MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN ENTERPR (1)

MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
(ENTERPRENEURSHIP) DI SEKOLAH MELALUI
STRATEGI BERBASIS SEKOLAH

Ditulis Dalam Rangka Hari Guru Nasional Internasional Dengan
Penyelenggara PGRI Kabupaten Sumenep Tahun 2005 Tanggal 30 Nopember
2005

Oleh: Ngadi
Staf Pengajar Otomotif SMP Negeri 3 Sumenep
Staf Pengajar FKIP Prodi. Pendidikan IPA Universitas Wiraraja Sumenep

DESEMBER 2005
0

MODEL PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
(ENTERPRENEURSHIP) DI SEKOLAH MELALUI
STRATEGI BERBASIS SEKOLAH

A. Latar Belakang
Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami bangsa ini berimbas

pada dunia pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, untuk
memperoleh lembaga pendidikan yang murah dan berkualitas semakin
sulit diperoleh. Naiknya harga berbagai barang kebutuhan semakin
meninggi akan semakin menurunkan kemampuan “daya beli” masyarakat
untuk menyekolahkan anaknya atau melanjutkan pada tingkat lebih
tinggi ke depan. Situasi di atas semakin terpuruk akibat derasnya arus
globalisasi yang menuntut persaingan bebas antar
penyelenggara
pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dan menghasilkan
lulusan yang berkualitas. Fakta membuktikan bahwa, untuk
menghasilkan lulusan berkualitas diperlukan beaya produksi tinggi,
sementara kemampuan permodalan siswa dan lembaga sekolah sangat
terbatas.
Akibatnya, pada tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah tidak
dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Anak usia 7
sampai 15 tahun yang belum pernah sekolah mencapai 1,7%, sementara
yang putus sekolah (drop out) dan atau yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi mencapai 6,7% (Buletin Pelangi
Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus 2005 hal. 7). Jika terus berkembang,
bagaimana nasib mereka kelak? Keadaan tersebut tentu harus diperbaiki,

sebagai bentuk pemenuhan hak setiap warga negara, minimal akan
tercapai 95% dari Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2008 sesuai
harapan Pemerintah, serta ketetapan Education For All (EFA) dan
Millenium Development Goals (MDGs), yaitu memberikan pendidikan yang
merata bagi semua anak baik laki-laki atau perempuan, minimal sampai
pendidikan dasar (Buletin Pelangi Pendidikan Edisi I Tahun II Agustus
2005 hal. 7).
Bergulirnya program Pemerintah melalui program Bantuan
Oprasional Sekolah (BOS) untuk semua siswa Sekolah Dasar/sederajad
dan Sekolah Menengah Pertama/sederajad yang diharapkan meringankan
beban beaya pendidikan, belum mampu memecahkan masalah. Hasil
pantauan di lapangan bahkan menambah masalah baru bagi
penyelenggara pendidikan, sebab melalui program BOS tersebut
membawa konsekuensi ketat sesuai ketetapan Pemerintah, yang mana
banyak tidak sejalan dengan kemauan sekolah penerima BOS itu sendiri,
meskipun ketetapan tersebut kontradiktif dengan harapan pemerintah
agar sekolah diarahkan ke micro oriented.
1

Akibatnya, banyak sekolah yang kesulitan mengelola anggaran

pendidikannya bahkan merasa “bangkrut.” Selain disebabkan kesalahan
metode pengelolaan (manajemen) yang tidak sesuai dengan Rencana
Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS), juga munculnya
kebutuhan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, misalnya harga
barang/jasa yang berfluktuasi atau kebutuhan lainnya (meskipun banyak
juga disebabkan konspirasi oknum penyelenggara sekolah untuk
melakukan penyelewengan). Idealnya, lembaga sekolah memang harus
memiliki wewenang mengatur dirinya sendiri sebab sekolah tersebut
adalah yang paling tahu akan kebutuhannya sehingga memiliki
kewenangan mutlak dalam mengelola dana Pemerintah sesuai
kebutuhannya tersebut.
Paparan di atas merupakan sebuah dilema yang harus dipecahkan
para pengelola pendidikan. Lembaga sekolah harus memiliki kecukupan
modal untuk menunjang dalam mempertahankan dan mengembangkan
dirinya ke depan. Oleh karena itu, sekolah membutuhkan para pengelola
yang miliki jiwa wirausaha tangguh, yang tidak hanya mengandalkan
dana BOS dari Pemerintah dengan konsekuensi ketat namun mampu
memaksimalkan potensi lembaga yang dipimpinnya menggunakan
konsep wirausaha yang menghasilkan laba (profit taking) namun dalam
koridor yuridis yang berlaku. Pada akhirnya nanti, konsep tersebut akan

