas Kesehatan, dari Puskesmas dan lintas sektoral yang ada atau terkait. Sebenarnya sih kadang bukan mereka tidak bekerja sama tapi waktu mereka masyarakat ini kan kadang-kadang sulit tetapi kita bekerjasamanya itu bukan dengan warga tapi dengan stake holder yang ada itu dilibatkan seperti karang taruna, kepala lingkungan artinya disitu kita sekalian sosialisasi dengan mereka.

Informan 5 Sebetulnya ya gak bisa kalo hanya lurah sendirian karena penyakit itu kan ada kaitannya dengan pihak lain kan gitu, yang mendukung kan gitu termasuk masyarakat sendiri, dan kembali kepada diri masyarakat itu sendiri

Informan 6 Kalau kami hanya koordinasi dengan puskesmas saja. Jadi kalau ada warga yang melapor kepada saya kala dia terkena DBD, maka saya langsung melaporkan nya kepada puskesmas. Informan 7 Yaa kalau dalam kasus DBD ini kan biasanya itu camat, kepala lingkungan , lurah, trus puskesmas lah ya biasanya kerjasama. Informan 8 Kalau koordinasinya atau kerjasama nya itu dari puskesmas,

camat, lurah, kepling gitu lah kak

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, satu informan menyatakan bahwa koordinasi lintas sektoral dalam penanggulangan DBD yaitu dengan melibatkan camat, ibu pkk, tokoh agama, pendidikan. Satu informan menyatakan bahwa yang


(28)

terlibat ialah camat, lurah, kepala lingkungan, dinas kesehatan dan rumah sakit, satu informan menyatakan bahwa yang terlibat ialah camat, lurah, kepala puskesmas, dan dinas pendidikan yaitu sekolah-sekolah, satu informan menyatakan bahwa yang terlibat ialah dinas kesehatan, puskesmas, kepala lingkungan dan karang taruna, satu informan menyatakan melibatkan masyarakat, satu informan menyatakan hanya melibatkan puskesmas dan dua informan menyatakan yang terlibat ialah camat, puskesmas, lurah dan kepala lingkungan.

4.3.6 Pernyataan Tentang Komitmen dalam Penanggulangan DBD Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Tentang Komitmen dalam

Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Iya..nah sebenarnya kita udah ada buat pokja. Yang namanya pokja pasti bukan hanya orang kesehatan. Sebenanya yang kita harapkan pokja ini yang bekerja ,ya kan. Cuma itu tadi kembali masing-masing punya kesibukan, sementara kesepakatan atau kesimpulan seharusnya mereka punya di setiap pokja. Apa yang mau kita kerjakan.

Informan 2 Komitmennya pertama diharapkan tiap-tiap kelurahan yaitu pak lurah berserta kepling nya sangat-sangat turut bereperan aktif dalam pemberantasan demam berdarah. Jangan sampai kita lagi jadi urutan, urutan demam berdarah. Kalau dalam pencegahan kita buat promosi kesehatan , kalau pemberantasan itu jika ada kasus langsung diadakan fogging. Karena fogging itu tidak bisa tidak ada kasus dibuat fogging.

Informan 3 Ya komitmennya kita tetap memberikan penyuluhan itu saja, karena kan hidupnya jentik nyamuk itu dari air bersih apalagi cuaca yang sekarang ini panas ujan itu yang buat berkembangnya jentik nyamuk dengan cepat.

Informan 4 Ya komitmen atau kesepakatan kita itu dengan stake holder yang ada itu tadi, kita merespon langsung keluhan-keluhan dari masyarakat.

Informan 5 Pernah, ya macam kegiatan tadilah misalnya kalo ada kegiatan gotong royong, misalnya mencari apa itu istilahnya 3m plus itu jadi itukan kami rame-rame sama ibu pkk sama apakan gotong royong nyari mik terus mengajak masyarakat untuk gotong royong untuk menginformasikan kepada masyarakat kan gitu Informan 6 Sering rapat, tapi bukan membicarakan khusus DBD.


(29)

kesadaran. Itu juga kayak mana cara masyarakat itu tidak membuang sampah sembarangan, kan gitu. Kalau ada barang-barang bekas ditelungkupkan. Jadi ada brosurnya dan itulah yang kita bagi-bagikan.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, satu informan menyatakan bahwa komitmen dalam penanggulangan DBD ialah dengan cara mengaktifkan poka dbd. Satu informan menyatakan bahwa komitmennya yaitu lurah dan kepala lingkungan harus berperan aktif, tiga informan menyatakan bahwa komitmennya yaitu melakukan penyuluhan kepada masyarakat, dan satu informan lagi menyatakan bahwa komitmennya yaitu merespon keluhan-keluhan yang ada.

4.3.7 Pernyataan Tentang Dana Yang dikeluarkan dalam Pertemuan-Pertemuan

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Tentang Dana Yang dikeluarkan dalam

Pertemuan-Pertemuan

Informan Pernyataan

Informan 1 Aaaa...ibu rasa sebenarnya gini. Ini kan kegiatan rutin, jadi kegiatan rutin yang sebenarnya tanpa ada dana. Tapi kalau memang puskesmas pun mau memakai dana, mereka punya dana biaya operasional kesehatan.

Informan 2 Ya kalau dana sih sekedar dana konsumsi aja. Ya pertama biasa dari APBD, kedua bisa dari donatur, ketiga ya dari dana pribadi Informan 3 Gak ada...

Informan 4 Enggak ada, tapi ntahlah ya kalo puskesmas gak tau kami. Gak ada karna itukan jadi tanggung jawab kita sama masyarakat. Kalau itu dana itu gak ada.

Informan 5 Ya kan ini pertemuan biasa ya ini untuk sekedar anu, belik aqua ajalah, cuma buat minum tok ajalah gak ada yang lain. Gak ada sampe misalnya dipanggil penyuluhan gitu dibayar sih gak ada, palingan puskesmas itu aja yang dating kemari.

Informan 6 Oh gak adalah. Umumnya gininya masyarakat cuman fogging-fogging ajanya itu jadi membunuh rantai gak pala ngerti orang itu gak ngerti apa emang gak open. Ya kalau memang banyak nyamuk tolonglah di semprot. Itukan nyamuk dewasa, kan gitu sementara jentiknya inikan gak mati, aturannya menguras bak mandi itu yang penting. Tapi orang itulah mau terima beres


(30)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat ke enam informan menyatakan bahwa dalam melakukan pertemuan-pertemuan tidak ada dana yang di keluarkan.

4.3.8 Pernyataan Tentang Sistem Pelaporan Jika Ada Kasus DBD

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Tentang Sistem Pelaporan Jika Ada Kasus

DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Nah jadi sistem pelaporan itu ada dua, ada yang dari unit pelayanan nya dari rumah sakit ketika mereka merawat ada juga dari puskesmas nya bahkan ada juga dari lurahnya kalau lurahnya peduli, kan gitu. Nah jadi ketika laporan itu masuk maka kita akan berjenjang, kalau dinas yang duluan dapat maka kita akan konfirmasi ke puskesmas, kalau puskesmas duluan dapat konfirmasi ke dinas. Begitulah fungsi kami ketika ada kasus dan itu sesegera mungkin.

Informan 2 Biasanya kalau ada kasus itu penderita itu demam tinggi. Itu biasa diperiksa kan dulu ke puskesmas, ya kan karena kan gak bisa kan dia demam langsung kita diagnosa dia demam berdarah. Beberapa hari tidak sembuh baru dia akan di rujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit baru ada pemeriksaan darah. Jika nanti hasil lab nya sesuai dengan kriteria dbd, barulah nanti si pasien ini akan diinformasikan oleh petugas kami terus kami juga akan berkoordinasi dengan dinas kesehatan kerena itu memang betul demam berdarah dan kami akan melaukukan survey jentik ke rumah si pasien ini. Survey jentik jika ada jentik nyamuk DBD. Barulah akan dilakukan fogging

Informan 3 Kalo biasanya ada kasus yang kita temukan baik itu dari masyarakat ataupun dari kepling ngantar kemari itu biasanya kita realisasi. Kadang gini surat pernyataan itu kan menyatakan dbd itu kan istilah contrengan itu menyatakan dia betul-betul dhf atau demam tinggi biasa atau suspek kan kita harus sangkakan itu. Jadi kita harus konsultasi dulu dengan dokter betulkah. Kan soalnya trombosit itu bisa aja menurun atau bisa saja kerna infeksi yang lain

Informan 4 Ya kalau mereka lapor ke saya melalui kepala lingkungan biasanya kita lihat kalau dia memang sudah positif terkena DBD ya kan, kita akan minta rujukan dari dokter dimana dia. Ya kita langsung kontek ke puskesmas fokuslah disitu untuk fogging untuk penanggulangannya.

Informan 5 Sebenarnya kita sering melaporkan ya ke puskesmas, kita gak pernah sampe ke dinas, tapi mungkin kalo ada yang mati baru kita informasikan kesana.


(31)

Informan 6 Ya kalau masyarakat melapor sama saya, ya kita langsung minta ini data lab nyaitu. Benar atau gak DBD. Siap itu kami laporke puskesmas, puskesmas nanti datang nyemprot.

Informan 7 Waktu kemarin saya terkena DBD, saya gak ada ke puskesmas. Karena kebetulan di depan rumah saya bidan, jadi saya langsung ke bidan. Setelah tiga hari gak baik2 juga saya langsung ke rumah sakit dan setelah di tes ternyata saya memang terkena DBD

Informan 8 Gak tau saya. Kami disini gak ada melapor-melapor kalau lagi sakit. Ya langsung berobat ke rumah sakit. Tetangga terkena DBD juga saya tidak tau

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, satu informan menyatakan bahwa sistem pelaporan jika ada kasus DBD yaitu berjenjang, dari dinas ke puskesmas ataupun dari puskesmas ke dinas dan ada juga dari lurah. Satu informan menyatakan sistem pelaporan yaitu dari kepala lingkungan atau rumah sakit atau pasien ke dinas, satu informan menyatakan sistem pelaporan dari kepling , masyarakat, tiga informan menyatakan bahwa sistem pelaporan dbd hanya ke puskesmas, dua informan menyatakan bahwa jika terkena dbd tidak ada melopor dan langsung berobat ke rumah sakit.