memberikan kecukupan modal yang diperlukan menunjang proses
pendidikan dari lembaga sekolah serta memberi pengetahuan dan
keterampilan kewirausahaan bagi siswa yang berguna jika telah hidup di
masyarakat kelak.
Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bagaimana strategi
mengelola lembaga sekolah dengan menggunakan konsep kewirausahaan
yang memenguntungkan bagi sekolah dan siswa, dengan cara lebih
mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya.
B. Pertanyaan
1. Syarat-syarat apa saja yang harus dimiliki para pengelola sekolah
agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan?
2. Bagaimana pola pengembangan unit kewirausahaan yang dapat
dimplementasikan di Sekolah?
3. Bagaimana cara memonitor
kewirausahaan di Sekolah?

dan

mengevaluasi


pengembangan

C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan syarat-syarat yang harus dimiliki para pengelola sekolah
agar mampu menciptakan sebagai unit kewirausahaan.
2. Memaparkan pola pengembangan unit kewirausahaan yang dapat
diimplementasikan di Sekolah.
2

3. Memaparkan cara memonitor dan mengevaluasi pengembangan
kewirausahaan di Sekolah.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
menghasilkan pendidikan yang murah dan berkualitas, dengan
memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk menghasilkan
laba, sehingga dapat membeayai dirinya untuk mempertahankan dan
mengembakan dirinya kelak.
2. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
membekali siswa keterampilan kewirausahaan yang dapat
dimanfaatkan jika lulus kelak serta mengurangi pengangguran.

3. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
mewujudkan visi Pemerintah dalam rangka pembelajaran Pengajaran
Kontekstual, Broad Based Education dan Life Skills serta Community
Based Education.
4. Dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara sekolah dalam rangka
mengoptimalkan segala potensi sekolah agar lebih produktif namun
efisien.
E. Makna Enterprenership Dalam Pengelolaan Pendidikan
Sikap kewirausahaan yang tangguh sangat dibutuhkan oleh setiap
penyelenggara sekolah sekarang dan ke depan dalam rangka
menghadirkan sebuah lembaga sekolah yang murah namun berkualitas
serta produktif. Kewirausahaan atau enterpreneurship merupakan sikap
untuk melakukan suatu usaha dimana terampil memanfaatkan peluangpeluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya
(Depdiknas, 1988: 2), sedangkan pelaku yang mengendalikan badan
usaha dan memiliki karakteristik di atas disebut enterpreneur atau
wirausahawan (Mc. Cirland dalam Depdiknas, 1998: 4).
Penyelenggara sekolah yang berjiwa wirausahawan akan selalu
berpikir dan bertindak untuk mencari pemecahan (Depdiknas, 1988: 2).
Oleh karena itu, wirausahawan adalah seseorang yang memiliki daya
kreativitas dan inovasi yang sangat tinggi (Depdiknas, 1988: 3). Mereka

terampil dalam menemukan ide-ide baru serta berusaha kerja keras yang
mengikuti (mewujudkan) ide-ide tersebut. Pengelola sekolah yang
memiliki kreativitas tinggi akan mudah menemukan peluang,
konsekuensi serta alternatif tindakannya, juga dapat menggambarkan
masa depan dari sekolah yang dikelolanya. Pengelola sekolah yang
berjiwa wirausaha selalu mengacu pada motif pencapaian tujuan, disiplin
waktu, kerja keras, cara mendelegasikan, terampil, percaya diri, spekulasi
pasar, berani mengambil resiko, institusi swasta, belajar dari kesalahan,
pandai meyakinkan orang, pelayanan yang memuasakan berbagai pihak,
3