4.3.9 Pernyataan Tentang Ketepatan Pelaksanaan Fogging

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Tentang Ketepatan Pelaksanaan Fogging

Informan Pernyataan

Informan 1 Sesegera mungkin kita respon, nah apakah tadi meresponnya tadi kita melalui PE dulu atau memangkita respon dengan fogging, jadi intinya tetap kita respon. Cuman, sebelum dilakukan fogging ada namanya PE, jangan-jangan anak tadi dapatkan di sekolah, perlu juga di sekolah di PE lagi, mungkin fogging nya gak hanya di rumah, di sekolah pun perlu di fogging. Mungkin kadang-kadang kasus itu tidak hanya dengan fogging, mungkin psn nya, mungkin di sekitar rumah itu ban bekas semua.

Informan 2 Kalau misalnya hasil lab indikasi nya demam berdarah, itu langsung kami koordinasikan dengan dinas kesehatan tapi tidak perlu lama karna kami disini ada petugas nya itulah kerjasama dengan petugas yang ada dikecamatan . Jadi akan kami lakukan fogging tanpa menunggu lama.


(32)

Informan 3 Kalau ke dinas kita hanya melaporkan saja ada kasus dikelurahan ini dan untuk pelaksanaan fogging kita yang langsung melakukan, kita survey kalo bagus cuaca langsung kita lakukan fooging

Informan 4 Ya kalau masyarakat ada yang lapor mereka terkena DBD dan setelah diperiksa memang positif, puskesmas langsung datang buat fogging.

Informan 5 Kalo foggingnya kadang-kadang sampai 2 hari baru di fogging, kan soalnya orang itu harus minta lagi ke puskesmas kan gitu. Informan 6 Iyalah. Cuma itu aja permintaan masyarakat. Dia kan 3 kiri 3

kanan muka belakang. Mau nya dia satu gang gitu.tapi puskesmas kan perintah Cuma gitu, ke rumah aja dia 3 kiri 3 kanan muka belakang

Informan 7 Kebetulan kemarin saat saya terkena DBD saya gak ada melapor sama kepling atau puskesmas, jadi gak ada dilaksanakan fogging disini.

Informan 8 Gak pernah. Paling adanya itu pas gotong royong tadi. Nyemprot rumah. Tapi itu bayar bukan dari puskesmas

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, dua informan menyatakan bahwa melaksanakan PE terlebih dahulu dan baru setelah itulangsung di fogging. Tiga informan menyatakan bahwa saat terjadi dbd puskesmas langsung turun untuk melakukan fogging, satu informan menyatakan setelah dua hari terjadi kasus dbd, baru di fogging dan dua informan menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan fogging.

4.3.10 Pernyataan Tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan DBD

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Tentang Bentuk Keterlibatan Masyarakat dalam Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

Informan 1 Ya itu tadi, jadi yang kami harapkan itu tadi pokja-pokja nya tadi. Pokja itu kan isinya bukan hanya orang kesehatan, ada orang pendidikan, ada dari agama, ada dari pkk, ada dari remaja. Namanya pokja, kelompok kerja.

Informan 2 Kalau dalam penanggulangan demam berdarah itu dalam arti kata kesehatan lingkungan. Mereka kita harapkan peran sertanya membersihkan lingkungannya masing-masing dulu, pekarangan rumahnya aja dulu. Ibaratnya ada botol-botol,


(33)

kaleng bekas itu ditelungkupkan atau dibuang atau dikubur. Itu saja salah satu pencegahannya yang menurut saya itu simple. Kita gak kita harapkan warga-warga itu tiap hari atau tiap minggu kita suruh mereka buat gotong royong, apa gitu. Kita harapkan dari tiap-tiap rumah aja dulu. Kan kalau rumah mereka , pekarangan mereka pasti mereka yang jaga. Kalau tiap-tiap rumah aja udah berhasil melakukan itu, saya rasa demam berdarah itu pasti akan berkurang drastis.

Informan 3 Itu tetap, tapi macam mana mau kita buat kan tanggapan masyarakat ini seakan-akan cuma kita yang bertanggung jawab untuk kasus dbd ini. Padahal kan sebenarnya ini bukan tanggung jawab kapus, bukan petugas program dbd nya, bukan dinas, bukan camat, bukan lurah, tapi kita saling terkait jadi mereka itu kesadarannya kurang itulah saya rasa tanggapan masyarakat

Informan 4 Ada. Aktifnya masyarakat itu tadi tetap menjadi....eeemmm.. pendorongnya dari puskesmas juga dari kita juga mereka kayaknya sepertinya gak bisa berjalan sendiri, aktifnya mereka dalam suatu kumpulan misalnya ada posyandu nya mereka lah nanti jadi ujung tombak kita, itulah posyandu itukan orang-orang yang ada disitu.

Informan 5 Sebetulnya ada juga, tapi kan istilahnya orang pun sekarang ini kan masyarakat nya kurang respon. Masyarakat nya sendiri kurang respon kita, apakan pun kan kadang macemana ya kurang ditanggapi kerena mereka merasa itu kepentingan masing-masing bukannya kepentingan bersama. Ya intinya masyarakat sekarang ini lebih banyak bersikap apatis kan gitu, istilahnya kurang pedulilah gak kayak zaman dulu kalo misalnya ada gotong royong semua masyarakatnya itut aktif. Ya kolo sekarang dimana mana, di desa pun kurang gitu. Karena saya sendiri tinggal di desa, saya merasakan jauh perubahan yang terjadi.

Informan 6 Kita mengajak masyarakat untuk bergotong royong biasanya, dan masyarakat juga mau kalau kita ajak untuk gotong royong, ntah itu bersihkan got, selokan-selokan.

Informan 7 Biasanya itu ada gotong royong, tapi itu juga jarang kali. Kalau ada banjir baru gotong royong. Aaaah.. gotong royong itu tunggal. Ada yang mau lagi rajin bersihkan sendiri

Informan 8 Dari kepling disini biasanya mengajak masyarakat melakukan gotong royong setiap sebulan sekali. Itu biasanya mengumpulin sampah, membersihkan selokan, semualah. Semua masyarakat ikut. yaa..setidaknya kita harus meluangkan waktu juga lah sedikit


(34)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat, satu informan menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan dbd diharapkan dalam pokja-pokja dbd. Satu informan menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat diharapkan dari menjaga kebersihan lingkungan masing-masing, dua informan menyatakan bahwa masyarakat menganggap dbd hanya tanggung jawab petugas kesehatan, satu informan menyatakan bahwa aktifnya masyarakat tergantung dari puskesmas, tiga informan mengatakan keterlibatan masyarakat yaitu dalam hal gotong royong.


(35)

prosedur kerja dari berbagai komponen organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antara sesama komponen organisasi dan mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen tersebut. Menurut Handayaningrat (1991), koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui lima indikator, yaitu (1)Kesadaran pentingnya koordinasi, (2)Kesepakatan, komitmen dan intensif, (3) komunikasi, (4)Kontinuitas Perencanaan, (5)Kompetensi Partisipan.

5.1 Kesadaran Pentingnya Koordinasi

Permasalahan DBD tidak dapat ditangani oleh petugas kesehatan saja, melainkan semua pihak harus ikut serta dalam upaya penurunan kasus DBD. Setiap pihak terkait wajib memahami pentingnya dari sebuah koordinasi agar dapat bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya. Menurut Handayaningrat (1991), kesadaran akan pentingnya koordinasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu, tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi dan tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi. Dalam penelitian ini, semua informan menyadari bahwa pentingnya koordinasi dalam menanggulangi kasus DBD. Semua pihak-pihak baik itu tokoh agama, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Puskesmas, Kecamatan, Kelurahan, Kepala Lingkungan, pemuda setempat maupun masyarakat sangat berpengaruh dalam hal penurunan kasus DBD. Karena kasus DBD merupakan kasus yang berbasis lingkungan, sehingga dibutuhkan peran serta dari semua pihak. Sama


(36)

halnya dengan yang dikatakan oleh M.Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes, pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, mengatakan bahwa pemberantasan vektor DBD membutuhkan peran lintas sektoral. Pemerintah, swasta dan masyarakat perlu bersinergi untuk memberantas vektor DBD.

Dalam rangka menurunkan kasus DBD, Puskesmas Medan Helvetia telah melakukan beberapa langkah seperti penyuluhan dan melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Dalam hal ini pihak Puskesmas juga berkerja sama dengan lurah ataupun kepala lingkungan saat akan melakukan PSN ke rumah-rumah warga.

Dari pernyataan salah satu informan sudah terlihat bahwa ada kerjasama yang baik antara petugas puskesmas dengan kepala lingkungan dalam hal pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk yang dapat dilihat bahwa saat akan dilakukannya PSN petugas puskesmas didampingi oleh kepala lingkungan untuk mendatangi rumah-rumah warga. Pentingnya koordinasi dengan tokoh masyarakat dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat sejalan dengan penelitian Nur (2005) bahwa sosialisasi dan koordinasi kepada tokoh masyarakat sejalan dengan tujuan agar tokoh masyarakat mengetahui dan memahami permasalahan kesehatan yang ada disekitarnya dengan mengetahui dan memahami permasalahan tersebut, mereka dapat mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan ditengah masyarakat.

Namun dalam pelaksanaan PSN tersebut masih saja terdapat kendala yaitu ada masyarakat yang menolak saat akan dilakukan PSN di rumahnya. Kurangnya


(37)

partisipasi masyarakat bukan semata karena salah masyarakat itu sendiri. Melainkan juga diasumsikan karena kurangnya tindakan promotif yang dilakukan petugas puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini, kegiatan promotif seperti penyuluhan terlihat kurang maksimal, karena hanya dilakukan di posyandu saja dan juga hanya dilakukan pada saat ada pasien yang berobat ke puskesmas. Apabila penyuluhan hanya dilakukan di posyandu, maka hanya masyarakat yang memiliki anak kecil sajalah yang mendapat pengetahuan mengenai DBD tersebut, sama halnya dengan apabila penyuluhan hanya dilakukan pada pasien yang berobat ke puskesmas, maka hanya pasien yang berobat ke puskesmas sajalah yang mendapat pengetahuan mengenai DBD.

Belum maksimalnya tindakan promotif yang diberikan puskesmas kepada masyarakat juga merupakan salah satu bentuk kurangnya koordinasi yang dilakukan puskesmas dengan masyarakat. Hal ini juga berdampak pada belum maksimalnya koordinasi yang dilakukan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat terlihat bahwa kerjasama sangat diperlukan dalam menurunkan kasus DBD. Masalah kesehatan bukan hanya menjadi tanggungjawab petugas kesehatan saja, namun juga menjadi tanggung jawab bersama. Kasus DBD bisa mengalami penurunan yang drastis jika setiap orang menyadari arti penting kesehatan dan mau sama-sama menjaga kebersihan lingkungan.