tidak suka sistem, memecahkan masalah di luar sistem (Pinchot, 1988
dalam Depdiknas, 1988: 2). Selain itu, pola tingkah laku kewirausahaan
mencakup kemampuan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki
orang lain, seperti keahlian, ide-ide, dan bakat-bakatnya, serta
memutuskan sumber daya apa saja yang dapat digunakan dalam rangka
mengembangkan sekolah serta mengawasinya.
Pengelola sekolah yang memiliki jiwa wirausaha adalah mampu
memahami sekolah sebagai lembaga bisnis sangat baik. Lembaga bisnis
bukan bermakna bagaimana pengelola sekolah mendapatkan dana

dengan cara “memeras” siswanya guna membeayai lembaga sekolah agar
bertahan hidup dan berkembang ke depan, namun bagaimana cara
memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki sekolah tersebut untuk
dikelola menggunakan hukum bisnis (yang menghasilkan laba). Pengelola
sekolah yang berjiwa wirausahawan harus mampu melihat dan
memanfaatkan peluang, mengumpulkan potensi dan kemampuan
lembaga yang dipimpinnya serta masyarakat yang ada di sekitarnya.
Potensi-potensi tersebut kemudiaan dianalisis dengan cermat, sehingga
dapat dipilih jenis usaha produksi/jasa yang paling tepat yang dipercaya
efektif dan berkembang ke depan, serta menentukan tindakan yang tepat
untuk mengimplementasikannya (Depdiknas, 1998: 5).
Namun
demikian,
dalam
rangka
menumbuhkan
sikap
kewirausahaan pada lembaga sekolah hendaknya diarahkan pada dua
sasaran pokok, yaitu siswa dan lembaga sekolah. Pengembangan sikap
kewirausahaan pada siswa dilakukan dengan cara memberikan

pendidikan dan pelatihan kewirausahaan melalui kegiatan kurikuler,
kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler, yang dapat dimanfaatkan di
masyarakat kelak. Sedangkan pengembangan kewirausahaan bagi
lembaga sekolah dapat ditempuh dengan mendirikan badan usaha yang
menghasilkan laba (profit taking), yang dapat digunakan untuk
menunjang beaya proses pendidikan. Melalui cara tersebut, diharapkan
lembaga sekolah lebih bergairah dan produktif, menyejahterakan sivitas
sekolah, serta siswa memiliki bekal kecakapan hidup (life skills). Pada
waktu ke depan, akan memberdayakan ekonomi masyarakat,
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, mencegah urbanisasi dan
kriminalitas, dan menciptakan masyarakat madani.
Dapat disimpulkan, seorang pengelola sekolah yang berjiwa
wirausaha hendaknya memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut.
1. Terampil mengidentifikasi lingkungan dan peluang di masyarakat.
2. Terampil mengidentifikasi segala potensi dan kemampuan sekolah
yang dikelolanya.
3. Terampil mengidentifikasi kondisi sosial budaya dan
ekonomi masyarakat di sekitar sekolah yang dikelolanya.

potensi


4. Terampil menganalisis potensi (komoditas unggulan dan penerapan
teknologi praktis) serta kemungkinan pengembangannya ke depan.
4

5. Terampil memilih jenis kewirausahaan yang tepat dan dipercaya
dapat berkembang ke depan dan merealisasikan (mendirikan) dalam
bentuk unit usaha yang profit taking serta berani mengambil resiko
dari usaha yang didirikan tersebut.
6. Mampu meyakinkan dan memberikan pelayanan memuasakan
berbagai pihak terkait serta sanggup memecahkan masalah meskipun
ke luar dari sistem.
7. Memiliki akhlak mulia yaitu tidak mengambil manfaat dari unit usaha
yang dikembangkan untuk kepentingan pribadi, melainkan ingin
menumbuhkan iklim sekolah yang bergairah dan produktif,
menyejahterakan sivitas akademik, mengembangkan ekonomi
kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.
F. Manfaat Sekolah Dikelola Menggunakan Konsep Kewirausahaan
Terdapat tiga manfaat penting jika sekolah dikelola menggunakan
konsep kewirausahaan, yaitu bagi lembaga sekolah, siswa, dan

masyarakat.
1. Manfaat Kewirausahaan Bagi Sekolah
Konsep kewirausahaan sekolah diarahkan kepada penciptaan dan
pengembangan unit usaha yang profit taking, dimana menghasilkan
produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan (customer). Semakin
besar kebutuhan customer yang dapat terpenuhi oleh jasa atau produk
yang dihasilkan sekolah, maka akan semakin besar pula profit yang
diperoleh sekolah itu dan semakin besar pula sumber dana yang
diperoleh
untuk
menunjang
beaya
proses
pendidikan
yang
diselenggarakan oleh sekolah itu. Karena memperoleh dana mandiri,
maka sekolah bebas dari intervensi ketat dan tidak terikat dengan
konsekuensi apapun sehingga secara bebas pula mengalokasikan dana
tersebut sesuai kebutuhannya.
Pada akhirnya nanti, melalui
pengembangan
kewirausahaan
di
sekolah
diharapkan
dapat
meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan proses pendidikan,
menyejahterakan sivitas sekolah,
serta meningkatkan produktifitas
kerja, dan secara tidak langsung ikut meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), menekan pengangguran dan menekan kriminalitas
(Depdiknas: 2001: 5), serta meningkatan aktualisasi diri (self
actualization) sekolah sebagai laboratorium masyarakat.
2. Maanfaat Kewirausahaan Bagi Siswa
Pengembangan kewirausahaan sekolah juga diharapkan memberikan
keuntungan kepada siswa, dimana dilakukan dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dan manajerial tingkat
sederhana untuk mengelola dan memasarkan suatu produk, dalam
5

bentuk kurikuler, kokurikuler, dan atau akstra kurikuler (Depdiknas,
2001: 4-5). Agar lebih efektif, maka siswa juga hendaknya terlibat aktif
terlibat secara langsung dalam pengembangan unit produksi/jasa
sekolah atau, bekerja sama dengan instansi mitra lain terkait melalui
program pendidikan sistem ganda atau dual system education. Melalui
pola ini, selain siswa dapat mempraktekan pendidikan dan pelatihan
teoritis terhadap dunia nyata sebenarnya, juga dapat menemukan
kendala sertapeluang dan atau menemukan ide-ide usaha baru yang lebih
baik ke depan. Pada akhirnya nanti, jika mereka lulus atau tidak bisa
melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi memiliki alternatifalternatif dalam meniti masa depannya, terutama mampu menciptakan
lapangan kerja terutama bagi dirinya sendiri serta berpartisipasi
menggerakkan ekonomi masyarakat sesuai kondisi lingkungan fisik dan
sosiobudaya di masyarakatnya (Depdiknas, 2001: 9). Selain itu, pada diri
siswa akan tertanam minat minat dan kemampuan untuk berpartisipasi
membangun secara nyata daerah atau lingkungannya.
3. Manfaat Kewirausahaan Bagi Masyarakat Sekitar
Salah satu tujuan pengembanan kewirausahaan sekolah adalah
menghasilkan produk/jasa yang dijual ke masyarakat atau customer.
Semakin besar kebutuhan customer yang dapat terpenuhi oleh jasa atau
produk yang dihasilkan sekolah, maka akan semakin besar pula profit
yang diperoleh sekolah, artinya kewirausahaan sekolah harus diarahkan
dapat melayani kebutuhan dan dapat menyelesaikan persoalan
masyarakat atau customer secara maksimal. Pada akhirnya, masyarakat
sekitar memiliki sentimen positif sekolah yang selanjutnya akan
meningkatkan rasa memiliki atau sense of belonging terhadap sekolah.
G. Metode Pengembangan Kewirausahaan Sekolah
Keberhasilan pengembangan kewirausahaan sekolah yang paling utama
dapat diukur bagaimana kemampuan dalam membaca peluang, dan
memanfaatkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya untuk
mencapai peluang itu (meskipun di luar sistem) sesuai dengan tujuan
bisnis profit taking. Hasil pengembangan kewirausahaan tersebut adalah
untuk mendukung kecukupan modal sekolah dalam rangka
mengembangkan proses pendidikan agar bisa bertahan dan berkembang
ke depan, secara mandiri tanpa intervensi yang ketat dan dapat
memenuhi kebutuhannya tepat sasaran, meskipun dalam koridor yuridis
yang berlaku.