5.2 Kesepakatan, Komitmen dan Insentif

Setiap orang yang bekerja di suatu perusahaan atau organisasi, harus memiliki komitmen dalam bekerja karena apabila suatu perusahaan karyawannya


(38)

tidak mempunyai suatu komitmen dalam bekerja, maka tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut tidak akan tercapai.

Menurut Daft (2002), manajer dapat bertindak untuk mempromosikan komitmen organisasi pada karyawannya dengan senantiasa memberi informasi kepada karyawan, memberi penjelasan atas keputusan yang dibuat, menyediakan pelatihan yang dibutuhkan dan sumber daya lain agar mereka dapat sukses, memperlakukan mereka secara adil dan menawarkan penghargaan yang bernilai bagi mereka.

Dalam penelitian ini, kesepakatan dan komitmen dalam menanggulangi DBD sudah ada, namun masih saja ada pihak yang kurang bertanggungjawab dengan apa yang telah ditetapkan, semua hanya sibuk dengan kepentingan pribadi masing-masing dan belum ada yang merasa bahwa penanggulangan DBD ini adalah kewajiban bersama sehingga harus bekerja sama.

Pemberantasan demam berdarah akan dapat diselesaikan apabila semua pemangku kepentingan, khususnya para pimpinan daerah memberi prioritas pada penanggulangan demam berdarah. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Kesehatan (2011), bahwa pembangunan kesehatan akan berhasil guna bila pemerintah daerah memberikan komitmen yang kuat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan utama otonomi daerah.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, bahwa dalam rapat atau pertemuan lintas sektoral maupun program sudah ditetapkan apa saja kesepakatan dan komitmen dalam penanggulangan DBD. Komitmen yang disepakati yaitu diharapkan setiap kelurahan beserta lurah dan kepala lingkungannya ikut berperan


(39)

aktif dalam menangani demam berdarah. Dalam pencegahan dibuat dengan cara promosi kesehatan sedangkan dalam pemberantasan dibuat dengan cara pelaksanaan fogging. Namun walaupun sudah ditetapkan komitmen tersebut, masih saja ada pihak yang tidak menjalankan kewajibannya.

Selain menetapkan kesepakatan dan komitmen, dalam penanggulangan kasus DBD sebenarnya juga ada intensif bagi pelaksana koordinasi. Insentif ini berupa dana yang dikeluarkan dalam hal nya penanggulangan DBD, seperti dana untuk transportasi bagi pihak yang di undang untuk membicarakan mengenai kasus dbd ataupun dana yang dikeluarkan untuk makan dan minum saat diadakannya pertemuan dalam rangka membicarakan penanggulangan DBD.

5.3 Komunikasi

Komunikasi merupakan sebuah proses dimana informasi dipertukarkan dan dimengerti oleh dua orang atau lebih yang biasanya untuk maksud memotivasi atau mempengaruhi perilaku. Dalam penelitian ini komunikasi dilakukan secara berjenjang. Dalam organisasi komunikasi dilakukan dengan dua cara yaitu komunikasi vertikal ke atas dan komunikasi vertikal ke bawah. Dalam komunikasi vertikal ke atas, pesan disampaikan melalui bawahan kepada pimpinan, misalnya pesan dari kepala lingkungan ke lurah, dari lurah ke camat, dari camat ke puskesmas maupun dari puskesmas ke dinas. Arus pesan kepada atasan ini berisikan tentang laporan, tugas-tugas yang telah diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau kurang jela mengenai metode dan prosedur kerja. Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa dalam pelaksanaan rapat lintas sektoral, puskesmas selalu memberikan laporan kasus kepada dinas kesehatan, yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat


(40)

salah satunya yaitu DBD. Laporan tersebut berupa laporan kelurahan mana saja yang memiliki kasus terbanyak.

Selain komunikasi vertikal ke bawah ada juga yang disebut dengan komunikasi vertikal ke atas. Pesan yang disampaikan yaitu dari pimpinan kepada bawahan, misalnya dari dinas kesehatan ke puskesmas, puskesmas ke camat, camat ke kepling, kepling ke lurah dan lurah ke masyarakat.aktivitas yang dilakukan pada komunikasi tingkat ini yaitu, pimpinan memberikan berbagai informasi yang relevan seperti instruksi, pengarahan dan penjelasan tentang berbagai hal yang diperlukan. Dari hasil penelitian, saat dilakukan rapat lintas sektoral yang dilakukan setiap bulannya dan juga dihadiri oleh seluruh petugas DBD yang ada di puskesmas kota Medan, pihak DKK selalu memberikan arahan untuk lebih meningkatkan PSN dalam menangani kasus DBD. Selain itu, rapat yang dilakukan di kecamatan yaitu ada minilog, yang dilakukan sebulan sekali dengan mengundang pak camat. Dalam rapat tersebut dilakukan juga evaluasi mengenai pelaksanaan PSN.

Dalam penelitian ini puskesmas juga melakukan komunikasi dengan pihak lintas sektoral. Media yang digunakan dalam komunikasi untuk melaksanakan koordinasi adalah melalui telepon seluler maupun tatap muka secara langsung. Puskesmas juga mengadakan rapat lintas sektoral, tetapi rapat lintas sektoral tersebut tidak memiliki jadwal rutin.