6

Identifikasi lingkungan dan
peluang di masyarakat

Identifikasi potensi dan
kemampuan sekolah

Identifikasi kondisi social
budaya dan potensi ekonomi
masyarakat di sekitar sekolah

Analisis potensi (Komoditi unggulan dan
penerapan teknologi praktis ) serta
kemungkinan pengembangannya

Klub kewirausahaan, Komite
Sekolah, Alumni, Donatur,
Pemda, Sponsorship, dll

Menetapkan ide kewirausahaan

Kunjungan institusi usaha local bercorak
ekonomi kerakyatan yang relevan

Identifikasi kendala dan
peluang berkembang

Penyusunan
proposal

Simulasi

Realisasi (pelaksanaan) de
kewirausahaan

Pelatihan kewirausahaan pada
siswa berbentuk kurikuler,
kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler

Siswa terlibat dalam
unit produksi/jasa
dalam bentuk job
trainning

Mendirikan unit produksi/jasa
kewirausahaan berorientasi profit

Profit taking
(menghasilkan laba)

Siswa sejahtera, menjadi
pekerja tangguh ke depan

Sekolah bergairah dan produktif untuk
mempertahankan dirinya dan
berkembang ke depan

Mengembangkan ekonomi
masyarakat Meningkatkan PAD,
mencegah urbanisasi dan kriminal,
mewujudkan masyarakat madani

Gambar 1. Model alur berpikir konsep kewirausahaan dalam lembaga pendidikan sekolah
7

Agar efektif, maka pengelolaan kewirausahaan hendaknya berbasis
sekolah, artinya disesuaikan dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.
Hal tersebut wajar, sebab setiap sekolah memiliki karakteristik yang
berbeda sehingga membutuhkan strategi pengembangan yang berbeda.
Namun demikian, secara umum pola kerja pengembangan kewirausahaan
yang dapat dilakukan oleh penyelenggara sekolah mengikuti langkahlangkah sebagai berikut, Gambar 1.
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di
masyarakat, yaitu pemikiran kreatif dalam menemukan ide-ide
wirausaha yang akan menciptakan dan menambah nilai tambah,
serta menggambarkan keadaan operasi pada masa kini dan akan
datang (Depdiknas, 1998: 3). Dalam praktek, jumlah peluang
adalah lebih dari satu macam sehingga jenis usaha yang
didentifikasi juga lebih dari satu macam.
b. Mengidentifikasi potensi dan kemampuan sekolah, yaitu
menemukan fungsi-fungsi yang dipakai untuk merealisasikan
peluang, antara lain dengan memperhatikan: jumlah personel
sekolah, jumlah siswa, sarana prasarana, penggunaan teknologi
praktis, komoditi unggulan, transportasi, pemasaran dan lain-lain
yang
berhubungan
dengan
kewirausahaan
yang
akan
dikembangkan.
c. Identifikasi kondisi sosial budaya dan potensi ekonomi
masyarakat di sekitar sekolah, yaitu menemukan karakteristik
masyarakat yang berhubungan dengan kewirausahaan yang akan
dikembangkan, meliputi sosial, budaya, tingkat ekonomi dan
pendidikannya, serta lainnya.
2. Tahap Perancangan
a. Analisis potensi serta kemungkinan pengembangannya, yaitu
menganalisis segala potensi di atas (fungsi-fungsi untuk
mengembangkan kewirausahaan) dengan mempertimbangkan
aspek kekuatannya
(strength),
kelemahannya
(weakness),
peluangnya (opportunity), dan ancaman (threats).
b. Memilih dan menetapkan jenis kewirausahaan, dimana manakala
potensi dan peluang lebih banyak didukung aspek strength dan
opportunity, maka jenis kewirausahaan sekolah dapat dipilih dan
ditetapkan sebab dipercaya berkembang ke depan. Agar efektif,
dalam memilih jenis usaha dapat bekonsultasi dengan klub
kewirausahaan, Komite Sekolah, alumni, donatur, Pemda,
sponsorship, atau lembaga lain.
8

c. Kunjungan institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat
kerakyatan, dimana untuk memberikan gambaran tentang peluang
dan kendala-kendala pengembangan ke depan, dan atau
menciptakan ide-ide usaha baru yang lebih produktif.
d. Simulasi dan penyusunan proposal kewirausahaan, dilakukan
penyelenggara
kewirausahaan
sekolah
setelah
melakukan
kunjungan institusi usaha lokal guna mendiskusikan beberapa hal
sehingga dapat ditentukan model pengembangan kewirausahaan
terpilih ke depan yang lebih baik. Sementara itu, dilanjutkan
dengan menulis proposal kewirausahaan yang berisikan tentang
jenis usaha yang akan dirikan, manfaat, prosedur kerja serta
alokasi dana, perkiraan produksi dan keuntungan, pelaksana, dan
atau lainnya yang siap dilaksanakan dan ditujukan kepada pihakpihak terkait, guna mendapatkan bantuan modal usaha, seperti
Pemda, unit usaha mitra, sponsorship, donatur, alumni, Komite
Sekolah, badan lembaga nasional dan internasional, atau lainnya
dengan syarat tidak mengikat terhadap penggunaan profit unit
usaha produksi/jasa sekolah ke depan.
3. Tahap Pelaksanaan
a. Mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, yaitu membuat uni
usaha profit taking yang melayani customer umum, dan
keuntungannya digunakan untuk mendukung kecukupan modal
dalam rangka efektifitas proses
lembaga sekolah serta
berkembang ke depan. Agar efektif, dalam mendirikan unit
produksi/jasa dapat bekonsultasi dengan klub kewirausahaan,
Komite Sekolah, alumni, donatur, Pemda, sponsorship, atau
lembaga lain, sehingga dapat diperoleh rancangan strategis serta
mendapatkan dukungan operasional.
b. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan terhadap siswa, dimana
dilakukan dalam bentuk kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan atau
ekstrakurikuler, baik secara reguler (klasikal) atau merupakan
program pilihan dalam bentuk klub kewirausahaan mikro. Materi
pendidikan dan pelatihan
kewirausahaan siswa meliputi
manajemen produksi dan pemasaran komoditi unggulan sesuai
potensi daerah, kemampuan berusaha, daya saing, pelayanan
prima,
pengelolaan
keuangan
tingkat
sederhana,
serta
pengembangan kreativitas dan inovasi (Depdiknas, 2001: 9-10).
c. Praktek kewirausahaan siswa, dilaksanakan setelah siswa
memperoleh pendidikan dan pelatihan kewirausahaan teoritis di
kelas dan dimaksudkan agar ilmu kewirausahaan yang telah siswa
peroleh dari lembaga sekolah dapat diimplementasikan dalam
dunia nyata (real life) yang empirik. Selain itu, siswa juga
terangsang dapat menemukan kendala-kendala dan potensi unit
usaha yang diamati sehingga diharapkan dapat menemukan ide-ide
9