Berdasarkan yang telah dipaparkan di atas dapat dilhat bahwa komunikasi sudah dilakukan. Namun yang menjadi permasalahannya yaitu komunikasi antara pihak puskesmas dengan masyarakat. Dari hasil wawancara salah satu informan menyatakan bahwa kurangnya informasi yang diberikan puskesmas terkait dbd,


(41)

informan menyatakan bahwa jarang sekali petugas puskesmas datang ke rumah-rumah untuk melakukan pemeriksaan jentik bahkan saat ditemukan kasus dbd di masyarakat, puskesmas tidak ada datang untuk melaksanakan penyelidikan epidemiologi dan fogging. Oleh karena itu, diharapkan kerjasama yang baik antara puskesmas dengan pihak kecamatan, agar pihak kecamatan bisa menggerakkan warga-warga untuk melaksanakan gotong royong dan menjaga kebersihan terutama kebersihan rumah masing-masing.

5.4 Kontinuitas Perencanaan

Kontinuitas perencanaan yaitu apabila koordinasi sudah berjalan maka perlu dilihat ada atau tidaknya feedback (umpan balik) dari obyek maupun subyek koordinasi tersebut, oleh sebab itu diperlukan perencanaan selanjutnya jika masalah dalam koordinasi tidak terpecahkan. Dalam penelitian ini, pihak puskesmas selalu berkoordinasi dengan lurah, kepala lingkungan, camat, rumah sakit, sekolah-sekolah maupun dinas kesehatan. Jadi apabila ada kasus penderita demam tinggi, diperiksakan dulu ke puskesmas, karena tidak bisa demam langsung di diagnosa demam berdarah. Beberapa hari tidak sembuh baru akan di rujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit akan ada pemeriksaan darah. Jika nanti hasil lab nya sesuai dengan kriteria dbd, barulah nanti si pasien akan diinformasikan oleh petugas puskesmas. Kemudian puskesmas akan berkoordinasi dengan dinas kesehatan kalau memang benar itu kasus demam berdarah dan petugas puskesmas akan melakukan survey jentik ke rumah pasien yang terbukti demam berdarah. Sebelum dilaksanakan fogging, dilakukan dahulu penyelidikan epidemiologi (PE), untuk mengetahui apakah pasien tersebut terkena DBD di lingkungan rumahnya atau di lingkungan


(42)

sekolah. Sehingga tau dimana saja tempat yang akan di fogging. Fogging tersebut dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu untuk memastikan bahwa nyamuk dewasa dan telur nyamuk tersebut benar-benar sudah hilang. Dalam penelitian ini sudah benar yang dilakukan oleh petugas puskesmas, bahwa sebelum dilaksanakannya fogging harus terlebih dahulu dilaksanakannya penyelidikan epidemiologi..

Berdasarkan yang telah dipaparkan di atas, setiap ada kasus DBD yang dilaporkan baik dari masyarakat ke kepala lingkungan, kepala lingkungan ke puskesmas ataupun puskesmas ke dinas kesehatan, sudah mendapat respon yang baik. Namun menurut pernyataan salah satu informan menyatakan bahwa belum pernah ada petugas puskesmas yang datang untuk melaksanakan fogging atau melakukan pemantauan jentik nyamuk dbd.

5.5 Kompetensi Partisipan

Kompetensi partisipan adalah adanya pihak-pihak yang berwenang yang terlibat dan mengawasi jalannya koordinasi. Dalam hal ini camat ialah pihak yang harus terlibat dalam menangani kasus DBD. Camat bertanggungjawab di kecamatan dibantu oleh dinas-dinas lain, sektor kesehatan merupakan pembantu camat. Jadi jika ada kasus dbd maka dilapor ke camat dan camat akan mengundang sektor terkait misalnya dinas pendidikan, tokoh agama, pu, tokoh masyarakat. Setelah itu akan dilaksanakan koordinasi, camat memberi tahu bahwa apa saja peranan dari dinas pendidikan, tokoh agama, pu, tokoh masyarakat dalam menangani kasus dbd tersebut.

Selain itu dalam menangani kasus dbd, dibentuk juga kader jumantik yang di angkat dari masyarakat dan dilatih untuk mengerti bagaimana cara pencehagan


(43)

DBD dan bagaimana cara menanggulangi jika ada kasus DBD. Namun saat ditanyakan bagaimana keberadaan kader jumantik di masyarakat, salah satu informan mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi kader jumantik.

Padahal penanggulangan kasus DBD, tentu saja diperlukan peran serta dari semua pihak, termasuk masyarakat. Peran serta dari masyarakat juga sangat berpengaruh dalam mengurangi jumlah kasus DBD salah satunya dengan cara mengangkat kader jumantik. Program penanggulangan DBD yang dilakukan oleh puskesmas salah satunya ialah PSN. PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana, walaupun cara ini sangat tergantung pada peran serta masyarakat.


(44)

1. Berdasarkan hasil penelitian, koordinasi dalam penanggulangan DBD masih belum baik. Hal tersebut dapat dilihat dari :

a. Kesadaran akan pentingnya koordinasi dalam menanggulangi kasus DBD belum dimiliki oleh semua pihak, masih ada yang beranggapan bahwa kasus DBD hanya tanggungjawab petugas kesehatan saja. Selain itu petugas kesehatan juga belum maksimal dalam hal promkes dan belum menganggap masyarakat adalah bagian dari mereka.

b. Kesepakatan dan komitmen memang sudah ada dalam menanggulangi kasus DBD, namun masih saja ada yang tidak menjalankan tanggungjawabnya masing-masing dalam menanggulangi kasus DBD. c. Komunikasi yang dilakukan antara pimpinan dan bawahan sudah cukup

baik, tetapi komunikasi yang dilakukan dengan masyarakat masih saja kurang.

d. Kontinuitas perencanaan yang dilakukan masih kurang, walaupun dilihat dari respon yang dilakukan saat dilaporkan adanya kasus DBD sudah baik. Namun ada juga msyarakat yang mengatakan bahwa belum pernah petugas puskesmas datang melaksanakan fogging saat beliau terkena DBD.

e. Kompetensi partisipan dalam penanggulangan DBD masih kurang. Dilihat dari tidak aktifnya lagi kader jumantik.


(45)

2. Kegiatan yang dilakukan untuk menanggulangi DBD belum menjadi program rutin dari puskesmas dan kelurahan.

6.2 Saran

1. Pelaksanaan fungsi koordinasi perlu ditingkatkan dengan cara :

a. Meningkatkan pengawasan kepada masyarakat agar ikut serta dalam penanggulangan DBD.

b. Menjadikan program penanggulangan DBD sebagai program rutin puskesmas dan kelurahan serta dibuat jadwal yang sesuai dengan waktu masyarakat.

c. Menegaskan kembali komitmen dan kesepakatan dalam menanggulangi DBD kepada pihak-pihak saat rapat lintas sektoral 2. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan

pengawasan terhadap puskesmas terkait koordinasi lintas sektoral. 3. Kepada Puskesmas Medan Helvetia agar meningkatkan PSN dan

promosi kesehatan mengenai DBD kepada masyarakat serta memaksimalkan koordinasi vertikal dan horizintal.


(46)

2.1Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, ditandai dengan demam dua sampai tujuh hari disertai dengan perdarahan, penurunan jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, adanya kebocoran plasma ditandai dengan peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20% dari nilai normal (Kemenkes RI, 2013).

2.1.1 Penyebab Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010). 2.1.2 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue

Vektor penular demam berdarah dengue ialah nyamuk Aedes aegypti.

2.1.2.1Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti

a. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya.

b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum. c. Mampu terbang sampai 100 meter.


(47)

d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga atau tumbuhan yang mengandung gula.

e. Umur nyamuk aedes aegypti rata-rata dua minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup dua sampai tiga bulan.

2.1.2.2Morfologi nyamuk Aedes aegypti a. Telur

1) Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran lebih kurang 0.80 mm.

2) Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.

3) Telur ini di letakkan di tempat yang kering (tanpa air) dan dapat bertahan sampai enam bulan.

4) Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dua hari setelah terendam air.

b. Jentik

1) Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,1-5 cm.

2) Jentik Aedes aegypti akan selalu bergerak aktif dalam air. Geraknya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya. 3) Pada waktu istirahat, posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air.


(48)

4) Setelah enam sampai delapan hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.

c. Kepompong

1) Berbentuk seperti koma. 2) Gerakannya lamban.

3) Sering berada di permukaan air.

4) Setelah satu sampai dua hari akan menjadi nyamuk dewasa. 2.1.2.3Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk lebih kurang sembilan sampai sepuluh hari (Depkes RI, 2006).

2.1.2.4Tempat berkembang nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat penampungan air dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah, misalnya :

Jentik

Kepompong Nyamuk


(49)

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari baik di dalam maupun di luar rumah, antara lain ember, drum, tempayan, bak mandi atau wc dan lainnya.

b. TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, antara lain tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang bekas, talang air dan lainnya.

c. TPA alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu, pelepah pisang dan lainnya (Kemenkes RI, 2013). 2.1.3 Gejala / Tanda Demam Berdarah Dengue

Penderita penyakit DBD pada umumnya disertai tanda-tanda sebagai berikut :

1. Hari pertama sakit : panas mendadak, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

2. Hari kedua atau ketiga : timbul bintik perdarahan, lebam atau ruam pada kulit muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Gejala perdarahan seperti mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya kulit direnggangkan, bila hilang bukan tanda penyakit DBD.

3. Antara hari ketiga sampai ketujuh : panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya :

a. Penderita sembuh, atau

b. keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat. (Kemenkes RI, 2011).


(50)

2.1.4 Penularan Demam Berdarah Dengue

Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama delapan sampai sepuluh hari terutama dalam kelenjar air liurnya dan jika nyamuk menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang empat sampai enam hari dan orang tersebut akan mengalami sakit DBD. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).

2.1.5 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah Dengue 1. Surveilans epidemiologi

Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change).

2. Penemuan dan tatalaksana kasus

Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di puskesmas dan rumah sakit.

3. Pengendalian vektor

Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk


(51)

memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :

a) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas. b) Secara kimiawi dengan larvasidasi.

c) Secara biologis dengan pemberian ikan.

d) Cara lainnya (menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa dll).