usaha baru yang dapat diadobsi kelak. Praktek kewirausahaan
siswa dapat dilakukan secara langsung pada unit usaha yang
dikembangkan sekolah sendiri atau dilakukan pada unit usaha
mitra dalam bentuk latihan kerja atau on the job trainning (OJT)
yang dilaksanakan diluar hari efektif kelas reguler (semisal efektif
fakultatif) dalam jalinan kerja dual system education sehingga akan
tercapai link and match antara ilmu yang diajarkan di sekolah
dengan unit usaha masyarakat.
H. Monitoring dan Evaluasi Kewirausahaan Sekolah
Monitoring bertujuan untuk mengetahui apakah program
kewirausahaan sekolah berjalan sesuai rencana (dalam proposal) semula
atau tidak, sehingga dapat diketahui apa hambatan yang terjadi serta
bagaimana seharusnya pengelola kewirausahaan sekolah mengatasi
masalah tersebut. Sedangkan evaluasi bertujuan untuk mengetahui
apakah kewirausahaan dapat mencapai tujuan atau tidak, yaitu
menghasilkan profit yang dapat digunakan memperkuat modal sekolah
dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran di sekolah,
meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan proses pendidikan,
meningkatkan produktifitas kerja serta menyejahterakan sivitas sekolah.
Kegiatan monitoring dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah
bersama Komite Sekolah atau institusi usaha mitra terkait dan
dilaksanakan sepanjang tahun secara periodik, baik mingguan, bulanan,
caturwulan, semester, atau tahunan, sehingga sedini mungkin dapat
mengetahui kendala yang muncul serta segera membantu pelaksana
kewirausahaan sekolah dalam mencari pemecahannya. Oleh karena itu,
harus disiapkan instrumen yang valid dan reliabel. Namun demikian,
kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan oleh personel yang
benar-benar memahami monitoring dan evaluasi serta telah mempelajari
program kewirausahaan sekolah tersebut. Oleh karena itu, sebelum
melakukan monitoring dan evaluasi, personel pemonitor dan evauator
harus mempelajari proposal kewirausahaan sekolah terlebih dahulu serta
mempelajari kemajuan dari unit usaha tiap periode waktu (jika sudah
ada).
Kegiatan monitoring dan evaluasi hendaknya mencakup lima
aspek, yaitu (a) konteks, (b) input, (c) proses, (d) output, dan (e) outcome.
Aspek konteks pada dasarnya menayakan apakah program dalam
proposal kewirausahaan sesuai dengan aspek yuridis dan peluang serta
potensi sekolah. Aspek input pada dasarnya menanyakan apakah inputinput kewirausahaan siap digunakan maksimal, seperti kualitas dan
kuantitas personel, sarana dan prasarana pendukung, dana yang
dibutuhkan, atau lainnya. Idealnya, indikator-indikator tersebut telah
siap sehingga kegiatan kewirausahaan yang telah direncanakan dapat
efektif. Aspek proses pada dasarnya menanyakan apakah pelaksanaan
program kewirausahaan berjalan baik, seperti proses pengelolaan, kerja
10

sama personel, pengelolaan keuangan, keterbukaan,
produksi dan
pemasaran, serta lainnya. Aspek output pada dasarnya menanyakan
apakah sasaran tertentu dari program kewirausahaan setelah periode
waktu tertentu tercapai atau tidak, artinya dapat menghasilkan profit
dalam rangka mencapai kecukupan modal untuk mendukung
meningkatkan
proses
pendidikan
serta
meningkatkan
proses
pembelajaran di sekolah, meningkatkan gairah dalam penyelenggaraan
proses
pendidikan,
meningkatkan
produktifitas
kerja
serta
menyejahterakan sivitas sekolah. Aspek outcome pada dasarnya
menanyakan dampak program kewirausahaan, baik terhadap sekolah,
siswa, dan masyarakat. Meskipun hanya dapat diukur dalam jangka
panjang, paling tidak dapat diketahui melalui peningkatan kepercayaan
masyarakat terhadap sekolah misalnya meningkatnya animo calon siswa
baru serta dukungan dari masyarakat terhadap program.
Hasil data monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis secara
cermat dan mendeskribsikan setiap indikator dengan cara mencermati
setiap butir program apakah sesuai dengan kondisi ideal yang ditetapkan
sebelumnya. Hasil analisis diwujudkan dalam bentuk laporan yang
diketahui oleh seluruh personel yang telibat sehingga dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengembangkan unit usaha lebih baik ke depan.
I.

Simpulan dan Penutup
Sikap kewirausahaan yang tangguh sangat dibutuhkan oleh setiap
penyelenggara pendidikan sekarang dan ke depan dalam rangka
menghadirkan sebuah lembaga sekolah yang murah namun berkualitas
serta produktif, profit taking dalam rangka mencapai kecukupan modal
untuk mendukung meningkatkan proses pendidikan serta meningkatkan
proses pembelajaran di sekolah, meningkatkan gairah dalam
penyelenggaraan proses pendidikan, meningkatkan produktifitas kerja
serta menyejahterakan sivitas sekolah. Oleh karena itu, pengelola
kewirausahaan harus terampil mengidentifikasi lingkungan dan peluang
di masyarakat, terampil mengidentifikasi segala potensi dan kemampuan
lembaga yang dipimpinnya, terampil mengidentifikasi kondisi sosial
budaya dan potensi ekonomi masyarakat di sekitar lembaga yang
dipimpinnya, terampil menganalisis potensi (komoditas unggulan dan
penerapan teknologi praktis) serta kemungkinan pengembangannya ke
depan, terampil memilih jenis kewirausahaan yang tepat dan dipercaya
dapat berkembang ke depan dan merealisasikan (mendirikan) dalam
bentuk unit usaha yang profit taking serta berani mengambil resiko dari
usaha yang didirikan tersebut, mampu meyakinkan dan memberikan
pelayanan memuasakan berbagai pihak terkait serta sanggup
memecahkan masalah meskipun ke luar dari system, memiliki tujuan
mulia yaitu tidak mengambil manfaat dari unit usaha yang
dikembangkan
untuk
kepentingan
pribadi,
melainkan
ingin
menumbuhkan iklim sekolah yang bergairah dan produktif,
11

menyejahterakan
sivitas
akademik,
mengembangkan
kerakyatan, serta menciptakan masyarakat madani.

ekonomi

Pola pengembangan kewirausahaan sekolah meliputi tahap
persiapan, yaitu mengidentifikasi lingkungan dan peluang jenis usaha di
masyarakat, potensi dan kemampuan sekolah, kondisi sosial budaya dan
potensi ekonomi masyarakat di sekitar sekolah. Selanjutnya tahap
perencanaan, yang meliputi analisis potensi serta kemungkinan
pengembangannya, memilih dan menetapkan jenis kewirausahaan,
berkunjung ke institusi usaha lokal relevan/sejenis yang berfifat
kerakyatan, dilanjutkan dengan simulasi dan penyusunan proposal
kewirausahaan. Tahap pelaksanaan, dapat ditempuh dengan jalan
mendirikan unit produksi/jasa kewirausahaan, memberikan pendidikan
dan pelatihan
kewirausahaan terhadap siswa, serta memberi
kesempatan siswa melakukan praktek kewirausahaan pada unit usaha
sekolah atau usaha mitra dalam bentuk dual system education.
Agar menjamin keterlaksanaan program kewirausahaan, maka
perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah bersama Komite Sekolah atau institusi usaha mitra terkait dan
dilaksanakan sepanjang tahun secara periodik, sehingga dapat sedini
mungkin mengetahui kendala yang muncul dan dapat segera membantu
pelaksana kewirausahaan sekolah dalam mencari pemecahannya.
Kegiatan monitoring dan evaluasi hendaknya mencakup lima aspek, yaitu
(a) konteks, (b) input, (c) proses, (d) output, dan (e) outcome. Hasil data
monitoring dan evaluasi selanjutnya dianalisis dan diwujudkan dalam
bentuk laporan yang diketahui oleh seluruh personel yang telibat
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan unit
usaha lebih baik ke depan.
Daftar Pustaka
Depdiknas. 1998. Kewirausahaan (Enterpreneurship) dalam Pendidikan:
Materi Pelatihan Calon Kepala Sekolah. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2001. Pedoman Pembinaan Pengembangan Kewirausahaan
Siswa SMK. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2002. Manajemen Berbasis Kelas: Rencana dan Program
Pelaksanaan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

12

Hudgins, Bryce B; Phye, Gery D; Schau, Candace G; Theisen, Gary L; Ames, C;
dan Ames R. 1985. Education Psychology. Ilionis: FE. Peacock
Pub. Inc.
Nolker, Helmut dan Schoenfeldt, Ebenhard. 1988. Pendidikan Kejuruan:
Pengajaran, Kurikulum, dan Perencanaan. Jakarta: PT. Gramedia.

13