Kegiatan pengalaman vektor di lapangan dilakukan dengan cara :

a) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor oleh petugas puskesmas.

b) Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan.

c) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas puskesmas.

d) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

4. Peningkatan peran serta masyarakat

Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah).


(52)

5. Sistem Kewaspaspadaan Dini (SKD) dan penanggulangan KLB

Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.

6. Penyuluhan

Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kodisi setempat.

7. Kemitraan/jejaring kerja

Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992 dan KEPMENDAGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD (Kemenkes RI, 2011).

8. Capacity building

Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader, puskesmas sampai dengan pusat.


(53)

9. Penelitian dan survei

Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, rumah sakit, Litbang, LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.

10. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan atau desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun (Kemenkes RI, 2011).

2.1.6 Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan KLB dapat dicegah. Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.

1. Penyelidikan Epidemiologis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan


(54)

untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.

2. Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan dan penyemprotan (pengasapan) menggunakan insektisida sesuai kriteria. Tujuannya adalah memberantasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di tempat tinggal penderita DBD dan rumah atau bangunan sekitarnya serta di tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi : pengobatan atau perawatan penderita, pemberantasan vektor DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi atau penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Tujuannya adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Penilaian penanggulangan KLB meliputi penilaian operasioanal dan penilaian epidemiologi. Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan penilaian epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah


(55)

penderita dan kematian DBD dengan cara membandingkan data kasus atau kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan DBD.

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan dengan “3M”, yaitu (1) menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air (2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, dan (3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.

5. Pemeriksaan Jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD termasuk memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006).

2.2 Koordinasi

2.2.1 Pengertian koordinasi

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN. ... ii

ABSTRAK. ... iii

ABSTRACT. ... iv

RIWAYAT HIDUP. ... v

KATA PENGANTAR. ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR. ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Demam Berdarah Dengue ... 9

2.1.1 Penyebab Demam Berdarah Dengue. ... 9

2.1.2 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue ... 9

2.1.2.1Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti ... 9

2.1.2.2Morfologi nyamuk Aedes aegypti... 10

2.1.2.3Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. ... 11

2.1.2.4Tempat berkembang nyamuk Aedes aegypti. ... 11

2.1.3 Gejala/tanda Demam Berdarah Dengue ... 12

2.1.4 Penularan Demam Berdarah Dengue. ... 13

2.1.5 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah Dengue. .. 13

2.1.6 Tata laksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. ... 16

2.2 Koordinasi ... 18

2.2.1 Pengertian Koordinasi ... 18


(2)

2.2.11 Cara Melakukan Koordinasi. ... 26

2.2.12 Indikator Koordinasi. ... 27

2.3Fokus Penelitian. ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1Jenis Penelitian. ... 32

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 32

3.2.1 Lokasi Penelitian. ... 32

3.2.2 Waktu Peneitian . ... 32

3.3Informan Penelitian. ... 33

3.4Metode Pengumpulan Data. ... 33

3.5Pengolahan Data. ... 33

3.6Teknik Analisis Data. ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN. ... 35

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ... 35

4.2Karakteristik Informan. ... 38

4.3Pelaksanaan Fungsi Koordinasi dalam Program Penanggulangan DBD. . 39

BAB V PEMBAHASAN. ... 52

5.1Kesadaran Pentingnya koordinasi. ... 52

5.2Kesepakatan, Komitmen dan Intensif. ... 55

5.3Komunikasi. ... 56

5.4Kontinuitas Perencanaan. ... 58

5.5Kompetensi Partisipan. ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ... 59

6.1Kesimpulan. ... 61

6.2Saran. ... 62

DAFTAR PUSTAKA. ... 63 DAFTAR LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 : Jumlah kasus DBD di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014. ... 4

Tabel 2.1 : Analisis domain koordinasi. ... 34

Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015. ... 35 Tabel 4.2 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014. ... 36 Tabel 4.3 : Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia

Tahun 2014. ... 37 Tebel 4.4 : Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Tahun 2014. ... 37 Tabel 4.5 : Karateristik Informan. ... 38 Tabel 4.6 : Matriks Pernyataan Tentang Kecamatan Helvetia Merupakan

Kecamatan Yang Endemis. ... 39 Tabel 4.7 : Matriks Pernyataan Tentang Langkah-langkah yang dilakukan dalam

Menangani DBD. ... 39 Tabel 4.8 : Matriks Pernyataan Tentang Program Penanggulangan DBD yang

dilakukan Puskesmas. ... 41 Tabel 4.9 : Matriks Pernyataan Tentang Perlunya Koordinasi dalam

Penaggulangan DBD. ... 42 Tabel 4.10 : Matriks Pernyataan Tentang Koordinasi Lintas Sektor dalam


(4)

Tabel 4.14 : Matriks Pernyataan Tentang Ketepatan Pelaksanaan Fogging. ... 48 Tabel 4.15 : Matriks Pernyataan Tentang Bentuk Keterlibatan Masyarakat


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 : Grafik angka kesakitan (IR) DBD per 100.000 penduduk

tahun 2008-2013. ... 2 Gambar 1.2 : Grafik Angka Kasus dan Angka Kematian DBD di

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004. ... 3 Gambar 2.1 : Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti. ... 11 Gambar 2.2 : Fokus Penelitian ... 30 Gambar 4.1 : Grafik Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Wawancara. ... 66

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari FKM USU. ... 74

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan. ... 75